Oleh: Martin Manusia
Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan Oleh Relativitas Manusia?
Bacalah lebih
dulu: “bagian 6.N”
Apa yang terpenting
dan seharusnya menjadi pijakan bagi siapapun juga untuk memahami Roma 2:6
adalah, apakah penghakiman itu berpijak
di atas relativitas manusia demi manusia sehingga tidak ada kebenaran umum yang
tunggal dan absolut pada Allah untuk menghakimi manusia-manusia? Menjawab ini,
Surat Roma tegas menujukan apakah jawabannya: “Karena
itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau
sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau
menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan
hal-hal yang sama” (2:1). Kalau anda membaca bagian “hai
manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak
bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri,” ini bukan hendak
menunjukan kebenaran absolut absen tetapi memang benar bahwa tidak ada satu jua manusia
yang memiliki kebenaran absolut pada dirinya atau tidak ada manusia yang nir salah sekalipun ia berada pada posisi kuat untuk
menghakimi manusia lainnya di dunia ini, yang ditunjukan dengan ungkapan “siapapun
juga engkau yang menghakimi orang
lain, engkau tidak
bebas dari salah, sebab dalam menghakimi orang lain, engkau
sendiri tidak bebas salah.” Jadi
manusia-manusia bisa saja menghakimi manusia-manusia lain berdasarkan kebenaran
yang dimiliki melawan kesalahan manusia yang sedang dihakimi tetapi dalam
manusia itu menghakimi bukanlah hakim yang “tidak bebas salah.”
Dengan kata lain, penghakiman manusia adalah penghakiman yang dihakimi oleh ketakmurnian
moralitasnya sendiri, sehingga dalam hal ini penghakiman manusia bukanlah penghakiman yang tak memandang bulu sebab
tak akan pernah bisa menghakimi setiap kesalahan tanpa satupun yang terlewati,
terutama untuk mampu menghakimi dirinya sendiri kala menghakimi.
Jadi sebetulnya apa
yang hendak ditunjukan oleh 2:1 terhadap
pernyataan dalam 2:6- (yang oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono
dipelintir menjadi: Penghakiman Tuhan ini
sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini
berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat
batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun
harus dicatat bahwa tindakan atau
perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian
seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas
seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah
belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”- lihat halaman 19)-
adalah ini: “Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung
secara jujur atas mereka yang berbuat demikian” (ayat 2),
atau dengan kata lain penghakiman oleh manusia yang relativitas semacam 2:1 akan berhadapan dengan hukuman Allah
yang berlangsung
jujur.