Pages

20 April 2019

"Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!"

Oleh: Martin Simamora


Pada Kayu Salib Ia Telah Selesai Menggenapi Segala Sesuatu Yang Dikehendaki Bapa Untuk Dibawanya Masuk Kedalam Kematiannya

1.Penyaliban Kristus
Jika anda berpikir bahwa jikalau Yesus adalah Anak Allah dapat mati adalah sebuah kejanggalan, sebab kok kalau ia  adalah Tuhan bisa mati? Maka judul yang merupakan potret sebuah peristiwa adalah sebuah kejanggalan yang mustahil untuk diterima. Sehingga ketika peristiwa ini terjadi:

Lukas 23:33 Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya.

Semakin mengokohkan rejeksi atau penolakan kebanyakan orang Yahudi terhadap kemesiasan Yesus.

Perihal ini dalam derajat tertentu sudah dibicarakan secara terus terang sebelum peristiwa kelabu ini terjadi. Tentu setiap pembaca injil yang setia  tidak akan melupakan percakapan dan tanggapan yang menunjukan bahwa jika mesias pada misinya adalah mati di kayu salib jelas bukan mesias sebagaimana yang dapat dipahami oleh para penganut agama yahudi. Perhatikan hal berikut ini:

Yesus membuka sebuah tabir yang menunjukan apakah yang menjadi tujuan atau misi kemesiasannya di bumi ini. Ia membicarakan sebuah kematian, sebuah topik yang  gelap dan kesudahan yang kental dengan kedukaan, kekalahan dan ketiadaan pengharapan. Tetapi tabir yang disingkapkan oleh Sang Kristus bukanlah kematian yang selama ini memperbudak jiwa manusia sedemikian suramnya, sebaliknya dalam kematian itu sendiri, ia tak hanya menaklukannya tetapi dari jantung dunia kematian itu sendiri, Ia pada dirinya sendiri memberikan hidup kepada siapa Ia mau memberikan sehingga manusia-manusia tersebut lepas dari perbudakan dan lepas dari persekutuan kegelapan untuk memiliki persekutuan dengan kehidupan sang Kristus yang menaklukan sang kematian dalam kematiannya. Mari kita memperhatikan ekspresi atau ungkapan  Yesus berikut ini:

Yohanes 12:23-24Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.

Sejak semula, Yesus sendiri telah mengindikasikan bahwa memang tujuannya adalah kematian. Tetapi yang seperti apakah akan menjelaskan apakah ia sedang membicarakan sebuah fatalisme atau semacam bunuh diri atau kekalahan yang tragis, atau kematian yang bersifat martir  sebagaimana banyak yang disangka atau diduga orang. Apakah hanya setinggi itu nilainya? Atau setinggi-tingginya, kematiannya adalah bukti tertinggi perjuangan Anak Manusia untuk setia dan taat pada kehendak Bapa dengan mematikan ke-aku-annya di kayu salib itu sejak ia nyaris saja gagal disalibkan di Getsemani—karena ia dikira sedang menunjukan kebimbangan yang nyaris membuatnya tergelincir dalam pergumulan hebatnya dalam 3 sesi doa? Demikiankah? Yesus berkata begini: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Ini adalah siapakah Yesus pada hakekatnya sebagai manusia yang dapat mati, bahwa Ia adalah seperti halnya biji gandum, sebuah benih tanaman yang merupakan bahan baku  untuk menghasilkan makanan pokok. Ia adalah pokok kehidupan bagi banyak orang, namun untuk menjadi demikian maka tidaklah berguna jika Ia tetap adalah biji gandum tersebut, dengan kata lain adalah benar bahwa Yesus adalah utusan Allah yang didalam dirinya terdapat hidup  yang dapat memberikan hidup kekal, sebagaimana ia katakana kepada seorang perempuan di perigi/sumur:

Yohanes 4:13-14 Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."

Dan ini adalah siapakah Yesus dengan segenap kuasanya: memberikan hidup yang kekal dalam ia adalah mesias:
Yohanes 4:25-26 Jawab perempuan itu kepada-Nya: "Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami." Kata Yesus kepadanya: "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau."


Namun hal itu baru akan genap jika Ia sendiri harus mati dikuburkan agar ia tumbuh menjadi pohon pokok kehidupan, itulah sebabnya Ia berkata: jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah, inilah Dia!

Apakah ini dapat diterima? Tentu saja tidak karena secara umum bangsa Yahudi memahami mesias hanya sejauh dan setinggi bahwa ia seharusnya tidak mengalami aniaya apalagi kematian yang memalukan sebagai yang kalah, dihina, dianiaya dan apalagi sebagai penjahat diantara penjahat. Pada dasarnya mereka tak menerima kebenaran yang diajarkan Yesus. Perhatikan reaksi mereka:
Yohanes 12:34 Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"

Mereka pada dasarnya bukan saja tak menerima mesias harus mati dalam cara demikian, tetapi tidak mengenal siapakah Yesus. Memang ketika Yesus membawa masuk  sebutan “Anak Manusia”, siapapun tidak dapat mengenali siapakah tokoh yang dimaksudkan, apalagi harus ditinggikan?Ditinggikan bagaimana sementara sedang membicarakan kematian. Ini semua memang membicarakan dirinya sendiri:

Yohanes 12:32-33 dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.
Kemesiasan Yesus, dengan demikian, bertaut erat dengan pemerintahan Anak Manusia yang mengatasi dan menaklukan atau mengakhiri pemerintahan maut atas manusia. Bagaimana Ia sendiri akan mati atau dalam cara kematian yang seperti apakah Ia akan memasuki kematian, Ia sendiri menjelaskannya sebagai yang harus terjadi bahwa ‘Ia akan ditinggikan dari bumi”, dan bahwa kematiannya sendiri adalah kematian yang melucuti kuasa pemerintahan maut jelas diungkapkannya seperti ini: “Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.”

Yesus adalah mesias dengan sebuah tujuan yang dikandung dalam tubuh kemanusiaannya. Ketika dikatakan bahwa kematiannya adalah peristiwa yang berada dalam kendali-Nya, ini pun bukan seperti peristiwa kematian dalam sejarah yang telah lebih dahulu ditulis sebab ini lebih besar dan tak berbanding dengan sejarah, sebab sejarah adalah “past time” yang tak dapat dikunjungi dan yang telah berakhir tanpa kuasa menjangkau hari esok. Kematiannya adalah kematian yang bertujuan ilahi dalam tubuh dagingnya, sebab melaluinya lahir, berdiam dan mengalir kasih Allah yang begitu besar itu bagi manusia yang seharusnya binasa akibat dosa, asal saja mereka mau memandang dan datang kepada-Nya untuk memiliki hidup-Nya dan hidup di dunia ini sebagai pemilik kehidupan-Nya. Perhatikan pernyataan Yesus berikut ini kala bercakap-cakap dengan Nikodemus:

Yohanes 3:13-15 Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
Bagaimana  sabdanya terwujud? Beginilah “sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal”: sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya.

Namun siapakah yang akan percaya?


2.Pengolokan Kepada Dia yang Melimpahkan Kasih Allah yang Begitu Besar dari Atas Kayu Salib
Kemesiasan Yesus mengalami sebuah uji dan pemeriksaan yang paling mencekam pada saat itu. Semua mengolok dan semua memandang sinis, apapun hal besar dan hebat yang ada dalam ingatan mereka telah berubah dari ketakjuban menjadi kesinisan yang tak pernah terbayangkan akan meluncur dari dalam pikiran dan perkataan mereka. Perhatikanlah hal ini:

Lukas 23:34-35 Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah."

Apa yang tersisa untuk membuktikan bahwa ia adalah benar mesias, adalah jika ia sendiri mau menyelamatkan dirinya sendiri dari atas kayu salib itu! Jelas mustahil, karena untuk itulah  Ia datang? Yesus dalam catatan injil terkait situasi ini pernah berkata begini dalam pemberitaan kematiannya yang akan berlangsung:

Yohanes 12:27 Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.

Jadi apapun juga, permintaan mereka tak akan dipenuhi oleh Yesus, tidak dalam situasi paling menyakitkan dan menyiksa bagi tubuh dan jiwanya.

Kemesiasan Yesus, kembali, menjadi sebuah kepedulian yang tinggi di tempat bernama Tengkorak itu. Di tempat bernama Tengkorak itu, desakan kepada dia yang sedang ditinggikan untuk membuktikan kemesiasannya dengan menyelamatkan dirinya sendiri dari penghukuman dipaku pada salib yang ditegakan itu sedang sangat dinantikan, entah dalam sinisme atau dalam pengharapan.

Para prajurit juga menghendaki Yesus untuk membuktikan bahwa ia mesias/raja Yahudi dengan membebaskan dirinya dari salib itu: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!" (Lukas 23:37).

Bahkan penjahat yang disalibkan bersama dengannya, tak kuasa untuk melontarkan pengharapan yang pasti akan menguntungkan dirinya: Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" (Lukas 23:39). Namun penjahat lainnya yang juag disalibkan bersama dengan Kristus, melihat berbagai olokan dan nampaknya menjadi semacam pemberitaan injil yang paling berdarah untuk dialami oleh seorang yang baru pertama kali mendengarkan injil, nyata telah membawanya masuk kedalam iman yang benar terhadap Yesus dengan berkata dalam sebuah pengharapan kehidupan kekal bersama Yesus, ia berkata begini:

Lukas 23:40-42 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."

Pengimanan yang benar pada Yesus yang sedang ditinggikan  pada akhirnya melahirkan pembenaran dan perkenanan dari Sang Kristus baginya:
Lukas 23:43 Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."

Siapakah Yesus dan bagaimana divinitasnya saat disalibkan? Apakah ia masih perlu membuktikan dirinya taat pada Bapa? Jika ini yang menjadi acuan dalam pengajaran pendeta atau gerejamu, di poin ini sudah sangat gagal. Apa yang dilakukan Yesus saat itu adalah semacam peragaan siapakah ia atas manusia berdosa  yang berkuasa dan berdaulat penuh untuk memberikan kasih karunia kepada siapa ia berkenan memberikan. Ini sama sekali tidak bisa didekati sebagai sebuah aksi bernuansa ketaatan pada Bapa untuk membuktikan bahwa benar ia adalah benar-benar Anak Allah. Lalu menjadi teladan anda untuk bisa mempersembahkan ketaatan atau kesetiaan kehadapan Bapa pada hari penghakiman.

3.Yesus dan Bapa Pada Penyaliban  & Kematian Kristus
Siapapun hampir mustahil untuk melihat bagaimanakah hubungan antara Kristus dan Bapa. Apakah yang dapat dikatakan mengenai  relasi antara Anak dan Bapa? Satu-satunya bukti yang tersedia adalah perkataan dan ucapan Kristus satu ini:

Lukas 23:44-46 Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.

Dalam kematian sebagai seorang yang telah diposisikan sebagai penjahat setelah pengadilan negara dan agama membuktikan demikian, relasi Yesus dan Bapa terlihat dalam sebuah refleksi alam yang menggambarkan bagaimana relasi dan apa yang telah diwujudkan Anak dan Bapa pada salib itu. Mendahului penyerahan nyawa-Nya, inilah yang terjadi: “lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar.” Bukan saja alam, tetapi juga Bait Allah tepat di ruang maha suci-Nya: “dan tabir Bait Suci terbelah dua.” Siapakah yang masuk kedalam ruang maha suci dengan cara membelah tabir Bait Suci?”Apakah hubungannya antara penyerahan nyawa Kristus olehnya sendiri kepada Bapa-bukan kedalam tangan maut- dengan peristiwa terbelahnya tabir Bait Suci? Momen cukup panjang ini menjadi sangat vital bagi siapapun untuk memahami satu ucapan yang sangat sukar untuk dimengerti begitu saja :

Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?-Markus 15:34

Memahami ini tak mudah karena bingkai dan sekaligus latar belakangnya sangatlah ekstrim: Ia dalam keadaan tersalib dan ia mati dalam cara yang diluar kewajaran. Menafsirkan “eloi,eloi lama sabakhtani” telah menjadi kesukaran divinitas oleh karena ini diucapkan oleh Sang Kristus dalam sebuah rangkaian  yang panjang selama di salib itu sebagai penggenapan doanya di Getsemani, sebagai titik terdekat dengaan penyaliban dan perkataan tersebut. Siapapun mustahil untuk mengabaikan apapun yang terjadi kala menyorot secara khusus seruan eloi, eloi lama sabakhtani yang diucapkan dalam sebuah kesengsaraan jasmaniah yang tak main-main namun tidak membuatnya menjadi seorang yang kehilangan tujuan dan pekerjaan-pekerjaan divinitas yang harus dilakukannya: meminum cawan itu. Sehingga seruan tersebut bukan sebuah kegelapan spiritual yang sedang menenggelamkan Yesus, selain bahwa memang sebagai manusia ia sedang diremukan pada salib itu. Ia memang sedang diremukan tanpa ampun tapi bukan karena ia kena tulah:
Yesaya 53:10-11 Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah . Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.

Nabi Yesaya yang menubuatkan akan adanya seorang manusia yang menjadi kurban penebus salah, menyatakan bahwa dalam ia menyerahkan dirinya sebagai kurban penebus salah, ia akan mengalami kesusahan jiwa, dan ini bertemali dengan apa yang harus dialaminya: Tuhan berkehendak meremukan dia dengan kesakitan. Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkanku, memang berkait erat dengan apa yang sedang dialaminya: ia sedang diremukan. Ini tentu saja sebuah keadaan yang sukar bagi kemanusiaan Yesus untuk dapat menanggungnya tanpa mengekspresikannya, sama seperti ia  dalam kemanusiaannya pada salib itu mengekspresikan: sudah selesai, sebelum ia mati, tanda ia telah sempurna sebagai kurban penebus salah secara kekal.

Saya akan mengingatkan kembali bahwa kematiannya sejak semula adalah kematian dengan sebuah tujuan, dan tujuan tersebut tak mungkin berubah dalam perjalanan penggenapannya. Dengan kata lain “eloi eloi lama sabakhtani” bukan indikasi bahwa Yesus sedang  mengalami semacam problem dalam menggenapi apa yang ia sendiri telah sabdakan dan ajarkan: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Kesukaran apapun yang kita temukan, pada akhirnya menunjukan bahwa siapa yang dapat memahami relasi Kristus dan Bapa saat maksud-Nya digenapkan dalam penyaliban itu. Tetapi yang jelas, kita mendapatkan bahwa secara utuh tujuan Yesus  pada salib itu adalah utuh dan tuntas atau selesai sebagaimana ia kumandangkan dari salib itu sendiri:

Yohanes 19:30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Ia mati setelah segala sesuatunya selesai. Pada salib itu apa yang harus diselesaikannya telah Ia selesaikan secara sempurna, dan Ia tidak meninggalkan kemisteriusan pada kematiannya, apakah Ia memang benar-benar mati sebagai penggenap ataukah seorang gagal. Ia berkata: sudah selesasai. Yesus telah menjadi sentral dan dasar untuk segala tafsir perkataannya oleh sebab satu hal saja: Yesus sendiri yang menentukan bagaimana Ia harus mati dan apakah tujuan dan hasil dari kematiannya tersebut. Bagaimana relasi:  kegelapan berjam-jam, tirai bait suci terbelah, eloi-eloi lama sabakhtani dan sudah selesai harus dijelaskan, hanya akan terungkap apa yang Yesus miliki setelah kebangkitannya, yaitu: Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.- Matius 28:18.

Jadi memang keagungan kematian Kristus di salib itu besar sekali untuk dapat didekati oleh manusia. Beberapa saksi dan pelaku bahkan hanya mampu untuk berkata berdasarkan apa yang disaksikan jiwanya secara langsung di atas tanah dimana darahnya telah membasahi bumi. Coba perhatikan hal berikut ini:

Lukas 23:47Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang ini adalah orang benar!"

Lukas 23:48 Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.

Kematiannya bukanlah kematian selazimnya orang dalam penghukuman secara demikian, sekaligus menjelaskan bahwa kematiannya berada dalam relasi dan otoritas dirinya bersama dengan Bapa: “ya Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Mu.” Dengan kata lain ia tak mati dalam waktu yang didiktekan oleh maut, bahkan bagi Pilatus walau dalam pemahaman non spiritual:

Markus 15:42-44Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat. arena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati.

Ia mati karena sudah selesai, bukan karena selazimnya kematian yang diakibatkan terutama oleh brutalnya siksaan dan penghukuman yang mendera. Kebrutalan siksa yang mendera tak dapat menggagalkan Yesus dengan cara membuatnya mati sebelum ia telah menyelesaikan segala sesuatunya. Dan tidak ada sedikitpun bagian yang gagal atau sedikit saja tak sempurna sehingga perlu bantuan manusia untuk memakukan dirinya pada salib itu agar pekerjaan Allah dalam Kristus yang sebelumnya kurang sempurna menjadi sempurna oleh dan didalam manusia-manusia yang mau menyalibkan kedagingannya pada kayu salib tersebut, karena percaya mungkin ada yang tak selesai semuanya oleh Yesus sehingga adalah sebuah kekonyolan mempercayakan keselematan kekal seutuhnya pada Yesus tanpa kontribusi diri dalam memperjuangkan kepastian keselamatan diri. Sudah selesai dikerjakannya segala kehendak Allah pada salib itu dan dalam apa yang harus dibawanya ke kedalam kematian.

Sehingga apa yang paling penting bagi dasar iman orang Kristen adalah bahwa ketika Yesus menghembuskan nafasnya pada salib itu, ia dalam keadaan telah selesai melakukan segala sesuatunya yang harus dikerjakannya agar dirinya yang tersalib itu secara sempurna memberikan keselamatan kepada siapa pun yang memandang dan percaya kepada-Nya. Sebagaimana  Yesus, sebelumnya, telah mengindikasikannya dengan berkata:

Yohanes 3:14-15Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.

Sejak ia berdoa di Getsemani, tubuhnya memang telah dipersiapkan Allah sedemikian rupa untuk memiliki kegenapan waktu dan kemuliaan atau saat pemuliaan untuk menjadi satu-satunya kurban penebus dosa, yang hanya perlu dilakukannya satu kali sebagai seorang yang tak perlu terlebih dahulu menguduskan dirinya berdasarkan hukum taurat (karena ia tak pernah sekalipun dalam kegagalan terhadap kekudusan dan kemuliaan hukum taurat) agar layak menebus dosa manusia lain. Itulah yang hendak dinyatakannya ketika Ia mengasosiasikan dirinya dengan ular yang ditinggikan Musa di padang gurun. Ia sendiri adalah sang Kristus yang telah lebih dahulu dimuliakan Allah saat ia sendiri memberitakan kematiannya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.” (Yohanes 12:23). Kemuliaan dan pemuliaan Anak Manusia adalah saat ia dapat berada di atas kayu salib itu untuk menyelesaikan segala pekerjaan dan kehendak Bapa di dalam dan melalui Dia Sang Kristus, sehingga kasih Allah yang begitu besar itu dapat sampai kepada manusia yang mau datang dan percaya kepadanya (baca Yohanes 3:16-18).

Lukas 23:52-55 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah dibaringkan mayat. Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai. Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan.

Solus Christus
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment