Pages

27 December 2017

Khotbah Anchor Of Life Memasuki 2018

Oleh: Martin Simamora

Digenggamnya Tanganku, Dipandunya Jiwaku:  Sebuah Dasar untuk Melangkah dalam Kepastian, Menjelajahi  Masa Depan dalam Keyakinan Kokoh


Itu bukan karena manusia begitu tak berdaya dalam perencanaan dan mewujudkannya. Saya tidak sedang membicarakan sebuah keimanan yang begitu meninggikan Tuhan seolah IA terlalu rendah dalam keberadaannya jika tidak ditinggikan sedemikian, dan  begitu merendahkan manusia agar Tuhan terlihat begitu mulia dan begitu berdaulat. Tidak pernah demikian dan tidak pernah manusia tidak memiliki kemampuan untuk merencanakan dan kemampuan untuk mewujudkannya. Apa yang hendak saya katakan terkait judul di atas, adalah ketakberdayaan manusia untuk pada dirinya sendiri untuk membangun kepastian pada masa depannya sebagai sebuah kreasi yang dibangunkan pada saat ini juga. Itu sebabnya Surat Yakobus berkata begini terkait perihal ini:

Yakobus 4:13-16 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung",  sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.

Sementara 2018 kedatangannya tidak bisa dicegah dan keberakhirannya segera tiba untuk menjadi sejarah yang terpatri dalam ruang dan waktu tanpa sebuah fluktuasi waktu dan dinamika aktivitas yang bagaimanapun juga, kita dengan segenap keberadaan kita, masih ada di sebuah tempat dan waktu yang kita sebuthari ini.” Pada “hari ini” sekalipun kita masih harus berkata “aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada detik mendatang dan bahkan tidak tahu apapun di sekitarku.” Surat Yakobus terkait ketakberdayaan manusia terhadap kepastian akan masa depan berkata begini “Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” Sama seperti uap merupakan pernyataan yang lebih dari deskripsi yang dibutuhkan untuk menggambarkan secara tajam  eksistensi manusia di dalam ruang, waktu dalam kematerialannya, sebetulnya memang, benar-benar tak berarti apapun juga, jika saja tidak memiliki Tuhan.


“Sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” Membaca ini akan banyak yang sinis dalam menanggapi pernyataan yang tercatat dalam Surat Yakobus ini. Apakah serendah itu kemanusiaan manusia di dalam ruang dan waktu yaitu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap? Pernyataan semacam itu yang diaplikasikan kepada kehidupan dan eksistensi manusia, hendak menunjukan bahwa sekalipun manusia memiliki kemampuan untuk membangun masa depan secara apik dan terukur, pada hakikatnya manusia itu sendiri dalam eksistensinya pada ruang dan waktu  bukan makhluk-makhluk yang pada saat ini pun berkuasa atas waktu dan tempat, bahkan bagi dirinya? Apakah masih memiliki usia kehidupan hingga 1 detik kedepan? Apakah engkau bisa mengendalikan detak jantungmu? Ketika anda tertidur pulas, anda benar-benar rapuh dan kehilangan hampir segala kemampuan indrawimu untuk memantau alam sekitarmu. Terkait masa depan, sebetulnya, serapuh itu jugalah diriku dan dirimu. Hari ini dan hari besok adalah kehidupan kita, sementara masa lalu adalah sejarah kita yang tak dapat dimasuki kembali untuk sebuah koreksi  demi masa depanku, atau untuk berwisata ruang dan waktu lampau.


Perencanaan manusia itu bukan sekedar dinamika intelektual dan dinamika kehendak diri untuk melakukan ini dan itu. Dalam merencanakan, dinamika intelektual dan dinamika kehendak diri manusia sedang membangun relasi dengan sebuah tempat dan waktu yang ada di depan sana atau belum juga ia dapat menginjakan kakinya: “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung.” Dalam berencana naka dinamika intelektual dan dinamika kehendak diri menggambarkan baginya untuk kepentingan pewujudan, sebuah atau beberapa skenario masa depan. Tetapi benar apa yang dituliskan Surat Yakobus, bahwa sekalipun manusia memiliki dinamika intelektual dan dinamika kehendak diri, seorang manusia itu pada  faktanya: kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok,

Tanpa masa depan dan perencanaan, manusia memang tidak akan memiliki arti. Namun jika kita semua berani  berkata jujur: jika masa depan bukan imajiner maka, bukankah seharusnya kita harus tahu secara definitif akan apakah yang akan terjadi besok? Ada sebuah gap yang bukan saja terlampau besar dan tak terhingga kedalamannya, tetapi memang eksistensi waktu masa depan dan eksistensi manusia pada hari ini merupakan perihal yang berada di luar ruang dan waktu bagi manusia untuk dapat menyentuh kemateriannya, sementara ia masih ada di sini pada hari ini. Itu sebabnya sebuah perencanaan manusia akan dibangun berdasarkan “sejarah” yang diolah sedemikian rupa dan terukur secara cermat untuk melahirkan sebuah tren, prakiraan, kecenderungan-kecenderungan yang menjadi dasar bagi perencanaan dan gol-gol positif di masa depan: Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung.

Oleh karena  ketimpangan eksistensi manusia dan eksistensi hari besok yang bersifat imaterial dalam artian ruang dan waktu bagi rencana itu sendiri belum ada sama sekali, maka Surat Yakobus menggambarkan kehidupan manusia itu dalam sebuah langgam yang dramatis dan sangat menempatkan manusia itu bahkan jejak-jejak langkah kakinya di hari kemarin benar-benar tak bisa dilihat dan dikunjungi kembali oleh manusia itu sendiri: Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.


Surat Yakobus sejak semula menunjukan bahwa manusia memang  sama  sepeti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Coba perhatikan ini:

Yakobus 1:9-11 Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.

Tanpa memiliki kehidupan yang mengenal Allah yang benar dalam Kristus, karenanya, membuat kehidupan manusia itu tiada artinya. Manusia harus mengenal Tuhan agar dalam kehidupannya yang begitu sesaat itu, ia dapat memiliki Tuhan yang kekal dan yang memerintah kehidupan  kepada siapa Ia menyelenggarakannya. Manusia dalam kehidupan yang akan lenyap seperti bunga rumput, menjadi begitu penting untuk memiliki kehidupan yang berelasi dengan Tuhan sebagai penggenggam hidup dan pemandu jiwa:

Yakobus 1:19-23 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.


Inilah seharusnya kehidupan manusia yang pada kesemuanya sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada satu detik ke depan, maka sangat berdasar untuk melakukan seruan-seruan ini:

  • hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata
  • buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan
  • terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelematkan jiwa
  • hendaklah menjadi pelaku firman dan bukan pendengar saja
  • jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seorang pengagum wajahnya saja di depan cermin

Jika anda mengakui bahwa kehidupan  manusia pada eksistensinya adalah sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap, maka buatlah sejarah yang bagus dan keren bagi dirimu sendiri di dalam Tuhan dan di hadapan manusia dan Tuhan! Sudah hidup ini singkat tetapi hidup menjadi penipu?? Sudah hidup ini hanya seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap, tetapi jadi perusak hidup orang lain? Dalam hidup yang mengenal Tuhan maka inilah seharusnya bunga-bunga kita di bawah terik matahari: kehidupan yang membuang segala sesuatu yang kotor, kehidupan yang menerima dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hati yang berkuasa menyelamatkan jiwa, kehidupan yang menjadi pelaku firman. Jika kita memiliki bunga-bunga kehidupan sedemikian rupa dalam kehidupan dibawa terik matahari ini, maka tubuh jasmani ini pada  akhirnya akan melayu, gugur sehingga kehilangan semaraknya, tetapi jiwa ini selamat.


Jika hidup ini sama seperti uap yang sebentar saja terlihat lalu lenyap, sejarah apakah yang akan dihasilkan oleh dirimu, akan sangat ditentukan apakah anda mengenal memiliki firman yang berkuasa menyelematkan jiwa, ataukah tidak?

Dalam kehidupan yang sama seperti uap yang sebentar saja terlihat lalu lenyap, maka penting untuk memiliki firman yang berkuasa untuk menyelamatkan jiwa. Ketika Surat Yakobus menorehkan bagi kita “firman yang berkuasa menyelamatkan jiwa,” itu hendak menyatakan bahwa Allah tidak berdusta dengan perkataannya sendiri, Ia bukan penipu. Sungguh malang, sudah diri ini hanya memiliki kehidupan yang sama seperti uap yang sebentar saja terlihat lalu lenyap, kemudian bertuhan kepada firman yang gombal?!

Itu sebabnya terkait ketidakpastian hidup yang mendatangkan penderitaan sebagai akibat ketidaktahuan manusia akan masa depan, Surat Yakobus menasehatkan kita:


Yakobus 1:2-6 Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.


Sama sekali jangan bimbang” terkait permintaan yang dinantikan untuk terwujud pada hari ini atau hari besok, dikatakan agar “sama sekali jangan bimbang,” itu bukan sedang mengajak manusia itu bersugesti dari detik ke detik ditengah-tengah fakta yang mengepungnya, tetapi sedang mengajak pembacanya untuk memahami SIAPAKAH TUHAN TERHADAP KETIDAKPASTIAN. Dan ini merupakan satu-satunya sumber ketenangan bagi seorang manusia yang mengaku bertuhan dalam arti yang otentik dan bukan keberserahan fatalistik:

Yakobus 1:7-8 Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.




Kita harus menyadari, sementara manusia itu kehidupannya:
  • sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.
  • akan lenyap seperti bunga rumput. Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya

Tuhan tidak demikian sama sekali!

Jika kita memiliki sebuah gap yang mahabesar pada hari ini terhadap hari besok, maka apalagi terhadap Tuhan dalam kita berupaya memahami realitas hidup ini dan relasinya terhadap Tuhan yang kita imani dan andalkan. Tanpa memahami ini maka saya sungguh kuatir kehidupan beriman kita  hanyalah sebuah penghormatan  bendera nasional kita tanpa memiliki sebuah nasionalisme militan yang melahirkan cinta tanah air yang rela menumpahkan darahnya demi cinta bagi negeri tercintanya.


Masa Depan dan Mahkota Kehidupan
Karena itulah, Surat Yakobus melakukan pengontrasan yang begitu tajam dengan apa yang menjadi tujuan manusia terhadap masa depan: mendapatkan untung, terhadap apa yang menjadi tujuan Tuhan terhadap masa depan seorang manusia yang mengenal-Nya:

Yakobus 1:12 Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

Selalu ada alasan kuat untuk menjadi bimbang terhadap Tuhan dan menggantikan kebimbangan terhadap Tuhan dengan pendekatan-pendekatan humanistik. Menggeser keberserahan  kepada Tuhan dengan kekuatan diri dan menggeser doa dengan mantra-mantra bisnis dan ekonomi. Anda memang harus membangun bisnis dalam pendekatan dan praktik bisnis yang paling jitu dan paling brilian yang bisa anda pahami dan anda akuisisi hingga pada level-level impelementatif di semua level sumber daya manusia dan di semua level manajemen, namun dalam kesemuanya itu jangan pernah itu semua menjadi mantra-mantra yang menyabdai jiwa dan pengharapan anda, tetapi hendaklah itu semua diakuisisi dan diimpelemtasikan sebagai seorang manusia Kristen yang mengetahui kebenaran ini:

Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."- Yakobus 4:13-15

Saya bisa sumarikan ini dalam prakteknya menjadi: berencanalah secara cerdik, pintar dan  canggih sesuai dengan talenta dan kemampuanmu mengakuisisinya hingga ke level-level implementatif dan percayalah secara total dan implementatif   kepada Tuhan Yesus yang anda imani. Hanya dengan demikian akan tetap optimis “Melangkah dalam Kepastian, Menjelajahi Masa Depan dalam Keyakinan Kokoh” bukan sebagai fatamorgana tetapi sebagai sebuah fakta kehidupan sementara keberlangsungan hidup seorang manusia memang sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

Diri seperti apakah yang ingin kita bangun dalam menghadapi dan menjalani masa depan 2018 yang jika Tuhan berkenan, akan saya dan anda masuki?
Hari-hariku seperti bayang-bayang memanjang, dan aku sendiri layu seperti rumput. Tetapi Engkau, ya TUHAN, bersemayam untuk selama-lamanya, dan nama-Mu tetap turun-temurun.- Mazmur 102:11-12

Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment