Oleh: Martin Simamora
“Apakah
Sebuah Pintu Emas Bagi Suami Untuk Menceraikan Isterinya, Ataukah Peringatan
Betapa Kudusnya Sebuah Pernikahan Untuk Dipermainkan?”
1.Bukan
Hal yang Sumir, Tetapi Betapa Sucinya Pernikahan itu: Dosa Membawa Dampak
Kerusakan Pernikahan Suci
Hal pertama yang
harus saya sampaikan, artikel ini saya tuliskan sehubungan dengan janji yang begitu lama tertunda untuk saya penuhi
kepada sahabat dan beberapa orang yang menanyakan perihal ini. Topik ini tidak
boleh semata diperlakukan sebagai pengetahuan, tetapi harus menjadi sebuah
refleksi bagi setiap pria yang telah berkeluarga atau akan berkeluarga, dan tentunya
setiap rumah tangga Kristen, agar mengerti dan menghidupi kehidupan rumah
tangganya sebagai hal yang mulia dan kudus, tidak seharusnya dipandang sebagai
ikatan emosional belaka: dicintai dan karenanya mencintai, atau sebaliknya. Hal
kedua, yang sama pentingnya, artikel ini
juga memiliki tujuan untuk menunjukan bahwa klausula pengecualian
perceraian boleh dilakukan, harus pertama-tama dipandang sebagaimana Yesus
memandang: betapa tingginya kesucian
sebuah pernikahan harus diperlakukan dan dihidupi oleh pasangan suami-isteri.
Sebagaimana Yesus begitu tinggi memandang kesucian dan kesetian hubungan antara
dirinya dengan para murid yang sangat dikasihinya. Bahwa klausula pengecualian perceraian boleh dilakukan, harus dipandang sebagai sebuah
kebenaran dari sudut Allah, betapa Allah sangat membenci kecemaran pada kesucian pernikahan, bukan sebaliknya,
dipandang dari sudut kedagingan manusia yang cenderung memandang klausula ini
dalam kotornya dan rendahnya moralitas manusia untuk sanggup memandang kesucian
pernikahan yang sedang diangkat Yesus melalui klausula ini. Tentu saya dapat
memaklumi, sungguh mengejutkan kalau Yesus sampai benar-benar mengucapkan
klausula itu. Namun, jika kita mau mempelajarinya secara cermat, sebaliknya
kita akan melihat betapa rendahnya kekuatan moralitas dan kekudusan manusia
untuk bisa memahami bahwa didalam Tuhan, pernikahan tidak dirancang untuk
menuju sebuah perceraian namun manusia tidak kebal dan berdaya untuk senantiasa
sanggup menjunjung kemurnian pernikahannya melawan daya pikat dosa yang
menyasar pada kesucian pernikahan.
Saya juga harus
menandaskan, sementara secara populer klausula tersebut telah dipandang sebagai
sumir dan bahkan dianggap sebagai penyimpangan diantara injil sinoptik,
seharusnyalah setiap orang Kristen yang menghargai Alkitab sebagai sumber
tertulis paling otoratif bagi praktik
hidup keimanannya, setiap orang Kristen seharusnya memiliki pemahaman
yang memadai, sebelum menghakimi bagian tertentu pada injil, dan bahkan Yesus Kristus
sendiri.
2.Perceraian
& Kekudusan Pernikahan yang Retak Dalam Alkitab
Dalam
Alkitab, pada injil, perceraian dan kekudusan pernikahan yang retak merupakan salah satu topik yang diajarkan oleh
Yesus:
►Matius
19:3-10 “Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia.
Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan
alasan apa saja?" Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan
firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka
bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia." Kata mereka kepada-Nya: "Jika
demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika
orang menceraikan isterinya?" Kata Yesus kepada mereka: "Karena
ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak
semula tidaklah demikian. Tetapi Aku
berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan
lain, ia berbuat zinah." Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Jika demikian halnya hubungan
antara suami dan isteri, lebih
baik jangan kawin."