Bagian 1:Namun hal
ini tidak menghalangi kerja akademisku.
Imanku telah menjadi sebuah iman yang kognitif (pada tatar intelejensia—red)—sebuah
kekristenan yang berasal dari leher ke
atas. Sejauh saya dapat mengontrol teks, saya telah berbahagia. Saya menjalani
kehidupan dalam realita yang tidak utuh
bahwa artikulasi teologia hanya menjadi
valid manakala hal itu didasarkan pada eksegesis yang baik dan tidak ada hal
lainnya lagi. Seperti pepatah kodok didalam air yang mendidih secara perlahan-lahan dalam
pot, saya tidak merasakan bahwa saya sedang berada dalam perjalanan menuju penghancuran diri sendiri.
Bagian 2 :Pada saat yang sama, problem pada banyak non Kharismatik adalah walau mereka mengklaim bahwa Tuhan dapat menyembuhkan, mereka berlaku seolah dia tidak akan menyembuhkan. Kita kerap tidak percaya akan kemampuan Tuhan—kita tidak sungguh-sungguh yakin bahwa Tuhan dapat menyembuhkan.
(8) Banyak broker-broker kekuasaan dalam evangelikalisme, semenjak pergantian abad, merupakan orang-orang berkulit putih, para pria yang obsesif kompulsif. Semenjak era para Princetonian/para teolog keluaran Princeton Theological Seminary ( Hodge, Warfiel, Machen, dan lainnya) , Evangelikalisme non kharismatik Amerika telah didominasi oleh akal sehat Skotlandia, pasca pencerahan, otak kiri ( logik, analitik, dan obyektif) , orang-orang kulit putih. Situasi ini mengungkapkan bahwa kita menyembunyikan sebagian citra Tuhan, menyembunyikan sebagian kesaksian Roh, dan oleh karena itu kita tidak sejalan dengan sejarah Kekristenan [ Terkait hal ini, lihat Vern Poythress, “Modern Spiritual Gifts As Analogous To Apostolic Gifts: Affirming Extraordinary Works Of The Spirit Within Cessationist Theology,” Journal of the Evangelical Theological Society 39 (1996) 72-102, dimana dia membenarkan adanya mujizat-muizat dikalangan “cessationist.” Bagian argumentasinya yang patut dicatat” bahwa para penganut pandangan cessationist pada abad ke-19 merasakan kehadiran Tuhan dan telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan berlangsung yang tidak sesering pada para cessationist masa kini) . Implikasi-implikasi dengan demografik semacam ini bermacam-macam. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut.
Bagian 2 :Pada saat yang sama, problem pada banyak non Kharismatik adalah walau mereka mengklaim bahwa Tuhan dapat menyembuhkan, mereka berlaku seolah dia tidak akan menyembuhkan. Kita kerap tidak percaya akan kemampuan Tuhan—kita tidak sungguh-sungguh yakin bahwa Tuhan dapat menyembuhkan.
(8) Banyak broker-broker kekuasaan dalam evangelikalisme, semenjak pergantian abad, merupakan orang-orang berkulit putih, para pria yang obsesif kompulsif. Semenjak era para Princetonian/para teolog keluaran Princeton Theological Seminary ( Hodge, Warfiel, Machen, dan lainnya) , Evangelikalisme non kharismatik Amerika telah didominasi oleh akal sehat Skotlandia, pasca pencerahan, otak kiri ( logik, analitik, dan obyektif) , orang-orang kulit putih. Situasi ini mengungkapkan bahwa kita menyembunyikan sebagian citra Tuhan, menyembunyikan sebagian kesaksian Roh, dan oleh karena itu kita tidak sejalan dengan sejarah Kekristenan [ Terkait hal ini, lihat Vern Poythress, “Modern Spiritual Gifts As Analogous To Apostolic Gifts: Affirming Extraordinary Works Of The Spirit Within Cessationist Theology,” Journal of the Evangelical Theological Society 39 (1996) 72-102, dimana dia membenarkan adanya mujizat-muizat dikalangan “cessationist.” Bagian argumentasinya yang patut dicatat” bahwa para penganut pandangan cessationist pada abad ke-19 merasakan kehadiran Tuhan dan telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan berlangsung yang tidak sesering pada para cessationist masa kini) . Implikasi-implikasi dengan demografik semacam ini bermacam-macam. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut.