F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Kasih Karunia Adalah



Oleh: Martin Simamora


 Tindakan Allah Untuk Mengatasi Kemustahilan Manusia Untuk Menggapai Keselamatannya Sendiri


Kemustahilan akan apa? Bahwa manusia tidak mungkin mendatangi Allah atau tidak mungkin bersatu kembali dengan Allah dalam sebuah relasi yang begitu penuh kasih dan penuh pengenalan akan Dia. Mengapa? Karena telah terjadi keterpisahan yang dilakukan Allah berdasarkan perbuatan dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa, tepat setelah penghakiman dan penghukuman yang kemudian menguasai segenap manusia di sepanjang generasi dan peradaban manusia [Kejadian 3:11-22]. Penghakiman dan penghukuman ini, pada akhirnya ditetapkan dalam sebuah tindakan pengusiran manusia dari hadapan Allah, oleh-Nya:

Kejadian 3:23-24 Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyala beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.


Pengusiran ini bukan sekedar pengusiran satu dan dua manusia saja, tetapi  telah menghukum segenap generasi manusia, dan satu-satunya peristiwa yang dapat memulihkan situasi ini hanyalah  berdasarkan janji Allah untuk mengatasi kuasa maut yang memerintah dalam peristiwa dosa itu, yaitu:

Kejadian 3:15  Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."


Manusia diusir dalam vonis-vonis kekal yang mengikatnya [Kejadian 3:11-22], dan dalam hal itu, Allah hanya mengindikasikan satu hal saja terkait penyelamatan dari situasi maut ini, yaitu kala janji: “keturunannya akan meremukan kepalamu,” digenapi.


Inilah satu-satunya yang menjadi karakteristik bagi sebuah peristiwa untuk disebut  peristiwa berdasarkan kasih karunia Allah, yang sangat erat dengan: (1)kemustahilan manusia untuk meluputkan dirinya dari murka Allah terhadap keberdosaannya, yang menantikan waktu-waktu penggenapan penghukuman itu, apakah saat masih di bumi ataukah nanti pada hari penghakiman dan (2)bagaimana manusia itu dapat memiliki kehidupan kekal, yaitu kehidupan bersama Allah, hanya berdasarkan kasih karunia-Nya.

0 Manusia Murtad Dalam Tangan Tuhan (1):



Oleh: Martin Simamora

Akankah Yang Murtad Kembali Kepada-Nya, Ataukah Dilepaskan-Nya Karena Itu Pilihan Manusia?


Menurut anda, bagaimanakah Tuhan memandang sebuah kemurtadan itu berlangsung? Mari kita melihat pada era nabi Yeremia yang melihat dan menjadi lidah bagi Tuhan yang memperingati umat-Nya: kerajaan Israel dan kerajaan Yehuda, seperti ini:

Yeremia 3:1-5 Firman-Nya: "Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepada-Ku? demikianlah firman TUHAN. Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu dan dengan kejahatanmu. Sebab itu dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu. Bukankah baru saja engkau memanggil Aku: Bapaku! Engkaulah kawanku sejak kecil! Untuk selama-lamanyakah Ia akan murka atau menaruh dendam untuk seterusnya? Demikianlah katamu, namun engkau sedapat-dapatnya melakukan kejahatan."


Bagi Allah, kemurtadan bukan sekedar ketidaksetiaan atau ketidaktaatan tetapi sebuah kehidupan rohani yang perilakunya tak bedanya dengan seorang yang pergi ke banyak pelacur atau banyak kekasih: “Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih dan mau kembali kepada-Ku?”Ini adalah ungkapan kepedihan hati Tuhan yang begitu mendalam karena IA sendirilah yang telah merangkaikan sebuah ikatan kasih mesra yang begitu mulia: “Bukankah baru saja engkau memanggil Aku:Bapaku! Engkaulah kawanku sejak kecil!” Umat-Nya tahu sekali bahwa Tuhan tidak akan murka atau menaruh dendam untuk seterusnya? Tetapi apakah karena demikian, lantas hidup menumpuk dosa: “Untuk selamanyakah Ia akan murka atau menaruh dendam untuk seterusnya?Demikianlah katamu, namun engkau sedapat-sedapatnya melakukan kejahatan,”Kemurtadan adalah sebuah kehidupan yang menyalahgunakan kasih karunia Allah dan memandang remeh, betapa menjijikan perilaku itu bagi-Nya sekalipun dalam kasih karunia. Dapat dimengerti jika rasul Paulus kemudian memberikan peringatan yang sama kerasnya:
 
Roma 6:1-2Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?


Roma 6:15-16 Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?

Kehidupan dalam kasih karunia, pada dasarnya, merupakan kehidupan dalam percintaan atau kasih Tuhan. Sangat menakjubkan bahwa hal ini sudah begitu kuat mencuat dalam era yang kita kenal sebagai era memerintahnya hukum Taurat, sebagaimana Tuhan nyatakan melalui nabi Yeremia:
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9