Pages

15 October 2013

Kasih Pada Allah Yang Tiada Toleransi

Oleh: Melissa Kruger


Kasih Pada Allah Yang Tiada Toleransi

Credit: Brent Staples- The New York Times
Toleransi. Budaya elit memuji moralitas baik ini di setiap lingkungan sekolah, saluran-saluran media, dan workshop pelatihan kerja.  Tampaknya tak ada  jalan yang  lebih benar untuk mengasihi orang lain daripada sepenuhnya menerima setiap  hal  tentang mereka. Orang-orang Kristen kerap telah bergabung dalan  gelombang besar nilai arus utama ini dan kerap lama dikenal karena penerimaan  opini-opini dan gaya –daya hidup  orang lain. Pada permukaan ini  terlihat menjadi kebaikan moral yang positif, satu yang menjadi contoh sangat baik  mengenai hidup orang-orang Kristen.


Tetapi pernahkan kamu mempertimbangkan bahwa tolerasi tidak pernah didorong dalam Alkitab? Buah Roh memasukan kasih dan kebaikan, tetapi hilang dari daftar tersebut adalah toleransi. Faktanya, orang-orang Kristen tidak dipanggil untuk bertoleransi, karena kita melayani Allah  yang intoleran.




Coba pertimbangkan sejumlah kisah dari Perjanjian Lama :


  • Taman: Allah tidak menoleransi dosa Adam dan Hawa. Dia tidak menerima gaya hidup memilih untuk memakan dari pohon pengetahuan baik dan jahat. Dia telah mengusir mereka dari Eden dan  menempatkan seorang malaikat dengan pedang-pedang berapi untuk menjaga jalan masuk sehingga mereka tidak dapat kembali.

  • Nuh dan Bah : Meskipun   versi  yang disterilkan dari kisah ini didetailkan secara menyenangkan dalam buku-buku cerita anak, kita tidak dapat lupa bahwa kisah ini adalah mengenai penghakiman yang   besar. Bukannya gambar  kerusakan tsunami yang  ditampilkan, malahan  diisi dengan  binatang-binatang yang tersenyum. Bah itu mencakup terror, penderitaan, dan kematian. Itu adalah peristiwa katastropik  dimana hanya satu keluarga yang selamat.


  • Uza:  Salah satu kisah yang paling tidak nyaman terkait intoleransi Allah ditemukan dalam 2 Samuel 6. Kisah ini  menarasikan upaya Uza untuk menjaga tabut TUHAN setelah  seekor lembu tersandung pada perjalanan kembali ke Israel. Ketika dia  menjangkau  dan menyentuh tbut itu (yang   jelas sebuah tindakan terlarang), Allah tidak berkata, “Baiklah, hatinya benar. Aku tahu dia hanya berupaya untuk membantu.” Respon naluriah Uza berjumpa dengan murka Allah yang sangat kuat, dan Uza segera saja  jatuh dan mati.

Kita dapat menemukan dan disepanjang Perjanjian Lama, menimbang Akhan, Korah, anak-anak Harun, dan orang-orang Kanaan, dan penduduk Sodom dan Gomorah, hanya menamakan sedikit diantaranya. Semua telah binasa oleh langsung tangan Allah. Dia tidak menoleransi dosa mereka; dia telah menghukum mereka.


PENGHAKIMAN  YANG LEBIH BESAR

Jangan sampai kita  agaknya berpikir Yesus menggambarkan sebuah  Allah yang berbeda daripada Allah dari Perjanjian Lama, pikirkan , menimbang pengajarannya kepada murid-murid dalam Matius 10:14-15 :



(1 4) Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. (15) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."


Yesus  sedang mengklaim sebuah penghakiman yang LEBIH BESAR daripada Sodom dan Gomorah bagi mereka yang menolak pesan injil
. Dia telah memperingatkan banyak orang  percaya bahwa mereka mengenal dia, hanya untuk mempelajari bahwa mereka telah  menolak kata-kata ini “ Pergi dariku, semua kamu para pekerja jahat!” (Matius 7:21-23; Lukas 13:22-27). Bukannya mendapatkan disambut masuk kedalam kerajaan Allah, mereka akan menemukan diri mereka dalam sebuah tempat ratap tangis dan   kertak gigi.


Baik Perjanjian Lama dan  Perjanjian Baru memperlihatkan Allah yang tidak   bertoleransi pada dosa. Namun ada satu kisah dalam Kitab suci yang mendemonstrasikan intoleransi Allah yang paling jelas.


Itu adalah kisah salib.

An 1849 Currier & Ives lithograph shows the tumult surrounding Jesus' crucifixion
Credit : Today.com

Ambil pandangan segar pada realita menakutkan dan tidak nyaman  pada salib. Disini  seorang manusia tidak bersalah –telah dicambuk, dipukuli, dipaku ke salib, menanggung dosa-dosa dunia. Karena kamu. Karena saya. Apakah ini gambar  Allah yang tidak toleran yang mengabaikan kejahatan? Tidak, ini adalah  sebuah gambar mengerikan murka dan penghakiman Allah. Kisah yang tidak masuk akal jika Allah adalah Allah yang toleran.


Salib mendemonstrasikan karakter Allah dalam semua kompleksitasnya. Ini memperlihatkan kasihnya, kebaikannya, dan belas kasih yang bersatu dalam keadilan, kekudusan, dan murka-Nya. Salib secara sempurna mendemonstrasikan  Allah yang melampaui pemahaman. Allah memberikan kita sebuah kilasan kemuliaan  kasih-Nya bagi kita. Kasih Allah  bukan sebuah kasih  yang toleran. Kasih yang jauh lebih baik. Itu adalah kasih  sebuah kasih penebusan.



Toleransi adalah Tidak Kasih


credit:parent24.com

Dosa harus ditebus. Menoleransi kejahatan  sama dengan menyangkal keadilan. Allah  melepaskan murkanya yang  penuh pada kejahatan karena dia  baik. Jika kebaikan menoleransi kejahatan,  kebaikan berhenti menjadi baik. Penolakan  untuk bertoleransi pada dosa, kemudian, adalah sebuah bagian esensial mengasihi orang –orang lain juga. Itu mungkin toleran bagi seorang ibu untuk membiarkan anak-anaknya bermain di jalanan yang ramai  atau berlari dengan gunting, tetapi itu bukan mengasihi pada akhirnya.



Kita juga mesti membenci dosa karena dosa sangat berbahaya, bahkan jika kita tidak selalu memahami bahaya  yang mungkin diakibatkannya. Sebagai anak tidak mewaspadai bahwa sebuah  mobil mungkin dengan cepat muncul, kita mesti memahami bahwa kita tidak menyadari semua bahaya dosa. Allah, Pencipta kita yang penuh kasih memahami  diri kita seutuhnya daripada kita, menawarkan atau mengundang kita untuk  menjauh dari yang jahat dan menemukan kehidupan melimpah dalam dia saja. Hidup diluar kehendak Allah  yang  telah diwahyukan  pada puncaknya tidak menggenapi; itu  membawa kesengsaraan dan kekosongan.


Sebagai umatnya, kemudian, bagaimana kita semestinya hidup?  Roma 12 memberikan wawasan yang sangat menolong:


Hendaklah kasih  menjadi tulus.  Muaklah pada apa yang jahat;   pegang kuat apa yang baik. Kasihilah satu sama lain dengan kasih sayang persaudaraan…Jangan satupun membalaskan kejahatan dengan kejahatan, tetapi  berpikirlah untuk melakukan apa yang  terhormat dalam pandangan semua orang. Jika mungkin, sejauh itu bergantung padamu, hiduplah  secara damai dengan semua orang.  Jadilah orang  yang dikasihi, jangan pernah  menuntut balas atas dirimu sendiri, tetapi tinggalkanlah itu pada murka Allah, karena  ada tertulis, “Pembalasan adalah milikku, Aku akan membalaskan, kata Tuhan.” Sebaliknya, “Jika musuhmu lapar, beri dia makan; jika dia haus, beri dia sesuatu untuk diminum; karena dengan melakukan hal yang demikian, kamu akan  menumpukan bara diatas kepalanya. “Jangan dikalahkan  oleh kejahatan, tetapi  atasilah kejahatan dengan kebaikan.


Alah memanggil kita untuk jijik/muak dengan kejahatan, meskipun disaat yang sama  memperingatkan kita    untuk tidak menjadi agen-agen murkanya. Kita harus  benci dengan tindakan mencuri  sambil memperlihatkan belas kasih dan kasih pada orang yang mencuri. Mengasihi orang tidak bermakna kita harus menerima pilihan-pilihan yang mereka buat. Itu bermakna kita secara terbuka menyambut dan menerima semua yang datang masuk kedalam kehidupan-kehidupan kita dengan sebuah hati yang mengerti dan  pesan pengharapan injil. Kita mengasihi orang ketika  kita  memanggil  mereka keluar dari dosa, masuk kedalam relasi dengan Raja Yesus. Mengasihi orang  tidak boleh menjadi definisi dunia tentang toleran , tetapi itu adalah  jalan terbaik  menuju kasih.


The Loving Intolerance God- The Gospel Coalition | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora

No comments:

Post a Comment