ET’PATAH ISCS
Jum’at, 18 Januari 2019
DIALOG IMAJINER
RAHIB DIONYSIUS EXIGUUS DAN KYAI TUNGGUL WULUNG:
BINTANG BETLEHEM DAN THE MAGI CODE
(Tulisan Terakhir dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
25 DESEMBER ATAU 7 JANUARI?
† : “Kalau begitu, wahai Rahib. Mengapa
gereja-gereja Timur merayakan Natal 7 Januari, berbeda dengan Barat yang
merayakan 25 Desember?”, tanya Kyai Tunggul Wulung melanjutkan diskusi minggu
lalu.
‡ : “Itu hanya beda sistem kalender, tidak ada
perbedaan ajaran teologinya”, jawab rahib Dionysius.
† : “Maksudnya, Rahib?”.
‡ : “Mula-mula”, kisah Rahib Dionysius, “Barat dan
Timur merayakan Natal 25 Desember, sampai tahun 1582 ketika Paus Gregorius XIII
memodifikasinya, akhirnya dikenal kalender Gregorian yang kini diakui secara
internasional”.
† : “Jadi, secara liturgis gereja-gereja Timur
masih memakai hitungan Kalender Yulian, sedangkan di Barat memakai kalender
baru Gregorian?”, tanya Sang Kyai.
‡ : “Betul, betul Kyai!”
† : “Lalu mengapa kalender Yulian berubah menjadi
7 Januari, Rahib?”.
‡ : “Justru yang berubah itu kalender yang baru,
karena tanggalnya maju 13 hari. Jadi, 25 Desember itu mestinya masih 12
Desember, Kyai”.
† : “Lha iya, yang saya tanyakan kenapa kok maju
13 hari, Rahib. Maaf...”, Kyai Tunggul Wulung terus mengejar.
‡ : “Selisih 13 hari itu mula-mula disebabkan
perbedaan dalam menghitung jatuhnya Paskah”, jelas Rahib Dionysius. “Gereja
Barat menetapkan jatuhnya perayaan Paskah tepat pada bulan purnama musim semi.
Ini mengikuti kebiasaan Paskah Yahudi. Padahal Yahudi memakai kalender bulan
yang setahunnya hanya 354 hari. Itu berarti selisihnya dengan kalender matahari
10 hari. Paskah Yahudi, yang mengenang keluarnya Israel dari Tanah Mesir,
memang selalu jatuh pada bulan purnama, 15 Nisan”.