Pages

21 November 2016

Tinjauan:Pengajaran Pdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (13/40)

Oleh: Martin Simamora

Sepuluh Bagian Kedua
Umat Manusia Dalam Pandangan Allah Yang Mengustus Yesus

(Lebih dulu di “Bible Alone”-Selasa,26 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)



Bacalah lebih dulu: “bagian 12” 

Allah dari tempat-Nya yang mahatinggi  telah memandang bahwa manusia itu telah berdosa dan telah berada di bawah penghakiman-Nya, sehingga begitu menarik untuk diketahui apakah, kemudian, Allah memiliki pemandangan  yang berbeda ketika pada era kedatangan Yesus Kristus kita membaca sabda semacam ini yang sekilas begitu berbeda nuansa dan “Allah”nya (begitukah??):

Yohanes 3:16-17 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.


Begitu besar kasih Allah akan dunia ini?Inikah Allah yang sama itu yang pada era sebelum Yesus datang begitu lantang menyatakan dirinya Sang hakim dan penghakimannya satu-satunya yang benar dan mutlak?


Kita harus memahami bahwa Allah  adalah Sang Hakim juga secara bersamaan adalah Allah yang menghendaki kehidupan bukan kebinasaan berdasarkan kasih yang begitu kokoh tegak dalam dan berdasarkan pengikatan janji diri-Nya dan tindakan dirinya untuk menggenapkannya kepada manusia  yang dikehendakinya sementara Ia sendiri adalah Sang Hakim. Misal pada episode-episode berikut ini:


Ulangan 30:6 Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup.


Tindakan kasih Allah dalam era sebelum Yesus Kristus bahkan tepat sebagaimana pada era setelah Yesus Kristus, yaitu harus datang dari Allah yang bertindak: “Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu.” Bandingkan dengan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” Untuk apa atau apakah tujuan Allah itu? Agar: “engkau hidup” atau “setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa.”


Pada era sebelum Yesus, “begitu besar kasih Allah” telah merupakan hal yang begitu monumental di sepanjang sejarah dunia ini. Mari perhatikan sejumlah peristiwa berikut ini:

Yeremia 31:33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.

“Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” pada dasarnya bukan sebuah  sebab akibat semacam: “jika mereka melakukan dan mentaati hukum-hukum-Ku” maka “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.” Tidak demikian sama sekali. Mengapa demikian?



Karena “begitu besar kasih Allah” bukan hukum tetapi Allah mengadakan perjanjian yang mengikatkan dirinya sementara Israel kala itu adalah bangsa yang dihadapan-Nya adalah bangsa yang sedang berada di dalam murka-Nya dan dalam kutuk-Nya akibat ketaktaatan pada hukum-hukum-Nya:

Yeremia 31:10 Dia yang telah menyerakkan Israel akan mengumpulkannya kembali, dan menjaganya seperti gembala terhadap kawanan dombanya!


Bagaimanakah keberserakan Israel itu?

Yeremia 29:1 Beginilah bunyi surat yang dikirim oleh nabi Yeremia dari Yerusalem kepada tua-tua di antara orang buangan, kepada imam-imam, kepada nabi-nabi dan kepada seluruh rakyat yang telah diangkut ke dalam pembuangan oleh Nebukadnezar dari Yerusalem ke Babel.


Yeremia 27:1-8 Pada permulaan pemerintahan Zedekia, anak Yosia raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN kepada Yeremia. Beginilah firman TUHAN kepadaku: "Buatlah tali pengikat dan gandar, lalu pasanglah itu pada tengkukmu! Kemudian kirimlah pesan kepada raja Edom, kepada raja Moab, kepada raja bani Amon, kepada raja Tirus dan kepada raja Sidon, dengan perantaraan utusan-utusan yang telah datang ke Yerusalem menghadap Zedekia, raja Yehuda. Perintahkanlah mereka mengatakan kepada tuan-tuan mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Beginilah harus kamu katakan kepada tuan-tuanmu: Akulah yang menjadikan bumi, manusia dan hewan yang ada di atas muka bumi dengan kekuatan-Ku yang besar dan dengan lengan-Ku yang terentang, dan Aku memberikannya kepada orang yang benar di mata-Ku. Dan sekarang, Aku menyerahkan segala negeri ini ke dalam tangan hamba-Ku, yakni Nebukadnezar, raja Babel; juga binatang di padang telah Kuserahkan supaya tunduk kepadanya. Segala bangsa akan takluk kepadanya dan kepada anaknya dan kepada cucunya, sampai saatnya juga tiba bagi negerinya sendiri, maka banyak bangsa dan raja-raja yang besar akan menaklukkannya. Tetapi bangsa dan kerajaan yang tidak mau takluk kepada Nebukadnezar, raja Babel, dan yang tidak mau menyerahkan tengkuknya ke bawah kuk raja Babel, maka bangsa itu akan Kuhukum dengan pedang, kelaparan dan penyakit sampar, demikianlah firman TUHAN, sampai mereka Kuserahkan ke dalam tangannya.


Yeremia 26:1 Pada permulaan pemerintahan Yoyakim, anak Yosia raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN, bunyinya: Beginilah firman TUHAN: "Berdirilah di pelataran rumah TUHAN dan katakanlah kepada penduduk segala kota Yehuda, yang datang untuk sujud di rumah TUHAN, segala firman yang Kuperintahkan untuk kaukatakan kepada mereka. Janganlah kaukurangi sepatah katapun! Mungkin mereka mau mendengarkan dan masing-masing mau berbalik dari tingkah langkahnya yang jahat, sehingga Aku menyesal akan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka oleh karena perbuatan-perbuatan mereka yang jahat. Jadi katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN: Jika kamu tidak mau mendengarkan Aku, tidak mau mengikuti Taurat-Ku yang telah Kubentangkan di hadapanmu, dan tidak mau mendengarkan perkataan hamba-hamba-Ku, para nabi, yang terus-menerus Kuutus kepadamu, --tetapi kamu tidak mau mendengarkan--maka Aku akan membuat rumah ini sama seperti Silo, dan kota ini menjadi kutuk bagi segala bangsa di bumi."


Sementara Ia mahakudus dan mustahil berkompromi dengan dosa selain kejijikan yang membuat kekudusan-Nya menghakimi dan membinasakan seketika,  tetapi dalam itu semua tak membuat bangsa yang dimaui-Nya untuk dikasihi-Nya menjadi terhilang atau menjadi lepas dari maksud-Nya sebagai akibat ketaktaatan Israel pada apa yang dikehendaki Allah. Ingat, dalam hal ini Allah tidak menyusutkan derajat kekudusan-Nya dan hanya Dia saja yang dapat memastikan kekudusan sebagaimana Ia adanya ada pada Israel. Tetapi bagaimana caranya? Caranya adalah cara Allah itu sendiri. Perhatikan hal berikut ini:


Yeremia 33:1-3,8 Datanglah firman TUHAN untuk kedua kalinya kepada Yeremia, ketika ia masih terkurung di pelataran penjagaan itu, bunyinya: Beginilah firman TUHAN, yang telah menjadikan bumi dengan membentuknya dan menegakkannya--TUHAN ialah nama-Nya--: Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui. [..]Aku akan mentahirkan mereka dari segala kesalahan yang mereka lakukan dengan berdosa terhadap Aku, dan Aku akan mengampuni segala kesalahan yang mereka lakukan dengan berdosa dan dengan memberontak terhadap Aku.


“begitu besar kasih Allah” pada era sebelum Yesus Kristus adalah kasih Allah di dalam murka terhadap dosa yang  pengampunan dan pentahirannya hanya mungkin datang dari Allah. Dalam “begitu besar kasih Allah” pada sebelum Yesus Kristus sama sekali tak ada sebuah pengabaian betapa pentingnya pertobatan, pengampunan dan pentahiran sehingga pada golnya adalah kembali hidup bagi Allah dari Allah.


Perhatikan baik-baik, “begitu besar kasih Allah” itu melampaui kebebalan manusia yang dikasihi dan melampaui pemahaman dan kekuatan manusia untuk memahami  sejauh apa, seluas apa, sedalam apa dan setinggi apa pengampunan itu harus terus-menerus diberikan? Jika kita mengabaikan bahwa “begitu besar kasih Allah” itu lahir dari Allah yang berjanji untuk melakukan sementara yang mau dikasihi sedemikian sedang berada dalam murka-Nya, maka tak akan ada yang dapat mengakui jika benar ada Tuhan yang seperti ini, ada:


Yeremia 34:8-11 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, sesudah raja Zedekia mengikat perjanjian dengan segenap rakyat yang ada di Yerusalem untuk memaklumkan pembebasan, supaya setiap orang melepaskan budaknya bangsa Ibrani, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai orang merdeka, sehingga tidak ada seorangpun lagi yang memperbudak seorang Yehuda, saudaranya. Maka semua pemuka dan segenap rakyat yang ikut serta dalam perjanjian itu menyetujui, bahwa setiap orang akan melepaskan budaknya laki-laki dan budaknya perempuan sebagai orang merdeka, sehingga tidak ada lagi yang memperbudak mereka. Orang-orang itu menyetujuinya, lalu melepaskan mereka. Tetapi sesudah itu mereka berbalik pikiran, lalu mengambil kembali budak-budak lelaki dan perempuan yang telah mereka lepaskan sebagai orang merdeka itu dan menundukkan mereka menjadi budak laki-laki dan budak perempuan lagi.


Itulah sebabnya ketika setelah mereka mendapatkan kasih setia Tuhan menyelamatkan mereka dari kebinasaan melalui pertobatan dalam “begitu besar kasih Allah” sehingga segera memberikan pengampunan dan pentahiran, dan  manakala mereka terjatuh kembali dalam dosa yang baru “sekedar” berterbangan di pikiran, belum juga mewujud, belum juga mendaging dan belum juga terlembagakan, maka Allah bertindak MENENTANG mereka kembali. Perhatikan, pemberontakan di sini dan sejatinya semua manusia sejak Adam dan Hawa, pemberontakannya senantiasa bergerak dari dalam jiwa dalam ruang-ruang yang begitu tersembunyi dari pandangan  mata atau penuh dengan perenungan dan kenyamanan untuk terus bergerak sekalipun nurani berkebaratan, yaitu: bertakhta dalam pikiran. Hal ini sendiri telah menunjukan betapa sebetulnya tak ada sedikit saja ruang keselamatan pada diri manusia itu sendiri untuk selamat dari dampak maut yang dihasilkannya sendiri dari kejahatan mereka di mata Allah. Baru saja semua pemuka dan segenap rakyat menyetujui, mereka segera BERBALIK PIKIRAN. Sejak semula dosa bermula dari hakikat manusia yaitu: tak mampu memerdekakan diri sendiri dari perbelengguan daging yang takluk pada atau melayani dosa secara senantiasa- maksudnya jiwa manusia merespon hasrat dosa bagaikan kilat yang menyambar-nyambar. Betapa celakanya manusia itu untuk dapat diharapkan  menolong sedikit saja dirinya agar Allah tak terlalu banyak dan tak terlalu besar menolong manusia sampai-sampai Allah harus berbuat segala-galanya. Faktanya memang Allah hanya dapat mengingat diri-Nya sendiri dan hanya dapat mengingat apa yang telah dijanjikan dan dilakukan-Nya agar manusia-manusia yang dikasihinya itu selamat! Perhatikanlah hal ini:


Yeremia 34:12-17 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Aku sendiri telah mengikat perjanjian dengan nenek moyangmu pada waktu Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan, isinya: Pada akhir tujuh tahun haruslah kamu masing-masing melepaskan saudaranya bangsa Ibrani yang sudah menjual dirinya kepadamu; ia akan bekerja padamu enam tahun lamanya, kemudian haruslah engkau melepaskan dia sebagai orang merdeka. Tetapi nenek moyangmu tidak mendengarkan Aku dan tidak memperhatikan Aku. Hari ini kamu telah bertobat dan melakukan apa yang benar di mata-Ku karena setiap orang memaklumkan pembebasan kepada saudaranya, dan kamu telah mengikat perjanjian di hadapan-Ku di rumah yang atasnya nama-Ku diserukan. Tetapi kamu telah berbalik pikiran dan telah menajiskan nama-Ku; kamu masing-masing telah mengambil kembali budaknya laki-laki dan budaknya perempuan, yang telah kamu lepaskan sebagai orang merdeka menurut keinginannya, dan telah menundukkan mereka, supaya mereka menjadi budakmu laki-laki dan budakmu perempuan lagi. Sebab itu beginilah firman TUHAN: Kamu ini tidak mendengarkan Aku agar setiap orang memaklumkan pembebasan kepada sesamanya dan kepada saudaranya, maka sesungguhnya, Aku memaklumkan bagimu pembebasan, demikianlah firman TUHAN, untuk diserahkan kepada pedang, penyakit sampar dan kelaparan. Aku akan membuat kamu menjadi kengerian bagi segala kerajaan di bumi.


Ayat18-22 Dan Aku akan menyerahkan orang-orang, yang melanggar perjanjian-Ku dan yang tidak menepati isi perjanjian yang mereka ikat di hadapan-Ku, dengan memotong anak lembu jantan menjadi dua untuk berjalan di antara belahan-belahannya; pemuka-pemuka Yehuda, pemuka-pemuka Yerusalem, pegawai-pegawai istana, imam-imam dan segenap rakyat negeri yang telah berjalan di antara belahan-belahan anak lembu jantan itu, mereka akan Kuserahkan ke dalam tangan musuh mereka dan ke dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawa mereka, sehingga mayat mereka menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi. Juga Zedekia, raja Yehuda, beserta para pemukanya akan Kuserahkan ke dalam tangan musuh mereka dan ke dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawa mereka dan ke dalam tangan tentara raja Babel yang sekarang telah berangkat dari pada kamu. Sesungguhnya, demikianlah firman TUHAN, Aku memberi perintah dan membawa mereka kembali ke kota ini untuk memeranginya, merebutnya dan menghanguskannya dengan api. Aku akan membuat kota-kota Yehuda menjadi ketandusan tanpa penduduk."


Seharusnya di sini Israel sebagai bangsa telah punah. Ini adalah pembasmian sebuah etnis: sehingga mayat mereka menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi dan Kuserahkan ke dalam tangan musuh mereka dan ke dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawa mereka. Seharusnya Kitab Yeremia berisikan kepunahan Israel selama-lamanya dan kegagalan Allah untuk menjadikan Israel alat di tangan-Nya untuk mewujudkan maksud-Nya di bumi ini sebagaimana di dalam pikiran-Nya.




Tapi demikiankah??
Harus diakui bahwa kebinasaan adalah tak terelakan! Ini harus dicamkan. Berkali-kali Allah memberikan kesempatan untuk bertobat maka setiap kali itu pada detik dalam kekekalan pikiran manusia atau belum lagi mewujud pemberontakan pada pikiran itu masuk ke dalam waktu dan ruang, sudah terjadi.


Sehingga ketika kita melihat bahwa “begitu besar kasih Allah itu” maka kita harus memandangnya dengan penuh hormat dan tahu diri akan siapakah aku yang sedang dikasihi-Nya dan penuh kekudusan. Mengapa? Sebab  “begitu besar kasih Allah itu” merupakah kasih dari Allah yang mahakudus. Camkah itu! Itu  adalah kasih dari Allah yang mahakudus.


Satu-satunya keselamatan dalam realitas Allah yang begitu besar kasih-Nya, ternyata datang dari Allah yang mengasihi dan bertindak untuk mengasihi sehingga kebinasaan tak berlangsung akibat dosa sehingga Israel sebagai umat Allah di antara bangsa-bangsa tetap ada. Perhatikan hal ini:


Yeremia44:26-Maka dengarkanlah firman TUHAN, hai semua orang Yehuda yang diam di tanah Mesir: Sesungguhnya, Aku telah bersumpah demi nama-Ku yang besar--firman TUHAN--bahwa nama-Ku tidak akan diserukan lagi oleh seseorang Yehuda di segenap tanah Mesir, dengan berkata: Demi Tuhan ALLAH yang hidup! Sesungguhnya Aku berjaga-jaga untuk kecelakaan mereka dan bukan untuk kebahagiaan mereka; setiap orang Yehuda yang ada di tanah Mesir akan dihabiskan oleh pedang dan oleh kelaparan sampai mereka punah sama sekali. Hanya beberapa orang yang terluput dari pedang--jumlahnya kecil--yang akan kembali dari tanah Mesir ke tanah Yehuda. Maka seluruh sisa Yehuda yang telah pergi ke Mesir untuk tinggal sebagai orang asing di sana akan mengetahui perkataan siapa yang terwujud, perkataan-Ku atau perkataan mereka. Inilah tanda bagimu, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menghukum kamu di tempat ini, supaya kamu mengetahui bahwa perkataan-perkataan-Ku terhadap kamu akan sungguh-sungguh terwujud untuk kecelakaanmu.


Begitu besar kasih Allah itu” pada puncaknya berbicara mengenai Allah yang dalam murka-Nya terikat pada diri-Nya sendiri baik pada maksud atau pikiran dan perkataan yang diucapkan atau disabdakan-Nya sendiri, sehingga senantiasa Allah akan hadir sebagai Allah yang maha-setia baik dalam kasih dan dalam murka dahsyat akibat kekudusan-Nya yang tak dapat beriringan dengan  dosa, dengan kata lain dalam kesetiaan Allah yang sedemikian tak akan pernah Allah menjadi budak ketakberdayaan manusia atau budak pelayan dosa manusia demi selamatnya manusia. Perhatikan ini:

Yeremia 50:17-20 Israel adalah seperti domba yang diceraiberaikan, dihalaukan oleh singa-singa. Mula-mula raja Asyur memakan dia, dan sekarang pada akhirnya Nebukadnezar, raja Babel, mengerumit tulang-tulangnya. Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku menghukum raja Babel dan negerinya, seperti Aku telah menghukum raja Asyur. Tetapi Aku akan mengembalikan Israel ke padang rumputnya, supaya ia makan rumput di atas Karmel dan di Basan, dan menjadi kenyang di atas pegunungan Efraim dan di Gilead. Pada waktu itu dan pada masa itu, demikianlah firman TUHAN, orang akan mencari kesalahan Israel, tetapi tidak didapatnya, dan dosa Yehuda, tetapi tidak ada ditemukannya, sebab Aku akan mengampuni orang-orang yang Kubiarkan tinggal hidup.


Seharusnya jika Allah menuntut keselamatan berdasarkan ketaatan pada hukum, maka Israel pada hakikatnya sudah binasa. Binasa sebab senantiasa memberontak bahkan sejak dalam alam kekekalan pikiran manusia yang belum lagi mewujud dalam tindakan pada waktu dan ruang! Harus dicamkan bahwa orang tak mendapatkan kesalahan dan dosa pada Israel dan Yehuda, bukan berdasarkan realitas mereka semua telah mencapai kemahasucian, tetapi semata  2 hal saja: (1) Allah mengampuni dan (2) Allah membiarkan sedikit Israel hidup yang terjadi karena telah diampuni- ini menunjukan Allah tak pernah bersetia pada manusia sampai-sampai Ia harus dan terpaksa menistakan kekudusan-Nya sendiri.



Itulah “kasih Allah yang begitu besar” dalam  era sebelum Yesus Kristus.





Ketika anda membaca sabda Yesus pada Yohanes 3:16-17 maka sebetulnya Sang Firman kala sudah datang ke dalam dunia mengambil rupa  manusia pada dirinya, Allah, di sorga, apakah kemudian menjadi memiliki pertimbangan-timbangan yang berbeda, lebih lunak, memfleksibelkan ketunggalan hukum-Nya dan kebenaran-Nya atau menjadi tak sekudus saat sebelum Ia Sang Firman datang ke dalam dunia ini, karena, kemudian, IA  mengakomodasi batas-batas ketakberdayaan manusia itu sehingga hukum-Nya dan kebenaran-Nya di dunia telah disusutkan tak lagi semenjulang kekudusan-Nya, tidak pernah terjadi yang demikian! Dengan kata lain, Allah pada era sebelum Yesus dan pada era setelah Yesus tetap sama. Pertama-tama Ia tetap Allah yang begitu besar kasih-Nya. Ketakberubahan itu begitu terindikasi pada pernyataan Yesus yang berbunyi: supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa. Dengan kata lain di dalam Allah yang begitu  besar kasih-Nya tetap terkandung sebuah penghakiman? Penghakiman terhadap apa? Terhadap  manusia-manusia yang hidup dalam dosa dan menolak menerima pengampunan dari Allah, sebagaimana yang telah dibuktikan Allah pada perjalanan sejarah Israel. Pengampunan Allah bukan semata pengampunan  dalam konsepsi dan dalam gerak yang harus dipenuhi manusia, sebab pada era sebelum Yesus, itulah yang telah dinyatakan Allah, yaitu: manusia tak akan berdaya memenuhi tuntutan kekudusan Allah yang dimulai dari pikiran yang sanggup menggenapi segenap maksud kudus Allah agar jadi dalam kehidupan setiap dari umat-Nya di dunia ini. Mari perhatikan sejumlah pernyataan  dan sabda-sabda Yesus berikut ini:


Yohanes 9:1-3 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.


Hal yang nampak lazim untuk mengaitkan sebuah sakit penyakit dengan dosa, sebab memang demikianlah yang terjadi dalam sejarah Israel. Orang kerap bertanya-tanya dan terhenyak jika melihat sebuah kemalapetakaan,  sebab secara alami akan mengantisipasi hal semacam ini dengan pertanyaan: dosa apakah yang telah dilakukannya atau telah dilakukan keluarganya itu sehingga menjadi sakit atau ditimpa kemalangan yang begitu tragis [harus dipahami juga  bahwa pada kesempatan lain Yesus memang berkuasa untuk menunjukan dosa bertautan dengan kemalapetakaan, misal: Lukas 13:1-5 sebagai ganjaran atas dosa dan penolakan untuk bertobat dari jalan-jalan yang jahat]. Tetapi, dalam perkara ini, apa yang menjulang tinggi: siapakah Yesus sehingga dapat berkata dalam sebuah penjelasan yang mahatahu atas realitas jiwa manusia dalam dunia yang berdosa ini,  dalam cara seperti ini: “bukan dia dan bukan juga orang tuanya,” untuk menjawab: “siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya?” yang sekaligus penyingkiran varian-varian kebenaran yang mungkin sekali terjadi!  Bahkan Yesus berkuasa untuk  menjelaskan jika bukan karena dosa, lalu apa penyebabnya? Ia menjelaskan dengan menyatakan hal yang tak akan dapat dipahami siapapun manusia karena menjawab: “karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Di sini ada sebuah koneksitas atau Yesus secara terbuka menunjukan koneksitas yang begitu absolut dan tunggal antara dirinya dengan problem manusia dalam dosa dan problem manusia dalam murka dan penghakiman Allah, tepat sebagaimana pada era sebelum Yesus datang ke dunia ini.


Yesus tak hendak mengatakan bahwa orang tua dan dia yang terlahir buta itu sebagai yang tak berdosa atau tak memiliki keberdosaan, tetapi  dalam dunia dan segenap manusia yang hidupnya dalam kegelapan dosa, Ia sedang menyatakan bahwa Allah bekerja di tengah-tengah manusia berdosa yang dikuasai oleh kegelapan yang memerintah dunia untuk menunjukan kasih-Nya yang begitu besar sementara Ia sedang menghakimi dosa. INI ADALAH REALITAS PEMERINTAHAN ALLAH DI TENGAH-TENGAH DUNIA PEMERINTAHAN IBLIS yang sedang dinyatakan oleh Yesus!  


Presentasi  kuasa terang manusia yang ada dalam Sang Mesias kepada dunia, dalam realitas tak dapat ditaklukan oleh kegelapan, sementara Sang Mesias masuk ke dalam rejim pemerintahan iblis di dunia ini, tak sebagaimana yang terjadi pada manusia-manusia.


Koneksitas Yesus tepat pada dirinya sendiri dengan penghakiman Allah atas pemerintahan kegelapan di dunia sedang didemonstrasikan secara begitu keras dalam kemanusiaannya terhadap manusia telah  tersingkap saat  berkata: bukan karena dosa tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia




Apakah keistimewaan “dia” sehingga Allah menggunakannya untuk menyatakan pekerjaan-pekerjaan Allah?

Apakah keistimewaan “dia” adalah absolut dan satu-satunya yaitu: berdosa dan  berada dalam pengaruh/perbudakan dosa sebab berada dalam dalam kungkungan rejim iblis. Apakah pekerjaan-pekerjaan Allah itu, tak lain tak bukan: Allah yang bekerja dalam Yesus Kristus yang mengatasi kuasa rejim iblis atas manusia itu. Karena itu, pada hal terdasar, harus dikatakan kedatangannya bukan sama sekali semacam invasi militeristik atas rejim kuasa kegelapan melalui pekerjaan kuasa-Nya yang dapat dilihat manusia secara lahiriah sebab Ia Tuhan yang tak memerlukan invasi seolah lawan-Nya berkekuatan setanding. Itu nyata pada peristiwa penuh kuasa  pada Yohanes 9:1-3 tadi, Allah memperlihatkan terang kebenaran di dalam Yesus yang satu-satunya itu karena ia dalam realitasnya tak memperhitungkan sama sekali berbagai versi kebenaran para manusia yang menghadangnya saat itu, tetapi ia satu-satunya kebenaran terhadap problem dosa dan jalan keselamatan dari maut yang Nampak dari pernyataan-Nya sendiri: Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.



Ia adalah terang manusia.Terang dunia merupakan operasi pemerintahan kerajaan Allah di dalam dan melalui Yesus atas rejim kerajaan iblis yang bertahta di atas jiwa-jiwa manusia yang terbelenggu dosa. Operasi atau pekerjaan Allah itu dinyatakan Yesus  dengan berkata: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia,” karena  tepat pada pernyataan ini, Ia sedang menunjukan bahwa dalam Ia berkuasa secara maha-kuasa atas kerajaan iblis, itu karena Sang Mesias senantiasa berada di dalam momentum senantiasa kekal bersama dengan Bapa, sementara di dunia ini ia dalam rupa manusia [bandingkan dan perhatijan pernyataan Yesus ini semacam ini: Aku dan Bapa satu- Yohanes 10:30; Yoh 14:6].



Sehingga dalam hal ini ia maha-kuasa dan maha-hadir di seantero juridiksi pemerintahan rejim kegelapan, sementara ia memang tak dapat hadir sekaligus di muka bumi ini atau ia memang begitu terbatas secara geografis dan dalam realitas manusia.  Kebenaran ini dapat ditemukan dalam sabda Yesus ini:  

-Yohanes 9:5 Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."  


Teks ini bukan sekedar kata-kata puitis, bukan sama sekali dan juga bukan sedang berbicara mengenai kemaha-hadiran Sang Mesias dalam visualitas manusia tetapi kemahakuasaannya terhadap pemerintahan iblis semesta! Yesus sedang menyatakan pendominasiannya atas rejim pemerintahan iblis yang mencengkram dunia ini melalui penghadirannya dan kehadirannya, sementara ia secara geografis hanya ada di satu poin dalam peta dunia.   


Selama Aku di dalam dunia” harus dipahami sebagai eksistensi non geografis dan eksistensi non jasmaniah yang terbatas, karena merupakan eksistensinya sebagai Anak Allah yang berkuasa dan pemerintahan-Nya yang sedang dating dan sedang menguasai dunia hingga segala maksud-Nya dan rencana-Nya digenapi-Nya. 


Mengapa dikatakan demikian? Karena selama di dalam dunia ia menunjukan eksistensinya melampaui keberadaan jasmaniahnya, sebab memang hakikat-Nya bukan pada keterbatasan manusianya tetapi pada apa yang ada di dalam manusia Yesus yang tak dapat dibatasi dan dikuasai [Yoh 1:5]oleh kerajaan iblis, yaitu: “terang dunia.“  


Selama Aku di dalam dunia,” menunjukan sebuah tempo tertentu yang begitu jelas  kesementaraan baginya, yang menujukan maksud kedatangannya dalam rupa manusia yang merupakan perendahan dirinya sehingga Ia dapat mengalami kematian dalam deskripsi terhina yang mencerminkan kematian yang bekerja dalam setiap manusia yang berada di dalam cengkaraman rejim iblis [Ibrani 2:7,9], dan apakah yang harus dikerjakannya berdasarkan kuasa yang dimilikinya terhadap kerajaan kegelapan yang memperbudak manusia di sepanjang generasi manusia.


Itulah  dia adalah terang dunia yang ada di dalam diri Manusia Yesus yang bekerja di jantung kerajaan iblis. Menunjukan kemahahadirannya dalam eksistensi yang tak dapat disebut sebagaimana lazimnya eksistensi yang berlangsung di dalam ruang dan waktu, dimana matahari dan bulan menjadi sarana-Nya untuk menghitung hari-hari manusia dan kesudahannya.  Bagaimana mungkin di atas bumi namun berkuasa di bawah bumi ini!


Hal semacam ini, karenanya, telah menunjukan aspek melampaui  eksistensi sebagaimana pada semua manusia yang terbatas secara geografis dan berada dalam sangkar eksistensi ruang dan waktu itu sendiri. Itulah yang memang telah dikumandangkan oleh Yesus untuk menjelaskan mengapa ia begitu berkuasa untuk  berkata seperti tadi, tahu sekali dalam begitu maha-tahu apakah  dalam keberdosaan manusia itu, pada manusia tertentu, berkait dengan kelahiran seorang manusia yang tragis, yaitu: sejak lahirnya buta?  Lebih jauh lagi, maka pertanyaannya, kemudian, adalah: memangnya siapakah dia dan apakah dia sudah ada bahkan sejak sebelum si orang buta itu lahir? Dan apakah ia begitu dekatnya dengan Allah sampai-sampai tahu sekali peristiwa mikroskopik semacam ini? Siapakah dia sampai Allah harus membuatnya tahu segala urusan-Nya?  


Inilah sentralitas untuk mengetahui ketakterputusan pemerintahan Allah pada era sebelum Yesus dan pada era Yesus dan setelah Yesus naik ke sorga.


Yesus Kristus sebagai manusia di bumi, tampak begitu terbatas tepat seperti semua manusia, dan karenanya dapat dipahami jika ada yang  memahami kebenaran ajaran Yesus yang dikenal sebagai Kristen itu, dikatakan sebagai wujud spiritualisme yang lokalitas dan kultural tertentu saja diantara begitu banyak lokalitas dan kultural spiritulisme dalam dunia ini. Namun “selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia” bukanlah lokalitas dan kultural tertentu sebab terang itu bukan wisdom atau hikmat, pedoman hidup ilahi, dan lain sebagainya, tetapi MANUSIA YESUS. Tak ada lokalitas dan kultural  spiritualitas yang tak berwujud hikmat atau tulisan-tulisan yang dinilai luhur sementara memiliki tokohnya dan yang meneladankannya, ini akan menjadi sangat berbeda pada Yesus, sebab tak ada satupun yang tak merupakan serba dirinya sendiri, bukan kata-katanya saja tetapi pasti mutlak terikat pada dirinya. Jika bukan karena siapa dia maka kata-katanya sama saja dengan apapun yang indah dan luhur, namun tak berkuasa untuk menyibakan dan menaklukan realitas dosa atas setiap manusia.Ia berkuasa atas dosa ini, berkuasa untuk menghancurkan daya destruksi dosa pada saat itu juga berdasarkan kehendak-Nya yang ditunjukan-Nya dengan sabda atau kata-katanya:


Markus2:10-12 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--: Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu! Dan orang itupun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: "Yang begini belum pernah kita lihat."  


Tantangan terbesar untuk mempertahankan Yesus dan kebenarannya  bagi mereka yang memahami sebagai hanya  lokalitas dan kultural  tertentu saja, sementara ia berdiri dan hidup bersama Allah sebelum orang buta itu lahir dan  berdiri di dunia ini mengampuni dosa yang berwujud kelepasan dari kelumpuhan tepat sebagaimana Allah di sorga saja yang berkuasa memberikan pengampunan itu,  adalah: konsep lokalitas dan kultural akan senantiasa gagal untuk memasuki  dan menjelaskan maksud Allah sebelum orang buta itu lahir.


Kala  lokalitas dan kutural tertentu saja tetap dipaksakan pada Yesus, maka sungguh mustahil untuk menjelaskan maksud berita injil yang begitu universal atau bagi segenap umat manusia tanpa memandang suku dan bangsa, yaitu “terang manusia” dan “kegelapan tidak menguasainya”:   

Yohanes 1:4-5 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.  

Ia bercahaya di dalam kegelapan, bagaimanakah dan dimanakah tepatnya ia memulai itu? Ia telah memulainya pada jantung atau bagian dalam atau ruang “termulia” pemerintahan kerajaan kegelapan yang tak dapat dipahami dan dimasuki manusia. Sang Mesias melakukan hal terdasar pada apakah tujuannya datang ke dunia ini: menghakimi dan melucuti kegelapan atas manusia sehingga keselamatan kekal atau kehidupan yang dibebaskan dari perbudakan oleh  kerajaan kegelapan diakhiri atau disudahi didalam diri Sang Mesias, bukan diluar dirinya, bagi banyak manusia.  


Konsep corpus delicti ala pendeta Dr. Erastus adalah produk  pikiran atau sebuah karya dalam peradaban manusia yang tak mungkin sanggup beriringan dengan Yesus yang berkuasa untuk menentukan pra-historis keberdosaan manusia dan ketaktertaklukan diri Sang Mesias oleh kuasa kegelapan.


Bersambung ke bagian 14

Segala kemuliaan Hanya  Bagi Allah



No comments:

Post a Comment