Oleh : Martin Simamora
Tuhan Tidak Dapat Mencegah
Manusia Untuk Berbuat Jahat?
credit:nonprophetsatus.com |
Bacalah lebih dulu bagian 14
Ketika anda berpendapat dan percaya bahwa Tuhan tidak dapat mencegah manusia
untuk berbuat jahat, mengacu pada kebanyakan fakta betapa manusia-manusia
jahat dapat secara bebas melakukan kejahatannya dan Tuhan tidak mencegahnya; bahkan
tidak terlihat bertindak sebagaimana Polisi
akan segera bertindak mencegahnya bilamana dia berada di lokasi
kejadian. Ini sebetulnya lebih dari sekedar benih-benih meragukan Tuhan; ini pada puncaknya akan meragukan keselamatan
adalah tindakan kedaulatan Allah terhadap manusia, bahkan Allah sendiri
melakukan penjaminan atas apa yang
diberikanNya.( bandingkan dengan Efesus 1:3-6; Ibrani
6:17-18;Efesus 1:11, Yoh 1:12-13, KPR 4:12;Roma 8:28-29)
Pemikiran bahwa Tuhan tidaklah seandal atau sehebat yang
dikemukakan oleh Kitab Suci, pun telah
sejak lama berkembang menjadi sebuah pandangan umum yang normal-normal saja dalam dunia yang tidak selalu membahagiakan ini.
Hanya untuk sebuah contoh, pada
bagian “parable of the madman,”
(perumpamaan orang gila) yang dapat
ditemukan dalam karya Friedrich Nietzcshe
berjudul “The Gay Science,” halaman
119 [Nietzcshe sendiri dikenal sebagai filsuf yang menantang fondasi-fondasi Kristen], perhatikan kalimat-kalimat ini:
“‘Have you not heard of that madman who lit a lantern in the bright morning hours, ran to the market-place, and cried incessantly: "I am looking for God! I am looking for God!" As many of those who did not believe in God were standing together there, he excited considerable laughter. [“Tidakkah kamu ada mendengar orang dengan tingkah yang gila menyalakan sebuah lentera pada saat pagi yang cerah, berlari ke pusat bisnis, dan berteriak tanpa henti :”Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!” Banyak dari mereka yang tidak percaya kepada Tuhan sedang berkerumun di sana, dia tertawa terbahak-bahak penuh makna.]‘Have you lost him, then?’ said one. [‘Apakah kamu kehilangan dia, saat ini?’ ujar salah satu dari kerumumunan.]‘Did he lose his way like a child?’ said another. [‘Apakah Tuhan telah kesasar seperti seorang anak?’ kata yang lainnya]‘Or is he hiding? Is he afraid of us? Has he gone on a voyage? or emigrated?’ [“Atau apakah Tuhan sedang bersembunyi? Apakah dia takut dengan kita? Telah lenyapkah dia dalam sebuah perjalanan panjang? Atau telah pergikah dia meninggalkan dunia ini?’]Thus they shouted and laughed. The madman sprang in to their midst and pierced them with his glances.[mendengarkannya,mereka berteriak dan tertawa-tawa. Orang yang bertingkah gila itu menyeruak ke tengah-tengah kerumunan tersebut dan memaku mereka dengan tatapan matanya]‘Where has God gone?’ he cried. [‘Kemanakah Tuhan telah pergi?’]‘I shall tell you. [ Aku akan beritahu anda]We have killed him - you and I.[ Kita telah membunuhnya-kamu dan aku]We are his murderers. [Kita asdalah pembunuh-pembunuhnya]
Kita tidak akan mengulas Nietzcshe
sama sekali. Tidak sama sekali! Selain hanya hendak menunjukan bahwa meragukan Tuhan
hingga derajat yang merendahkan serendah-rendahnya adalah hal yang sangat mudah
menyerang kemanusiaan kita yang fana kala kita melihat sekeliling kita; kala
kita membaca koran; kala kita menyaksikan berita-berita di TV; kala kita
menyaksikan keadilan dapat diserongkan. Dan apakah menurutmu Allah benar-benar
ada? Jika ada, mengapa Dia membiarkan kejahatan beranak pinak? Tetapi yang
paling menakutkan jika peraguan terhadap Tuhan ini bersifat LATEN seperti “Tuhan tidak dapat mencegah manusia untuk berbuat jahat,”maka
gereja sebetulnya sudah disusupi “ateisme” dalam dosis “ringan,” namun ini
sudah memiliki daya rusak permanen pada optik-optik mata orang-orang percaya.
Ketika matanya melihat realita suram dunia ini maka akan dipersepsikan sebagai
Tuhan telah kehilangan kebesaran dan kedaulatannya atau Tuhan tidak lagi Tuhan.
Tidakkah sebetulnya pemikiran yang
dicerminkan oleh judul artikel berseri ini,
dapat dikatakan memiliki untaian gagasan yang sewarna dengan perumpamaan
orang gila yang sekilas kita lihat baru saja, setidaknya? Dan itu adalah realita
kehidupan kala seseorang terjerembab dalam situasi-situasi yang tidak selaras
dengan ekspektasinya terutama bagaimana seharusnya Allah bertindak dalam
situasi-situasi buruk (Coba bandingkan dengan Mazmur 73, dan bacalah bagian 6 pada artikel berseri ini)
Bagaimana dengan Petrus, dalam
memandang rentetan peristiwa buruk yang menimpa Yesus, sosok yang diandalkan,
diharapkan, dan dipercaya? Melihat dan mengalami dari dekat, bahkan teramat
dekat dengan PENDERITAAN dan KEMATIAN Yesus, sehingga
membuatnya sedemikian takut bercampur tak percaya atas apa yang dialami sosok
yang dia sebut sebagai Mesias – Anak Allah. Bagaimana mungkin dia yang
melakukan berbagai mujizat; yang berkata AKULAH terang dunia (Yohanes 8:12);
yang berkata AKULAH hidup (Yohanes 14:6), kini terlihat oleh mata para manusia tak berdaya
dalam cengkraman tangan-tangan manusia. Bahkan dia mengatakan bahwa semua itu
adalah hal yang harus terjadi (Lukas
9:22, Matius 16:21, Matius 27:63, Markus 8:31,Lukas 9:44,Lukas 17:25) sebagaimana yang telah DITETAPKAN SEBELUMNYA,
dikatakan oleh kitab suci, teks-teks dalam Perjanjian Lama (Lukas 24:44, Lukas
1:21-22, Lukas 18:31, Lukas 22:37, Lukas 24:27, Lukas 24:46,)!
Petrus menyajikan kepada kita sebuah
kontras yang teramat tajam terhadap orang
gila dalam perumpamaan Nietzsche tadi; terkait keberadaan Tuhan didalam
dunia yang disesaki oleh kejahatan dan kebengisan, bahkan kematian yang menimpa
Yesus, Petrus pada akhirnya tidak menuding Tuhan sebagaimana orang gila tersebut “
1 Petrus 1: 18 -20 :Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,(19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.(20) Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.
1 Petrus 2:22-25Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.(23) Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.(24) Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.(25) Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.
Petrus bahkan menyajikan sebuah realita yang sangat memesona terkait dahulu
dan sekarang. Bahkan sekarang pada keadaan kita kembali
kepada gembala, jiwa kita DIPELIHARA. (Ini
mengingatkan saya pada perkataan- perkataan Yesus yang luar biasa
sebagaimana anda akan temukan jika berkenan membacanya dalam Yohanes 10:27-30,
Yohanes 6:37, Yohanes 15:9-10, Yohanes 17:9-12, Yohanes 18:9. Ada baiknya juga
jika anda berkenan untuk membaca sebuah artikel terkait perihal ini)
Tidakkah “tidak” (pada 1
Petrus 2:22-25) dapat dipahami
sebagai sebuah kelemahan, sebuah
ketakberdayaan Tuhan; sebuah penyerahan kedalam tangan para manusia (?). Manusia
sukar untuk memahami Yesus adalah Anak Domba Allah? Tetapi juga salah besar jika hal itu digambarkan
sebagai sebuah indikator bahwa Yesus bukan sosok yang memiliki
kekuasaan dan kedaulatan, atau dinilai bahwa pada titik ini sedang tidak memiliki,
sebab kekuasaannya pergi meninggalkan
dia dan membuatnya berada dalam momentum SEMATA MANUSIA tanpa sama sekali
keilahiannya; ini salah sama sekali ( Yohanes 10:17-18; Yohanes 10:11, Yohanes 10:15.)
Petrus terlihat fantastis, untuk seseorang yang pernah menentang Yesus untuk pergi ke
Yerusalem; yang pernah menghunuskan pedangnya tanda perlawanan terhadap
ketetapan Allah yang mengurung seluruh kehendaknya sebagai manusia yang bebas.
Sebetulnya dia sangat mungkin untuk
terjerembab dalam pemikiran seperti Nietzsche, namun itu tidak terjadi
bahkan dia dapat mengatakan :”Yesus telah dipilih sebelum dunia dijadikan,”
sebuah gagasan yang tidak mungkin lahir
dari kemanusiaannya, sebab kini dia tidak lagi terkurung dalam ketakutan
pada kedaulatan Allah dalam dalam
menetapkan setiap peristiwa, bahkan sebelum dunia dijadikan! Ini adalah dosis yang
demikian keras – membuat siapapun akan berpikir untuk menyingkirkan
elemen penetapan
sebelum dunia dijadikan. Tetapi, Petrus malah telah melihat
kemuliaan pada kedaulatan Allah dalam
pemilihan diri Yesus dalam skala yang menggentarkan siapapun juga: “sebelum dunia
dijadikan.” Ini sebuah
gagasan Ilahi yang berimplikasi luas terhadap seluruh aspek sejarah manusia. Sejarah manusia dengan demikian telah menjadi Obyek kedaulatan Allah, sebab kedatangan Yesus ke dunia dalam bingkai Allah
telah memilih dia sebelum dunia dijadikan adalah sebuah pengurungan dunia oleh
kehendak Allah. Sejarah boleh bergulir kemana saja dia bergulir tetapi
perjalanan sejarah itupun harus bersujud dihadapan Allah semesta alam!
Sekarang, mari kita lanjutkan penjelajahan
kita yang harus dilakukan. Kita akan melihat sebuah situasi yang akan membuat kita mengerti mengapa para murid meninggalkan dia dan melarikan
diri; sebuah
situasi mirip dengan yang dipaparkan
Nietzcshe, namun Nietzcshe dalam kadar yang jauh lebih ringan. Kita
akan melihat KEMBALI bahwa peristiwa yang telah ditetapkan Allah sejak semula,
tidaklah menjadikan para manusia seperti robot atau Allah harus melakukan
sebuah rekayasa dalam diri para manusia agar selaras dengan apa yang telah
ditetapkan, seolah Allah takut apa yang
telah dia gariskan sebelumnya akan melenceng!
PERINGATAN
YESUS YANG SUKAR DAN MENGURUNG
SEMUA MANUSIA DAN SEJARAHNYA
Matius 26:53-56 “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?" Pada saat itu Yesus berkata kepada orang banyak: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi." Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.”
Ada dua elemen penting yang diungkapkan oleh Yesus Kristus dan kedua-duanya menggambarkan realita yang saling berlawanan satu sama lain tanpa
dapat diperdamaikan dengan cara yang bagaimanapun.
- Pertama, peristiwa-peristiwa dalam bingkai “Allah telah menetapkan sebelumnya,” kala hal itu berlangsung akan melahirkan sangkaan buruk pada semua manusia. Yesus dalam hal ini berkata “kausangka.” Apakah sangkaan manusia kala melihat kejahatan merajalela hingga mencapai kebengisan dan keiblisan yang tragis? Pasti berpikir bahwa TUHAN memang tidak dapat berbuat apa-apa. Kenyataannya tidak sebab itu adalah apa yang “kausangka!”
- Kedua, peristiwa-peristiwa dalam bingkai “ Allah telah menetapkan sebelumnya” (dan faktanya seluruh sejarah manusia adalah OBYEK KEDAULATAN ALLAH), pada peristiwa kelam/jahat/menyedihkan pasti akan menampilkan sosok Allah yang ABSEN atau LENYAP dalam peristiwa-peristiwa tersebut, SEBAB pada saat itu semua harus terjadi sebagai PENGGENAPAN atas apa yang tertulis dalam kitab suci. Apa-apa yang tertulis dalam kitab suci terlebih dahulu mendahului apa-apa yang AKAN terjadi. Ini tidak dapat dialihkan, tidak dapat dikoreksi, tidak dapat digagalkan sebab memang pada peristiwa-peristiwa ini Allah menyetujui dan memang demikian Dia menghendakinya dan tidak ada yang salah dalam pandangan-Nya.
Mengapa Perkataan Yesus Mengurung Semua Manusia dan
Sejarahnya?
Ini adalah pangkal
yang menyebabkan semua murid Yesus, dan secara khusus didemonstrasikan
oleh Petrus, menentangnya keras-sungguh-sungguh. Tidakkah anda ketika berbicara
mengenai ALLAH TELAH MENETAPKAN SEBELUMNYA maka sebuah hantu sinisme akan
segera “merajami” pikiran anda dengan beragam ketakutan, kecemasan dan
kemungkinan sebuah kegilaan agamawi. Lupa, bahwa Yesus senantiasa tidak pernah
melepaskan dirinya dari “semua ini
terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi.”
Jika demikian tidakkah sukar dan mustahil bagi manusia untuk
menuliskan sejarahnya bagi dirinya dan peradabannya sendiri? Tidakkah manusia
dan sejarahnya sudah “dibengkokkan” oleh Allah agar seturut dengan kehendaknya.
Mari kita lihat “yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi” sehubungan dengan
Matius 26:53-56:
- Mazmur 22:6-8 “Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: "Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?"
- Yesaya 53:3 “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.”
- Yesaya 1:5 “Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad? Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu.”
- Yesaya 1:6 “Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak.”
- Mazmur 22:15 “kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.”
- Yesaya 53:12 “Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.”
- Mazmur 22:16 “Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.”
- Zakaria 12:10 “Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung.”
- Yesaya 53:9 “Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.”
Akibat nyata terhadap
para manusia sungguh teramat keras memukul nalar dan rasa manusianya,
tidak ada yang kuasa untuk menerimanya. Sebuah keadaan yang sama persis kala
Yesus kepada murid-muridnya berkata : "Malam
ini kamu
semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku
akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan
tercerai-berai.”(Matius 26:31).
Nah, bagaimana dengan anda ketika bertemu dengan fakta bahwa dihadapan Allah, dunia dan
segenap aspeknya adalah OBYEK bagi KEDAULATAN ALLAH, sehingga menjadi alamiah saja
ketika Alkitab mencatat Allah telah
menetapkan sebelum dunia dijadikan. Sebagaimana pada bagian-bagian sebelumnya, bahwa perihal
ini sama
sekali ini tidak mengindikasikan manusia menjadi kehilangan
kebebasannya; manusia menjadi tanpa konsekuensi dalam melakukan kejahatan
seolah karena sudah ditetapkan sebelumnya maka secara naif dikatakan bebas berdosa sebab sudah ditentukan- jika
itu terkait hal-hal buruk/kejahatan (coba bandingkan dengan penjelasan Yesus
sendiri dalam Matius 26:24, dan bacalah ulasannya pada artikel berseri ini di bagian 13)
Peringatan Yesus diatas, memang benar-benar peringatan yang
harus diperhatikan; peringatan Yesus di atas tersebut, hendak memberitahu kepada
semua pendengarnya bahwa peristiwa-peristiwa ke depan yang dinubuatkan akan terjadi adalah aktual, bukan main-main,
bukan sandiwara. Sedemikian aktualnya sehingga tidak ada manusia yang akan
melihat itu sebagai sandiwara; sedemikian nyatanya sehingga tidak ada manusia yang akan tetap
percaya siapakah Yesus sebagaimana yang hendak dikemukakan oleh Bapa;
sedemikian nyatanya siksaan, derita dan kematian itu sehingga para murid sendiri pun tidak lagi sanggup
melihat Dia sebagaimana Dia yang mereka
kenal sebelumnya.
Ketika Yesus menghadirkan elemen yang berasal dari Sorga : “digenapi yang
tertulis dalam Kitab Suci,”maka ini bagaikan sebuah “clash”
yang menggentarkan semua elemen dunia dan semesta; tidak bisa ada elemen-elemen
dunia melarikan diri dari-Nya dan tidak memberikan hormat dan sujud. Mengapa?
Sebab KETETAPAN ALLAH adalah TUAN atas
semua peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam sejarah manusia; segenap manusia dan sejarahnya dengan demikian seperti
dalam “kurungan” SANG TUAN, pemilik Sejarah. Kedaulatan Allah melalui sejarah yang menjadi obyeknya dapat mempertontonkan betapa dosa yang menyandera
manusia akan melahirkan
penentangan-penentangan terkeji terhadap Allah dalam kehidupan manusia yang
terpisah dari Allah. Sebuah fondasi tak terbantahkan mengapa manusia PASTI
SENANTIASA memerlukan Tuhan, ketika berbicara penaklukan kuasa dosa yang
membelenggu manusia. Sehingga tidak akan pernah ada satu titik peristiwa yang tidak dalam kendali
Allah atau merupakan Obyek kedaulatan Allah- seolah-seolah ada dimensi di dunia
fana ini luput dari jangkauan kuasa Allah. Bahwa Yesus memang harus mengalami
siksaan dan kematian dalam sebuah cara keji namun yang memang dikehendaki, dan
telah ditetapkan sebelumnya. Tidak ada sedikitpun yang menyimpang dan tidak ada
sedikitpun yang salah!
Mengapa Yesus, baru pada momen ini ditangkap? “...Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Allah... Matius
26:53-56 ,“ demikian Yesus berujar. Dan sekali lagi, Yesus akan memperlihatkan
hal yang terlampau besar dan menakutkan bagi manusia; dia sekali lagi memperlihatkan bahwa
termasuk dalam setiap peristiwa kelam tidak dapat sama sekali
dimaknai sebagai Allah tidak hadir didalamnya. Perhatikan jawab Yesus ini :
“Akan tetapi semua
ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi.”
Bandingkanlah
dengan teks-teks di bawah ini, untuk melihat bahwa sejarah manusia adalah Obyek kedaulatan Allah:
- Yohanes 7:30 “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada
seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya
belum tiba.”
- Matius 12:14 “Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana.”
- Matius 21:46 “Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi
mereka takut kepada orang banyak,
karena orang banyak itu menganggap Dia nabi.”
- Yohanes 8:20 “Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam Bait Allah. Dan tidak seorangpun yang menangkap Dia, karena saat-Nya belum tiba.”
- Yohanes 10:39 “Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.”
- Yohanes 7:19,32 “Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu? Namun tidak seorangpun di antara kamu yang melakukan hukum Taurat itu. Mengapa kamu berusaha membunuh Aku?" Orang-orang Farisi mendengar orang banyak membisikkan hal-hal itu mengenai Dia, dan karena itu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi menyuruh penjaga-penjaga Bait Allah untuk menangkap-Nya.”
- Yohanes 8:37,59 “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.”
- Markus 11:18 “Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mendengar tentang peristiwa itu, dan mereka berusaha untuk membinasakan Dia, sebab mereka takut kepada-Nya, melihat seluruh orang banyak takjub akan pengajaran-Nya.”
- Lukas 19:47-48 “Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah.
Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa
Israel berusaha untuk membinasakan Dia,”
- Lukas 20:19 “Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan."
Apa yang sedang dinyatakan oleh teks-teks tersebut? Bahwa peristiwa-peristiwa kelam
sekaligus kebangkitan (bahagia) dalam bingkai “Allah telah menetapkan sebelumnya,” tidak serta merta membuat
manusia menjadi robot bahkan terlihat nyata bahwa keinginan untuk membunuh atau
membinasakan Yesus adalah nafsu alamiah pada diri mereka, dengan
kata lain Allah tidak perlu sama sekali menanamkan
kebencian dan memaksakan manusia untuk merancang konspirasi jahat nan licik
atas diri Yesus. Malahan kita menemukan bahwa sekalipun demikian besarnya nafsu dan upaya untuk menangkap dan
membinasakan Yesus, tidak ada
satupun yang terwujud SAMPAI waktunya tiba/genap/selaras dengan
kehendak-Nya! Manusia beserta
sejarah dunia benar-benar merupakan Obyek dihadapan Kedaulatan Allah!
Dalam hal ini, Allah tetap
pemilik dan pemegang pena yang menuliskan sejarah pada peradaban
manusia, bukan sebaliknya manusia
menuliskan apa yang seharusnya dituliskan oleh Allah pada manusia.
Matius 26:57- “Sesudah mereka menangkap Yesus, mereka membawa-Nya menghadap Kayafas, Imam Besar. Di situ telah berkumpul ahli-ahli Taurat dan tua-tua. Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh sampai ke halaman Imam Besar, dan setelah masuk ke dalam, ia duduk di antara pengawal-pengawal untuk melihat kesudahan perkara itu. Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan: "Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari." Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-Nya: "Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak." Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit."
Allah sama sekali tidak berupaya apapun untuk memastikan
kematian Yesus agar “digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci .“
Tidak ada sedikitpun Allah seolah memasok kebencian sebesar-besarnya agar Yesus
pasti mati!
Bahkan sebetulnya kita menemukan sebuah kemungkinan bagi
Yesus untuk lolos dari pengadilan manusia, namun dalam hal ini tidak ada Allah
kemudian berupaya melakukan koreksi. Sebaliknya, keinginan kuat para manusia untuk membinasakan Yesus, itulah yang
“memastikan” jalannya pengadilan akan menyudutkan Yesus pada sudut kematian.
KETETAPAN ALLAH telah membingkai sejarah manusia untuk berjalan selaras dengan
apa yang dipikirkan oleh Allah; secara bersamaan tidak sedikitpun kebebasan
manusia untuk berbuat sejahat-jahatnya diberangus:
Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan: "Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari."
Para manusia ini tidak
memiliki dasar sama sekali untuk menghukum mati Yesus, bahkan dengan saksi
palsu sekalipun yang banyak jumlahnya tidak ditemukan kesaksian palsu.
Bandingkan dengan pengadilan di dunia betapa sebuah kesaksian palsu sudah dapat
menjebloskan seorang tak bersalah kedalam penjara. Pada Yesus ini tak terjadi!
Tidakkah seharusnya ini dilihat sebagai sebuah
indikator bahwa pada titik buruk ini pun
Yesus masih tetaplah sosok yang tidak kehilangan kemegahannya sebagai
Mesias yang memiliki kemuliaannya SENDIRI di sorga :”TIDAK DITEMUKAN DASAR
UNTUK MEMBUNUHNYA SECARA LEGAL.” Namun perihal semacam ini, tentu terlampau redup kemilaunya untuk
dapat dilihat oleh manusia.
Malahan
Yesus pada akhirnya menjadi bersalah bukan karena telah ditemukan pelanggarannya, namun disebabkan oleh
pengakuan akan siapakah dia
sesungguhnya yang sangat agung dan mulia; yang sepatunya hanya dimiliki oleh Allah :
Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan: "Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari." Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?"
Yesus memang pernah mengatakan “Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan
membangunnya kembali dalam tiga hari ,“ namun yang Yesus maksud adalah dirinya bukan Bait Allah
sebagai bangunan :
Yohanes 2:20 “Lalu mereka berkata, "Empat puluh enam tahun dibutuhkan untuk membangun Rumah Tuhan ini. Dan Engkau mau membangunnya kembali dalam tiga hari?" Tetapi Rumah Tuhan yang dimaksudkan Yesus adalah tubuh-Nya sendiri.”
Dan..., jika yang dipahami oleh orang-orang Yahudi sebagai
menghancurkan Bait Allah adalah tempat untuk beribadah kepada Allah, maka tentu
saja ini sebuah maksud yang teramat jahat, sehingga tuduhan yang dilemparkan oleh dua orang ini menjadi
sangat serius dan perlu dijawab oleh
Yesus.
Tetapi, Yesus tidak menjawab sama sekali :” Tetapi Yesus
tetap diam.”
Pasti tak diragukan lagi, diamnya Yesus ini membangkitkan
kejengkelan yang luar biasa: “Lalu kata
Imam Besar itu kepada-Nya: "Demi Allah yang
hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak."
Namun, disaat yang sama, pertanyaan yang diawali dengan
sumpah ini telah menyingkapkan apa yang sesungguhnya menggusarkan Imam Besar, yaitu “kemesiasan Yesus.”
Benarkah dia Mesias?
Apakah Jawab Yesus atas pertanyaan ini? Matius 26:64 “Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit."
Yesus pada dasarnya mengatakan bahwa dirinya adalah seorang
Mesias. NAMUN dia tidak berhenti di situ, malahan Yesus dalam peristiwa kelam ini menyingkapkan
hal-hal teramat mulia akan siapa dirinya, Mesias yang tidak berasal dari dunia
ini dalam sebuah cara yang tak terbayangkan : ”mulai sekarang kamu akan melihat Anak
Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di
langit. “
Tidak ada dan tidak mungkin ada seorang nabi, seorang mesias, seorang raja- keturunan Daud sekalipun,
dipahami akan duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa,
apalagi datang di atas awan di langit. Dan ini pasti sukar untuk diterima, dan
berujung pada tudingan yang teramat fatal :
Matius 26:65 “Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya.”
Perkataan Yesus tersebut menjadikan Yesus melakukan kejahatan
yang memastikan dirinya pantas untuk diganjar dengan hukuman mati; perkataan
Yesus tersebut telah dipahami. Telah diinterpretasikan sebagai menghujat Allah; sebagaimana memang Hukum Musa
menyataka bahwa penghujatan Allah akan diganjar dengan hukuman mati:
Imamat 24:16 “Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati”
Dan keputusan untu
menjatuhkan hukuman mati pun diputuskan saat itu juga:
Matius 26:66-67 “Bagaimana pendapat kamu?" Mereka menjawab dan berkata: "Ia harus dihukum mati!" Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia,”
Sebetulnya ini adalah keputusan yang tidak bulat sebab
setidaknya ada satu yang tidak menyetujuinya,
bernama Yusuf (Matius 23:50-51 “Adalah
seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang yang baik
lagi benar. Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia
berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan
Allah.”).
Dan segera setelah itu situasinya menjadi semakin liar sebab mereka meludahi muka Yesus, tak cukup puas sekedar meludahinya, namun harus dipuaskan dengan meninjunya; orang-orang lain memukul dia. Dalam KETETAPAN ALLAH di peristiwa kelam kita malah melihat bagaimana dosa sedemikian jayanya menguasai manusia, membutakan siapa sebenarnya Yesus.
Ya, bahkan para manusia menjadi sedemikian mahsyuk bercengkrama dengan sebuah mainan baru : Matius 26:68 “dan berkata: "Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?"
Kita telah melihat secara tajam dan vulgar betapa kejahatan
manusia terlihat begitu berlimpah didalam benak dan hati manusia. Kreativitas
manusia dalam mengorkestrasi sebuah kejahatan yang tak pernah dilakukan begitu
brilian dan persisten. Allah bahkan
tidak perlu sedikit saja melakukan pasokan gagasan keji kedalam diri manusia.
Allah cukup memberikan ruang bagi manusia untuk mengaktualisasikan kejahatannya hingga ke titik “terindah” dan “tercanggih”
yang mungkin untuk dilahirkan. Sejarah manusia dilakukan oleh manusia itu
sendiri, namun mereka tidak pernah bisa menuliskan sejarah bagi Tuhan. Sebab
Tuhan berada di atas Sejarah!
Allah tak perlu merekayasa apapun agar APA YANG TELAH
DITETAPKAN ALLAH SEBELUMNYA BENAR-BENAR TERJADI. Tidakkah kita melihat para
manusia tengah menikmati sekali sebuah permainan dalam sebuah peristiwa keji.
Adakah rasa bersalah dalam diri mereka?
Yang jelas mereka sedang mabuk kepayang
melakukan sebuah permainan “tebak menebak tinju” terhadap Yesus.
PETRUS
DAN YUDAS DALAM BINGKAI KETETAPAN ALLAH
Kita sudah melihat dan meneropong dua murid Yesus ini sejak bagian 12, bagian 13 ,bagian 11, dan bagian 10, dan kali ini kita akan melihat
momentum yang terjadi.
Petrus:
Matius 26:69-75 “Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu." Tetapi ia menyangkalnya di depan semua orang, katanya: "Aku tidak tahu, apa yang engkau maksud." Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu." Dan ia menyangkalnya pula dengan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu." Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam. Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.”
Tiga kali Petrus ditanyai perihal kedekatannya dengan
Yesus. Kelihatannya Petrus lumayan tenar sebagai sosok yang menonjol
mendampingi Yesus , dan sebanyak dia
didatangi dan ditanyai orang maka sebanyak itu juga dia menyangkalinya.
Bahkan dia terlihat berupaya berpindah tempat
untuk menghindari dirinya dikenali oleh orang-orang. Namun tetap saja ada
orang-orang yang mengenalinya. Ketenaran Yesus sungguh menyulitkan Petrus kala situasi
tidak lagi berpihak kepada kenyamanan seorang Petrus.
Pasti menyenangkan jika dapat turut menjadi tenar bersama dengan tokoh utamanya. Bukankah
Petrus telah terlihat sedemikian menonjolnya berupaya mencegah Yesus masuk
kedalam situasi yang sangat tidak dikehendakinya. Namun Kini Petrus merasakan
sebuah sensasi yang menakutkan kala di dikenali sebagai seseorang yang dekat
dengan Yesus, bahkan bahasanya pun telah menunjukan kedekatannya dengan Yesus! JELAS
PETRUS TIDAK PERNAH MEMIMPIKAN HAL BURUK INI! Bahkan dalam situasi ini, dia tidak
lagi sanggup untuk mewujudkan “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan
menyangkal Engkau-Matius 26-35,” yang sebelumnya merupakan
jawaban lantang kepada Yesus untuk membantah sebuah peristiwa yang telah
ditetapkan sebelumnya (Yohanes 26:34).
Petrus
telah menyangkali Yesus bukan
karena Allah telah mengimplankan sebuah perbuatan bohong kedalam dirinya, tidak
sama sekali! Peristiwa yang nyata
tersaji, bahkan teramat dekat dengan dirinya, telah merubuhkan
keberanian-keberanian dan keyakinan-keyakinan yang berkobar-kobar sebelumnya, didalam kemanusiaannya. Keberanian-keberanian dan
keyakinan-keyakinan Petrus lenyap bukan karena Allah harus menakut-nakuti
Petrus, tetapi memang pada dasarnya dia tidak sanggup menanggung ketakutan yang
disemburatkan melalui kejadian yang memilukan dan menghancurkan reputasi dan kemegahan Yesus dihadapan para
murid-muridnya : “diludahi, ditinjui, dan dipermainkan dengan permainan tebak tinju.”
Mengapa Yesus
tidak melakukan perlawanan atau setidak-tidaknya penghindaran sebagaimana
sebelum-belumnya, yang mana Yesus dapat luput dari cengkraman tangan-tangan
para musuhnya?
Penetapan oleh Yesus
atas peristiwa yang akan dialaminya, bukan soal fatalisme; bukan soal manusia menjadi robot; bukan karena telah
ditetapkan maka si pelaku bebas dari segala konsekuensi! Bukan sama sekali, dan
ini harus anda camkan, sebab jika anda bersikukuh dengan demikian anda sedang
“menikam” kebenaran yang dikemukakan oleh Yesus sendiri!
Maka teringatlah
Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga
kali." Lalu ia pergi ke luar dan
menangis dengan sedihnya.”
Ketetapan Allah, oleh karena itu bukanlah sebuah perobotan
manusia; bukan sebuah fatalisme; bukan sebuah kondisi manusianya menjadi terbebas
dari konsekuensi! Kita bahkan dalam PENETAPAN ALLAH ATAS PERISTIWA JAUH SEBELUMNYA, kita begitu
mudahnya mendapatkan semua hal “alamiah” terjadi secara sempurna : (1) Petrus teringat
dengan perkataan Yesus mengenai penyangkalan 3x sebelum ayam berkokok dan (2) pergi
ke luar , menangis
dengan sedihnya.
Kesedihan yang hebat mendera dirinya, menyadari bahwa dia
SECARA SADAR oleh KEMAUAN SENDIRI telah menyangkali Yesus yang begitu dia
kagumi,;Mesias yang sebelumnya telah dia bela mati-matian, bahkan dengan
menghunuskan pedang, melukai salah seorang lawan Yesus. Perasaannya sebagai manusia
tidak bisa mengabaikan realita ini.
Sekaligus ini secara sempurna menjelaskan apa yang Yesus maksudkan dengan,
perkataanya yang juga sukar untuk dimengerti :
“Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih- Yohanes 13:10-11."
Ini adalah perkataan Yesus terkait akan apa yang terjadi;
sebuah peristiwa yang telah ditetapkan
sebelumnya yang melibatkan banyak orang dan rentet perstiwa yang akan
datang. Jika pun Petrus pada akhirnya tidak berakhir
seperti Yudas, maka kita tahu Yesus telah mengemukakannya sebagai
sebuah peristiwa yang akan pasti
terjadi di masa mendatang
selaras dengan kehendak Allah. Petrus
memang pada akhirnya dapat bertahan
bahkan kelak menjadi seorang rasul.
Mengapa Petrus dapat bertahan? Apakah dia istimewa? Tidak! Faktor tunggalnya adalah: “Petrus adalah obyek kedaulatan Allah”; yang menyatakan bahwa
Petrus adalah salah satu yang dikatakan Yesus sudah bersih SELURUHNYA; Petrus bukan orang yang dimaksud dalam
kalimat Yesus : “hanya
tidak semua." Sebab Ia tahu, siapa
yang akan menyerahkan Dia.“
Kita dapat mengatakan secara pasti bahwa penetapan sebelumya oleh Allah
terkait manusia-manusia atau dikenal sebagai Predestinasi, tidak sama
sekali berindikasi bahwa manusia-manusia itu oleh Allah “dijejali” dengan
sebuah kekelaman yang sedemikian kelamnya. Pada Yudas kita telah melihat betapa
dia melakukannya dengan sebuah inisiatif penuh sebagai manusia yang mandiri!
Yudas
Matius 27:1-10 “Ketika hari mulai siang, semua imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi berkumpul dan mengambil keputusan untuk membunuh Yesus. Mereka membelenggu Dia, lalu membawa-Nya dan menyerahkan-Nya kepada Pilatus, wali negeri itu. Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri. Imam-imam kepala mengambil uang perak itu dan berkata: "Tidak diperbolehkan memasukkan uang ini ke dalam peti persembahan, sebab ini uang darah." Sesudah berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang Periuk untuk dijadikan tempat pekuburan orang asing. Itulah sebabnya tanah itu sampai pada hari ini disebut Tanah Darah. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel, dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku."
Seperti halnya Petrus, Yudas memiliki sebuah penyesalan
tersendiri. Walau keduanya menyesali masing-masing perbuatannya, namun jelas
masing-masing terisolasi oleh dua jenis penyesalan yang menghasilkan buah yang
berbeda! ( ini tidak bermaksud mengatakan
bahwa ada jenis-jenis penyesalan dengan hasil berbeda)
- PETRUS, teringat akan perkataan Yesus yang mati-matian dia lawan, dan ini membuat dia pergi keluar dan menangis. Dampak terhebat yang boleh mencabik-cabik Petrus adalah sebuah kesedihan yang berat. Perkataan Yesus yang menyadarkan dirinya; firman Yesus yang berisikan ketetapan yang menyadarkan dia. Dengan kata lain, firman Yesus yang telah menetapkan apa yang akan dilakukan Petrus dalam kebebasannya untuk bertindak telah “mengawal” secara ketat apa yang boleh dialami oleh seorang manusia Petrus.
Dapat dimengerti mengapa Petrus dapat teringat kepada Yesus
dan Insaf, SEBAB Yesus berkata
kepada Petrus :
”Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu. Lukas 22:31-32"
Mengokohkan bahwa Petrus termasuk murid yang Yesus
nyatakan : BERSIH, dan dengan demikian dia pasti bukan murid
Yesus yang dimaksud dalam apa yang Yesus katakan : “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang
Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan.
Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan. “ Matius
26:24.
- YUDAS, pun menyesali perbuatannya, tetapi apa yang menyadarkannya sangat berbeda. Jika Petrus melihat Yesus yang berfirman kepada dirinya, maka Yudas melihat Yesus yang telah dijatuhi hukuman mati sebagai buah perbuatan tangannya. Dan Yudas menunjukan penyesalannya dalam sebuah tekanan rasa bersalah yang tak tertanggungkan, dengan cara mengembalikan “keuntungan ekonomi dari buah kejahatannya” : ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua.
Tak hanya itu, Yudas tidak melihat Yesus sebagaimana Petrus melihat;
Yudas
HANYA MELIHAT YESUS SEBAGAI ORANG BIASA : “Aku
telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang
tak bersalah." Menunjukan
bahwa tidak pernah ada sebuah intimasi terbangun didalam diri seorang Yudas
yang sanggup membuat Yudas melihat siapakah Yesus Kristus. Tindakan Yudas
YANG MENGAKHIRI PERSEKUTUAN DENGAN YESUS, DAN DIPERSILAHKAN OLEH YESUS ( Yohanes
13:27) memang telah
menceriterakan bahwa Yudas tidak
pernah melihat Yesus lebih dari
seorang Guru; tiada kegentaran yang sorgawi
yang meliputi Yudas; Yesus selalu
asing bagi Yudas. Dapat dipahami kemudian jika buah kejahatan yang
dipersilahkan oleh Yesus agar Yudas melakukan apapun yang dia maui telah
berakhir dalam sebuah wujud yang sangat
tragis : menggantung
diri, setelah pengembalian uang
upah penghianatannya tidak diterima.
Yesus tidak
pernah menjadi sumber kehidupan apalagi kekuatan bagi Yudas. Bahkan kala Yesus hanya mendoakan Petrus, yaitu
mendoakannya supaya tidak ditampi oleh Iblis, ini sederajat dengan tindakan
Yesus tidak mengenyahkan Iblis pada Yudas yang dirasuki; Yesus MEMBIARKAN Yudas ditampi
oleh Iblis sebagaimana dia tidak mengenyahkan Iblis yang merasuki Yudas (anda
harus membaca seri-seri sebelumnya!); sebuah hal yang bertolak belakang pada kasus Petrus dimana Yesus
mengenyahkan Iblis.
Seharusnya Petrus akan dapat berakhir sama tragisnya dengan Yudas, namun ketika Yesus memilih untuk berdoa bagi Petrus maka apa yang harus terjadi pasti terjadi secara pasti, sebagaimana yang telah ditetapkan Allah sebelumnya.
Sehingga kita dapat memahami ketika Petrus dalam epistelnya
menuliskan demikian:
1 Petrus 1:5 “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.”
Petrus bisa lolos dari
penampian Iblis, semata karena Yesus MEMELIHARA atau MENJAGA DIA DALAM DOA
YESUS kepada BAPANYA! Jelas bukan karena kekuatan atau upaya yang bagaimanapun
oleh Petrus.
Sekali lagi, Allah sama sekali tidak
merobotkan keduanya apalagi membodoh-bodohi mereka; Allah memberikan
ruang yang teramat luas bagi keduanya untuk boleh memilih apa-apa saja yang
ingin dilakukan atau diperbuat sejauh
kedaulatan Allah memberikan ruang bagi keduanya. Tetapi jelas kita dapat melihat, jika pun Petrus
tidak mengakhiri hidupnya, itu bukan karena Petrus hebat- bukankah dia
menyangkali Yesus 3 x akibat kepengecutannya; bukankah Petrus beberapa kali
berupaya menjauhkan Yesus dari kehendak Bapa? Hanya karena Yesus MAU berdoa
(menjaga/memelihara) bagi Petrus, maka Iblis tidak menampinya, seperti halnya
Yudas. Dan demikianlah juga bagi semua orang percaya yang ditambahkan oleh Allah melalui pemberitaan Injil (bandingkan dengan Kisah Para
Rasul 2:41,47, KPR 4:4, KPR 5:14, KPR 6:7, KPR 9:31, KPR 9:35,KPR 11:21, KPR
14:1,KPR 14:21, KPR 16:5, KPR 17:12 – semua orang-orang percaya baru tersebut adalah buah doa Yesus : Yohanes 17:20)
Kedua-duanya telah menuai buah-buah perbuatannya secara pantas; kedua-duanya telah berdosa; Petrus menyangkali Yesus 3X , sementara Yudas telah menghianati dan menjual Yesus 30 keping perak. Hanya saja Allah memilih untuk menyelamatkan Petrus pada situsi-situasi terkritis dalam momen kehidupan yang diarunginya; agar apa yang telah dikatakan nas dalam Kitab suci tergenapi! (bandingkan dengan Matius 26:47-56).
Bahkan peristiwa penghianatan dan menjual Yesus senilai 30
keping perak adalah hal yang telah
ditetapkan jauh sebelumnya oleh Nabi
Yeremia, sebagaimana Injil Matius 27:9 menyatakannya! (jika anda ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai hal ini bacalah pada ulasan ini)
Semua sejarah manusia tanpa kecuali telah menjadi obyek kedaulatan Allah; Kedaulatan Allah tidak memerlukan sebuah upaya ekstra untuk memastikan manusia-manusia berperilaku sebagaimana seharusnya atau sedemikian jahatnya supaya kejahatan keji ini tergenapi. Seolah manusia-manusia itu terlampau mulia dan kudus, sampai-sampai terlampau sukar bagi manusia untuk membuahkan dari dalam dirinya sebuah kekejian yang paling busuk bahkan tak terpikirkan oleh dirinya sendiri!
Kita sudah melihat bahwa manusia selalu tergoda untuk
mengatakan Tuhan sebagai lemah, tidak berdaya, tidak benar-benar berkuasa. Ada
area-area dimana Dia MENYINGKIR, seolah Dia
tidak berkuasa penuh dan agung atas semua ciptaannya (bandingkan dengan Yesaya 40:12,
Nahum 1:3, Mazmur 48:7, 2 Tawarikh 20:37, Daniel 5:5-6, Kolose 2:9).
Bahkan orang-orang yang mengaku Kristen dapat disusupi secara laten gagasan yang cenderung ateisme dalam bungkus “ Tuhan tidak dapat mencegah manusia untuk berbuat jahat.” MIRIP dengan orang yang bertingkah gila sebagaimana Nietzcshe... yang berteriak “Aku mencari Tuhan,” tanpa henti seolah Tuhan telah meninggalkan dunia ini!
Bagaimana dengan anda? Semoga anda belum terjerambab sejauh
itu. Berserulah kepadanya dalam doa agar Dia memulihkan dan memelihara imanmu selama
engkau berjalan di dunia yang tidak akan pernah memberikan zona aman kepada
imanmu.
Bersambung ke Bagian 16
***
No comments:
Post a Comment