Pages

03 May 2020

Sekilas Covid-19 & Tantangannya


Memahami Tantangan Dunia Medis Dalam Upaya Menyelamatkan Pasien Covid-19 Yang Mengalami Gagal Pernafasan

Oleh:Blogger Martin Simamora
 
Diana & Carlos Aguilar, telah menikah selama 35 tahun, berkumpul kembali di kediamannya setelah menjalani perawatan covid-19 dan diintubasi di RS. Sommerset- Credit: Carlos Aguilar, Jr
SARS-CoV2. Karena SARS-CoV2 benar–benar baru bagi tubuh manusia, infeksi dapat memicu sebuah respon imunitas tubuh secara massif. “Jika anda mengalami sebuah infeksi, tubuhmu akan berusaha merekrut sebanyak mungkin sel-sel imunitas sebagai upaya agar dapat melawan infeksi tersebut. Sementara hal tersebut memang efektif menghancurkan sel-sel yang mengandung virus, namun juga  berpotensi untuk merusak jaringan sekitar sel-sel tersebut juga.” Sebagaimana dikemukakan oleh Christopher Petrilli, seorang asisten professor di NYU Langone Health, di New York kepada Blommberg.com.

Saling keterkaitan antara sistem-sistem pernafasan dan sirkulasi, yang menyalurkan darah yang telah diperkaya oksigen ke tubuh adalah rapuh. Pada pasien-pasien Covid-19, paru-paru tidak menyalurkan cukup oksigen. Paru-paru membatasi jumlah oksigen yang dipasoknya kedalam darah, yang mana seharusnya memberikan kehidupan bagi tubuh, memperbaiki dan mengganti sel-sel yang telah rusak dan menopang sistem imunitas tubuh. Pada titik inilah ventilator digunakan.

Ventilator dapat diatur untuk meningkatkan oksigen, tekanan dan volume, mendorong udara secara lebih bertenaga kedalam paru-paru. Tetapi bahkan ada seorang pasien yang kondisinya sudah sangat parah, sejumlah alveoli masih berfungis baik. Tujuang penggunaannya adalah untuk melepaskan tekanan pada bagian-bagian paru-paru yang sakin sementara juga menopang bagian-bagian yang masih bekerja baik, memastikan paru-paru memiliki jumlah oksigen yang ideal sehingga dapat memperkaya darah dengan oksigen seefisien mungkin.

“Ketika kami menempatkan pasien pada ventilator-ventilator, salah satu tujuan saya adalah untuk memberikan kepada pasien oksigen yang mereka butuhkan tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian paru-paru yang masih sehat. Anda tidak ingin memberikan oksigen terlalu kecil, tidak juga terlampau banyak. Anda ingin memberikannya sejumlah yang tepat diperlukan pasien,” ujar J.Brady Scott, seorang associate professor Cardiopulmonary di Rush University Medical Center di Chicago.



Dikembangkan Untuk Menolong Pasien Polio & Problem Jangka Panjang Pasien Covid19 Setelah Ventilator
Selama bertahun-tahun fokus utama dokter-dokter di perawatan kritikal yang mengintubasi pasien-pasiennya adalah mengupayakan agar tetap hidup, berupaya melakukan berbagai perbaikan dan pengembangan dalam sebuah upaya untuk meningkatkan angka keberhasilan menyelamatkan pasien. Mesin-mesin ventilator, pertama kali diperkenalkan tahun 1928, pada awalnya disebut paru-paru besi dan telah digunakan untuk menolong pasien-pasien polio untuk bernafas. Barulah belakangan ini saja para peneliti telah mempelajari bahwa respon-respon biologis pada mesin-mesin bantuan pernafasan ternyata kerap memberikan bahaya seketika yang akan berlangsung selamanya.

“Ada banyak bahaya-bahaya ketika kami menggunakan sistem pernafasan mekanik, kami harus membius pasien-pasien untuk mentoleransikan tabung pernafasan mekanikal masuk kedalam paru-paru mereka, dan lebih lama anda dalam sebuah ruang ICU dalam kondisi terbius karena membutuhkan sebuah mesin ventilator, maka bahaya-bahaya lain muncul seperti menyusutnya kekuatan otot dan infeksi-infeksi lainnya yang akan didapat selama di rumah sakit-meningkat,” jelas Richard Lee, ketua interim penyakit paru-paru dan pengobatan perawatan kritikal di Universitas California, Irvine.

Ketika seorang dipasangkan dengan sebuah ventilator, otot-ototnya yang secara khusus didesain untuk menangani sistem pernafasan akan mulai masuk fase degenerasi secara bertahap. Banyak pasien yang dibius agar lebih mudah bagi mesin mengambil alih sistem pernafasan. Tetapi imobilisasi tubuh semacam ini juga menghentikan bagian-bagian tubuh lainnya dan menyebabkan pelemahan secara luas.

Resiko kematian tetap lebih tinggi daripada rata-rata pada setidaknya satu tahun setelah ventilator dilepaskan, sebuah resiko yang terkait baik pada jumlah hari penggunaan mesin tersebut dan kondisi-kondisi kesehatan bawaan sebelum jatuh sakit.

Pasien Covid-19 suami-isteri Diana dan Carlos misalnya menunjukan hasil yang berbeda. Diana tidak memiliki catatan kesehatan yang baik. Ia adalah seorang penyintas kanker yang bertahan 2 kali dengan masalah tekanan darah tinggi, kekurangan zat besi. Ia hanya memiliki memori yang kabur akan hari-harinya selama di ventilator, tersadarkan dari bius dengan rasa sakit tak bisa berbicara dan bergerak, sebelum akhirnya mengalami kesukaran tidur yang dipenuhi dengan mimpi-mimpi keluarganya yang telah meninggal dunia. Sementara suaminya, Carlos, dengan catatan kesehatan yang baik, memiliki pengalaman yang sangat berbeda. Ia menggunakan ventilator selama 3 hari, dibius ringan, menghabiskan hari-harinya tidur-tiduran atau duduk di pegangan kursi sambil menonton televisi.

Pasien-pasien akan menjalani pemulihan berjangka panjang dan sangat beruntung jika dapat menghindari skenario terburuk yang kerap menimpa sebagian besar pasien Covid-19 yang dikenal sebagai Post-ICU Syndrome pada semua pasien yang bertahan hidup setelah perawatan di ventilator, sebagaimana dijelaskan oleh Hassan Khouli, ketua ICU Cleveland Clinic ,Ohio

Sehubungan dengaan hal tersebut, kini banyak rumah sakit meningkatkan perawatan bagi para penyintas Covid-19 yang jumlahnya sudah mencapai ratusan, dengan membangun lantai-lantai yang difungsikan sepenuhnya sebagai ruang rehabilitasi untuk membantu semua pasien setelah perawatan ventilator. Sebagaimana di SUNY Downstate Medical Center New York. Di sini para pasien akan belajar bagaimana caranya hidup kembali. Sementara yang lainnya berupaya untuk tidak terburu-buru menggunakan ventilator ketika oksigen satu-satunya yang paling dibutuhkan.

Ventilator-ventilator tersebut juga dapat menyebabkan gangguan Kognitif. Rodrick, seorang pasien yang berprofesi sebagai seorang akuntan, akan mengalami kesukaran hebat untuk dapat kembali bekerja. Seorang lanjut usia yang sebelumnya begitu mandiri, akan menghadapi kesukaran untuk mengerjakan sejumlah aktivitas sehari-hari seperti mengendarai mobil dan pergi berbelanja. Seorang pelari mungkin tidak akan pernah lagi dapat mencapai performa yang sama lagi.” Kondisi keseluruhanmu mungkin akan memerlukan waktu untuk kembali pulih sedia kala saat pra-Covid19, saat sebelum masuk ke kondisi ICU-jika pun bisa kembali ke kondisi pra-ICU.

Paru-Paru Pasien Covid-19 Pada Fase Akut
Pada pasien-pasien Covid-19 yang mengalami fase lebih lanjut yaitu acute respiratory distress-sebuah kondisi umum yang dialami penderita Covid-19 yang ditandai dengan penurunan level oksigen secara dramatis, ada fase kedua yang sangat beresiko berlangsung pada paru-paru. Saat pembengkakan dan sel-sel lainnya menginvasi ruang-ruang pada paru-paru, maka arsitektur paru-paru akan berubah secara permanen, sebagaimana diungkapkan oleh Lee, Universita California, Irvine.


Diana yang telah pulih dari Covid-19 kini setelah 3 minggu menjadi begitu sangat lambat. Diana masih merasa lemah, dengan tarikan nafas yang pendek-pendek dan mimpi-mimpi buruk bahwa ia akan kembali ke rumah sakit. Tetapi dia sungguh bersyukur.

“Ada semacam mujizat bahwa aku di sini dan dia di sini,”ujarnya. “Aku merasa Tuhan telah memberikan kepada kami satu kesempatan lagi dalam hidup ini.:


Diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora dari Bloomberg.com,” Life After Ventilators Can Be Hell for Coronavirus Survivors”

No comments:

Post a Comment