Pages

25 November 2017

Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 5

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah



Apakah yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar Yesus Kristus mengalami kematian?  Akan ada yang berkata: jika demikian Yesus adalah Mesias yang berdosa sebab Alkitab berkata upah dosa adalah maut (misal sebagaimana dinyatakan Roma 6:23, sehingga  ia,kalaupun Tuhan, adalah yang berdosa sehingga tidak suci. Sejak era Yesus, kematian pada dirinya adalah sebuah kontroversi:

Yohanes 12:33-34  Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"

Kematiannya sendiri dalam Pembicaraan Yesus
Ketika kita mencoba memandang Yesus  adalah manusia dan Tuhan yang berdosa berdasarkan fakta Alkitab bahwa ia memang mengalami kematian, maka kita juga harus menerima fakta Alkitab bahwa kematiannya merupakan salah satu topik terpenting yang  tidak hanya dibicarakan secara tertutup tetapi juga secara publik; tidak  semata sebagai sebuah peristiwa di dalam sejarah tetapi juga sebuah peristiwa yang harus terjadi sebab untuk itulah Ia datang, menggenapi apa yang telah dituliskan di dalam Kitab suci. Mari kita membaca pembicaraan-pembicaraan Yesus tersebut:

Pembicaraan kematiannya olehnya sendiri secara publik


Matius 12:40 Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.

Ini adalah respon Yesus terhadap beberapa ahli Taurat dan ahli Farisi yang meminta tanda yang membuktikan bahwa Yesus adalah sebagaimana yang dinyatakannya selama ini. Ketika Yesus menyatakan “seperti Yunus…” pada saat yang sama, Ia menyatakan bahwa Ia lebih dari Yunus: “dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!”- Matius 12:41. Ketika ia menyatakan “di sini lebih dari pada Yunus”, ia sedang menunjukan hal yang sangat berbeda antara dirinya dan Yunus pada penyebab mengapa Yunus tinggal di dalam perut ikan, dan mengapa Yesus tinggal di dalam rahim bumi:

Yunus
Yesus Kristus
Bertanyalah mereka: "Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora." Sahutnya kepada mereka: "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu."- Yohanes 1:11-12

Bandingkan dengan:
Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian: Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku. Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.-Yunus 1;1-3
Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah…Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.- Yohanes 12:23-24,27

dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.- Yohanes 12:32-33

Bandingkan dengan:
Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Maka terdengarlah suara dari sorga: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata: "Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia." Jawab Yesus: "Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu.- Yohanes 12:28-30

Kita bisa memahami apakah yang dimaksudkan dengan “yang ada di sini lebih  daripada Yunus” sementara ia berkata “seperti Yunus” terhadap dirinya dan peristiwa maut yang akan menimpa dirinya. Pada Yunus sebagai konsekuensi dosa, sementara pada Yesus merupakan maksud dari Bapa agar dalam kematiannya, menghasilkan hidup dari Allah yang menaklukan kematian itu sendiri: “jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Sebuah kematian yang tidak terjadi sebagai upah dosa, sementara Ia masuk ke dalam kematian.

Pembicaraan kematiannya secara publik yang menunjukan bahwa Ia mati sebagai yang kudus dan untuk memberikan kehidupan bagi manusia yang memandang atau percaya kepadanya, sehingga kematiannya bukan merupakan upah dosa, tampak nyata di sini:

Yohanes 12:18-19
Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.

Bandingkan dengan:
Matius 27:38-42
Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.

Kematian dirinya sendiri, telah dibicarakan Yesus sebagai sebuah peristiwa yang kudus dan Ia sebagai yang mahakudus. Itu nyata dan tak terbantahkan ketika ia mengasosiasikan dirinya dengan “Bait Suci.” Bahwa peristiwa kematiannya itu sendiri adalah suci dan bukan sebagai upah maut, sangat nyata dari  bagaimana ia berkuasa untuk masuk ke dalam kematian dan keluar dari kematian itu sendiri: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”


Pada Yesus,  kematiannya sendiri telah dibicarakan sebagai sebuah tujuan yang sepenuhnya berada dalam genggaman tangannya termasuk dalam hal ia sendiri yang menentukan kematian dan kebangkitannya sebagai sepasang kepastian sejarah yang telah dibicarakan di depan, atau dengan kata lain, ia membicarakan kematiannya sebagai sebuah sejarah-Nya-bukan sejarah Maut sementara waktunya belum tiba.


Pembicaraan kematiannya olehnya sendiri secara Terbatas atau dengan orang-orang tertentu

Yesus bercakap-cakap dengan Nikodemus:

Yohanes 3:14
Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.

Bandingkan dengan:
Bilangan 21:9
Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup.

Di sini kita malah melihat Yesus sebagai yang berkuasa atas maut yang merupakan upah dosa. Ini begitu kuat ternyatakan karena pada Bilangan 21:9, kematian akibat pagutan ular merupakan konsekuensi maut dari dosa:

Bilangan 21:7 Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: "Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami." Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu.

dengan demikian, Yesus bukan saja terpisahkan dari dosa dan tak terjamahkan oleh kuasa maut, tetapi berkuasa untuk menaklukan kerja maut sebagai sebuah upah dosa. Dalam hal ini, Yesus bukan sekedar tak berdosa dan tak bercela, namun Ia berkuasa menghancurkan kuasa maut atas setiap manusia yang mau memandang atau percaya kepada-Nya saja: “sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal


Yesus bercakap-cakap dengan para murid
Perbincangan dengan para muridnya, bukan saja menunjukan bahwa kematiannya adalah kematian yang memiliki tujuan didalam genggamannya dan bukan maut, tetapi sebuah kematian skriptural atau sebagaimana telah dituliskan oleh Kitab suci. Mari kita membaca sejumlah perbincangan yang sangat sukar bagi para muridnya untuk menjadi sebuah realitas suci atau realitas skriptural:

Matius 16:21-23 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Tidak ada yang baik pada aspek seperti apapun  terhadap kematian, dan apalagi, sampai menegaskan diri sendiri harus menyongsong kematian. Sehingga dapat dipahami teriakan batin Petrus yang berbunyi: “Kiranya Allah menjauhkan hal itu.” Apakah ada penjelasan terbaik bagi manusia terhadap kematian, pada Yesus, sekalipun? Tidak ada, sebab kematian adalah hal yang sangat buruk, jika tidak ingin dikatakan sebagai upah dosa. Ini keras dan tembok yang tebal bagi rasionalitas atau akal sehat manusia,karena tidak ada satupun yang memahami relasi Yesus terhadap kematian  yang bahkan telah dikatakan sejak mula “dibangkitkan pada hari ketiga.” Siapakah dia sehingga bisa bangkit dari kematian? Jika Ia Mesias itu, bukankah Ia ke Yerusalem untuk bertakhta sebagai Raja Israel, bukan untuk “menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh.” Terhadap ini, Yesus tegas bersabda:

Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Bisakah siapapun memahami maksud baik Petrus sebagai sebuah tindakan yang iblis?! Bisakah?

Yesus menunjukan secara frontal kepada semua muridnya-terhadap apa yang berkumandang didalam benak para murdinya, bahwa tidak satupun pemikiran mereka dapat menjelaskan mengapa Ia datang untuk mengalami peristiwa yang begitu rendahnya. Itu sebabnya, Yesus berkata “engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

Kini Yesus meletakan kemanusiaanya atau “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”- Filipi 2:6 sebagai sebuah buah pikiran Allah dengan tujuan Allah yang bersemayam dalam tubuh Kristus dengan pemerintahan Allah berlangsung sepenuhnya dan seutuhnya, tepat ketika ia bersabda: “engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah….” Pada sejak kapankah, Allah berpikir tentang: bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga?


Pikiran Allah?
Siapakah yang pernah melihat Allah? Siapakah yang pernah berbicara dan mendengarkan suara-Nya? Dan kepada siapakah Allah akan mengutarakan pemikiran-Nya?

Yohanes 5:37 Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah kamu lihat,

Tidak satu kali hal ini diutarakan Yesus kepada para murid-Nya, tetapi berulang kali:

Matius 17:22-23 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itupun sedih sekali.

Matius 20:17-19 Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan."



Kematian Skriptural, Bukan Kematian yang Diakibatkan Sebagai Upah Dosa
Yesus Kristus tidak hanya menyatakan bahwa tujuan kedatangan-Nya dalam rupa manusia dan kematian dalam serentetan peristiwa pendahulu yang telah terdefinisikan, sebagai pikiran Allah semata yang hanya Ia saja dapat memahaminya, tetapi sebagai sebuah peristiwa yang skriptural. Dengan kata lain, telah lebih dahulu dituliskan oleh Allah dalam Kitab Suci melalui para nabi kudus-Nya. Mari kita membaca sejumlah pernyataan  Yesus terhadap para murid-Nya:

Matius 26:24 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."


Matius 26:31 Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai.


Matius 26:53-54 Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"


Matius 26:56 Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi." Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.


Lukas 24:25-27 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.


Lukas 24:44 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur."


Kematian dalam Otoritas-Nya sendiri, Bukan dalam Otoritas Maut sebagai Konsekuensi dosa
Apakah Yesus Kristus sendiri pernah menyatakan bahwa didalam ia mengalami maut  yang benar-benar merusak  tubuhnya sehingga tak mampu lagi menopang kehidupan alamiahnya, maut tak berotoritas atas peristiwa kematian sementara maut dapat menderanya?

Ya, Yesus Kristus memang menyatakannya:

Yohanes 10:17-18 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Ini adalah pernyataan Yesus yang bukan saja kuat tetapi terlampau kuat untuk mampu diterima manusia, sebab sebagai manusia, Ia telah memperlakukan maut memang benar-benar tak berkuasa atas nyawanya bahkan sebagai manusia yang tak luput dari kematian, sebagai konsekuensi ia mengenakan tubuh yang sama dengan semua manusia. Pernyataan-pernyataan semacam:

-Aku memberikan nyawaku
-tidak seorangpun mengambilnya dari padaku
-aku memberinya menurut kehendakku sendiri
-aku berkuasa memberikannya
-aku berkuasa mengambilnya

Tidak saja terkesan “arogan” tetapi gila. Dan ini dalam makna literal! Ini benar adanya, respon pendengarnya menunjukan bahwa Yesus tak pernah sama sekali mengoreksinya, bila saja ia telah berkata melampaui apa yang harus diucapkannya:

Yohanes 10:19-20 Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka Ia kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia?

namun di saat yang sama, ada juga pendengar yang sementara tak mengerti dan tak juga lebih baik dalam memahami Yesus, tak kuasa untuk juga membantah dan menistanya:

Yohanes 10:21 Yang lain berkata: "Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan mata orang-orang buta?"

Yesus Kristus, sebetulnya, di hadapan manusia tidak hanya menunjukan bahwa ia dapat bermujizat, tetapi ia sendiri membuat banyak manusia dapat melihat bahwa Ia berkuasa dan dalam ia berkuasa mampu menunjukan kepada manusia bahwa setan tidak ada apa-apanya bagi Yesus dan dihadapan Yesus itu sendiri.


Bahkan para pemangku kepentingan yang bertanggungjawab atas peristiwa kematian Yesus, sadar betul bahwa mereka sedang berurusan dengan seseorang yang telah menyatakan secara publik bahwa Ia berotoritas atas kematian dan kebangkitan dirinya sendiri:

Matius 27:62-66 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, dan mereka berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." Kata Pilatus kepada mereka: "Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya." Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.

Secara tak langsung kematian Yesus yang dikemukakannya sendiri sebagai sebuah hal skriptural dan merupakan penggenapa skriptural, telah diimani tidak saja secara positif, tetapi juga secara negatif yang menghasilkan keputusan-keputusan legal, politis dan historis berdasarkan semata perkataan Yesus. Ini satu-satunya aspek yang menunjukan bahwa Kematian Yesus melampaui pemerintahan dunia ini dan sekaligus maut, sebab hal-hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan setiap elemen politik, penguasa agama dan kekuatan militer adidaya Roma:

1
Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit
2
perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga
3
Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya ." Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.

Bahwa kematian Yesus dalam otoritas Yesus sendiri dan bukan dalam otoritas maut, pun kembali merupakan sebuah peristiwa skriptural yang membangkitkan peristiwa politis  oleh para penguasa dunia, untuk membungkam Yesus Kristus. Perhatikan hal ini:

Matius 28:11- 15 Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa." Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.

Salah satu hal penting yang menjadi fokus  banyak orang terkait Yesus adalah: Ia yang berkata bahwa Ia adalah Anak Allah. Sangat berbeda dengan  apa yang diajarkan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono yang menafsirkan secara salah Filipi 2:6 sehingga dikatakannya bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah, Alkitab mencatat bahwa orang banyak sangat kerap mendengar bahwa Yesus berkata bahwa Ia adalah Anak Allah. Bahwa Yesus tidak melepaskan haknya sebagai Anak Allah, nyata dari respon masyarakat beserta imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua dalam memandang  Yesus yang menurut akal sehat mereka, inilah saatnya ia bertindak sebagai Anak Allah sebagaimana klaimnya:

Matius 27:39-43 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah."

Di sinilah kontradiksi bagi manusia ketika gagal memahami relasi diri Yesus terhadap kematian dirinya sendiri. Manusia memandangnya sebagai ketakberdayaan terhadap maut, maka dengan demikian rasional untuk melabelkan Yesus dalam kategori ini: “Sebab upah dosa ialah maut” (Roma 6:23). Dan pemikiran semacam ini memang kuat terlihat pada masyarakat era Yesus sendiri, saat berkata: “baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya!” Semua berpikir peristiwa yang sedang dialami Yesus adalah bukti “Allah tidak berkenan kepada-Nya.” Dengan kata lain, Yesus berdosa.


Kita harus memperhatikan Yesus pada bagaimana Ia mengaplikasikan kuasanya sebagai Anak Allah, dan ini hanya bisa dilakukan  hanya jika ia tetap memiliki dan tak melepaskan haknya sebagai Anak Allah. Beginilah Yesus mengaplikasikan kuasanya sebagai Anak Allah:

Yohanes 10:17-18 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Sementara para pemimpin agama dan masyarakat memandang  penderitaan dan kematian Yesus sebagai bukti Yesus adalah manusia berdosa, atau Allah tidak berkenan kepadanya. Yesus justru sedang menggenapi apa yang telah lebih dulu diucapkannya yang penggenapannya justru hanya dapat terjadi jika penderitaan dan kematian atas dirinya berlangsung secara sempurna. Kuasanya dan haknya sebagai Anak Allah tidak pernah dilepaskannya, bahkan ia sedang mendemonstrasikan kuasanya dalam kapasitas yang tak terjamahkan oleh manusia:

1
Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali
2
Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku
3
Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri
4
Aku berkuasa memberikannya
5
dan berkuasa mengambilnya kembali

Dan Yesus sendiri sudah menyatakan, dalam hal itu, tak ada problem dosa pada dirinya yang bagaimanapun juga, sehingga Bapa tidak berkenan kepadanya. Dalam ia mengalami penderitaan dan kematian, Ia telah menyatakan peristiwa tersebut adalah: INILAH TUGAS YANG KUTERIMA DARI BAPAKU, bukan sebuah peristiwa maut menelannya sebab dosa ada pada dirinya.

Dalam hal ini peristiwa penderitaan dan kematian Yesus adalah peristiwa skriptural yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus sebagai Manusia tak berdosa, sehingga senantiasa berkenan pada Bapa, dan sebagai Anak Allah yang tak pernah  satu kali pun melepaskan haknya sebagai Anak Allah dan itu termasuk terhadap kuasa sebagaimana yang hanya dimiliki Bapa!


Soli Deo Gloria
Lampiran:

No comments:

Post a Comment