Pages

23 December 2017

Renungan Singkat Bagi Para Suami & Ayah Jelang Tahun Baru:

Oleh: Martin Simamora

Ayah Bimbinglah Anak-Anakmu di Dalam Ajaran & Nasihat Tuhan

Keluarga besar Ompu Natan Simamora

Peran ayah-ayah moderen saat ini bisa jadi akan sangat menyulitkan bagi siapapun untuk melakukan salah satu nasihat yang paling penting bukan saja bagi rumah tangga tetapi bagi generasi penerusnya:

Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Berumah tangga bukan saja soal  relasi kasih suami dan isteri tetapi lebih dari itu, dan inilah yang harus senantiasa dicamkan. Jika kita membaca “janganlah bangkitkan amarah” terhadap anak-anak kita, ini bukan soal menjadi seorang ayah atau papa yang menyenangkan dan keren bagi anak-anaknya, tetapi pada seorang ayah akan dituntut hal semacam ini: didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Seorang ayah memiliki tanggung jawab lebih dari sekedar mencari nafkah sebaik-baiknya dan seoptimalnya agar bisa memastikan ada keuangan dan perencanaannya yang memadai bagi keluarganya secara keseluruhan, tetapi ia juga harus mendidik mereka didalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Suami, menjadi suami, lebih dari sekedar menjadi kepala keluarga dan lebih dari sekedar sebuah status seorang pria lajang menjadi seorang pria yang menikah. Bahkan pernikahan di dalam Kristen, tidak sekedar sebuah intimasi dalam kebedaan yang akan saling mengasah satu sama lainnya menjadi manusia-manusia dewasa. Pada dasarnya, keluarga lebih besar dari semata sebuah “masyarakat kecil” tetapi merupakan pemerintahan Allah yang hadir di bumi ini yang darinya segala berkat kasih dan pengenalan akan Tuhan yang sejati mengalir. Saya sangat suka dan sangat dipengaruhi oleh nasihat yang sangat menakjubkan ini:


Efesus 5:22-30 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.

Tantangan terdasar dan terbesar bagi seorang pria pengikut Kristus adalah ini: apakah saya benar-benar seorang yang mengenali Tuhan dan hidup di dalamnya? Apakah benar saya seorang yang mati dan hidup di dalam Kristus? Apakah Ia adalah faktor yang begitu besarnya mempengaruhi bagaimana saya berpikir, berperilaku, bertindak, membangun masa depan, membuat keputusan dan seterusnya?


Mengapa? Karena ketika kita membaca “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu” maka penundukan seorang isteri kepada suaminya adalah sebuah penundukan yang dibangun berdasarkan kesucian dan pengenalan akan Allah didalam Kristus, itu sebabnya penundukan kepada kita para suami erat kaitannya dengan kehidupanmu sebagai seorang pria-apakah sejak kanak-kanak mengenal Tuhan: tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.

Karena itu suami-suami di dalam Tuhan, wajib dan pantang untuk mengabaikan satu-satunya yang akan menyelamatkan masa depan generasimu dari kehidupan yang menjauh dari Sang Terang Dunia: Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Suami harus menjadi saluran kebenaran dan kehidupan yang mengenal Tuhan atau kehidupan yang memiliki persekutuan dengan Tuhan! Bagaimana mungkin jika sejak kanak-kanak hal itu tidak terbangun? Jika membaca Alkitab saja tidak pernah, bagaimana dapat mengharapkan seorang pria dapat lebih dari sekedar menjadi pria yang membahagiakan karena lemah lembut dan penuh pengertian bagi isteri tercintanya. Ingatlah, bahwa keluarga Kristen memiliki tujuan yang lebih agung dari sekedar membangun keluarga bahagia dan sejahtera. Jika itu saja, saya bisa tunjukan begitu banyak yang begitu bahagia tanpa perlu sama sekali menjadi seorang yang mengenal Kristus. Camkanlah bahwa pernikahan dan keluarga-keluarga dalam Tuhan ada dalam kepemilikan-Nya dan dalam pemerintahan-Nya:

Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel—juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!- Maleakhi 2:15-16

Apakah yang dikehendaki Allah dari kesatuan itu? Keturunan ilahi! Kita harus menyadari bahwa kehidupan keluarga Kristen merupakan bagian dari pemerintahan Bapa di dunia ini yang memungkinkan keluarga-keluarga menjadi instrumen-instrumen yang  kudus di tangan Bapa.


Kunci dari semua ini dan dengan demikian bisa menjadi akar problematika keluarga, terletak di tangan kita para suami! Firman berkata: jadi jagalah dirimu! Sangat penting bagi para suami untuk menjaga dirinya di dalam kekudusan, dan ini kembali hanya bisa terjadi jika sejak kanak-kanak baik anak laki dan anak perempuan menerima didikan mengenal Tuhan, dari para ayah. Apakah kita para suami mengambil peran ini, atau meninggalkannya kepada para isteri? Kita harus tahu sekali bahwa suami memiliki peran yang strategis secara total di dalam keluarga:

Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya

Pada akhirnya ini bukan teori dan khotbah, bahkan juga bukan praktek-praktek. Mengapa bukan juga praktek-praktek? Karena hal ini haruslah merupakan sebuah kehidupan ilahi yang melingkupi sebuah rumah tangga di dalam segala keberadaannya-dalam kelemahan-kelemahan dan dalam kekuatan-kekuatannya. Ini harus dicamkan agar kehidupan keluarga bukan sekedar sebuah kehidupan untuk saling membentuk dan memproses, jika hanya “berkubang” di situ maka “kasihan” isteri dan anak-anak yang akan melalui perjalanan bahtera rumah tangga yang melulu menegangkan: sudah harus mengarungi badai dunia, ditambah lagi pertengkaran antara suami dan isteri yang tidak ada kesudahannya dan datang dari ketidakdewasaan hidup dan pengenalan akan Tuhan. Ya...ini tantangan kita para suami untuk  berhenti berpikir yang penting aku sudah cari duit dan isteriku yang urusi anak-anakku. Sekali lagi ini tantangan lebih dari sekedar “manajemen” kehidupan rumah tangga, sebab keluarga adalah milik Tuhan, dan setiap suami memiliki tanggung jawab rohani yang tidak main-main:

karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu

Jika suami tidak mengenal Tuhan dan tidak mengenal persekutuan dengan Kristus, bagaimana bisa diharapkan suami bisa mengenal fundamental keluarga  ilahi semacam ini? Apalagi mau  ngomong melahirkan generasi ilahi? Ya.. omong kosong dan terlampau fantasi. Kita para suami harus benar-benar mencamkan tanggung jawab ini secara serius; kita sendiri perlu berdoa bagi diri sendiri untuk mampu menghidupi nasihat ini: karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat? Apakah saya mengenal Kristus dan keselamatan di dalamnya? Jika belum, belajarlah dan berjemaatlah di gereja yang sungguh mengenal siapakah Kristus sebagaimana Ia menyatakan dirinya-jika tidak malah anda bisa masuk kedalam kebahagiaan yang menyesatkan dalam kebenaran dan keselamatan!

Saya bersyukur memiliki papa yang mendidik kami berempat, di usia dini telah dibawa ke dalam hidup persekutuan dengan Tuhan Yesus Kristus. Saya bahkan masih ingat dan masih bisa menyanyikan lagu ciptaannya untuk kami nyanyikan  pada saat kami beribdah keluarga pada jam-jam yang teratur setiap harinya. Memang kita tidak akan pernah sempurna, namun pasti akan menjadi keluarga yang mengenal Tuhan beserta kebenaran-Nya, kasih karunia-Nya dan keselamatan-Nya yang merupakan  kasih Allah terbesar bagi saya yang adalah tebusan-Nya- generasi ilahi yang dihasilkan oleh keluargaku.

Sangat penting bagi seorang pria dan suami untuk memperhatikan peringatan Allah ini: Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Janganlah bermain- main dengaan kehidupan keluargamu dan senantiasalah berdoa bagi diri kita, agar diberi kekuatan oleh Tuhan menjadi para suami yang setia dan terus-menerus membangun kehidupan di dalam Tuhan, agar saya dan anda sungguh-sungguh dapat memenuhi ini:

Efesus 5:28-29 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,

Hanya jika ini bisa dibangun, maka rumah tangga menjadi sebuah pemerintahan suami di dalam Tuhan dimana kasih dan pengajaran Tuhan mengalir. Mengalir bagi isterinya,  mengalir juga bagi anak-anaknya sehingga merupakan sebuah kehidupan rumah tangga yang darinya mengalir generasi-generasi ilahi.



Hai para suami, maukah kita menjadi terang bagi rumah tangga kita sendiri? Biarlah memasuki tahun 2018, kita bisa menjadi semakin bersinar bagi isteri dan anak-anak kita. Itu doaku kepada Bapa, dan semoga juga menjadi doa anda semua. AMIN.
Soli Deo Gloria




No comments:

Post a Comment