Pages

11 November 2017

Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 3

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Benarkah Yesus adalah Manusia Berdosa Karena Ia telah menanggalkan Haknya sebagai Anak Tunggal dan dengan demikian Ia telah terpisah sama sekali dari Bapa atau Berdosa?




Pesan substantif  yang hendak dinyatakan oleh pendeta Dr.Erastus Sabdono adalah, bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah, tepatnya begini ia menuliskan pemikirannya: ”Teks ayat 6 itu hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.” Bagian yang saya beri penekanan dangan huruf tebal dan garis bawah merupakan pernyataan yang  tidak main-main pada siapakah Yesus setelah itu,   dimana setelah itu dalam pemikiran pendeta Erastus terletak atau berada dalam bingkai “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”

Pendeta Erastus, bukan sekedar melakukan tafsirnya bahwa Filipi 2:6 bermakna “Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah” tetapi melalui  sejumlah analisa kata  pada teks ayat 6 tersebut, ia mengisi makna “melepaskan Anak haknya sebagai Anak Allah” lebih dari sekedar dari sorga turun ke bumi  dalam rupa manusia, sebab ia membawa Yesus dalam tafsirannya sebagai Yang  dari sorga turun ke bumi dalam rupa manusia menjadi sama dengan manusia berdosa dan membutuhkan pertobatan. Ini sendiri memiliki implikasi bahwa Yesus sendiri dengan demikian jikapun ia adalah ilahi, ia memiliki aspek kecemaran dosa sehingga tidak lagi sehakekat dengan Bapa dalam Ia telah menjadi manusia.  Hal yang akan saya tinjau juga pada bagian-bagian mendatang atau pada serial terpisah.

Tetapi, saya juga mau memberikan catatan penting, sebetulnya analisa kata dan teks yang dilakukannya tidak begitu bernilai dan apalagi membantu memahami teks secara jujur, karena analisa kata yang dilakukannya, pada kenyataannya dibangun isolatif terhadap seluruh gagasan teks terhadap teks-teks  terdekatnya. Ini sendiri menjelaskan mengapa Yesus kemudian baginya adalah manusia berdosa yang membutuhkn pertobatan.

Untuk menolong, mari kita membaca kembali teks Filipi 2:6:

LAI: yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan

Lalu , mari kita bandingkan dengan:

KJ: Who, being in the form of God, thought it not robbery to be equal with God:
[Dia yang berwujud dalam rupa Allah, tidak menggangap itu adalah tindakan merampas kepunyaan  orang lain untuk menyamakan dirinya dengan Allah]

ISV: In God's own form existed he, and shared with God equality, deemed nothing needed grasping.
[Dalam wujud kepunyaan Allah sendiri ia telah ada, dan turut serta memiliki kesetaraan dengan Allah,tidak menggapnya perlu dipegang erat-erat]

NASB: who, although He existed in the form of God, did not regard equality with God a thing to be grasped,
[yang walaupun Dia telah ada dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah adalah sebuah hal yang harus dipegang erat-erat]


Saya sengaja memilih versi KJ, ISV dan NASB pembanding terhadap LAI, karena analisa kata dan teks yang dilakukan oleh pendeta Erastus, memunculkan dan menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris yang  juga  digunakan dalam versi-versi tersebut. Jadi, tidak ada yang baru sebetulnya.  Apa yang  terlihat menjadi “baru dan berbeda” dimulai pada bagaimana ia merekonstruksi Filipi 2:6: “His being on an equality with God no (act of) robbery or self arrogation, claiming to one’s self what does not belong to him”--  Atau  kalau saya terjemahkan (karena ia tidak menterjemahkannya)  akan berarti: Hakekat-Nya pada sebuah kesetaraan dengan Allah bukan merupakan sebuah tindakan merampas kepunyaan orang lain  atau arogansi diri, mengklaim menjadi diri milik seseorang yang bukan milik kepunyaannya-- sehingga dimaknakannya atau disimpulkannya begini:

“dari analisis teks ini tersimpulkan  bahwa Yesus tidak menganggap keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga sehingga Ia mempertahankan-Nya (a thing to be grasped), tetapi dengan rela melepaskannya,”

Dalam penyimpulan tersebut, pendeta Erastus  telah memaknakan dan menafsirkan  diri Yesus terkait dengan: kesehakikatannya dengan Allah dan Ia secara sukarela tidak mempertahankannya sebagai:

-tidak menganggap keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga
-karenanya tidak perlu dipertahankan
-dan dengan rela melepaskannya

Tetapi apakah wujud otentiknya, menurut pendeta Erastus Sabdono adalah: “Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.”

Benarkah Filipi 2:6 bermakna: Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai  Anak Allah? Apakah  makna melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah?





2.Filipi 2:6: benarkah Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah adalah:
Yesus menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan?

Pendeta Erastus kemudian mengisi makna apakah maksudnya “Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.”  Sehingga pernyataan ini menjadi definitif dalam pemikiran dan berdasarkan tafsirannya.

Beginilah Ia mengisi makna untuk pernyataan tersebut:

Sikap seperti ini telah ditunjukkan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3:11). Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Hal ini dilakukan Tuhan Yesus agar Ia dapat menggenapkan seluruh kehendak Allah.”


Perhatikan, yang dimaksud dengan "sikap seperti ini" adalah: “Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah” yang isi  atau makna dari sikap semacam itu  telah menunjukan Yesus Kristus adalah:

-Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa
-Ia menyamakan diri-Nya sebagai manusia yang memerlukan pertobatan

Dengan kata lain, Filipi 2:6 adalah sikap Yesus melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah adalah tindakan Yesus menjadikan dirinya sendiri manusia berdosa dan manusia yang memerlukan pertobatan.  Secara grafis, maka Yesus  ketika menjadi manusia adalah sebagai berikut:



Apakah benar Filipi 2:6 terkait “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan” adalah Yesus Kristus menanggalkan haknya sebagai Anak Allah dalam  wujud otentik Ia telah menjadi sama dengan manusia berdosa  dan  karenanya menjadi manusia yang membutuhkan pertobatan? Sebagaimana diajarkan oleh pendeta Erastus Sabdono.


Kita harus tahu bahwa Filipi 2:6 bukanlah teks yang terisolasi, dan Rasul Paulus sendiri tidak member ruang bagi sebuah spekulasi yang berbahaya terhadap apakah makna atau lebih tepatnya, apakah sesungguhnya yang terjadi  dan merupakan wujud otentik untuk “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan?”

Di sini ada 2 hal penting yang memerlukan penjelasan: pertama, apakah yang terjadi sesungguhnya terhadap pra-inkarnasi Yesus sehingga Paulus menuliskan “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”; dan kedua, apakah wujud atau realita dari tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang  harus dipertahankan. Pada Filipi 2:7 yang merupakan kontinuitas tak terpisahkdan dari 2:6 kita akan membaca sebagai berikut:

LAI: melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

KJ: But made himself of no reputation, and took upon him the form of a servant, and was made in the likeness of men:
[tetapi telah membuat dirinya sendiri tanpa reputasi, dan mengambil bagi dirinya sendiri rupa seorang hamba, dan telah dibuatkan dalam keserupaan manusia]

ISV: Instead, poured out in emptiness, a servant's form did he possess, a mortal man becoming. In human form he chose to be,
[sebaliknya, telah dituangkan dalam kekosongan, rupa milik seorang hamba telah ia miliki, menjadi seorang manusia biasa. Dalam rupa manusia ia memilih menjadi,]

NASB: but emptied Himself, taking the form of a bond-servant, and being made in the likeness of men.
[tetapi telah mengosongkan dirinya sendiri, mengambil rupa seorang hamba yang sepenuhnya mengabdi pada tuannya, dan telah dibuat naturnya dalam keserupaan manusia]

Sehingga di sini kita bisa menjawab: pertama, pra-inkarnasi Yesus adalah sehakikat dengan Bapa, dan telah memilih untuk tunduk pada apa yang akan Bapa lakukan terhadap-Nya yaitu: Ia harus “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,”; kedua, wujud dari apa yang akan Bapa lakukan terhadap-Nya adalah “mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Di sini ada hal sangat penting, yaitu: pengosongan diri-Nya  dilakukan oleh-Nya sendiri sebagai sebuah ketaatan kepada Bapa  yang wujudnya adalah mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Ini sendiri tidak memiliki gagasan menjadi manusia berdosa terkait pengosongan diri selain mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Ia mengambil natur manusia bagi dirinya sendiri sehingga ia menjadi bertubuh manusia sejati.

Sekarang, tetap ada satu pertanyaan besar terkait “mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, yaitu apakah dengan demikian Yesus menjadi sama dengan manusia berdosa dan membutuhkan pertobatan? Apakah dengan bertubuh manusia sejati maka dengan demikian Ia memiliki  kesejatian relasi dengan dosa sebagaimana pada semua manusia?

Ini hanya dapat dijawab dengan mengetahui apakah tujuan Bapa terhadap Yesus yang mengosongkan dirinya dan menjadi sama dengan manusia. Ini dapat kita temukan pada:

Filipi 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

KJ: And being found in fashion as a man, he humbled himself, and became obedient unto death, even the death of the cross.
[dan dijumpai dalam wujud seorang manusia, ia telah merendahkan dirinya sendiri, dan telah menjadi taat hingga pada kematian, bahkan kematian pada salib]

NASB: Being found in appearance as a man, He humbled Himself by becoming obedient to the point of death, even death on a cross.
[dijumpai dalam  kehadirannya sebagai seorang manusia, Ia telah merendahkan dirinya sendiri dengan menjadi taat hingga  peristiwa kematian, bahkan mati di atas sebuah salib]

Di sini manusia Yesus menjadi diketahui apakah tujuannya:
“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”- Filipi 2:6-7


Mengapa dan apakah pentingnya Ia menjadi manusia, menjadi jelas. Bukan agar ia  dapat menjadi sama dengan manusia berdosa dan memerlukan pertobatan. Sebaliknya, semua pembaca Alkitab akan melihat sebuah relasi ekslusif yang sedang dibangun oleh rasul Paulus, karena ia mengaitkan Filipi 2: 6  tersebut dengan: menjadi manusia agar Ia dapat mengalami kematian yang secara spesifik merupakan kematian di atas salib. Secara substansi, tubuh kemanusiaan Yesus di tangan Bapa memiliki sebuah tujuan atau maksud di tangan Bapa, bukan di tangan Yesus sendiri sebagai Dia yang telah mengosongkan dirinya. Kalau Yesus berelasi kuat dan eksklusif terhadap  kematian dan mati di atas salib maka kemanusiaan Yesus secara absolut tunduk melayani Sang Bapa. Tak mengherankan jika kata “hamba” bagi Yesus adalah doulo atau bond slave atau budak yang terikat melayani tuannya. Siapakah tuan dari tubuh atau manusia Yesus itu sendiri? Apakah perhambaan dosa dan maut? Jelas tidak tetapi tubuh atau kemanusiaan Yesus berhambakan atau mengabdi kepada Bapa saja yaitu melakukan kehendak Bapa yang hanya dapat dilakukannya hanya jika ia menjadi sama dengan manusia untuk dapat mengalami kematian-mati di kayu salib: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”- Fil 2:8. Itu sebabnya Alkitab LAI menuliskan  peristiwa salib itu  terkait dengan “dalam keadaan sebagai manusia.” Dalam keadaan sebagai manusia itu sendiri adalah sebagai akibat “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Filipi 2:6-7). Kemanusiaan manusia Yesus sendiri, dengan demikian sungguh berbeda dengan semua manusia lainnya sekalipun sama karena terjadinya manusia Yesus keberasalannya dari “tindakan Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Bahwa Ia dalam kesetaraannya dengan Bapa mau berdasarkan kehendaknya sendiri mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.


Artinya apa? Dia tidak menanggalkan  sama sekali Siapakah atau Hakekat Ilahi-Nya yang telah dimilikinya bersama Bapa sejak sebelum berinkarnasi, tetapi inilah yang terjadi: sementara Ia sendiri dalam rupa Allah yang memiliki kesetaraan dengan Allah, berkehendak secara sukarela mengambilkan bagi dirinya sendiri rupa seorang hamba, sehingga sekalipun Ia  sendiri adalah Allah, Ia masuk ke dalam dunia mengenakan tubuh manusia sejati untuk mengalami kematian dalam maksud dan rancangan Allah, bahkan sebelum Ia sendiri menjadi manusia dan saat Ia masih bersama dengan Bapa- ia menjadi manusia, ia akan mengalami kematian dan bagaimana caranya ia akan mati telah ditetapkan dalam kekekalan dengan demikian-, sebab Paulus mengaitkan kematian dan kematian di kayu salib secara langsung dengan: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,” (Filipi 2:6). Secara grafis dapat dijelaskan sebagai berikut:


Kita harus mengerti, tidak mungkin Anak Tunggal Allah bisa mengalami kematian jika Ia mempertahankan kesehakekatan-Nya dengan Allah sehingga tidak mau mengenakan pada-Nya tubuh seorang hamba, seorang manusia sama seperti kita, hanya saja Ia sendiri bertuankan pada Bapa dalam Ia mengalami pengosongan diri yaitu mengenakan kemanusiaannya sementara Ia  sendiri sehakekat dengan Allah.

Sebagai pembanding terhadap Filipi 2:6, Surat Kepada Orang Ibrani sendiri, secara khusus menjelaskan apakah tujuan Ia telah menjadi manusia dan  bagaimana Ia menjadi manusia:

Ibrani 10:5-9 Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku--. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." Di atas Ia berkata: "Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya" --meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat--. Dan kemudian kata-Nya: "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.

Rasul Paulus terkait Filipi 2:6, telah memberikan penjelasan mengapa Ia telah mengosongkan dirinya dan menjadi manusia, bahkan secara definitif hal itu ditautkan dengan apa yang harus dilakukan Yesus sebagai manusia dan dalam ketaatan:  mengalami kematian. Bukan sembarang kematian, tetapi kematian dalam rancangan-Nya: pada salib. Semua itu hanya tergenapi jika Ia mau menjadi manusia, dan peristiwa salib itu sendiri, yang diangkat oleh Rasul Paulus, akan menunjukan bahwa Yesus harus melakukan sebagaimana dituliskan Paulus dalam Filipi 2:6, bukan agar sama dengan manusia berdosa dan  membutuhkan pertobatan.


Tidak pernah sebagaimana dipikirkan oleh pendeta Erastus, karena Rasul Paulus tidak pernah mengajarkan Yesus sebagai manusia berdosa yang membutuhkan pertobatan. Problem terbesar yang dimiliki oleh pendeta Erastus: ia mengisolasikan Filipi 2:6 dari penjelasan-penjelasan oleh ayat-ayat terdekatnya, dan menggantikannya dengan kesimpulan yang dibangun berdasarkan analisis kata pada teks yang terisolasi dari keseluruhan gagasan  pada Filipi 2:6  yang turut dibangun oleh ayat-ayat terdekatnya.


Filipi 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.



Lampiran:






No comments:

Post a Comment