Pages

09 September 2014

KRISTOLOGI IX : KESUCIAN KRISTUS




Rabu, tgl 13 Agustus 2014, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.


Apa yang dilihat Juru Selamat kita dari salib, Yoh 19:26
lukisan : James Jacques Tissot, Brooklyn Museum, NY
KESUCIAN KRISTUS

kristologi (9)


Bacalah lebih dulu bagian 8
3) Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, padahal baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pengampunan dosa (Mark 1:4).

Mark 1:4 - “demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.’”.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:

a) Berbeda dengan semua orang lain, yang mengaku dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Yesus tidak mengaku dosa (Mat 3:6,13-17).


Mat 3:6,13-17 - “(6) Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan. ... (13) Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. (14) Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’ (15) Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya. (16) Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya, (17) lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.


b) Yohanes Pembaptis sendiri, yang mengenali Yesus sebagai Anak Allah / Mesias, mula-mula menolak untuk membaptis Yesus, dan bahkan beranggapan bahwa ialah yang seharusnya dibaptis oleh Yesus (Mat 3:14).

Mat 3:14 - “Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’”.


c)   Yesus menjawab keberatan Yohanes Pembaptis itu dengan berkata bahwa Ia harus dibaptis oleh Yohanes, ‘untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah’ (Mat 3:15).

Mat 3:15 - “Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya.”.

NIV: ‘to fulfil all righteousness’ (= untuk menggenapkan seluruh kebenaran).


Jadi jelas bahwa Yesus tidak dibaptis untuk mendapatkan pengampunan dosa!


4)  Yesus dianggap bersikap tidak hormat kepada Maria / ibuNya, misalnya:

a)  Kitab Suci tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus memanggil / menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’.

Dalam Alkitab ada banyak ayat yang menyebut Maria sebagai ibu / mama dari Yesus, menggunakan kata Yunani METER [= ibu / mama].

Contoh:
Yoh 2:3 - “Ketika mereka kekurangan anggur, ibu (Yunani: METER) Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’”.

Tetapi kalau Yesus sendiri menyebut Maria, Ia tidak pernah menggunakan kata itu, tetapi selalu menggunakan kata Yunani GUNAI [= perempuan].

Kalau dalam Kitab Suci Indonesia ada ayat-ayat dimana Yesus menyebut / memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu’ (seperti dalam Yoh 2:4 dan Yoh 19:26), maka perlu diketahui bahwa itu diterjemahkan bukan dari kata Yunani METER, yang berarti ‘ibu / mama’, tetapi dari kata Yunani GUNAI yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.

Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu (Yunani: GUNAI)? SaatKu belum tiba.’”.

KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV: ‘woman’ [= perempuan].


Yoh 19:26 - Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’.

Catatan: ada 3 x kata ‘ibu’, tetapi yang pertama dan kedua dari kata Yunani METER [= ibu / mama], dan yang ketiga dari kata Yunani GUNAI [= perempuan].


Catatan: penggunaan kata GUNAI sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang tidak hormat. Kata ini juga Yesus gunakan terhadap Maria Magdalena dalam Yoh 20:13,15.


Yoh 20:13,15 - “(13) Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: ‘Ibu, mengapa engkau menangis?’ Jawab Maria kepada mereka: ‘Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.’ ... (15) Kata Yesus kepadanya: ‘Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?’ Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepadaNya: ‘Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya.’”.


b)  Sikap / kata-kata Yesus terhadap / tentang Maria dalam:

Mat 12:46-50 - “(46) Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. (47) Maka seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.’ (48) Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’ (49) Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! (50) Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’.

Catatan: semua kata ‘ibu’ dalam text di atas ini berasal dari kata Yunani METER [= ibu / mama], tetapi perhatikan bahwa pada waktu Yesus menggunakan kata METER ini di sini, Ia tidak memaksudkan Maria!


Luk 2:48-49 - “(48) Dan ketika orang tuaNya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibuNya kepadaNya: ‘Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? BapaMu dan aku dengan cemas mencari Engkau.’ (49) JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’.

Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.

KJV: what have I to do with thee?’ [= apa urusanKu denganmu?].
Catatan: ungkapan ini, pada waktu muncul dalam Alkitab, biasanya menyatakan ketidak-senangan. Hakim 11:12  2Sam 16:10  1Raja 17:18  Mat 8:29.


Untuk ini perlu diperhatikan bahwa sejak inkarnasi dan seterusnya, Yesus adalah Allah dan manusia dalam satu pribadi. Sebagai manusia, Ia harus hormat dan tunduk kepada orangtuaNya, tetapi sebagai Allah, Ia justru berkuasa atas orang tuaNya, dan bahkan seharusnya orang tuaNyalah yang mentaati Dia, menghormati Dia, dan menyembah Dia!

Illustrasi:
Kalau ada seorang majikan dan pegawainya yang sama-sama menjadi majelis dari suatu gereja, maka:
1.   Dalam pekerjaan, pegawai itu harus tunduk pada majikannya.
2.   Dalam urusan gereja, pegawai itu tidak harus tunduk kepada majikannya itu, karena ia mempunyai pangkat / jabatan yang sama dengan majikannya. Dan kalau hal ini terjadi, kita pasti tidak akan mengatakan bahwa pegawai itu kurang ajar kepada majikannya!

Hal yang sama terjadi kalau ada seorang pendeta yang mempunyai orang tua atau mertua sebagai jemaatnya.


5)  Yesus takut dan gentar (Mat 26:37-38  Mark 14:33  Luk 22:44).


Mat 26:37: ‘sedih dan gentar’. Ini salah terjemahan!
NIV: ‘to be sorrowful and troubled’ [= sedih dan susah / terganggu].
NASB: ‘to be grieved and distressed’ [= sedih dan susah].

Jadi, dari ayat ini hanya terlihat bahwa Yesus sedih, tetapi tidak terlihat bahwa Ia takut.

Sekarang mari kita perhatikan ayat-ayat paralel dari Mat 26:37 itu:

a)   Luk 22:44: ‘Ia sangat ketakutan’. Ini juga salah terjemahan!
NIV: ‘being in anguish’ [= ada dalam kesedihan].
NASB: ‘being in agony’ [= ada dalam penderitaan].
Jadi dari ayat inipun tak terlihat bahwa Yesus takut.

b)  Mark 14:33: ‘sangat takut dan gentar’.
NIV/NASB: ‘deeply / very distressed and troubled’ [= sangat sedih dan susah / terganggu].

Tetapi di sini terjemahan NIV/NASB juga salah, karena kata yang diterjemahkan ‘distressed’ [= sedih] itu di dalam bahasa Yunaninya adalah EKTHAMBEISTHAI yang berasal dari kata EKTHAMBEOMAI, yang sebetulnya berarti ‘be greatly alarmed’ [= sangat takut].


Jadi, dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Yesus bukan hanya sedih tetapi juga takut.


Hal-hal lain yang menunjukkan bahwa pada saat itu Yesus memang takut:
1.   Doa Yesus dalam Mat 26:39 secara implicit menunjukkan bahwa Ia takut terhadap ‘cawan’ (simbol dari murka / hukuman Allah) itu.

2.  Luk 22:44b mengatakan bahwa ia mencucurkan peluh seperti darah. Ada yang menganggap bahwa ini betul-betul adalah darah, dan orang-orang ini mengatakan bahwa hal seperti ini memang bisa terjadi (dan pernah terjadi) pada orang yang mengalami ketakutan yang luar biasa.

3.  Ibr 5:7 (KJV): ‘... he had offered up prayers and supplica­tions with strong crying and tears unto him that was able to save him from death, and was heard in that he feared[= Ia menaikkan doa dan permohonan dengan tangisan keras dan air mata kepada Dia yang bisa melepaskanNya dari maut, dan didengarkan dalam hal yang Ia takuti].


Catatan:
Kata-kata yang oleh KJV diterjemahkan ‘in that He feared’ [= dalam hal yang Ia takuti], diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris yang lain.
NIV: ‘because of His reverent submission’ [= karena ketundukanNya yang penuh hormat / takut].
NASB: ‘because of His piety’ [= karena kesalehanNya].
NKJV: ‘because of His godly fear’ [= karena rasa takutNya yang saleh].
RSV: ‘for his godly fear’ [= karena rasa takutNya yang saleh].


Sekalipun demikian ada banyak penafsir tetap mempertahankan arti yang diberikan oleh KJV.

Bahwa Yesus sedih, itu bukan sesuatu yang aneh, karena saat itu Ia sedang dikhianati oleh Yudas, akan ditinggal oleh murid-muridNya, akan disangkal oleh Petrus, akan ditolak oleh orang-orang Yahudi, dan akan terpisah dari Allah. Dan kesedihan itu juga bukan dosa karena ayat seperti Fil 4:4 memang tidak boleh dimutlakkan (bdk. Mat 5:4  Luk 6:21b)!


Fil 4:4 - “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”.
Mat 5:4 - “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”.
Luk 6:21b - “Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.”.


Tetapi bagaimana dengan rasa takut yang dialami oleh Yesus? Apakah ini bukan dosa?

a)  Pertama-tama perlu diketahui bahwa Ia bukan takut pada kematian atau penderitaan, tetapi takut pada murka Allah (Catatan: takut pada murka Allah jelas bukan merupakan sesuatu yang salah!) yang akan menimpaNya pada saat Ia menanggung hukuman umat manusia.

William Hendriksen (tentang Mark 14:33): “Did he, perhaps, here in Gethsemane see this tidal wave of God’s wrath because of our sin coming?” [= Mungkinkah Ia, di sini di Getsemani, melihat datangnya gelombang pasang / tsunami murka Allah karena dosa kita?] - ‘The Gospel of Mark’, hal 586.

Renungkan: bahwa Yesus, yang biasanya tidak pernah takut itu, bisa takut melihat murka Allah itu, menunjukkan secara jelas betapa hebatnya dan mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu!

Bandingkan dengan:

1. Hos 10:7-8 - “(7) Samaria akan dihancurkan; rajanya seperti sepotong ranting yang terapung di air. (8) Bukit-bukit pengorbanan Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung: ‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!.

2. Luk 23:30 - “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!.

3.  Wah 6:15-17 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu. (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.

William Hendriksen, dalam komentarnya tentang Luk 23:30, mengatakan bahwa Hos 10:8 berkenaan dengan kejatuhan Samaria, Luk 23:30 lebih hebat dan berkenaan dengan kehancuran Yerusalem, tetapi Wah 6:15-17 adalah yang terhebat dari semua, dan ini berkenaan dengan kedatangan Yesus yang kedua-kalinya pada akhir jaman.

Karena itu, kalau saudara belum betul-betul percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, cepatlah percaya, sebelum saudara harus menghadapi / mengalami murka Allah yang menakutkan itu!



b)  Apakah rasa takut Yesus di sini adalah dosa?

1.  Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah berbuat dosa dalam bentuk apapun (Ibr 4:15  2Kor 5:21).
Ibr 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.

2Kor 5:21 - Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.

Karena itu jelas bahwa rasa takut di sini tidak bisa disebut sebagai dosa. Kita tidak boleh menafsirkan ayat Kitab Suci yang satu sehingga bertentangan dengan ayat yang lain.


2.   1Yoh 4:18 kelihatannya menunjukkan bahwa rasa takut adalah dosa, tetapi kalau kita membaca mulai 1Yoh 4:17 maka akan terlihat bahwa rasa takut yang dimaksudkan di sini adalah rasa takut terhadap hukuman Allah pada akhir jaman.

1Yoh 4:17-18 - “(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih..

Ayat ini hanya menunjukkan bahwa orang kristen sejati, yang cinta kepada Allah, pasti tidak akan mempunyai rasa takut terhadap hukuman Allah pada akhir jaman / hari penghakiman. Mengapa? Karena ia percaya bahwa semua hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus sehingga ia tidak mungkin dihukum.

Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”.

Jadi jelas bahwa ayat ini tidak bisa diterapkan terhadap rasa takut Kristus pada saat ini.

3.   Dalam tafsirannya tentang Mat 26:37 dan Mat 26:39, Calvin mengatakan:

Calvin: “the weakness which Christ took upon himself must be distinguished from ours, for there is a great difference. In us there is no affection unaccompanied by sin, because they all exceed due bonds and proper restraint; but when Christ was distressed by grief and fear, he did not rise against God, but continued to be regulated by the true rule of moderation. We need not wonder that, since he was innocent, and pure from every stain, the affections which flowed from him were pure and stainless; but that nothing proceeds from the corrupt nature of men which is not impure and filthy. Let us, therefore, attend to this distinction, that Christ, amidst fear and sadness, was weak without any taint of sin; but that all our affections are sinful, because they rise to an extravagant height.” [= kelemahan yang Yesus ambil kepada diriNya sendiri harus dibedakan dari kelemahan kita, karena disana ada suatu perbedaan yang besar. Dalam diri kita disana tidak ada perasaan yang tidak disertai dengan / oleh dosa, karena semua perasaan itu melampaui ikatan yang seharusnya dan kekangan yang benar; tetapi pada waktu Kristus menderita oleh kesedihan dan rasa takut, Ia tidak memberontak terhadap Allah, tetapi terus diatur oleh peraturan yang benar dari ketenangan. Kita tidak perlu heran bahwa, karena Ia tidak berdosa, dan murni dari setiap noda, perasaan-perasaan yang mengalir dari Dia adalah murni dan tak bernoda; tetapi bahwa tak ada apapun yang keluar dari hakekat yang berdosa dari manusia yang tidak najis dan kotor. Karena itu, hendaklah kita memperhatikan perbedaan ini, bahwa Kristus, di tengah-tengah rasa takut dan kesedihan, adalah lemah tanpa noda dosa apapun; tetapi bahwa semua perasaan-perasaan kita adalah berdosa, karena perasaan-perasaan itu naik ke suatu ketinggian yang melebihi batas.].


“In the present corruption of our nature it is impossi­ble to find ardour of affections accompanied by modera­tion, such as existed in Christ; but we ought to give such honour to the Son of God, as not to judge him by what we find in ourselves.” [= Dalam keadaan kita yang berdosa sekarang ini, tidak mungkin untuk mendapatkan perasaan yang tidak berlebihan, seperti yang ada dalam Kristus; tetapi kita harus menghormati Anak Allah dengan tidak menghakimiNya dengan apa yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri.].


“If it be objected, that the fear which I am describing arises from unbelief, the answer is easy. When Christ was struck with horror at the divine curse, the feeling of the flesh affected him in such a manner, that faith still remained firm and unshaken. For such was the purity of his nature, that he felt, without being wounded by them, those temptations which pierce us with their stings.”  [= Jika ada keberatan, bahwa rasa takut yang sedang saya gambarkan muncul dari ketidak-percayaan, jawabannya mudah. Ketika Kristus takut pada kutuk ilahi, perasaan dari daging mempengaruhiNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga iman tetap teguh dan tak tergo­yahkan. Karena begitu murninya hakekatNya, sehingga Ia merasa tanpa terluka oleh pencobaan-pencobaan yang akan menusuk kita dengan sengatnya.].

Jadi dengan kata-kata ini Calvin memaksudkan bahwa:
  1. Kita sebagai manusia yang berdosa, sangat berbeda dengan Kristus yang suci murni itu. 
  2. Karena itu kita tak boleh menghakimi Kristus dengan apa yang ada dalam diri kita, karena Ia memang berbeda dengan kita. 
  3. Pada saat Kristus takut, Ia bisa tetap beriman (kita tidak bisa seperti ini), dan karena itu Ia tetap tidak berdosa.

6) Ibr 5:8 mengatakan bahwa Yesus ‘belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’.

Ibr 5:8 - “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya,.

Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada saat dimana Yesus tidak taat.

Penjelasan:

a)  Calvin mengatakan bahwa ayat ini jelas tidak berarti bahwa dulunya Yesus tidak taat, dan lalu Ia mengalami penderi­taan yang membuat Dia taat, seakan-akan Yesus adalah kuda / bagal yang baru mau menurut setelah dikendalikan dengan kekang, pecut dan sebagainya.

Bdk. Maz 32:9 - “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.”.

Setiap orang kristen akan mengalami ketaatan seperti ini, tetapi Yesus tidak!

b)  John Owen mengatakan bahwa ‘belajar ketaatan’ bisa diarti­kan 3 macam:

1.   Dari tidak tahu lalu menjadi tahu tentang apa yang harus ditaati. Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.

2.   Belajar untuk melakukan ketaatan.
Kita semua perlu belajar ketaatan dalam arti ini, dimana kita jatuh bangun berkali-kali, sampai akhirnya kita bisa mengatasi dosa tertentu. Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.

3.   Mendapat pengalaman ketaatan.
Inilah arti yang dimaksudkan di sini.

John Owen juga mengatakan bahwa ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam mengalami penderitaan, bahkan kematian untuk menebus dosa manusia.

Bandingkan dengan:

Yes 50:5-6 - “(5) Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. (6) Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.”.

Yes 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”.

Yoh 10:17-18 - “(17) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.

Fil 2:8 - “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”.

Dengan mengalami semua itu Ia mengalami dalam diriNya sendiri betapa sukarnya ketaatan dalam penderitaan itu, dan betapa besar kasih karunia yang dibutuhkan untuk taat. Dengan demikian Ia bisa mempunyai belas kasihan dan simpati terhadap kita yang menderita.


Kalau yang dimaksud dengan ‘belajar ketaatan’ itu adalah ‘mengalami ketaatan dalam penderitaan’, maka jelaslah itu tidak menunjukkan bahwa tadinya Kristus tidak taat!


c)   Tyndale Commentary mengutip Griffith Thomas yang berkata:
“This is the difference between innocency and virtue. Innocency is life untested, while virtue is innocency tested and triumphant. The Son had always possessed the disposition of obedience, but for Him to possess the virtue of obedience, testing was necessary” (= Inilah perbedaan antara ketidak-bersalahan dan kebaikan / kebajikan. Ketidak-bersalahan adalah hidup yang tidak / belum diuji, sedangkan kebaikan / kebajikan adalah ketidak-bersa­lahan yang telah diuji dan menang. Anak selalu mempunyai kecondongan pada ketaatan, tetapi supaya Ia mempunyai kebaikan / kebajikan dalam ketaatan, Ia harus diuji).

Kalau kita melihat kata-kata ini, maka terlihat bahwa ia beranggapan bahwa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’ Ia mempunyai innocency (= ketidak-bersalahan), tetapi setelah Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia mempunyai virtue (= kebaikan / kebajikan). Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia bukannya tidak taat.

7)  Ibr 5:9 mengatakan “sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi ...”.

Ibr 5:9 - “dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya,”.
NASB: “And having been made perfect, He became ...” (= Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi ...).

Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada satu saat dimana Yesus itu tidak / belum sempurna.

Penjelasan:
Kontext (Ibr 4:14-5:10) berbicara tentang Yesus sebagai Imam Besar, dan karena itu istilah ‘sempurna’ di sini harus dihu­bungkan dengan hal itu. Jadi artinya adalah: Ia jadi cocok sempurna untuk menjadi Imam Besar.


8)  Mark 10:17-18 menceritakan dialog antara Yesus dengan pemuda kaya, dimana ketika pemuda kaya menyebut Yesus dengan isti­lah / sebutan ‘Guru yang baik’, Yesus menjawab dengan berka­ta: ‘Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja’.

Mark 10:17-18 - “(17) Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalananNya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapanNya ia bertanya: ‘Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ (18) Jawab Yesus: ‘Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.”.

Ini sering dianggap sebagai pengakuan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia bukan Allah, dan Ia tidak baik.

Penjelasan:

a)  Kita tidak boleh menafsirkan satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat yang lain. Penafsiran bahwa Mark 10:17-18 berarti bahwa Yesus bukan Allah dan Yesus tidak baik, bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan keilahian dan kesucian Yesus.

b)  Pemuda kaya itu menyebut Yesus dengan istilah ‘guru yang baik’. Dari istilah ‘guru’ jelaslah bahwa ia menganggap Yesus hanyalah manusia biasa. Dengan menambahkan istilah ‘baik’, sebetulnya ia menggunakan sebutan yang kontradik­si, karena tidak ada manusia biasa yang baik (Maz 14:1-3  Maz 53:2-4  Ro 3:10-12).

Kata-kata Yesus dalam Mark 10:18 itu dimaksudkan untuk membetulkan ketidak-benaran / kontradiksi dalam sebutan pemuda kaya itu. Yesus mau bahwa pemuda itu tidak hanya mengakui Dia sebagai baik, tetapi juga sebagai Allah.




No comments:

Post a Comment