Pages

14 August 2014

Pertanyaan Kesepuluh : Buktikan siapa yang hapal Alkitab walau satu surat saja di luar kepala!



Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div

Pertanyaan Kesepuluh : Buktikan siapa yang hapal
Alkitab walau satu surat saja di luar kepala!


Bacalah  lebih dulu bagian sembilan
Pernah terjadi ketika dalam suatu acara Debat Islam & Kristen di salah satu gedung di Jakarta, waktu memasuki acara tanya jawab, seorang ahwat mengajukan satu pertanyaan kepada sang Pendeta yang bertitel Doctor Teologi sebagai berikut :

AHWAT: “Pak Pendeta, di dunia ini ada banyak orang yang hapal Al Qur’an diluar kepala. Apakah ada orang yang hapal Alkitab diluar kepala?”

PENDETA: “Di dunia ini tidak mungkin ada yang hapal Alkitab di luar kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin dia bisa hapal Alkitab di luar kepala, sebab Alkitab itu adalah buku yang sangat tebal, jadi sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al Qur’an. Al Qur’an adalah buku yang sangat tipis, makanya mudah dihapal.”


Jawaban pendeta tersebut terlalu singkat, tidak rasional dan sangat merendahkan bahkan melecehkan AI Qur’an.

Dengan jawaban pak Pendeta hanya seperti itu, karena penasaran, kami maju ke depan, merebut mikropone yang ada ditangan ahwat tersebut, dan melanjutkan pertanyaan ahwat tadi. (maaf disini kami pakai nama pengganti HILS)


HILS: “Maaf pak Pendeta, tadi bapak katakan bahwa Al Qur’an adalah buku yang sangat tipis, makanya gampang dihapal diluar kepala. Tapi pak Pendeta, bahwa setipis-tipisnya Al Qur’an, ada sekitar 500 s/d 600 halaman, jadi cukup banyak juga lho!! Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan orang yang hapal Al Qur’an diluar kepala. Bahkan anak kecil sekalipun banyak yang hapal diluar kepala, walaupun artinya belum dipahami. Sekarang saya bertanya kepada pak Pendeta, Alkitab itu terdiri dari 66 kitab bukan? Jika pak Pendeta hapal satu surat saja diluar kepala (1/66 saja), semua yang hadir disini jadi saksi, saya akan kembali masuk agama Kristen lagi! Ayo silahkan pak Pendeta!”


Mendengar tantangan saya seperti itu, situasi jadi tegang, mungkin audiens yang muslim khawatir, jangan-jangan ada salah satu Pendeta yang benar-benar hapal salah satu surat saja di dalam Alkitab tersebut. Seandainya ada yang hapal, berarti saya harus tepati janjiku yaitu harus masuk Kristen kembali. Karena para Pendetanya diam, saya lemparkan kepada jemat atau audiens Kristen yang dibelakang.


HILS: “Ayo kalian yang dibelakang, jika ada diantara kalian yang hapal satu surat saja dari Alkitab ini diluar kepala, saat ini semua jadi saksi, saya akan kembali masuk ke agama Kristen lagi, silahkan!!”


Masih dalam situasi tegang, dan memang saya tahu persis tidak akan mungkin ada yang hapal walaupun satu surat saja diluar kepala, tantangan tersebut saya robah dan turunkan lagi. Saat itu ada beberapa Pendeta yang hadir sebagai pembicara maupun sebagai moderator. Mereka itu usianya bervariasi, ada yang sekitar 40, 50 dan 60an tahun. Pada saat yang sangat menegangkan, saya turunkan tantangan saya ke titik yang terendah, dimana semua audiens yang hadir, baik pihak Kristen maupun Islam semakin tegang dan mungkin sport jantung.


HILS: “Maaf pak Pendeta, umur anda kan sekitar 40, 50 tahun dan 60an tahun bukan? Jika ada diantara pak Pendeta yang hapal SATU LEMBAR saja BOLAK BALIK ayat Alkitab ini, asalkan PAS TITIK KOMANYA, saat ini semua jadi saksinya, aku kembali masuk agama Kristen lagi!! Silahkan pak!”


Ketegangan yang pertama belum pulih, dengan mendengar tantangan saya seperti itu, situasi semakin tegang, terutama dipihak teman-teman yang beragama Islam. Mungkin mereka menganggap saya ini gila, over acting, terlalu berani, masak menantang para Pendeta yang hampir rata-rata bertitel Doctor hanya hapalan satu lembar ayat Alkitab saja. Suasana saat itu sangat hening, tidak ada yang angkat suara, mungkin cemas, jangan-jangan ada yang benar-benar hapal ayat Alkitab satu lembar saja. Karena para pendeta diam seribu bahasa, akhirnya saya lemparkan lagi kepada jemaat atau audiens yang beragama Kristen.


HILS: “Ayo siapa diantara kalian yang hapal satu lembar saja ayat Alkitab ini, bolak balik asal pas titik komanya, saat ini saya kembali masuk Kristen. Ayo silahkan maju kedepan!”


Ternyata tidak ada satu pun yang maju kedepan dari sekian banyak Pendeta maupun audiens yang beragama Kristen. Akhirnya salah seorang Pendeta angkat bicara sebagai berikut:

PENDETA: “Pak Insan, terus terang saja, kami dari umat Kristiani memang tidak terbiasa menghapal. Yang penting bagi kami mengamalkannya.”


HILS: “Alkitab ini kan bahasa Indonesia, dibaca langsung dimengerti! Masak puluhan tahun beragama Kristen dan sudah jadi Pendeta, selembar pun tidak terhapal? Kenapa? Jawabnya karena Alkitab ini tidak murni wahyu Allah, makanya sulit dihapal karena tidak mengandung mukjizat! Beda dengan Al Qur’an. Di dunia ini ada jutaan orang hapal diluar kepala, bahkan anak kecilpun banyak yang hapal diluar kepala seluruh isi Al Qur’an yang ratusan halaman. Padahal bahasa bukan bahasa kita Indonesia. Tapi kenapa mudah dihapal? Karena Al Qur’an ini benar-benar wahyu Allah, jadi mengandung mukjizat Allah, sehingga dimudahkan untuk dihapal. Soal mengamalkannya, kami umat Islam juga berusaha mengamalkan ajaran Al Qur’an. Saya yakin jika bapak-bapak benar-benar mengamalkan isi kandungan Alkitab, maka jalan satu-satunya harus masuk Islam. Bukti lain bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah, seandainya dari Arab Saudi diadakan pekan Tilawatil Qur’an, kemudian seluruh dunia mengakses siaran tersebut, kami umat islam bisa mengikutinya, bahkan bisa menilai apakah bacaannya benar atau salah. Dan ketika mengikuti siaran acara tersebut, tidak perlu harus mencari kitab Al Qur’an cetakan tahun 2000 atau 2005. Sembarang Al Qur’an tahun berapa saja diambil, pasti sama. Beda dengan Alkitab. Seandainya ada acara pekan tilawatil Injil disiarkan langsung dari Amerika, kemudian seluruh dunia mengaksesnya, kitab yang mana yang jadi rujukan untuk di ikuti dan dinilai benar tidaknya? Sama-sama bahasa Inggris saja beda versi, jadi sangat mustahil jika ada umat Kristiani bisa melakukan pekan tilawatil Injil, karena satu sama lainnya berbeda.”


Alhamdulillah dari sanggahan kami seperti itu mendapat sambutan hangat dan aplaus dari audiens yang beragama Islam. Oleh sebab itu kami serius menyediakan hadiah uang tunai sebesar Rp. 10.000.000. (sepuluh juta rupiah) bagi siapa saja umat Kristiani yang bisa hapal ayat-ayat Alkitab walau satu lembar saja bolak balik atas (asal?) pas titik komanya. Bagi yang ingin mencobanya, kami persilahkan hubungi kami bila ada yang bisa menghapalnya diluar kepala, tanpa harus membuat satupun kesalahan.



Tanggapan Pdt. Budi Asali:



1)  Apakah pertanyaan kesepuluh’ ini merupakan suatu pertanyaan? Ini bukan pertanyaan!


2)  Beda Islam dan Kristen dalam urusan menghafal Kitab Sucinya.
Saya bukan Islam, dan tidak pernah menjadi Islam, dan juga tidak terlalu mendalami Islam, sehingga saya tidak terlalu tahu dengan persis apa sebabnya banyak orang Islam menghafal Al-Quran. Tetapi mungkin, karena adanya semacam kefanatikan terhadap bahasa Arab, sehingga mereka mengharuskan adanya bahasa Arabnya, baik dalam pembacaan maupun penulisan Al-Quran. Juga saya mendengar bahwa dalam agama mereka memang ada pahala kalau bisa hafal Al-Quran secara persis, dan pahalanya berkurang kalau dalam menghafal ada yang salah.

Yang jelas, dalam Kristen, tak ada kefanatikan terhadap bahasa asli, dan juga tidak ada keharusan menghafal secara persis, dan tak ada pahala apa-apa dalam menghafalkan ayat-ayat Alkitab. Menghafal memang penting, tetapi:

a)   Kita harus mengerti dulu artinya.
Apakah ada gunanya menghafal tanpa mengerti? Menurut saya itu bukan hanya tidak ada gunanya, tetapi bahkan membahayakan, karena sangat memungkinkan timbul penggunaan yang ngawur dari ayat-ayat yang hanya dihafal tanpa dimengerti itu.

Illustrasi: ada suatu cerita tentang jaman Napoleon. Pada jaman Napoleon menjadi kaisar Perancis, maka Perancis sangat berkuasa. Ini menyebabkan ada banyak orang-orang yang bukan orang Perancis yang mau menjadi tentara Perancis. Suatu hari, di suatu pasukan ada orang non Perancis, dan diberitahukan kepada komandannya bahwa beberapa hari lagi Napoleon akan datang untuk memeriksa pasukannya. Komandan itu tahu bahwa sekalipun Napoleon mau menerima orang-orang non Perancis masuk menjadi tentaranya, tetapi ia tidak senang kalau orang itu tidak bisa berbahasa Perancis. Ia tahu juga bahwa tentara non Perancis dalam pasukannya itu tidak bisa berbahasa Perancis sama sekali. Untuk menyenangkan Napoleon, ia memutuskan untuk memberikan ‘kursus kilat’ kepada tentaranya tersebut. Ia lalu memanggil tentara itu, dan berkata: kalau Napoleon datang memeriksa pasukan, ia selalu menanyakan 3 pertanyaan yang sama persis, dengan urut-urutan yang persis juga. Pertanyaan pertama: “Berapa usiamu?”. Pertanyaan kedua: “Sudah berapa tahun kamu menjadi tentara?”. Dan pertanyaan ketiga: “Apakah kamu ikut dalam pertempuran di kota A atau kota B?” Sekarang kamu harus menghafal jawabannya dalam bahasa Perancis. “Berapa usiamu?” Tentara itu menjawab: “Dua puluh tiga tahun”. Komandan berkata: “Dua puluh tiga tahun dalam bahasa Perancisnya adalah ini (dia ucapkan dalam bahasa Perancis). “Berapa lama kamu menjadi tentara?”. Tentara itu menjawab: “Tiga tahun”. Komandan berkata: “Tiga tahun, dalam bahasa Perancis adalah ini (dia ucapkan dalam bahasa Perancis). Lalu, “Kamu ikut perang di kota A atau kota B?”. Tentara itu menjawab: “Dua-duanya!”. Komandan berkata: “Dua-duanya dalam bahasa Perancis adalah ini (dia ucapkan dalam bahasa Perancis). Sekarang kamu hafalkan ketiga kalimat itu, dan jawab Napoleon dalam bahasa Perancis kalau dia memeriksa pasukan kita. Berhari-hari tentara itu menghafalkan tiga kalimat pendek itu dalam bahasa Perancis. Akhirnya tiba harinya Napoleon datang untuk memeriksa pasukan itu. Pada waktu melihat tentara itu, Napoleon lalu bertanya. Tetapi di luar kebiasaannya, ia menanyakan pertanyaan kedua lebih dulu. “Berapa lama kamu menjadi tentara?”. Tentara itu menjawab dalam bahasa Perancis yang ia hafalkan: “Dua puluh tiga tahun”. Napoleon menjadi heran. Orang ini kelihatannya masih muda, kok bisa sudah jadi tentara selama 23 tahun? Ia lalu bertanya: “Berapa usiamu?”. Tentara itu menjawab: “Tiga tahun”. Napoleon menjadi marah dan bertanya dengan membentak: “Yang gila kamu atau saya?”. Dan tentara itu menjawab dengan bangga: “Dua-duanya!”.
Ini akibatnya kalau hanya hafal tanpa mengerti!

Mokoginta sendiri mengakui bahwa banyak orang Islam yang hanya hafal tetapi tidak mengerti artinya. Saya kutip ulang kata-katanya di atas:Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan orang yang hapal Al Qur’an diluar kepala. Bahkan anak kecil sekalipun banyak yang hapal diluar kepala, walaupun artinya belum dipahami.

Sebetulnya saya sangat meragukan kebenaran dari hal ini, tetapi untuk mengecek agak sukar, karena hafalannya ada dalam bahasa Arab, yang sama sekali tidak saya mengerti. Jadi, seandainya diuji, dan salah, saya juga tidak akan tahu. Tetapi seandainya hal itu benar, saya bertanya: apa gunanya membanggakan hal seperti itu? Kalau saya, saya tidak akan bangga dengan jemaat saya yang hanya hafal; tanpa mengerti. Saya lebih memilih jemaat saya mengerti, tetapi tidak hafal persis.


b)  Tidak harus persis, yang penting artinya jangan melenceng.
Ini terbukti dari orang-orang dalam Alkitab, seperti rasul, dan bahkan Yesus sendiri, dalam mengutip ayat Alkitab (Perjanjian Lama) sering tidak persis. Contoh:

1.   Dalam Mat 4:4, Yesus mengutip Ul 8:3, tetapi tidak kata per kata / secara persis.
Mat 4:4 - “Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”

Ul 8:3 - “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.

2.   Dalam Mat 4:10 Yesus mengutip Ul 6:13, tetapi jauh dari persis!
Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.
Ul 6:13 - Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah.

Ini membuktikan bahwa Yesus sendiri tidak menganggap penting untuk menghafal Kitab Suci secara persis, kata per kata, apalagi lengkap dengan titik dan komanya! Kalau Yesus sendiri seperti itu, ‘apa dalilnya’ yang bisa diberikan oleh Mokoginta sehingga orang Kristen harus menghafalkan Alkitab secara persis, kata per kata, apalagi lengkap dengan titik dan komanya??


3) Saya yakin ada banyak orang Kristen yang hafal Alkitab, tetapi:
                                           
a) Hanya pada bagian-bagian yang penting, tetapi tidak pada bagian-bagian yang tidak penting, seperti misalnya urut-urutan silsilah. Menghafal bagian yang tidak penting seperti itu, menurut saya, sama sekali bukan merupakan suatu kerajinan ataupun tindakan yang terpuji, tetapi sebaliknya, hanya merupakan suatu pemborosan energi dan otak yang tidak perlu.

b) Tidak secara persis / kata per kata, apalagi lengkap dengan titik komanya. Menghafal persis, menurut saya, lagi-lagi sama sekali tidak merupakan suatu kerajinan ataupun tindakan yang terpuji, tetapi sebaliknya, merupakan suatu pemborosan energi dan otak secara tidak perlu. Apa gunanya?

Sebagai contoh: Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.
Kalau saya menghafalnya “Karena demikianlah besarnya cinta Allah akan dunia ini sehingga Ia telah memberikan AnakNya yang tunggal, supaya semua orang yang percaya kepadaNya tidak binasa tetapi mendapatkan hidup yang kekal”, apa salahnya??? Artinya sama persis, hanya kata-katanya agak berbeda. Tak jadi masalah.

4)  Sekarang saya akan menyoroti dan membahas kata-kata Mokoginta yang akan saya kutip ulang di bawah ini:
“Alkitab ini kan bahasa Indonesia, dibaca langsung dimengerti! Masak puluhan tahun beragama Kristen dan sudah jadi Pendeta, selembar pun tidak terhapal? Kenapa? Jawabnya karena Alkitab ini tidak murni wahyu Allah, makanya sulit dihapal karena tidak mengandung mukjizat! Beda dengan Al Qur’an. Di dunia ini ada jutaan orang hapal diluar kepala, bahkan anak kecilpun banyak yang hapal diluar kepala seluruh isi Al Qur’an yang ratusan halaman. Padahal bahasa bukan bahasa kita Indonesia. Tapi kenapa mudah dihapal? Karena Al Qur’an ini benar-benar wahyu Allah, jadi mengandung mukjizat Allah, sehingga dimudahkan untuk dihapal. Soal mengamalkannya, kami umat Islam juga berusaha mengamalkan ajaran Al Qur’an. Saya yakin jika bapak-bapak benar-benar mengamalkan isi kandungan Alkitab, maka jalan satu-satunya harus masuk Islam. Bukti lain bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah, seandainya dari Arab Saudi diadakan pekan Tilawatil Qur’an, kemudian seluruh dunia mengakses siaran tersebut, kami umat islam bisa mengikutinya, bahkan bisa menilai apakah bacaannya benar atau salah. Dan ketika mengikuti siaran acara tersebut, tidak perlu harus mencari kitab Al Qur’an cetakan tahun 2000 atau 2005. Sembarang Al Qur’an tahun berapa saja diambil, pasti sama. Beda dengan Alkitab. Seandainya ada acara pekan tilawatil Injil disiarkan langsung dari Amerika, kemudian seluruh dunia mengaksesnya, kitab yang mana yang jadi rujukan untuk di ikuti dan dinilai benar tidaknya? Sama-sama bahasa Inggris saja beda versi, jadi sangat mustahil jika ada umat Kristiani bisa melakukan pekan tilawatil Injil, karena satu sama lainnya berbeda.”

Ada beberapa hal yang ingin saya persoalkan / tanyakan:

a) Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda (warna ini) itu kesimpulan dari mana? Mokoginta meloncat pada suatu kesimpulan secara ngawur / tanpa logika sama sekali! Alkitab dalam sangat banyak bagian bertentangan secara frontal dengan Al-Quran. Jadi, bagaimana mungkin kalau mau benar-benar mengamalkan Alkitab harus masuk Islam?? Yang benar adalah: kalau mau benar-benar mengamalkan Alkitab, pertama-tama harus percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dulu, diselamatkan, baru mentaati Alkitab.

b)  Bukti-bukti dari Mokoginta bahwa Al-Quran adalah Firman Tuhan.

1.   Mudah dihafal.
Apakah kebenaran suatu agama, atau Kitab Suci itu Firman Tuhan atau bukan, tergantung dari fakta apakah para penganutnya hafal Kitab Suci tersebut? Ini omong kosong yang bodoh. Lebih-lebih mengatakan bahwa kalau banyak yang hafal berarti Kitab Suci itu mengandung mujijat, dan itu membuktikan kalau Kitab Suci itu Firman Tuhan, dan sebaliknya, kalau tak ada yang hafal, maka Kitab Suci itu tak ada mujijat, dan itu membuktikan Kitab Suci itu bukan Firman Tuhan. Logika apa ini? Apa dasarnya? Dalam bahasa dari Mokoginta sendiri, ‘mana dalilnya’, baik dalam Alkitab ataupun dari Al-Quran?

Saya tambahkan satu hal lagi: kalau ‘logika’ Mokoginta seperti ini bisa dibenarkan, ada banyak lagu-lagu yang bisa dihafalkan oleh banyak orang, khususnya para penyanyi. Kalau demikian, lagu-lagu itu juga mengandung mujijat, dan lagu-lagu itu adalah Firman Tuhan? Betul-betul ‘logika’ yang sangat hebat!!

2.    Adanya satu versi yang sama membuktikan Kitab Suci itu Firman Tuhan.
Karena Al-Quran cuma ada satu versi (seragam di seluruh dunia), sehingga diambil Al-Quran manapun, tahun kapanpun, maka akan sama, itu dianggap membuktikan bahwa Al-Quran adalah Firman Tuhan.
Tentang hal ini:

a.  Saya lagi-lagi bertanya kepada Mokoginta: ‘mana dalilnya’ untuk berpendapat seperti itu??? Kalau memang hal ini benar, ada banyak buku yang harus dianggap sebagai Firman Tuhan, karena versinya cuma satu. Semua buku cetakan, akan seperti itu.

b.   Apakah benar Al-Quran itu ada hanya satu versi?
Encyclopedia Britannica 2008 mengatakan bahwa sebetulnya Al-Quran juga mempunyai banyak versi, tetapi pada jaman seseorang yang bernama Uthman (abad 7 M), dipilih satu teks Al-Quran untuk dijadikan standard. Sekalipun demikian, masih ada versi-versi berbeda dalam Al-Quran, sekalipun jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Perjanjian Baru.


Hal ini dinyatakan dalam Encyclopedia Britannica maupun EncyclopediaEncarta, yang saya kutip di bawah ini.


Encyclopedia Britannica 2008 (dengan topik ‘Qur’an’): After the Prophet’s death, and especially after the battle of Yamāmah (633), in which a great number of those who knew the Qurʾān by heart had fallen, fear arose that the knowledge of the Qurʾān might disappear. So it was decided to collect the revelations from all available written sources and, as Muslim tradition has it, “from the hearts [i.e., memories] of people.” A companion of the Prophet, Zayd ibn Thābit, is said to have copied on sheets whatever he could find and to have handed it over to the caliph ʿUmar. After ʿUmar’s death the collection was left in the care of his daughter afah. Other copies of the Qurʾān appear to have been written later, and different versions were used in different parts of the Muslim empire. So that there would be no doubt about the correct reading of the Qurʾān, the caliph ʿUthmān (644–656) is reported to have commissioned Zayd ibn Thābit and some other learned men to revise the Qurʾān using the ‘sheets’ of afah, comparing them with whatever material was at hand, and consulting those who knew the Qurʾān by heart. It was decided that in case of doubt about the pronunciation, the dialect of Quraysh, the Prophet’s tribe, was to be given preference. Thus an authoritative text of the Qurʾān (now known as the ʿUthmānic recension) was established. ... It would appear that learning the words of the revelation by heart was the normal way of preserving them, and that only on special occasions were the words written down immediately. The existence of various early collections of Qurʾānic material seems to be a warranted fact, although their nature and contents cannot be determined. Some of the sūrahs beginning with separate letters (al-fawāti)—certain consonant combinations detached from the main text (mentioned above under the heading Form)—occur together in the present Qurʾān and in the order of decreasing length in such a way as to suggest that they once formed separate collections. The establishment of a vulgate recension (a standard version) was not sufficient to secure the uniform and correct reading of the Qurʾān in all details. The Arabic script was incomplete; several consonants were easy to confuse, and there was no way of indicating the vowels to differentiate the variety of possible meanings inherent in a particular combination of consonants. To assure the correct recitation, therefore, it was necessary to know the text more or less by heart. In this way, differing variant readings arose, warranted by this or that ‘reader’ of the Qurʾān. The recorded variations, however, turned out to be remarkably few, and though no complete listing of the textual variants exists, it can safely be said that the textual tradition of the Qurʾān is much firmer and more uniform than that of the New Testament.

Saya hanya menterjemahkan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, sebagai berikut: “Copy-copy yang lain dari Al-Quran kelihatannya telah ditulis belakangan, dan versi-versi yang berbeda digunakan dalam bagian-bagian yang berbeda dari kekaisaran Muslim / Islam. ... Uthman (644-656) dilaporkan telah menugaskan Zayd ibn Thābit dan beberapa orang terpelajar yang lain untuk merevisi Al-Quran menggunakan ‘lembaran-lembaran’ Hafsah, membandingkan mereka dengan materi apapun yang ada, dan berkonsultasi dengan mereka yang hafal Al-Quran. Diputuskan bahwa dalam kasus ada keraguan tentang cara pengucapan / pembacaan, dialek dari Quraysh, suku dari sang Nabi, harus lebih dipilih. Demikianlah suatu text yang berotoritas dari Al-Quran (sekarang dikenal sebagai text yang direvisi oleh Uthman) ditetapkan. ... Penetapan suatu text revisian yang diterima pada umumnya (suatu versi standard) tidaklah cukup untuk mendapatkan / menjamin pembacaan Al-Quran yang seragam dan benar dalam semua detailnya.




Encyclopedia Encarta 2008: There was no definitive written text of the Qur’an while Muhammad was still alive, but the structure of the suras (chapters) and their titles may have been influenced by the Prophet. Muslims generally believe that the authorized version of the Qur’an derives its text and the number and order of the chapters from the work of a commission appointed by the third caliph (Islamic political leader), Uthman ibn Affan, during the second half of his reign, roughly 20 years after Muhammad’s death. The most widely accepted history of this Uthmanic text is that the commission relied upon a written copy of the entire text that was collected from written and oral versions within two years of the Prophet’s death during the reign of the first caliph, Abu Bakr. Written versions had been created by those who acted as Muhammad’s secretaries and wrote down the revelations as the Prophet received them. Oral versions existed because some of Muhammad’s companions had memorized several chapters. The commission thus succeeded in establishing a complete text. Different readings of certain words and verses, however, continued for a long time. This was due to differences among dialects of Arabic and deficiencies in the script used for writing at that time. Although Arabic script shows the characteristics of a consonantal script, there are several cases where the same form of writing was used to represent more than one consonant without any distinguishing mark. Even if there were agreement on the consonants, some words could be read in different ways because the earliest copies of the Qur’an were transcribed without symbols to represent certain vowels. Diacritical marks were added to the text a few generations after its creation, but the Uthmanic text was probably not accepted as a definitive text until the beginning of the 4th century of the Islamic calendar (10th century ad). In the 20th century an Egyptian edition printed in 1924 became the official text throughout the Islamic world. The Uthmanic or canonical text represents a different sequence than the order in which Muhammad reportedly received the revelations. The chapters, after the short opening chapter called al-Fatihah, are arranged roughly in descending order of length. Because the first revelations are the shorter chapters, they are assigned to the end. It is not known why the chapters were arranged in this way, but this order has been preserved since the Uthmanic text was established. The Qur’an is divided into 114 chapters, or suras, each of which is further divided into a number of ayat (verses). The chapter titles were taken from images or events included in the suras. The chapters are customarily classified as either Meccan or Medinan, in reference to the two cities in which Muhammad lived and reportedly received the revelations. However, some chapters are composite, with Meccan verses inserted in the midst of a largely Medinan chapter and vice versa. For the purpose of recitation the Qur’an is divided into various schemes, such as 30 equal ajza (parts) so that it can be read in full during Ramadan, the holy month of fasting, by reciting one part per day. The 1924 Egyptian Qur’anic text is printed with full diacritical marks and other signs that give precise guidance for the pronunciation of each word, especially for those readers who do not know Arabic. Although Arabic can be written without vowels, the meaning of Arabic words depends upon both consonants and vowels. For centuries the Qur’an was transcribed without symbols to represent the missing vowels, so that more than one reading of the text was possible. Despite the consensus among Muslim scholars on the authority of the Uthmanic text, seven or more legitimate readings of the Qur’an prevailed.


Lagi-lagi saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi, sebagai berikut: “Orang-orang Muslim / Islam pada umumnya percaya bahwa versi yang berotoritas dari Al-Quran mendapatkan text dan penomoran dan urut-urutan dari pasal-pasalnya dari pekerjaan dari suatu komisi yang ditetapkan oleh kalif (pemimpin politik Islam) yang ketiga, Uthman ibn Affan, selama setengah bagian dari pemerintahannya, kira-kira 20 tahun setelah kematian Muhammad. ... tetapi text Uthman mungkin  tidak / belum diterima sebagai text yang pasti / menentukan sampai awal dari abad ke 4 dari penanggalan Islam (abad 10 M.). Dalam abad ke 20 suatu edisi Mesir yang dicetak pada tahun 1924 menjadi text yang resmi di seluruh dunia Islam. ... Sekalipun ada persetujuan umum di antara orang-orang terpelajar Muslim / Islam tentang otoritas dari text Uthman, tujuh atau lebih pembacaan yang sah dari Al-Quran tetap ada / berlaku”.

Terlihat bahwa baik Encyclopedia Britannica maupun Encyclopedia Encarta mengatakan bahwa ada banyak versi Al-Quran! Pada jaman Uthman dibuat satu text yang dianggap terbaik, dan lalu dijadikan standard. Sekalipun demikian tetap masih ada beberapa versi Al-Quran!


Saya ingin bertanya kepada Mokoginta: “Benarkah kata-kata Encyclopedia Britannica dan Encarta ini?”. Kalau benar, lalu apa jadinya dengan hal yang, menurut Mokoginta, membuktikan Al-Quran sebagai Firman Tuhan ini?

Juga Encyclopedia Encarta mengatakan bahwa teks dari Uthman itu baru diterima pada sekitar abad 10 Masehi. Jadi, sebelum abad ke 10, masih banyak text Al-Quran. Kalau keseragaman Al-Quran dianggap sebagai bukti bahwa Al-Quran itu adalah Firman Tuhan, berarti sebelum abad ke 10 Al-Quran bukanlah Firman Tuhan?



c)  Sebagai perbandingan, saya ingin memberikan bukti-bukti bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan.
Ini bukti-buktinya:

1.  Alkitab bisa bersatu dan harmonis, padahal Alkitab ditulis dalam jangka waktu 1500-1600 tahun, oleh kurang lebih 40 orang, yang:
  • Hidup pada jaman yang berbeda.
    Memang ada yang hidup sejaman, seperti Matius dengan Yohanes. Tetapi banyak juga yang hidup pada jaman yang berbeda seperti Musa, Daud, Yohanes, dan sebagainya.
  • Mempunyai latar belakang yang berbeda (ada yang petani, gembala, nabi, nelayan, raja, dsb). 
  • Banyak yang tidak kenal satu sama lain.
Sekarang pikirkan: bagaimana mungkin 40 penulis ini, yang hidup pada jaman berbeda, dengan latar belakang yang berbeda dan banyak yang tidak saling mengenal, bisa menuliskan kitab-kitab, yang lalu bisa bersatu dan harmonis seperti Alkitab kita?

Illustrasi: Kalau saya memberikan 40 buku kepada 40 orang dan menyuruh mereka menuliskan suatu karangan sesuka hati mereka, maka hasilnya pasti tidak akan bisa dikumpulkan menjadi satu buku. Mengapa? Karena isinya pasti akan bertentangan satu sama lain, atau sama sekali tidak berhubungan satu sama lain.

Tetapi akan lain ceritanya kalau saya mengontrol / mengarahkan 40 orang itu, misalnya dengan menyuruh si A mengarang tentang mata manusia, si B tentang telinga manusia, si C tentang jantung manusia, si D tentang paru-paru manusia dst, maka besar kemungkinan hasilnya bisa dibukukan menjadi satu, menjadi buku biologi.

Jadi, kalau hasil dari 40 penulis Alkitab itu bisa dibukukan menjadi suatu buku yang bersatu dan harmonis, maka pastilah ada ‘Satu Orang’ yang menguasai / mengontrol dan mengarahkan ke 40 penulis tersebut. Dan siapakah yang bisa menguasai / mengontrol dan mengarahkan 40 orang yang hidup dalam jangka waktu 1500-1600 tahun? Hanya ada ‘Satu Orang’ yang  bisa melakukan hal itu, dan itu adalah Allah sendiri.

2.   Alkitab tidak bisa habis dipelajari.
Kalau saudara mempelajari buku lain, bagaimanapun tebalnya buku itu, maka pada suatu saat buku itu akan habis dipelajari dan saudara tidak akan bisa menambah pengetahuan apa-apa lagi dari buku itu. Tetapi Alkitab sudah dipelajari oleh jutaan manusia selama ribuan tahun, dan tidak ada seorangpun yang bisa tamat belajar Alkitab!

Ada yang mengatakan bahwa kalau buku lain itu seperti bak, yang sekalipun besar, tetapi kalau terus diambili airnya, maka airnya akan habis. Tetapi Alkitab seperti sebuah sumber, yang sekalipun terus diambili airnya, tidak akan pernah habis.

Kalau saudara belajar Alkitab, sekalipun makin lama saudara akan makin banyak mengerti tentang Alkitab, tetapi anehnya saudara akan melihat bahwa makin banyak juga hal-hal yang belum saudara mengerti tentang Alkitab.
Ini menunjukkan:
a.  Alkitab merupakan buku yang aneh sendirian, karena Alkitab adalah Firman Allah.
b. Manusia tidak bisa mempelajari Alkitab secara tuntas, apalagi mengarangnya!

3.   Semua nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat.
Manusia bisa meramal dengan:
a.   Ilmu pengetahuan.
Misalnya: ramalan cuaca, ramalan akan terjadinya gerhana, ramalan dari dokter tentang umur seseorang (yang sudah sakit berat).
b.   Kuasa gelap.
Ini macamnya banyak sekali, seperti penggunaan jailangkung, cucing, ramalan dengan melihat garis tangan (guamia), dsb.


Tetapi ramalan-ramalan itu pasti kadang-kadang meleset. Ramalan dengan menggunakan ilmu pengetahuan sering meleset, baik sedikit atau banyak. Yang paling banyak meleset mungkin adalah ramalan cuaca! Saya sering mendengar ramalan yang diberikan melalui kuasa gelap, seperti jailangkung, dan saya tahu sendiri ada ramalan-ramalan yang tepat, tetapi saya juga tahu sendiri ada yang meleset!

Tetapi semua nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat.
Contoh:
     Yes 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.
·          
Ada banyak ramalan murahan, yang memang kemungkinan untuk terjadi cukup besar. Misalnya kalau sekarang sedang musim hujan dan seseorang meramal nanti malam akan hujan. Atau seseorang yang meramal bahwa saudara akan mendapat problem dalam bulan ini. Ini banyak cocoknya, karena siapa yang bisa tidak mengalami problem dalam 1 bulan penuh?

Tetapi nubuat dalam Yes 7:14 ini sama sekali bukan ramalan murahan. Yesaya menubuatkan bahwa seorang perempuan muda (seharusnya ‘perawan’) akan mengandung dan sebagainya. Ini nubuat yang betul-betul tidak masuk akal, tetapi toh terjadi dengan tepat! Bdk. Mat 1:20-23 - “(20) Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: ‘Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. (21) Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’ (22) Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: (23) ‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”. Dan hebatnya nubuat ini diberikan sekitar 700 tahun sebelum kelahiran Kristus!


       Mikha 5:1 - “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala”.

Nabi Mikha menubuatkan tempat / kota kelahiran dari Kristus, juga pada sekitar 700 tahun sebelum kelahiran Kristus!


   Yes 53:3-7,9 - “(3) Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. (4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. (7) Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. ... (9) Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya”.


Bdk. Maz 22:2,8,9,16,17,19 - “(2) Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. ... (8) Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: (9) ‘Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?’ ... (16) kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. (17) Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. ... (19) Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.

Dalam teks dari Yes 53 dan Maz 22, penderitaan dan kematian Kristus dinubuatkan secara cukup terperinci, dan semua terjadi dengan tepat!



    Mat 24:2 - “Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.’”.
Nubuat dari Yesus ini juga tidak masuk akal. Kalaupun ada gempa bumi dengan kekuatan 10 pada skala Richter, mungkinkah Bait Allah itu akan hancur sedemikian rupa sehingga tidak ada satu batu yang melekat pada batu yang lain? Rasanya tidak mungkin bukan? Tetapi ada orang yang mengatakan bahwa nubuat ini terjadi dengan tepat pada saat orang-orang Romawi menyerbu Yerusalem dan membakar Bait Allah. Lapisan emasnya meleleh dan masuk ke celah-celah batu, dan untuk mendapatkannya orang-orang lalu membelah batu-batu itu sehingga betul-betul tidak ada satu batu melekat pada batu yang lain!

Memang dalam Alkitab ada nubuat / ramalan yang belum terjadi, seperti nubuat tentang kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Tetapi tidak ada satupun nubuat yang meleset.


Bandingkan 2 kelompok ayat di bawah ini:

(a) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hanya Allah yang bisa menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:
  • Yes 41:26-27 - “(26) Siapakah yang memberitahukannya dari mulanya, sehingga kami mengetahuinya, dan dari dahulu, sehingga kami mengatakan: ‘Benarlah dia?’ Sungguh, tidak ada orang yang memberitahukannya, tidak ada orang yang mengabarkannya, tidak ada orang yang mendengar sepatah katapun dari padamu. (27) Sebagai yang pertama Aku memberitahukannya kepada Sion, dan Aku memberikan orang yang membawa kabar baik kepada Yerusalem”.

  • Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

  • Yes 43:12 - “Akulah yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan Akulah Allah”.

  • Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.

  • Yes 46:9-10 - “(9) Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, (10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.


  • Yes 48:5 - “maka Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya”.
 
(b) Ayat-ayat dimana Allah menantang dewa-dewa / allah-allah lain / berhala-berhala dan nabi-nabi palsu mereka untuk menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:
  • Yes 41:22-23 - “(22) Biarlah mereka maju dan memberitahukan kepada kami apa yang akan terjadi! Nubuat yang dahulu, beritahukanlah apa artinya, supaya kami memperhatikannya, atau hal-hal yang akan datang, kabarkanlah kepada kami, supaya kami mengetahui kesudahannya! (23) Beritahukanlah hal-hal yang akan datang kemudian, supaya kami mengetahui, bahwa kamu ini sungguh allah; bertindak sajalah, biar secara baik ataupun secara buruk, supaya kami bersama-sama tercengang melihatnya!”.

  •  Yes 43:9 - “Biarlah berhimpun bersama-sama segala bangsa-bangsa, dan biarlah berkumpul suku-suku bangsa! Siapakah di antara mereka yang dapat memberitahukan hal-hal ini, yang dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu? Biarlah mereka membawa saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang mendengarnya dan berkata: ‘Benar demikian!’”.

  • Yes 44:7 - “Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepadaKu! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!”.

  • Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.
  • Yes 47:13-15 - “(13) Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu! (14) Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api; mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! (15) Demikianlah faedahnya bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu; masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau”.

  • Yes 48:14 - “Berhimpunlah kamu sekalian dan dengarlah! Siapakah di antara mereka memberitahukan semuanya ini? Dia yang dikasihi TUHAN akan melaksanakan kehendak TUHAN terhadap Babel dan menunjukkan kekuatan tangan TUHAN kepada orang Kasdim”.

Jelas bahwa hanya Tuhan yang bisa menubuatkan masa depan, berhala tidak bisa. Dan memang, Kitab Suci agama lain mana yang mempunyai nubuat-nubuat seperti dalam Alkitab kita? Kitab Suci agama lain dipenuhi dengan ajaran, cerita sejarah, dsb, tetapi tidak ada nubuat! Nubuat-nubuat yang digenapi secara sempurna dalam Alkitab kita ini, merupakan keunggulan Kitab Suci kita, dan membuktikan bahwa Alkitab memang adalah Firman Allah.



4.   Alkitab tahu bahwa bumi ini bulat, dan tidak disangga oleh tiang-tiang, jauh sebelum manusia mengetahuinya (Yes 40:22  Ayub 26:7).
Yes 40:22a - “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi”.
Ayub 26:7 - “Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan”.

Dulu manusia beranggapan bahwa bumi ini datar seperti meja. Manusia baru mengetahui bahwa bumi ini bulat pada abad 15, tepatnya pada tahun 1492 (Columbus). Tetapi hal itu ternyata sudah tertulis dalam Kitab Yesaya (abad 7 S.M., atau lebih dari 2000 tahun sebelum Columbus!), dan bahkan dalam kitab Ayub yang lebih kuno lagi sudah dikatakan bahwa bumi tidak digantung atau disangga tiang-tiang (sekelilingnya kosong)! Dari mana penulis-penulis Alkitab itu mengetahui hal itu? Pada saat itu tidak ada seorang manusiapun yang tahu tentang hal itu. Jelas bahwa mereka mengetahui hal itu dari Allah!



5.   Alkitab tetap terpelihara sampai sekarang padahal:

a.  Alkitab adalah buku yang paling kuno. Tidak ada buku yang setua Alkitab. Kitab Kejadian sudah berusia 3500 tahun!

b.   Banyak orang menyerang Alkitab untuk menghancurkannya.
Ada serangan yang bersifat fisik, yang menghancurkan manuscript-manuscript / naskah-naskah Alkitab, dan ada serangan yang berupa ajaran-ajaran sesat, yang menyerang ajaran-ajaran Alkitab, supaya manusia tidak mempercayainya. Tetapi ternyata, Alkitab tidak bisa musnah, sebaliknya makin populer!


Misalnya:
Seorang bernama Tom Paine menulis buku yang berjudul ‘The Age of Reason’ yang menyerang Alkitab, dan ia meramalkan bahwa bukunya akan laris di seluruh dunia sedangkan Alkitab hanya akan dijumpai di museum. Tetapi kenyataannya, sekarang Alkitab bisa dijumpai dimana-mana dan buku ‘The Age of Reason’ itu yang hanya bisa dijumpai di museum.


Mirip dengan itu, seorang yang bernama Voltaire mengatakan: 100 tahun setelah kematianku, Alkitab hanya akan ada di museum. Tetapi ternyata 100 tahun setelah kematiannya, tempat dimana ia mengucapkan kata-kata itu jatuh ke tangan ‘Geneva Bible Society’, dan ruangan itu diisi penuh dengan Alkitab dari lantai sampai langit-langitnya.

Tetap terpeliharanya dan makin tersebarnya Alkitab, sekalipun diserang selama ribuan tahun, menunjukkan secara jelas bahwa Allah melindungi buku karanganNya itu!


6.   Alkitab bisa ‘berbicara’ kepada kita!
Kesaksian:
a.  Pada waktu saya dipanggil Tuhan, keluarga saya mengatai saya sebagai gila, karena meninggalkan I.T.S. tingkat V untuk menjadi hamba Tuhan. Ternyata pada saat teduh bersama dengan keluarga, ayat yang diambil oleh buku saat teduhnya adalah dari Kis 26:24 - “Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’”, dan lalu renungannya berkata: ‘Orang kristen sering dianggap gila oleh dunia, tetapi sebetulnya bukan orang kristen yang gila, tetapi dunialah yang gila’. Saya betul-betul terharu melihat bagaimana Tuhan berbicara membela saya melalui Alkitab / firmanNya!


b.   Yes 40:27-31  Yes 41:8-10 berbicara kepada saya pada waktu Sekolah Theologia di Amerika.

Pada saat itu saya baru di Amerika belum sampai 1 bulan, dan problem saya bukan main banyaknya. Satu teman Amerika saya menghibur saya dengan membacakan kedua teks ini.
Yes 40:27-31 - “(27) Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: ‘Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?’ (28) Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertianNya. (29) Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. (30) Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, (31) tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah”.


Yes 41:8-10 - “(8) Tetapi engkau, hai Israel, hambaKu, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi; (9) engkau yang telah Kuambil dari ujung-ujung bumi dan yang telah Kupanggil dari penjuru-penjurunya, Aku berkata kepadamu: ‘Engkau hambaKu, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau’; (10) janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan”.

Pada waktu teman saya itu membacakan ayat-ayat Alkitab ini, saya betul-betul merasa seolah-olah Tuhan ada di depan saya dan berbicara kepada saya. Kata-kata dari Alkitab itu sangat mengena, dan khususnya Yes 41:9a itu sangat cocok karena saya adalah orang Indonesia yang saat itu berada di Amerika. Dan selama 3 tahun saya sekolah di Amerika, berulang kali pada saat dalam penderitaan, saya membaca ulang teks ini dan berulang kali juga Tuhan menghibur dan menguatkan saya. Ia memang ‘berbicara’ menggunakan Alkitab yang adalah FirmanNya!


Bersambung ke Bagian 11
-o0o-

No comments:

Post a Comment