Pages

18 November 2017

Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 4

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa dan peristiwa kematian di kayu salib: apakah ia menjadi sama dengan semua manusia Sehingga berdosa dan membutuhkan pertobatan?




A. Yesus dan relasinya terhadap dosa
Teks Filipi 2:6 secara definitif memotretkan Yesus dalam sebuah kemanusiaan  dan sebuah keilahian yang tak terbayangkan dan tak terjelaskan dari sudut pandang manusia. Hal ini nampak jelas dari pernyataan rasul Paulus dalam menjelaskan keilahian Yesus Kristus tak terputuskan, sekalipun Ia sendiri melakukan tindakan penghambaan bagi dirinya sendiri, sehingga teks tersebut berbunyi:

“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
teks yang hendak menyatakan dua elemen penting yang tak terpisahkan terkait keilhian Yesus yaitu:
-dalam rupa Allah (being in the form of God-KJV)
-milik (thought it not robbery-KJV)

Ketika  rasul Paulus menyatakan siapakah Yesus Kristus, dengan sebuah permulaan Ia telah ada sejak kekekalan bukan sebagai: salah satu malaikat yang mulia atau salah satu bentuk keilahian lain yang bersifat atau mendekati Allah tetapi memang berhakekat Allah atau being in the form of God, maka sejak titik inilah, kemanusiaan Yesus memiliki kehidupannya. Bahwa kehidupannya ditentukan dan hanya bersumber dari Ia dalam rupa Allah sebagai Ia apa adanya sebagaimana Ia ada. Itu sebabnya merupakan kepemilikan yang otentik dan sebuah kehakekatan: thought it not robbery. Dalam hal ini Paulus sendiri menyatakan bahwa keilahian Yesus itu, sehingga Ia dikatakan sehakekat dengan Allah dalam kemanusiaannya, bukan merupakan sebuah pengangkatan Yesus sebagai Allah atau penggelaran Yesus dengan titel Allah.


Sehingga menjadi manusia adalah sebuah langkah pra eksistensi Yesus untuk  bukan saja mau turun dari tempat yang maha tinggi, tetapi ia mau mengenakan pada dirinya yang maha mulia sebuah  kemanusiaan yang sama sekali tidak dapat mengkilaukan kemilau kemuliaannya. Itu sebabnya rasul Paulus menuliskan hal yang tak terpahamkan dari sudut pandang manusia terkait realita tersebut dengan pernyataan: “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Ketika tindakan Yesus itu dikatakan sebagai “tidak menganggappadaequality with God a thing to be grasped (NASB),” maka kembali yang menjadi fokus adalah tindakan pra inkarnasi Yesus untuk mau melangkah turun ke tempat yang rendah dari takhtanya yang maha tinggi yang adalah “equality with God.” Ketika Ia mau turun melangkah oleh kemauannya sendiri, maka ini adalah tindakan-Nya: “did not regard equality with God a thing to be grasped” (NASB)/ tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah sebuah hal yang harus dipertahankan. Ia  melangkah turun ke bumi ini, meninggalkan kemuliaan-Nya yang maha tinggi yang merupakan kemuliaan Allah itu sendiri. Inilah titik berdiri memandang kemanusiaan Yesus.


Perendahan itu tidak berhenti di situ, sebab Ia melangkah turun dari tempatnya yang tinggi memiliki sebuah tujuan definitif yang harus dan hanya bisa dilakukan serta digenapi oleh-Nya sendiri ketika Ia mau melangkah turun ke dalam dunia ini: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Pada Filipi 2:8 inilah, kita menemukan pemikiran Paulus mengenai kemanusiaan Yesus sebagai tindakan aktif pra inkarnasi Yesus: Ia telah merendahkan diri-Nya. Dalam hal ini, menjadi manusia bukan semata bertujuan memperlihatkan Ia mau merendahkan diri, tetapi memiliki tujuan yang hanya dapat ditempuh hanya ketika Ia mau menjadi manusia. Tujuannya adalah taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Yang belakangan ini, merupakan gol yang diusungnya sejak Ia sendiri memutuskan dan bertindak untuk “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Itu sebabnya memahami relasi Yesus terhadap ketaatan hingga mati, bahkan sampai mati di kayu salib menjadi teramat penting.


Hal yang sama sangat pentingnya juga adalah, pekerjaan Yesus yang harus dilakukan secara taat sebagai Ia adalah manusia, memiliki tujuan untuk bukan saja Ia memuliakan Bapa tetapi agar Ia sendiri dimuliakan oleh segenap makluk dalam kemuliaan yang hanya milik kepunyaan Allah. Bahwa Ia sendiri dimuliakan oleh segenap makhluk dalam kemuliaan yang hanya milik kepunyaan Allah, nampak jelas dinyatakan Paulus:

“Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”- Filipi 2:9-11


Allah sangat meninggikan Dia di sini. Di sini kita melihat bahwa Ia yang telah memutuskan:
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan

Kini ditinggikan

Sehingga kita melihat peninggian Yesus Kristus oleh Bapa, bukan sebuah peninggian ke tempat yang sebelumnya tak dimilikinya tetapi pada tempat yang telah Ia tinggalkan sebagai akibat keputusan-Nya untuk melangkah turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Tentu kini kita bisa memahami perkataan Yesus yang sangat membingungkan pendengarnya, yang semacam ini:

“Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”- Yohanes 6:62


Allah sangat meninggikan Dia  sebab Ia memang layak, dan merupakan kepunyaannyalah untuk menerima kemuliaan yang merupakan kemuliaan Allah itu sendiri:

dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”

Dalam nama Yesus bagi kemuliaan Allah, Bapa! Kita seharusnya diingatkan oleh perkataan Yesus sendiri yang menyatakan: menghormati diri-Nya adalah penghormatan juga kepada Bapa-Nya:
“supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” Yohanes 5:23

Sehingga ketika kita membaca Filipi 2:5: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,” maka menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, sangat erat kaitannya dengan tindakan  pra inkarnasi Yesus: melangkah turun dari tempatnya yang tinggi ke tempat yang rendah. Sebuah tindakan lebih dari sekedar kerendahan hati dan merendahkan diri serendah-rendahnya; sebuah tindakan lebih dari sekedar ketaatan hingga mati, tetapi agar setiap anggota tubuh Kristus selama di dunia ini, melakukan hal-hal yang hanya dapat dilakukan oleh manusia kepada sesamanya manusia, yaitu mengasihi dengan kasih Allah yang besar dan menyampaikan kebar keselamatan dari Allah yang hanya ada di dalam manusia Yesus Kristus. Itu sebabnya hal ini ditegaskan oleh Paulus dengan menyatakan:

supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!- Filipi 2:10-11

Ketika Paulus mengajak jemaat untuk menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam maka jemaat sedang diminta untuk mau secara totali mau turun ke dalam dunia ini, dan meninggalkan segenap keberpusatan diri sebagai takhta diri, untuk mengenakan pada diri sendiri secara sukarela pekerjaan Allah yang hanya dapat dilakukan jika kita adalah manusia yang memiliki pikiran dan perasaan Kristus: menyatakan keselamatan dari Allah yang hanya dalam Kristus. Tentu saja dalam hal ini, saya dan anda turun ke dunia ini, menyatakan apa yang telah dilakukan Yesus pada peristiwa Salib, dan memberitakan bahwa Ia yang mati di Salib tersebut adalah: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”



Kemanusiaan Yesus & Relasinya Terhadap Dosa

Dalam  Epistel Filipi, sama sekali tidak ada gagasan bahwa Yesus memiliki relasi terhadap dosa sebagai sebuah “keluarga” atau sebagai sebuah anggota tubuh yang tak terlihat pada anatomi tubuh manusia. Tetapi sub judul ini memang harus dimunculkan oleh  karena gagasan pendeta Erastus Sabdono yang berkata:

Sikap seperti ini telah ditunjukkan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3:11). Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Hal ini dilakukan Tuhan Yesus agar Ia dapat menggenapkan seluruh kehendak Allah.”

Ada  banyak poin yang dapat diangkat dari injil terkait kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa. Mari kita melihatnya


A. Yesus dalam pencobaan Iblis
Peristiwa ini sangat penting  karena menunjukan hakekat kemanusiaan Yesus terhadap bukan saja dosa tetapi terhadap kerja kuasa pemerintahan iblis. Sehingga kasus ini hanya terjadi pada satu-satunya manusia Yesus Kristus dan tidak akan pernah terjadi pada manusia lain, oleh karena siapakah Ia, bahwa Ia adalah: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil 2:6).”

Kita harus memahami bahwa “walaupun dalam rupa Allah, tidak menggaggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan” bukan semata gagasan atau sebuah kredo manusia untuk mengangkat Yesus hingga  ke sebuah tempat yang bersifat setara, dimana sebelumnya Ia tak berada di sana. Pada peristiwa Yesus dalam pencobaan Iblis merupakan peristiwa yang menunjukan kemanusiaan Yesus bersumber  dari “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik” atau dengan kata lain, bersumber atau datang dari tempat yang tinggi ,dan Ia dalam kemanusiaannya memang sepenuhnya Anak Allah.

Ia sebelum masuk ke dalam momen dalam pencobaan Iblis, Ia oleh Bapa telah dinyatakan adalah:
“pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,” lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."- Yohanes 3:16-17

Setelah itu, inilah yang terjadi:
Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.- Matius 4:1
Di sini kita melihat, memang ada relasi kemanusiaan Yesus terhadap iblis, yaitu dicobai Iblis. Semua manusia dicobai iblis, dan karena Yesus adalah manusia juga, maka ia pun mengalaminya. Hanya saja Ia juga tidak sama dengan manusia karena hanya Ialah satu-satunya manusia yang dibawa oleh Roh Allah sendiri untuk masuk dalam pencobaan Iblis sebagai “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik.” Hal ini terlihat kuat dalam peristiwa pencobaan itu sendiri:

Matius 4:2-11


Rupa pencobaan
Sebutan bagi Yesus
Jawaban Yesus
1
Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."
Anak Allah
"Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
2
Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu."
Anak Allah
Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"
3
"Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."
-
"Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"

Iblis mengenali siapakah Yesus? Sebagaimana Bapa telah menyatakan Siapakah Ia dalam kemanusiaan maka tidak  mengherankan jika iblis mengenali siapakah Yesus sebagaimana Bapa telah menyatakannya di dunia ini kepada nabi terakhir perjanjian lama, Yohanes Pembaptis.

Sementara iblis menghendaki agar Yesus melangkah menaiki ke tempat atau posisi kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah dengan memintanya melakukan 3 hal yang hanya dapat dilakukan oleh Allah dalam kemuliaan penuh-Nya, Yesus  mempertahankan dalam ketaatan yang begitu ilahi agar Ia senantiasa tetap berada dalam posisi: walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil 2:6) hingga segala sesuatunya genap. Ia Anak Allah namun Ia telah memutuskan untuk tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, sebaliknya Ia menunjukan sebagai manusia yang hidup di dunia ini maka ia adalah manusia yang memerlukan dan hanya hidup dari firman Allah dan mengabdi bagi kebenaran firman Allah. Itu sebabnya, alih-alih Ia menjawab dengan penuh unjuk kuasa, Ia menjawab dengan penuh ketaatan pada firman Allah yang tertulis, sehingga untuk 3 tantangan iblis tersebut, Yesus menjawab dengan 3 ketaatan pada firman tertulis:

1.ada tertulis…
2.ada tertulis…
3.ada tertulis…

Bisakah kini kita menangkap maksud dari ajakan rasul Paulus yang berbunyi:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus- Filipi 2:5

Ia adalah Anak Allah, tetapi Ia telah memustuskan untuk tidak menggangap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan di dunia ini, di hadapan iblis, dan di hadapan manusia! “Ada tertulis.” Ini adalah ketaatan  yang dimiliki Yesus Kristus dan seharusnya  merupakan ketaatan yang menjadi pikiran dan perasaan untuk dilakukan sehari-hari. Jadi di sini relasi Yesus terhadap iblis dan dosa adalah tak bercela dan tak tergoyahkan, sekalipun Ia memang SANGAT LAPAR:

Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.- Matius 4:2

Kita dapat bayangkan untuk kondisi ini pada kondisi manusia, tentu saja selain sangat lapar tentu sangat lemah dan tidak dalam posisi yang optimal agar segenap dirinya dapat kuat dan kokoh untuk didera berbagai tekanan dan godaan, tetapi dalam ia sama dengan manusia, ia sama sekali tidak berdosa, tergodapun tidak!  Iblis tidak dapat melihat sedikit saja celah dalam jiwa manusia Yesus sehingga ia dapat memperbudak Yesus sebagaimana pada semua manusia. Itu sebabnya iblis harus meninggalkan dia (Matius 4:11)



B. Yesus dan dosa: apakah Ia di dalam kuasa dosa ataukah di luar jangkauan kuasa dosa
Pertanyaan relasional semacam ini tentu menarik dan sangat menggoda untuk ditarik sejauh mungkin, oleh karena teramat sukar untuk tidak tergoda memikirkan kemanusiaan manusia sebagaimana pada diri  anda  dan saya. Hal ini memang bisa mengaburkan dan melemahkan tujuan “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik” bukan sama sekali agar Yesus menjadi manusia yang lemah dihadapan dosa dan iblis, sebagaimana tadi dinyatakan dalam peristiwa Yesus dicobai iblis di padang gurun.

Tetapi daripada berspekulasi pada tubuh kemanusiaan Yesus berdasarkan penolakan terselebung pada siapakah Yesus dalam Ia adalah manusia, mari kita melihat  perkataan dan tindakan Yesus yang frontal terhadap dosa hingga kuasanya terhadap dosa:

Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.- Matius 9:2-8


Pada kasus ini ada 2 hal sekaligus terkait Yesus:
- Ia diperhadapkan dengan seorang lumpuh
- Ia berhadapan dengan kuasa dosa sebagai penyebab kelumpuhan

Terhadap dua hal tersebut Ia berkata:
- Percayakah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni
- di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa


Tetapi terkait pandangan manusia terhadap Yesus, dalam hal ini bahkan diwakili beberapa orang ahli Taurat, tindakan Yesus semacam ini telah dikatakan oleh mereka:
- Ia menghujat Allah

artinya, pada eranya, pemikiran bahwa Yesus dapat berdosa dan berdosa memang beredar luas. Tetapi terkait kasus ini, Yesus membuktikan kemuliaannya  untuk menunjukan bahwa Ia tak berdosa dan bahwa ia memang sebagaimana ia berkata “di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” dengan tindakan dan perbuatan:

"Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia”

Salah satu konsekuensi hebat dari tindakan Dia Pra inkarnasi Yesus merendahkan diri atau melangkah turun dari tempat-Nya yang tinggi dalam rupa seorang hamba adalah, ia mengalami perendahan yang tak terbayangkan oleh manusia manapun. Sementara Ia sehakekat dengan Allah seutuhnya, namun Ia juga adalah manusia seutuhnya. Yang pertama begitu sukar untuk diterima, sementara yang kedua begitu mudah untuk dijadikan dasar menghakimi Yesus: Ia  menghujat Allah.

Kita harus memahami bahwa tindakan dan perkataannya: “di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa,” sama sekali bukan langkah untuk mempertahankan kesetaraannya dengan Allah, tetapi berkait dengan apakah tujuannya datang dari tempat tinggi ke tempat rendah ini, dalam rupa manusia. Itu sebabnya, kepada dirinya sendiri, ia menyatakan dirinya Anak Manusia. Sebuah terminologi yang menunjukan bahwa kemanusiaannya sama dengan semua manusia. Itu sebabnya sangat berdasar untuk menyatakan: Ia menghujat manusia. Oleh sebab tidak ada satupun  yang dapat memahami apakah tujuannya datang ke dunia dari tempat tinggi, terkait dosa dan kemanusiaan manusia.


Yesus berkuasa atas bukan saja dosa tetapi juga penderitaan ketika ia berkata:
“Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?”


Ia yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan kini memang benar-benar sama dengan manusia dan memahami apakah penderitaan dan apakah yang dapat dihasilkan dosa dalam kehidupan manusia dalam tubuh dagingnya. Ia dapat turut merasakan, memahami dan berempati dalam cara yang tak terselami oleh jiwa manusia itu sendiri karena tak berdaya, sebagaimana tampak dalam perkataannya: MANAKAH LEBIH MUDAH. Tentu saja tidak keduanya bagi manusia, baik untuk berkata dosamu sudah diampuni dan bangunlah atau sembuhlah. Adakah manusia yang dapat berkata secara pasti dosamu sudah diampuni? Adakah manusia yang dapat memberikan bukti yang dapat diobservasi bahwa benar sudah diampuni sebagaimana Ia telah berkata?

Semua telah melihat pada saat itu, Yesus sebagai manusia, terbukti memang memiliki kuasa yang sedemikian besar sebagai seorang manusia:

Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.- Matius 9:8

Ya.. Anak Manusia, merupakan gelar yang tidak mengistimewakan Yesus tetapi menegaskan ia adalah manusia juga sebagaimana manusia. Hanya saja mereka tidak sanggup melihat bahwa Ia adalah  manusia yang berasal dari Dia yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.


C. Yesus dan Kekudusan Jiwa di hadapan dan di dalam Hukum Taurat
Yesus tak saja berkata bahwa “di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”, tetapi Ia menyatakan bahwa Ia  kudus adanya baik jiwa dan tubuhnya. Bukan semata klaim tetapi dinyatakan sebagai kebenaran berdasarkan kitab suci. Sebagai manusia Ia telah merendahkan dirinya sehingga sebagai manusia, satu-satunya dasar untuk menyorot keadaan jiwa adalah oleh terang firman Allah yang tertulis dan dicatatkan oleh para nabi kudus Allah. Perhatikan ini:
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.- Matius 5:17-18

Teks ini berbicara tentang apakah tujuan Yesus datang. Lebih lengkap lagi, apakah tujuannya:
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.- Filipi 2:6-7

sebagaimana ia bersabda, inilah tujuannya:
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya

Jikalau Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, maka mustahil Ia memiliki relasi dengan hukum Taurat  atau kitab para nabi, karena  kitab tersebut adalah bagi manusia, bukan dari Allah bagi Allah.

Lebih jauh lagi relasinya bukan sebagai yang tak berdaya, tetapi berkuasa untuk menggenapinya. Kata lain untuk menggenapinya adalah: Ia terbukti tidak berdosa atau tidak bercela atau tidak memiliki ketakudusan dihadapan firman Allah yang mahakudus! Jadi ini lebih dari sekedar ketaatan tetapi tentang Ia berkuasa untuk menggenapinya. Menggenapi di sini memang bukan terbatas pada mentaati tetapi pada menjawab segala ketetapan Allah didalam hukum Taurat dan kitab para nabi, yang nyata dinyatakannya saat berkata: Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Itu sebanya setelah itu Ia berkata tentang penghakiman sebagai yang  datang dari atas dan berkuasa untuk menggenapinya, dengan berkata:

Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.- Matius 5:19-20

Pada bagian yang saya beri penekanan dengan huruf tebal merupakan kata lain dari: tidak ada satupun manusia berdasarkan pemenuhan hukum Taurat dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Ini sebetulnya menjelaskan bentuk penghakiman tersirat pada manusia dalam relasinya terhadap hukum taurat”

1. siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil. Ini menunjukan pada bagaimana bentuk penggenapan oleh Yesus yang tak dapat dilakukan oleh manusia karena tak berdaya untuk sempurna

2. Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Artinya memang  tidak ada satupun manusia di  hadapan Yesus memenuhi kriteria Taurat.

Ini adalah penghakiman yang bersifat permanen, itu sebabnya dan menjelaskan mengapa Yesus bersabda:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya

Mengapa perlu “Ia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” itu karena tak ada satupun manusia yang dapat menggenapi hukum Taurat tanpa sama sekali ada perubahan dan pelencengan atau kemelesetan yang tak tergeserkan sedikitpun di sepanjang abad dunia ini. Itu sebabnya  Yesus bersabda:

Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi- Matius 5:18

Sekarang Yesus begitu jelas menunjukan, mengapa dan untuk apa Ia datang dari tempat tinggi-Nya ke dalam dunia ini dalam rupa seorang manusia, sehingga sama dengan kita.


D. Yesus dan Ketakbercelaan Jiwa Manusianya
Semakin menarik memang, ketika kita menggali berbagai kemungkinan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan ia manusia sejati. Apakah ia memiliki hasrat seksual? Sebagaimana manusia pasti ya. Tetapi sekudus apakah dan sekuat apakah agar bukan sebuah kecemaran bagi dirinya" Hal ini terjawab ketika  Yesus berkata “Aku datang untuk menggenapi hukum Taurat” maka kemuliaan jiwa yang sehakekat dengan kekudusan hukum Taurat akan nampak pada perkataan dan perbuatannya. Perhatikan hal-hal ini:

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.- Matius 5:27-30

Jika memandang seorang wanita, siapakah manusia yang dapat menghakimi bahwa didalam ia memang bukan sekategori dengan perbuatan zina. Ini bukan memandang dan tertarik sehingga menginginkannya sebagai seorang isteri dalam sebuah hubungan yang sehat dan benar. Siapakah yang tahu isi jiwa seorang manusia bahwa ia tidak dalam hasrat senilai dengan perbuatan zinah? Yesus sedang membawa penggenapan hukum Taurat yang memancarkan kemuliaan kehidupan kudus sejak didalam jiwa seorang manusia. Hanya manusia tak berdosa dan tak dalam penguasaan dosa, sanggup memancarkan kemuliaan hukum taurat dalam cara seperti ini. Hanya Yesus, karena pada manusia lain, hukum taurat hanya menghasilkan maut!

Dan sebetulnya pada keseluruhannya, Yesus sedang membicarakan kesempurnaan Bapa-Nya:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."- Matius 5:48


Di dunia ini, satu-satunya bukti bahwa ada manusia yang dapat sempurna seperti Bapa di sorga adalah Yesus. Sempurna, artinya: tak bercela, tak menyimpang dan tak ada yang terluputkan satupun untuk dilakukan dan ditaati, atau:

“satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat”- Matius 5:18

Sempurna  seperti Bapa juga berhubungan dengan totalitas jiwa dan apakah yang dilayani tubuhmu-siapakah yang  memerintah tubuh ini. Yesus terkait ini berkata:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.- Matius 5:17


Sampai Yesus datang ke dunia ini, barulah hukum taurat tergenapi, dan setiap manusia memiliki dasar untuk memiliki relasi dengan hukum Taurat, bukan sebagai manusia terkutuk tetapi sebagai manusia yang telah memiliki dasar untuk memiliki hubungan yang tidak perlu melakukan:” meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil” demi mengejar kesempurnaan yang bercela, karena Yesus telah datang untuk menggenapinya. Sehingga ajakan “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” mengacu pada Ia adalah Sang Penggenap, sehingga setiap manusia si dalam Kristus, dapat memiliki dasar untuk mengejar kesempurnaan seperti Bapa di sorga adalah sempurna sebagai sebuah dinamika kehidupan anak-anak yang  ber-Bapa-kan Bapa di sorga.


Karena itulah Ia datang ke dalam dunia menjadi sama dengan manusia, agar siapapun ia manusia dapat datang kepada-Nya dan belajar pada-Nya bagaimana dapat menjadi sempurna seperti Bapa di sorga, sebagaimana Ia telah menggenapinya. Hanya yang tak berdosa dan tak bercela, dengan demikian, dapat memilikinya. Satu-satunya modal dasar untuk dapat menjadi sempurna seperti Bapa, pertama: kuduslah sebagaimana Bapa, yang tak pernah sama sekali berdosa dan memiliki potensi dosa yang bagaimanapun- sebagaimana pada Yesus Sang Mesias.



E. Yesus, Siapakah Dia terhadap Problem Dosa?
Untuk apakah Yesus datang ke dunia pada tujuannya, sangat erat kaitannya pada bagaimana agar manusia dapat memiliki kekudusan sehingga dapat menjadi sempurna seperti Bapa, paling tidak pada kekudusan. Sebab selama manusia memiliki celah kecil saja dan bisa jadi bagi manusia tidak kelihatan atau terlihat sebuah hal berdosa dalam hidup ini, seperti: “menghilangkan bagian terkecil hukum Taurat” sebagaimana dilakukan oleh para guru Taurat Yahudi, maka mustahil untuk memiliki relasi yang harmonis dengan Bapa dan apalagi mengejar kesempurnaan seperti Bapa kita di sorga adalah sempurna adanya!

Sehingga tujuan Yesus datang ke dalam dunia ini dalam kebenaran walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil 2:6), pasti harus menanggulangi ketakberdayaan manusia terhadap dosa dan ketakudusan jiwa dan apalagi tubuh:

Markus 2:16-17 Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

Ini begitu dramatis bagi semua manusia. Karena pada saat Ia berkata “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” maka sebenarnya tak ada satupun dapat dikatakan sebagai orang benar berdasarkan taurat. Bukankah Yesus telah bersabda: Aku datang untuk menggenapi hukum taurat atau kitab para nabi dan baik jemaah dan pemimpin agamanya tidak satupun dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga:

Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga

Ia bahkan mengecam pemimpin agama sebagai penghantar jiwa kepada maut:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.-Matius 23:15

KJ: Woe unto you, scribes and Pharisees, hypocrites! for ye compass sea and land to make one proselyte, and when he is made, ye make him twofold more the child of hell than yourselves.

NIV: "Woe to you, teachers of the law and Pharisees, you hypocrites! You travel over land and sea to win a single convert, and when you have succeeded, you make them twice as much a child of hell as you are.

NASB "Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites, because you travel around on sea and land to make one proselyte; and when he becomes one, you make him twice as much a son of hell as yourselves.


Tidak ada yang benar, satupun tidak. Sehingga memang menjadi sempurna seperti Bapa merupakan problem kekal manusia, jika saja Yesus dalam kedatangannya  bukan  dia adalah: Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil 2:6). Tanpa perendahan diri oleh-Nya sendiri, maka Yesus tidak berkuasa sedikitpun untuk memanggil orang berdosa untuk mengalami kesembuhan dari perbelengguan dosa. Memanggil orang berdosa adalah tindakan Yesus berdasarkan Ia adalah: Anak Manusia yang Berkuasa Mengampuni Dosa.



Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama- Filipi 2:8-9

Soli Deo Gloria


 Lampiran:




No comments:

Post a Comment