Oleh: Martin Simamora
Rasisme, Lonceng Maut Kemanusiaan
Kolose 3:11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau
orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang
Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala
sesuatu.
Ketika saya mendengar dan
menonton berita di televisi bahwa Amerika Serikat sedang dilanda kerusuhan
bernuansa rasialisme di Ferguson, sekali lagi dan berangkali untuk kali ke
sekiannya, saya diyakinkan bahwa Rasisme dan diskriminasi dalam segala wujudnya
dapat menjadi lonceng maut kemanusiaan. Manusia oleh hal ini dapat menjadi
brutal untuk saling menghancurkan tak hanya manusia lainnya, namun peradaban
manusia itu sendiri. Walau tak
semematikan bom atom hirosima dan nagasaki, namun rasisme memiki semacam
radiasi nuklir yang “kekal”dan tak pernah benar-benar lenyap residunya, sekali itu meledak di sebuah
wilayah atau negara. Saya tak akan spesifik mengulas apa yang sedang
berlangsung di AS dan juga tidak akan
berbicara secara khusus dalam terminologi-terminologi sosiologi apalagi politik
yang pelik. Namun demikian, saya menilai penting untuk mencukil apa yang
ditulis oleh Profesor Thomas M.Saphiro dalam bukunya berjudul “The Hidden Cost of Being African American:
How Wealth Perpetuates Inequality.” Saya akan cukup serius menyentuh
buku ini, untuk kemudian kita bergerak menyorot isu ini dalam sudut pandang
pengajaran Kristen.