Pages

08 September 2014

Menguji Pengajaran Joseph Prince “Pengakuan Dosa—Apakah Bagi Orang Percaya?” (2)



Oleh: Martin Simamora

Menguji  Pengajaran Joseph Prince
“Pengakuan Dosa—Apakah Bagi Orang Percaya?” (2)

Bacalah lebih dulu bagian1
Tetapi, apa pentingnya bagi pembaca Alkitab atau pendengar khotbah untuk memperhatikan  apa makna “we”  yang sebenarnya,  dalam bentuk kalimat “if” dan “but if” yang merupakan kalimat pengandaian yang merujuk pada masa depan. Mengapa begitu penting bagi Joseph Prince untuk menyatakan bahwa “we”  pada bentuk kalimat semacam itu adalah “orang lain.” Sebetulnya mana kala saya berbicara atau menulis kepada khalayak pendengar atau pembaca dengan gaya bahasa “ Jika kita  mengaku sebagai bangsa Indonesia, namun kita  berkhianat kepada negara dengan menjual rahasia negara, maka kita sedang berdusta dan  bukan  warga negara yang baik sama sekali.” Apakah saya sedang membicarakan “orang lain,” ketika menggunakan “kita” kala mengkomunikasikan sebuah gagasan kepada audien saya? Bukan, saya sedang membicarakan sebuah hal yang bisa saja terjadi di masa yang mendatang walau bisa saja tidak terjadi sama sekali. Namun bagi Prince, “kita” bukan menunjuk pada “saya” dan “pendengar atau penerima” pesan saya, tetapi sama sekali  “orang lain” yang tidak terdapat dalam  interaksi komunikasi yang sedang dibangun. Dia juga secara tak langsung sedang memastikan sebuah peristiwa yang pasti terjadi dan sekarang ini. Jika  mengikut  pola pikir Prince, bahwa alamat tujuan surat tersebut bukan pada jemaat, maka sebetulnya  oleh nas yang sama, pola  berpikir Prince segera tersanggah telak :

 1 John 1:5-7

(5) This then is the message which we have heard of him, and declare unto you, that God is light, and in him is no darkness at all (6) If we say that we have fellowship with him, and walk in darkness, we lie, and do not the truth (7) But if we walk in the light, as he is in the light, we have fellowship one with another, and the blood of Jesus Christ his Son cleanseth us from all sin




Memahami “we” Pada “If we” dan “But if”

Kita telah melihat  pada bagian sebelumnya bahwa “we” pada “if we” dan “but if we” merujuk pada jemaat, bukan orang yang lain – menjawab poin 2 sub poin 1. Berikut ini adalah hal-hal pokok yang semestinya dipahami terlebih dahulu  sehingga ketika mengkhotbahkan nas ini, bukan malahan menjauhkan apa yang menjadi sentral, dimana  apa yang menjadi sentral  harus menghidupi setiap pemahaman yang hendak dikemukakan dalam khotbah/ mengkomunikasikan firman.


  • Apa yang menjadi sentral  pada 1  Yohanes 1:5-7? Yang menjadi sentral adalah  the message which we have heard of him- berita yang telah kami dengar dari Dia.”


  • Apakah beritanya? Inilah beritanya : ”God is light – Allah adalah terang” dan “in him is no darkness at alldidalam Dia  sama sekali tidak ada kegelapan.”


  • Bagaimana saya bisa mengetahui secara pasti bahwa bagian tersebut memang  sentral nas tersebut?  Rasul Yohanes sendiri secara  gamblang memberitahu bahwa inilah sentralnya : “and declare unto you atau dan mendeklarasikannya kepada kamu.


Jika kita dapat mengetahui apakah yang menjadi sentral atau jantung dalam teks 1 Yohanes 1:5-7, maka kita tahu  bagaimana seharusnya memahami gagasan yang sedang dikemukakan dalam gaya tulisan “if” dan “but if.” Apa yang menjadi sentral akan menjadi acuan atau rujukan untuk memahami gagasan apa yang terkandung pada kalimat-kalimat selanjutnya. Memasukan gagasan- gagasan lain berarti sedang membungkam “and  declare unto you.” Apa yang dideklarasikan oleh Yohanes, itu yang manjadi acuan utama untuk memahami kata atau kalimat selanjutnya.




Sekarang mari kita menyentuh poin 2 sub poin 2 :

“Joseph Prince, terkait “if we” pada ayat 6 “If we say that we have fellowship with him, and walk in darkness,” maka menurutnya  “we” yang dimaksud adalah orang lain dan bukan orang-orang percaya yang sedang diulas Yohanes.”


Saya tidak tahu apakah Joseph Prince berhati-hati dalam memahami sebuah kalimat berbentuk kalimat pengandaian. Dia sebetulnya kala merujuk Alkitab  bahasa Inggris KJV sedang melihat sebuah kalimat kondisional(conditional sentence)  yang lebih dikenal dengan “If Clause type I (Apa ini? Cobalah baca ini ) .” Sederhananya, kala menggunakan kalimat kondisional jenis ini maka kalimat ini sedang merujuk ke masa depan; sebuah tindakan  masa depan yang hanya akan terjadi bilamana sebuah kondisi tertentu terpenuhi pada saat itu di masa depan. Kalimat Kondisional semacam ini juga memberitahukan bahwa kita tidak mengetahui secara pasti apakah kondisinya secara aktual akan terpenuhi atau tidak. Namun  If Clause type I merujukan bahwa  kondisi-kondisinya terlihat realistis; sehingga kita berpikir kelihatannya dapat saja terjadi atau juga tidak terjadi sama sekali.


Saya terpaksa menyentuh hal ini, sebab Joseph Prince ternyata cukup serius bermain di ranah ini namun ternyata sangat menyimpang dari prinsip dalam bahasa Inggris  itu sendiri. Bahwa  dalam kalimat kondisional maka yang menjadi pusat perhatian adalah “aksi di masa depan,” bukan “subyeknya! Sementara , Prince berkutat pada subyek, yaitu “we.” Sampai-sampai dia mengatakan bahwa  “kita” adalah “orang lain, bukan “kita” adalah “kita.”


Apa yang membuat Joseph Prince sampai mengabaikan sama sekali apa yang menjadi jantung kalimat kondisional tipe I.  Ini menarik untuk kita tinjau pada bagian-bagian selanjutnya dalam artikel serial ini.


Sekarang mari kita lihat, apa yang menjadi sentral Yohanes kala dia menggunakan kalimat pengandaian semacam ini (tentu kala kita berbicara  kalimat kondisional If Clause  tipe I maka semata-semata dalam konteks Alkitab berhasa Inggris).


Pada ayat 6 “If we say that we have fellowship with him, and walk in darkness, we lie, and do not the truth.”


PERHATIKAN!  Ketika kita membaca ayat 5 yang berbunyi “This then is the message which we have heard of him, and declare unto you, that God is light, and in him is no darkness at all ,“ maka kita memiliki sebuah informasi penting bahwa  epistel ini merupakan epistel teramat penting sebab memberitahukan hal paling fundamental dalam iman Kristen : Yesus Kristus. Yohanes melalui surat ini sedang  memberitahukan sebuah berita yang berisikan kebenaran yang akan memiliki kebenaran sepanjang masa “this is the message” yang TELAH (have) didengar (heard) dari Dia. Berita penting ini walau “lama/purba” namun tetap merupakan kebenaran yang selalu baru dan selalu penting dan selalu tidak bisa diabaikan. Jenis berita inilah yang DIDEKLARASIKAN kepada  kamu. Bandingkanlah, sekali lagi, dengan :

1Yohanes 1:1 “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup--itulah yang kami tuliskan kepada kamu. ... (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga...

(1)That which was from the beginning, which we have heard, which we have seen with our eyes, which we have looked upon, and our hands have handled, of the Word of life. ... (3) That which we have seen and heard declare we unto you...


Epistel ini bukan saja unik karena dibuka dengan gaya yang bahasa yang sedemikian luar biasa dalam memberikan impresi keontentikan Yesus, sampai-sampai memberikan penekanan pada relasi yang jasmaniah : “melihat dengan mata” dan “meraba dengan tangan,” misalnya seperti ditemukan dalam 1 Yohanes 1:1, tetapi juga unik karena epistel ini sejak permulaan telah berbicara mengenai persekutuan antara si penulis epistel dengan penerima surat :

1Yohanes 1:3 “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. “  

(3) That which we have seen and heard declare we unto you, that ye also may have fellowship with us: and truly our fellowship is with the Father, and with his Son Jesus Christ.

PERHATIKAN! Ini penting untuk dipahami agar dapat memahami mengapa “we” pada “if we” dan “but if” adalah jemaat.


Ini bukan persekutuan yang semata  kekerabatan yang begitu istimewa dalam relasi antarmanusia. Tidak! Kala Yohanes menuliskan  supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami,” bukan hanya bernilai manusiawi saja sebab Yohanes menjelaskan jenis persekutuan apakah yang dimilikinya : “persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. “


Perhatikan, saya katakan bahwa persekutuan yang dimaksud oleh Yohanes bukan manusiawi sebab yang menjadi sentral bukan beroleh persekutuan dengan kami, tetapi memiliki persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. Maka dapat dipahami mengapa Yohanes menuliskan “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan.” Dengan kata lain, Kristus adalah penyebab terjadinya persatuan antara dirinya dengan  jemaat penerima epistelnya. Tidak ada manusia yang dapat mengadakan persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus kalau tidak pertama-tama oleh Allah sendiri untuk mengadakannya; demikian juga pasti tidak ada yang dapat mempersatukan orang-orang percaya selain Bapa dan Anak.


Sekarang, kita dapat mengetahui bagaimana Yohanes mengidentifikasi para penerima suratnya, bahwa penerima suratnya melalui deklarasi berita dari Yesus Kristus kepada kamu (jemaat) maka  memiliki persekutuan dengan kami. Jika anda membaca  Injil Yohanes, maka gaya bahasa semacam ini memang telah menjadi kekhasan Yohanes  yang dapat ditemukan misal dalam satu bagian dari doa Yesus Kristus dalam  Yohanes 17:21. Inilah doa Yesus:

Yohanes 17: 21 “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”

Sebuah bentuk persatuan yang melampaui persatuan  jasmaniah atau lebih tepatnya tidak dapat disentuh sama sekali secara jasmaniah dalam cara yang bagaimanapun, sebab Yesus dalam doanya kala meminta agar mereka semua menjadi satu, dia mengacu pada SEPERTI Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku didalam Engkau! Sebuah acuan yang sepenuhnya urusan sorgawi ketimbang urusan manusia belaka.


Jika identifikasinya :  bahwa Rasul Yohanes dan penerima epistel (jemaat)  menjadi satu maka demikian juga kala memahami poin 2 sub poin 2 : “If we say that we have fellowship with him,“ maka kita dapat secara pasti tahu apa yang menjadi maksud Yohanes kala  berkata “ Jika kita.” Menjadi dapat dipahami bahwa “kita” adalah jemaat yang memiliki persekutuan dengan Rasul Yohanes didalam persekutuan dengan Bapa dan Anak-Nya Yesus Kristus.

Kita tadi telah sedikit belajar “if cluase type I”  yang digunakan dalam Alkitab KJV pada ayat 6, dimana kita tahu bahwa dalam kalimat jenis ini, fokusnya adalah “tindakan di masa depan,” bukan pada subyeknya. Artinya kita tidak perlu memusingkan diri dengan :”siapa sih sebetulnya “we” itu? Jemaat atau bukan? Jelas jemaat. Dan kita memiliki minimal 2 dasar  yang kuat: (1) bahasa Inggris menunjukan dalam”if clause, yang menjadi fokus adalah tindakan di masa depan dan bukan subyek (2) Sejak awal epistel, Yohanes sudah berbicara mengenai “persekutuan dirinya dengan penerima epistel,” sebuah persekutuan yang dimiliki didalam persekutuan dengan Bapa dan Anak-Nya, Yesus Kristus.  

Berdasarkan hal ini maka kita dapat   berkata , kala  Yohanes berkata “If we say that we have fellowship with him,“  maka sesungguhnya Yohanes sedang  membicarakan kehidupan jemaat yang hidup dalam persekutuan bersamanya dalam persekutuan dengan Bapa dan Yesus Kristus. Dia sedang membicarakan dirinya sebagai deklarator berita dan penerima berita (jangan lupa dengan ayat 5 “we have heard of him, and declare unto you,“). Dan saat berita itu telah dideklarasikan maka dia dan penerima berita (jemaat bukan lagi  2 entitas yang terpisahkan tetapi telah disatukan dalam persekutuan dengan Kristus oleh pemberitaan berita yang didengar dari Yesus) telah memiliki persekutuan didalam persekutuan dengan Bapa dan Anak.


Saya dapat pastikan, bahwa Joseph Prince terganggu oleh anak kalimat : “and walk in darkness” pada “If we say that we have fellowship with him, and walk in darkness.” Saya juga dapat pastikan oleh anak kalimat “dan berjalan didalam kegelapan,” membuat dia merusak makna sesungguhnya dalam   kalimat berbentuk “if Clause,” sebuah tanda bahwa Joseph melihat  apa  makna dalam kalimat dalam sebuah distorsi—seolah-olah ada kesalahan yang harus dikoreksi dengan cara mengubah makna “we.”  Nampaknya dia sedang melindungi kebenaran yang dapat coreng jika “we” adalah jemaat.


Sebaliknya tidak akan ada kecemaran yang bagaimanapun (pada seri-seri selanjutnya akan menjadi jelas apa yang sedang dilindungi oleh Prince), justru memang Yohanes sedang menunjukan bahwa jika memang benar kita berkata  memiliki persekutuan dengan Yesus namun sekaligus berjalan dalam  kegelapan, maka kita sebagai jemaat adalah pendusta. Itu sebabnya Yohanes menuliskan selanjutnya “we lie, and do not the truth .“Bahasa sederhananya :jika jemaat cuma jago omong, pintar berbicara, pintar beretorika mengenai memiliki persekutuan dengan terang, namun perbuatannya bertolak belakang-dipenuhi oleh segala macam perbuatan gelap, maka sama saja anda berdusta. Ya...bisa dikatakan seperti anda berkata kepada saya bahwa anda seorang bos atau pejabat atau pendeta yang jujur dan berintegritas namun faktanya kehidupan anda dalam kegelapan sekalipun  orang lain tak dapat melihatnya-menemukannya-membuktikannya.


Yohanes, SETELAH MENDEKLARASIKAN berita kepada jemaat, lantas mengulas sebuah hal yang bisa saja terjadi walau kecil untuk terjadi, bahwa KELAK DI MASA DEPAN anda bisa saja sebagai orang yang terlihat atau kelihatannya berada didalam persekutuan orang percaya namun berjalan dalam kegelapan. Ini hanya dapat terjadi jika KONDISI TERTENTU TERPENUHI (mengacu ketentuan dalam kalimat if clause). Dan memang dalam Epistel ini ada terdapat jemaat yang sebenarnya bukan diantara jemaat, walau pada awalnya terlihat ada bersama-sama dengan jemaat. Mari kita intip sebentar :
1 Yohanes 2:19 “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita. “    

Bagian ini ( 1 Yohanes 2:19) sangat penting, untuk menunjukan bahwa memang epsitel ini sepenuh-penuhnya untuk jemaat Kristus. Sebab yang tidak sungguh-sungguh, yang pada awalnya terlihat ada bersama-sama dalam persekutuan, KINI SUDAH TIDAK BERSAMA-SAMA LAGI : “jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita.


Poin 2 sub poin 2 telah  saya jawab dan ini adalah akhir bagian 2. Saya memang  berupaya untuk membuatnya sederhana dengan cara membuatnya dalam serial sehingga tidak membuatnya terlampu pelik. Kepelikan menjadi timbul semata karena Joseph Prince membuat sebuah kejanggalan yang  mengakibatkan pergeseran makna yang fundamental, padahal apa yang dia lakukan sungguh bertentangan dengan tujuan terkandung kalimat if clause dalam bahasa Inggris, bahwa tidak perlu sama sekali memusingkan makna lain pada subyek selain berfokus pada tindakan dimasa yang akan datang- yang mungkin saja terjadi atau tidak terjadi sama sekali di masa depan; ya ini terkait kala menjadi nyata siapakah yang sungguh-sungguh orang percaya yang memang memiliki persekutuan dengan Kristus atau siapakah yang sungguh orang yang dipanggil kedalam persekutuan dengan Bapa dan Anak-Nya dalam Yesus Kristus.


Selamat merenungkan dan selamat berbahagia didalam persekutuan dengan Bapa dan Anak-Nya, Yesus Kristus :

Yohanes 17:20-21  “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.


Bersambung ke  bagian 3



Rujukan :

   
  

No comments:

Post a Comment