Oleh : Chris Rosebrough
(1) Pada waktu itu ada pula orang banyak di situ yang besar jumlahnya, dan karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: (2) Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan.(3) Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh." (Markus 8:1-3)
Mengacu pada standard-standard “Kepemimpinan Gereja” terkini, Yesus adalah seorang pemimpin tak becus yang nyata-nyata tidak menyatu dengan kebutuhan-kebutuhan “pengalaman menyembah” di era dan budaya-Nya. Faktanya, ketika anda membaca biografi-biografi Perjanjian Baru, anda tidak akan membaca tentang Yesus sedang mendiskusikan filosopi-filosopi kepemimpinan terkini, strategi-stratgi church branding, praktek-praktek pemasaran gereja atau ide-ide termuktahir untuk merancang dan menciptakan lingkungan-lingkungan audio visual yang holistik untuk membantu menciptakan suasana hati yang sempurna bagi jemaat untuk mencapai sebuah pengalaman menyembah.
Alih-alih, ketika anda membaca Perjanjian Baru maka anda akan menjumpai bahwa Yesus sedang mengajar di luar ruangan dan peristiwa-peristiwa Yesus mengajar jauh dari mempertimbangkan sensitifitas para pendengarnya. Ketika anda membandingkan praktek-praktek kepemimpinan Yesus dengan prinsip-prinsip kepemimpinan baru yang diimprovisasi ala Rick Warren, Bil Hybels, Leadership Network dan yang lainnya, maka anda mau tidak mau harus menyimpulkan bahwa Yesus sepenuhnya gagal sebagai seorang pemimpin dan berada dalam kegelapan kala terkait dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan target pasar-Nya.