Pages

05 May 2012

Penaklukan Kanaan : Bukan Olehku Tetapi Tuhan!

Apakah yang Menjadi Penentu dalam Penaklukan Kanaan?

Pertanyaan kedua yang dimunculkan andalah : apakah penaklukan Kanaan bergantung  kepada kepatuhan Israel atau tidak. Pertanyaan ini sangat bertalian dengan pertanyaan terkait apakah Perjanjian Abrahamik bersifat kondisional, sebab perjanjian itu mencakup tanah yang dijanjikan, dan penaklukan atau pendudukan itu digambarkan (dalam Ulangan 9:5) sebagai sebuah penggenapan dari Perjanjian itu. Semenatara itu disisi lainnya, Musa berkata, "Bukan karena jasa-jasamu atau karena kebenaran hatimu engkau masuk menduduki negeri mereka"(Ulangan 9:5).

Dengan kata lain Musa berkata," haruslah engkau melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN, supaya baik keadaanmu dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang baik, yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu" (Ulangan 6:18).

Bacalah bagian sebelumnya : Adilkah?

Demikian juga, Tuhan berkata kepada Yosua, "kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau  beruntung, ke manapun engkau pergi" (Yosua 1:7).

Ayat-ayat diatas tidaklah  bertentangan satu sama lain, namun bersesuaian : tidak akan ada penaklukan tanpa  kepatuhan. Tuhan tidak akan berperang bagi orang yang berperang melawan Tuhan. Agar berhasil Yosua beserta rakyatnya  harus bersemangat dalam Tuhan dan mematuhi perintah-perintahnya. Namun ketika hal ini terjadi dan penaklukan itu  berhasil, mereka tidak boleh sombong dan berkata, "itu karena kebenaranku sehingga Tuhan menghalau bangsa-bangsa tersebut."

Karena Tuhan telah melihat kejahatan bangsa-bangsa tersebut dan bertujuan untuk menghancurkan mereka, dan  Ia telah berjanji kepada Abraham dan bermaksud untuk menggenapinya, jauh sebelum ada terdapat kebenaran didalam diri Yosua dan didalam orang-orang yang dipimpinnya. Penaklukan Kanaan adalah sebuah ketetapan yang mendahului adanya kebenaran apapun didalam diri Israel. Ini adalah bagian dari janji-janji yang pasti kepada Abraham.

Tidak ada  satupun generasi Israel yang dapat menganggap bahwa generasi merekalah yang ditunjuk untuk melakukan penaklukan. Jika ada generasi Israel yang mencoba berkata demikian, Tuhan akan berkata demikian ,"Engkau akan mati di gurun, dan Aku akan membangkitkan generasi yang lain, hingga  ada seorang yang bergantung sepenuhnya pada kemurahanku dan kekuasaanku  yang berdaulat ketimbnag pada kelayakan yang mereka miliki."

Jadi nampaknya bahwa ada sebuah pengertian bahwa kepatuhan Israel adalah kondisi dari penaklukan dan sebuah  pengertian kepatuhan bukanlah sebuah syarat. tidaklah demikian maksudnya, bahwa penaklukan adalah keputusan yang  sudah ada dan pasti  sebagai bagian dari Perjanjian Abraham. Sehingga tidak satu kepatuhanpun yang menggerakan Tuhan untuk melakukan hal ini. Tetapi kepatuhan Israel adalah kondisi bagi penaklukan dalam pengertian bahwa yang terlibat  dalam peristiwa yang telah ditetapkan  yang penuh kemurahan ini bergantung pada mereka yang bersemangat didalam iman dan kepatuhan.

Bila Yosua dan pengikutnya gagal,mereka akan ditolak dan Tuhan akan memulainya kembali dengan  generasi yang baru.

Ketidakpatuhan Akhan dalam Yosua 7 adalah sebuah ilustrasi bagai kepatuhan iman adalah sebuah kondisi sebuah  penaklukan yang sukses. Israel telah ditaklukan di Ai karena Akahn  tidak mematuhi perintah untuk menghancurkan  seluruhnya. Dia berkata, "Aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua  ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu  disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali" (Yosua 7:21).

Dengan kata lain, Akhan berhenti untuk percaya kepada Tuhan bahwa cara Tuhan adalah yang terbaik dan paling  memberikan berkat, dan sehingga hasratnya untuk kebahagiaan dapat ia raih dengan emas,perak semakin kuat daripada  hasratnya untuk mengikuti Tuhan dan mematuhi perintah-perintahnya.

Perilaku iri hati semacam ini sangat merendahkan Tuhan sehingga Ia menolaj untuk berperang bagi Israel hingga  hal-hal tersebut diperbaiki. Oleh karena itu, kondisi suksesnya sebuah penaklukan adlah iman dalam hikmat dan kasih dan kuasa dari Panglima Utama, Tuhan. Iman ini jelas membawa pada kepatuhan  terhadap perintah-perintah ilahinya, dan sehingga kepatuhan iman adalah kondisi dari sebuah penaklukan yang sukses. Kondisional jenis inilah yang kita lihat didalam  Perjanjian Abraham, dan yang juga kita temukan juga  dalam Perjanjian Baru.

Bersambung: Melintasi Kematian

John Piper, The Conquest of Canaan | Martin Simamora


No comments:

Post a Comment