Pages

10 March 2015

Sihir Dalam Dunia Alkitab (2)



Oleh : Edwin Yamauchi. Ph.D (Professor of History)

Sihir Dalam Dunia Alkitab (2)

Bacalah lebih dulu  Bagian 1
Sihir dan Cinta

Guna-guna, Amulet atau Sihir
Teks-teks sihir,diperbandingkan dengan propganda-propaganda resmi para raja memperlihatkan hal yang berbeda, menyingkapkan emosi-emosi, hasrat-hasrat, dan ketakutan-ketakutan di kalangan rakyat kebanyakan. Etimologi-etimologi pada banyak kata yang masih digunakan dalam perbincangan romantis menyingkapkan peran sihir ketika dimainkan dalam seni cinta[32]. Berapa banyak suami atau pasangan menyadari bahwa kala mereka memuji para isterinya atau para  gadis pujaannya, mereka sebenarnya secara aktual sedang memanggil mereka ‘witches’ [penyihir wanita]  secara etimologi, bukankah demikian? Hal itu menjadi nampak jelas ketika seorang laki-laki memanggil seorang perempuan ‘bewitching’ [mempesona]  atau ‘spell binding’[memikat]. Namun hal yang sama juga dijumpai kala seorang pria memanggil kekasihnya ‘charming’[menarik hati], ‘enchanting’[memikat hati] dan ‘fascinating’[mempesona]. Kata ‘charm’  berasal dari Prancis yang datang dari kata Latin carmen, yang dapat berarti ‘nyanyian” tetapi yang juga dapat berarti ‘mantra.’ Kata ‘enchanting’ berasal dari kata Latin incantare, yang bermakna ‘mengucapkan sebuah mantra[33].” Kata ‘Fascinating’ berasal dari kata Latin fascinare yang berarti ‘to bewitch atau menyebabkan terpesona dengan mengucapkan sebuah mantra,’ yang sebetulnya dipinjam dari kata Yunani  βασκαίνω- baskaino, yang makna aslinya adalah ‘melemparkan mata iblis.’ Kata ini muncul satu kali dalam Perjanjian Baru di Galatia 3:1, ketika Paulus bertanya,’ Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu?- [ESV] O foolish Galatians! Who has bewitched you?’[34]


Diantara teks-teks Mesotopomia paling awal ada sebuah kata-kata mantra cinta Akkadian Tua bagi seorang peminang yang telah ditolak lamarannya, mantra yang diakhiri dengan kata-kata ditujukan pada gadis kekasihnya itu: ‘Demi Isthar dan ishara, ...  memantraimu; sepanjang lehernya dan lehermu tidak akan terjalin, semoga kamu tidak menemukan damai!’[35] Sejumlah lagu-lagu cinta dari Mesir telah digunakan sebagai kata-kata mantra[36].

Di  Tell  Sandahannah (atau Beth Guvrin atau juga dikenal Betogabris), kami  memiliki sebuah  grafitti berbahasa Yunani (abad ke 3 SM) yang menuliskan seorang wanita penuh kebanggaan menyatakan bahwa dia telah menyimpan pakaian  pria yang dicintainya, mengenakan pada pakaian itu kekuatan yang secara magis mengikat pria itu bagi dirinya[38]. Pujangga Yunani kontemporer Theocritus menggambarkan bagaimana seorang anak gadis berupaya merebut kembali pria kekasihnya itu menggunakan sebuah  patung lilin serupa pria tersebut dan dengan sebuah   cairan ramuan  cinta magis yang dibuat dari bahan pakaian kekasihnya dan  kadal tanah[39].



Walaupun Ovid dan Plutarch, keduanya  begitu menyesali penggunaan mantra dan ramuan magis, praktek tersebut telah  menyebar dalam dunia  Greco-Roman. Horace menuliskan seorang penyihir bernama Canidia yang membuat ramuan tersebut, dikatakan, sebuah ramuan cinta magis yang terbuat dari organ tubuh ‘limpa’ dan ‘sumsum’ pemuda yang tak bersalah. Tibullus menuliskan sebuah amulet/jimat yang telah dibuatkan baginya oleh seorang penyihir untuk kekasihnya Delia [40]


Terdapat  banyak mantra atau sihir aktual yang telah disimpan dan dipelihara dalam papiri berbahasa Yunani dari Mesir[41]. Mantra-mantra atau sihir atau guna-guna kerap diakhiri dengan, ’Sudah terjadi, sudah terjadi, dengan cepat, dengan cepat’. Masih ada contoh-contoh lainnya dalam bahasa Aramean dan bahasa Media yang dikenal[42].



Aprodisiak atau Pembangkit gairah seksual
Bahan-bahan yang diyakini untuk membangkitkan  hasrat-hasrat seksual dikenal sebagai aprodisiak. Kisah sebuah persaingan antara Leah dan Rahel (Kejadian 30:14; bandingkan dengan Ulangan 7:13) berhubungan dengan sebuah tanaman (Ibrani דֽוּדָאִים֙ - du·da·'im, buah dudaim. Yang merupakan turunan dari bentuk kata yang berarti kekasih, דֽוּדָ [43]),  tanaman ini secara luas telah diyakini menjadi sebuah  bahan aprodisiak- tanaman yang dianggap memiliki kekuatan-kekuatan magis atau mandrake (Yunani mandragoras  μανδραγορασ).


Tanaman mandrake atau buah dudaim, populer dikenal sebagai ‘apel cinta’ tumbuh dimana-mana di Palestina dan Syria, tanaman ini berhubungan dengan tanaman nightshade, kentang dan tomat’[45]. Kelihatannya bentuk akarnya yang unik berbentuk garpu, yang menyerupai bagian bawah tubuh manusia, yang memunculkan gagasan bahwa tanaman tersebut dapat  mempengaruhi pembuahan.


Orang-orang Mesir purba meyakini sayur selada, sebuah tanaman yang dikaitkan dengan dewa kesuburan Min, dapat berfungsi sebagai sebuah aprodisiak[47]. Para rabi Yahudi, mengikuti ‘Takkanot’ kelima Ezra harus memakan bawang putih pada Jumat dalam persiapan untuk kenikmatan-kenikmatan bersama pasangan  pada Sabat[48]. Orang-orang Roma dan  Yunani juga  meyakini, bahwa bawang merah dapat berfungsi sebagai aprodisiak[49]



MATA IBLIS
Kepercayaan  yang meluas baik  pada zaman kuno dan masa kini adalah ketakutan akan ‘mata iblis’[78]. Apa yang dimaksud dengan mata iblis adalah konsep bahwa seseorang dapat menyebabkan bahaya oleh tatapan matanya yang penuh ancaman atau kebencian atau luka [79] Motif lazim untuk bentuk sihir hitam ini adalah ketidakpuasan atau iri hati[80]. Peristiwa-peristiwa sukacita dan sukses yang tak lazim secara khusus dianggap untuk menggairahkan kebencian mereka yang kurang beruntung[81
 
credit: photoguides.net


Setiap mata yang tak alami atau sedang dalam keadaan sakit secara khusus dianggap sebuah ‘mata iblis.’ Sebuah mantra sihi atau ritual sihir  orang-orang Median (orang Median,lihat Daniel 5:31) telah diterjemahkan oleh E.S :


Drower warns: ‘Tremble! be scared off, Evil Eye and Dimmed (Eye) and Blue (or crossed-) Eye and Eye with whitecataract and Shut Eye and Eye witha film on it, and Corroded Eye’.[82]


Sihir ‘hitam’ mata iblis dan  sihir ‘putih’ pertahanan melawannya telah dibuktikan kebenarannya dalam Mesopotomia purba [83] dan Mesir[84]. Dari Arslan Tash di Syria sebuah amulet untuk melawan mata iblis telah dipublikasikan pada 1971[85]. Amulet itu dituliskan dalam bahasa Phoenicia dengan skrip Aramaik pada awal abad ke 7 SM. Sebagaimana telah diterjemahkan oleh T.H. Gaster, terbaca:

Flee, thou caster of the evil eye! Keep thy distance from men’s heads, thou who
puttest an end to their wits When(ever) on the head of one who is dreaming (thins evil) eye beats, by virtue of the Unblemished Eye it is thy casting of the evil eye that will be brought to an end! [86]


Dalam Perjanjian Lama, frasa Ibrani yang secara literal bermakna ‘mata iblis,’ tidak bermakna ‘mata iblis’ secara magis, berlawanan dengan interpretasi Moss dan Cappannari. Mengutip 1 Samuel 18:9, keduanya menyimpulkan, ‘sebuah mata iblis telah merasuki Saul’[87] Memang Saul   iri hati pada Daud, tetapi kata kerja Ibrani dalam ayat ini (עָוַן – avan) pada dasarnya bermakna ‘ditatap’ atau ‘mengarahkan matanya pada.’[88]. Nas-nas lainnya; Ulangan 15:7-11; Amsal 23:6-7; Amsal 28:22; Pengkhotbah 14:9-10 mengindikasikan bahwa frasa Ibrani  itu dalam  konotasi mempertanyakan keegoisan sikap seseorang yang  tamak atas kekayaan dan yang enggan untuk membagikan kepada mereka yang kurang beruntung.


Ini juga  kelihatanya menjadi latar belakan bagi Perjanjian Baru menggunakan frasa ὀφθαλμός  πονηρὸς  - optalmos poneros yang secar literal bermakna ‘mata iblis,’ telah digunakan oleh Yesus dalam Matius 6:23; 20:15; Markus 7:22 sebagai lawan terhadap konsep ‘mata tunggal’ sebagaimana yang diindikasikan konteksnya (Matius 6:19-34), yang bermakna sebuah semangat murah hati atau dermawan.[89]


Ada sebuah, tentu saja, referensi untuk takut akan mata iblis dalam Perjanjian Baru dalam Galatia 3:1[90] walaupun referensi semacam ini kabur oleh terjemahan-terjemahan dan leksikon-leksikon[91]. Para pakar mula-mula seperti J.B.Lightfoot, secara jelas telah mengenali rujukan-rujukan implisit dalam penggunaan kata kerja Yunani  baskaino  βασκαίνω dalam teks ini:

Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?
O ye senseless Gauls, what bewitchment is th is? I placarded Christ crucified before your eyes. You suffered them to wander from this gracious proclamation of your King. They rested on the withering eye of the sorcerer. They yielded to the fascination and were riveted there. And the life of your souls h as been drained out of you by than envious gaze [92]



Implikasi-implikasi  kata ini  membawaku pada kesetujuanku pada interpretasi F.W. Farrar pada ‘duri dalam daging’ Paulus (2 Korintus 12:7) sebagai  penyakit mata opthalmia akut, yang diidapnya saat penglihatanya dibutakan kala melakukan perjalanan  ke Damaskus. Penyakit yang   cepat menular  ini menyebabkan rasa sakit  luar biasa yang terus menerus tanpa jedah dan membuat rupanya tak karuan[93].  Hal ini akan menjelaskan mengapa Paulus menuliskannya dengan ‘huruf-huruf yang ditulis besar-besar’(Galatia 6:12) –salamnya kepada orang-orang Galatia. Lebih jauh lagi pembengkakan matanya akan membantu menjelaskan:

(1)Mengapa Paulus telah menjadi sebuah cobaan bagi jemaat Galatia menekankan ‘pencobaanku’ sebagaimana dalam KJV; lebih baik lagi pada MSS yang dibaca ‘your’ sehingga mereka telah dicobai terkait Paulus sebagai seorang dengan sebuah mata iblis- Galatia 4:14

(2)Mengapa mereka  berkeinginan untuk  mencungkilkan mata mereka sendiri untuk memberikannya pada Paulus- Galatia 4:15, dan

(3)Mengapa Paulus sekarang  menegor keras mereka karena jatuh dibawah mata iblis para judaizer (Galatia 3:1- bandingkan dengan ini untuk memahaminya).


Kita memiliki rujukan-rujukan rabinikal untuk mata iblis. Rabi Arika lebih jauh lagi tanpa ragu menyatakan  bahwa 99 dari 100 orang telah meninggal dunia karena mata iblis! Sebuah pengecualian untuk melarang kerja pada Sabat adalah melontarkan kata-kata magis atau mantra melawan mata iblis. Seseorang dapat meletakan jempol tangan kanannya didalam genggaman tangan kirinya dan sebagainya, dan mengatakan sebuah proteksi, “Aku, A, anak B,  berasal dari benih Yusuf, melawan dia yang memiliki mata iblis tak memiliki kuasa.’[94]. Keyakinan ini terus berlangsung di kalangan orang-orang Yahudi abad pertengahan. Rashi telah melaporkan bahwa seorang pria dapat memanggil  putranya yang tampan ‘Ethiop’ (sama dengan ‘Nigger’] untuk menghindari  mata iblis yang iri hati[95]


Rujukan-rujukan mata iblis dalam literatur Roma mengindikasikan bahwa mata iblis dapat dilumpuhkan dengan meludahi mantel seseorang. Anak-anak laki diberikan sebuah bulla,sebuah amulet emas  untuk digunakan hingga anak-anak tersebut  dikenakan toga virilis pada usia 14 tahun. Amulet itu kerap berbentuk sebuah lingga, yang dimaksudkan untuk ‘mempesona’ mata iblis sehingga mata iblis itu tak dapat melihat apapun [96]


Cukup jelas bahwa takut akan mata iblis berlangsung hingga era Kristen sebagaimana dibuktikan oleh sejumlah amulet-amulet, lukisan-lukisan, dan mosaik-mosaik[97]. Sebuah mosaik dari Antiokia, sebagai contoh, memperlihatkan mata iblis sedang diserang oleh berbagai binatang dan senjata-senjata[98] Satu aspek hubungan permusuhan antara orang-orang Kristen dan  orang-orang Yahudi adalah kecurigaan bahwa orang-orang Yahudi memiliki kuasa sihir jahat. Kanon Elvira no.49  (305M) telah melarang orang-orang Yahudi berdiri dalam  ladang gandum yang matang,  jika mereka melakukannya maka tanaman gandum akan melayu akibat tatapan mata mereka.


Orang-orang Yahudi di Inggris telah dilarang menghadiri pemahkotaan  Richard  the Lion Hearted (1189) karena ketakutan bahwa sebuah mata iblis akan membahayakan mahkota. Sehingga ketakutan trelah menjadi kekuatan  untuk menuding secara keliru pada orang-orang Yahudi, dimana  kata Jerman untuk mata iblis tetap judenblick (tatapan mata orang Yahudi) [99]


Di Italia, ketakutan akan mal’occhio masih diyakini luas, sebagaimana penggunaan amulet-amulet  atau sihir-sihir seperti corno, amulet-amulet yang bentuknya seperti tanduk kambing untuk melindungi dari mata iblis[100]


Dalam amulet atau sihir moderen Yunani disebut sulakta  yang secara luas digunakan untuk melawan mata iblis. Di Afrika Utara sebuah simbol perlindungan dari wabah penyakit kerap digambarkan tangan dengan jari-jari direntangkan. Selanjutnya, ‘anak-anak kerap dibiarkan kotor dan tidak pernah dimandikan, untuk melindungi mereka dari mata iblis[101]


Bersambung ke Bagian 3


Diterjemahkan, diedit dan diringkas untuk kepentingan pembaca oleh: Martin Simamora, dari: Magic in the Biblical World,” Tyndale Bulletin 34 (1983): 169-200.



Catatan kaki
32 Compare modern advertisements for perfumes, mouthwashes, etc.!
33 The Twelve Tablets of Roman Law (449 B.C.) prescribed capital punishment for those guilty of malum carmem, incantare . See H. J. Wolff, Roman Law (Norman: University of Oklahoma, 1976) 53, 59.

34See below under IV.C ‘The Evil Eye’
35 Joan and Aage Westenholz, ‘Help for Rejected Suitors: The Old Akkadian Love Incantation MAD V 8*’, Or 46 (1977) 203; cf. Jack Sasson, ‘A Further Cuneiform Parallel to the Song of Songs?’ ZAW 85 (1973) 359-360. For other Akkadian exam
ples, see E. Ebeling, Liebeszauber im Alten Orient (Leipzig: Eduard Pfeiffer, 1925).
36 Virginia L. Davis, ‘Remarks on Michael V. Fox’s “The Cairo Love Songs”‘, JAOS 100 (1980) 113.


37 M. A. Knibb, The Ethlopic Book of Enoch (Oxford: Oxford University, 1977) 7
38On other magical objects from this site, see below IV.B ‘Curses’.
39 See H. Licht, Sexual Life in Ancient Greece (New York: Barnes and Noble, 1963 reprint of the 1932 ed.) 363- 376.
40 See J. Lindsay, Ribaldry of Ancient Rome (New York: Frederick Linger, 1965); E. R. Pike, Love in Ancient Rome (London: Muller, 1965) passim
41 L. Koenen, ‘Formular eines Liebeszaubers’, Zeitschrift für Papyrologie and Epigraphik 9 (1971) 199-206; R. Daniel, ‘Two Love-Charms’, Zeitschrift für Papyrologie and Epigraphik 19 (1975) 249-264.


42 J. A. Montgomery, ‘A Love Charm on an Incantation Bowl’, The Museum Journal
1 (1910) 46-49; idem, Aramaic Incantation Texts from Nippur (Philadelphia: University Museum, 1913) Nos. 13, 28; E. S. Drawer, ‘A Mandaean Book of Black Magic’, JRAS (1943) 167. Cf. H. J. Polotsky, ‘Zwei koptische Liebeszauber’ Or 6 (1937) 119-131; R. Patai, ‘The Love Factor in a Hebrew-Arabic Conjuration (?)’ JQR
70 (1980) 239-253.
43 For the cognate Ugaritic wordddy, see G. R. Driver, Canaanite Myths and Legends (Edinburgh: T. & T. Clark, 19561 86-89.
45Fauna and Flora of the Bible (London: United Bible Societies, 1972) 138-139. See also M. Zohary, Plants of the Bible (Cambridge: Cambridge University, 1980 188-189.
47 H. Kees, Ancient Egypt (Chicago: University of Chicago, 1961) 77.
48 S. Zeitlin, ‘Takkanot Ezra’, JQR 6 (1917-18) 62-74; L. Ginzberg, Legends of the Bible (Philadelphia: Jewish Pub. Soc., 1959) vol. 6, 444, n. 46.
49 Licht, Sexual Life 513; Ovid, The Technique of Love , ET by Paul Turner (London: Panther, 1968) 63.



78 C. Maloney, ed., The Evil Eye (New York: Columbia University, 1976) xi-xii, shows that the belief seems to have been diffused from the Near East to Europe, north and central Africa, and India. In the new world it is widespread in Mexico.
79 For older studies see S. Seligmann, Die böse Blick and verwandtes (Berlin: K Βarsdorf, 1910), 2 vols.; F. T. Elworthy, The Evil Eye (London; Julian Press, 1958 reprint of the 1695 edition).
80Τhe word ‘envy’ comes from the Latin invidia, about which Cicero observed that such a feeling comes from too much looking an the goods of another.
81 M. Nilsson, Greek Folk Religion (New York: Harper & Brothers, 1961) 109: ‘The conception of hybris and nemesis had a popular background in what the Greeks called baskania , the belief, still common in southern Europe, that excessive praise is dangerous and a cause of misfortune’
82 E. S. Drower, ‘Šafta d -Pišra d-Ainia, “Exorcism of the Evil and Diseased Eyes” ’,JRAS(1937) 597


83. Ebeling, ‘Beschwörungen gegen den Feind and den bösen Blick aus dem Zweistromlande’, Archiv orientáhní 17 (1949) 172-211
84 J. F. Borghouts, ‘The Evil Eye of Apopis’, JEA 59 (1970 114-151.
85 A. Caquot and R. du Mesnil du Buisson, ‘La second tablette ou “petite amulette” d’Arslan-Tash’,Sur48 (1971) 391-406.
86 T. H. Garter, ‘A Hang-up for Hang-ups: The Second Amuletic Plaque from Arslan Tash’,BASOR 209 (1973) 13; cf. also F. M. Cross, ‘eaves from an Epigraphist’s Notebook’, CBQ 36 (1974) 486-494; Y. Avishur, ‘The Second Amulet incantation from Arslan-Tash’, UF 10 (1978) 29-36.
87 L. W. Moss and S. C. Cappannari, ‘The Mediterranean’ in Maloney, The Evil Eye6.
88 J. Mauchline, 1 and 2 Samuel (London: Oliphants, 1971) 139.
89 R. L. Roberts, ‘An Evil Eye (Mt 6.23)’,Restoration Quarterly7 (1963) 143-147. R. H. Gundry,Matthew(Grand Rapids: Eerdmans, 1982) 113, however, believes that the phrase originally had reference to a clear vision of the eschatological times. OnLuke 11:34 see I. H. Marshall, The Gospel of Luke (Exeter: Paternoster, 1976; Grand Rapids: Eerdmans, 1978) 489.


90 Deissmann (Light 193 n. 10) notes that in the papyri --------- (‘unbewitcbed’) is a common expression for averting evil, equivalent to the wish, ‘whom may no evil eye injure’.
91For example, Arndt 136
92 J. B. Lightfoot, The Epistle of St. Paul to the Galatians(Grand Rapids: Zondervan reprint of the 1865 edition)133. Roberts, ‘An Evil Eye’, 143 n. 1, comments: ‘it seems
that Paul uses this as a familiar figure showing by graphic illustration how the Galatians had been fooled, not that he recognized anything but the existence of the
idea as superstition known especially in Babylon and Syria as well as in the vicinity of Galatia’.
93 F. W. Farrar, The Life and Word of St. Paul (London: Cassell, 1903) 26 5, places the following words in Paul’s mouth: ‘at that time weak, agonised with pain, liable to fits of delirium, with my eyes red and ulcerated by that disease by which it pleases God to let Satan buffet me, you might well have been tempted to regard me as a deplorable object’.
94 Moss and Cappannari in Maloney,The Evil Eye8.
95 J. Trachtenberg, Jewish Magic and Superstition (Cleveland: World, 1961) 55.
96 Licht, Sexual Life 369.



97 J. Engemann, ‘Zur Verbreitung magischer Übelabwehr in der nichtchristlichen and christiichen Spätantike’, Jahrbuch für Antike und Christentum 18 (1975) 22-48
98 D. Levi, ‘The Evil Eye and the Lucky Hunchback’, Antioch-on-the-Orontes: The Excavations 1937-39, ed. R.Stillwell (Princeton: Princeton University, 1941), III, 220-232; G. Downey,Ancient Antioch(Princeton: Princeton University, 1963) 213 and fig. 63.
99 Moss and Cappannari in Maloney, The Evil Eye 8.
100 W. Appel, ‘Italy: The Myth of the Jettatura’, in Maloney, The Evil Eye chapter 2. See G. De Rosa, Vescovi, popolo e magia nel Sud (Naples: Gulch, 1971); A. Di Nola, Gli aspetti magico-religlosi de una cuitura subalterna itailana (Turin: Boringhieri, 1976); C. Ginzburg, “Stregoneria, magia e superstizione in Europa fra
medio evo ed età moderna’, Ricerche di Stories Sociale e Religiosa 11 (1977) 119-123, for popular magic in Italy.
101 E. Spooner, ‘Anthropology and the Evil Eye’, in Maloney, The Evil Eye81.

No comments:

Post a Comment