Oleh : Martin Simamora
Tuhan Tidak Dapat
Mencegah Manusia Untuk Berbuat Jahat?
Bacalah lebih dulu bagian15
Saya sekilas telah mendeklarasikan
bahwa ateisme dalam dosis ringan namun mematikan telah menyusup kedalam gereja;
saya menunjukan bahwa kala gereja
berkata “Tuhan tidak dapat mencegah
manusia untuk berbuat jahat,” maka racun ateisme yang digambarkan si orang gila ala Nietzchse sudah menyebar
ke seluruh organ orang percaya, penginjil bahkan si hamba Tuhan/pendeta. Pada
kesempatan ini, saya ingin mengutip seorang tokoh ateisme kaliber internasional
yang disegani reputasinya dalam upayanya “membasmi” Tuhan dan atau agama,
almarhum Christopher Hitchens.
Kutipan berikut ini saya ambil dari karyanya tersohor berjudul “GOD IS NOT GREAT : How Religion Poisons Everything,” pada bab ke 8 “The “New” Testament Exceeds the Evil of the “Old” One
:
The "New"
Testament Exceeds the Evil of the "Old" One
The work of rereading
the Old Testament is sometimes tiring but always necessary, because as one
proceeds there begin to occur some sinister premonitions. Abraham—another
ancestor of all monotheism—is ready to make a human sacrifice of his own
firstborn. And a rumor comes that "a virgin shall conceive, and bear a
son." Gradually, these two myths begin to converge. It's needful to bear
this in mind when coming to the New Testament, because if you pick up any of
the four Gospels and read them at random, it will not be long before you learn
that such and such an action or saying, attributed to Jesus, was done so that
an ancient prophecy should come true. (Speaking of the arrival of Jesus in
Jerusalem, riding astride a donkey, Matthew says in his chapter 21, verse 4,
"All of this was done, that it might be fulfilled which was spoken by the
prophet." The reference is probably to Zechariah 9:9, where it is said
that when the Messiah comes he will be riding on an ass. The Jews are still
awaiting this arrival and the Christians claim it has already taken place!) If
it should seem odd that an action should be deliberately performed in order
that a foretelling be vindicated, that is because it is odd. And it is
necessarily odd because, just like the Old Testament, the "New" one
is also a work of crude carpentry, hammered together long after its purported
events, and full of improvised attempts to make things come out right.
[Perjanjian “Baru” Jauh Melampaui Jahatnya Perjanjian “Lama”: Melakukan pembacaan berulang pada Perjanjian Lama terkadang membosankan tetapi selalu perlu,
karena manakala seseorang melakukannya, ada mulai muncul/ditemukan beberapa
keyakinan atau kepercayaan akan peristiwa-peristiwa teramat buruk yang akan
terjadi di masa mendatang. Abraham—moyang lainnya bagi semua monoteisme—sedang bersiap
untuk mengadakan sebuah kurban manusia, anak kandung pertamanya. Dan sebuah
rumor tampil bahwa “seorang perawan akan mengandung, dan melahirkan seorang
putera.”
Secara bertahap, dua mitos ini mulai bergerak menuju satu titik
pertemuan. Adalah perlu untuk mengingat
hal ini dalam benak ketika beralih ke Perjanjian Baru, karena jika anda memilih
injil manapun dari empat injil dan membacanya secara acak, tidak akan berlama-lama
sebelum anda mempelajari berbagai macam tindakan dan perkataan yang
diatributkan pada yesus, telah dilakukan sehingga sebuah nubuat kuno menjadi
terwujud. (Berbicara kedatangan Yesus ke
Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai, Matius berkata dalam bab 21, ayat
4,” Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi.”
Rujukannya berangkali pada Zakaria 9:9, dimana dikatakan bahwa ketika Mesias
datang dia akan menunggangi seekor keledai. Orang-orang Yahudi masih menantikan
kedatangan ini dan orang-orang Kristen mengklaim bahwa peristiwa ini telah terjadi!).
Jika hal ini sedemikian
janggal dimana sebuah aksi harus secara sengaja dilaksanakan agar supaya sebuah
ramalan terbukti benar, hal itu karena memang janggal adanya. Dan memang
sewajarnyalah janggal karena, tepat seperti Perjanjian Lama, Perjanjian “Baru”
juga merupakan sebuah karya konstruksi
yang keji, dan penuh dengan upaya-upaya yang diimprovisasi untuk membuat
hal-hal bergulir secara benar.]
Apa yang menarik dari ‘potongan kecil” dari “God Is Not Great” yang baru saja kita baca
bersama-sama? Tidakkah
ini sama persis dengan hamba Tuhan atau
pendeta yang menyangkali bahwa Allah memang telah menetapkan seluruh peristiwa
jauh sebelum keberadaan segala sesuatunya? Lantas, secara sinis menyudutkan
Allah sebagai yang kejam dan bengis; menampik bahwa pada faktanya pembingkaian
manusia dan sejarah manusia, oleh Allah atau menjadi obyek kedaulataan Allah,
berlangsung pada sebuah natur dasar bahwa manusia memiliki talenta untuk memikirkan
dan mewujudkan kejahatan secara luar biasa dalam merancang dan melakukan
improvisasi agar segala maksud-maksudnya tercapai. Tak peduli harus
menjual orang yang dipanggil Guru; tak
peduli menghadirkan para saksi palsu agar yang benar menjadi salah! Tak
peduli walau secara legal para saksi palsu itu nyata gagal, maka pantang surut
untuk mematrikan salah pada benar; mematrikan sebuah kematian pada yang layak
hidup. Tidakkah PENYAMBUTAN MASSA DALAM JUMLAH BESAR adalah
sebuah spontanitas; diagungkan bagai raja bukan karena dipaksa atau dirobotkan
tetapi oleh sebuah ekspektasi mendarah daging dan bergejolak kuat kala
memandang pada dia yang diharapkan. Tidakkah juga, ketika dia diseret ke
pengadilan untuk dipermalukan dalam penghinaan yang lebih dalam daripada jurang
tak berdasar merupakan “showcase” betapa gelap dan pekatnya jiwa
manusia sehingga mampu menikmati penderitaan dan penyiksaan sebagai sebuah “game?”
lagian, jika saya seorang ateis bukankah semakin terbukti bahwa
manusia dan kejahatan adalah sebuah kealamian sebagaimana negara komunis pun membutuhkan polisi untuk
mencegah kejahatan; membutuhkan hukum dan pengadilan dan penjara untuk meredam
kejahatan.
Allah pada dasarnya melakukan penetapan sebelumnya pada semua
peristiwa-peristiwa yang harus terjadi di dunia dimana kejahatan beranak
pinak; polisi tak kuasa menyucikan kota dari kejahatan dan pengadilan tak kuasa
melenyapkan benih kejahatan dari nurani manusia, dan penjara tak kuasa menahirkan
para penjahat untuk kemudian hadir kembali di tengah-tengah masyarakat sebagai
orang-orang kudus.
Saya tidak akan
mendalam mengulas perspektif Christopher Hitchens, namun jelas bahwa ateisme telah
menyusupi gereja, para hamba Tuhan baik tersohor maupun tak tersohor. Sinisme
anda pada “Allah telah menetapkan sebelumnya” dan “Tuhan tidak dapat mencegaah manusia untuk berbuat jahat”
merupakan gejala kronis ateisme yang telah tumbuh subur sebaagai benalu yang
menggerogoti akar-akar “keberimanan” anda. Bagaimana dengan anda? Mari
waspadai dengan apa yang anda ajarkan dan yakini, sebab jangan-jangan anda
sedang menyulap jemaat anda sebagai para ateis baru ala Christopher Hitchens.
Berbicara “Allah
telah menetapkan sebelumnya,” Yesus, bahkan jauh sebelumnya telah menyampaikan prediksi masa depan manusia dan dunianya
yang bersifat PASTI
dalam sebuah spektrum GLOBAL; dia telah menyampaikan peristiwa-peristiwa
yang telah ditetapkan sebelumnya; apa-apa yang dikatakannya kental bernuansakan kemalangan, penderitaan
dan malatepaka; dan
dengan demikian teriakan-teriakan orang gila ala Nietzchse telah dipatahkan secara
telak, yang berteriak bahwa inilah bukti nyata bahwa Allah telah minggat dari
dunia ini! Inilah bukti sebagaimana tudingan Hitchens bahwa Perjanjian Baru jauh
lebih jahat daripada Perjanjian Lama. Bacalah prediksi-prediksi dalam bingkai “telah ditetapkan sebelumnya,” oleh Yesus
dalam Injil Matius 24-25, Injil Markus 13:1-37, dan Injil Lukas 21:5-36. Sekali lagi,
harus dicamkan, bahwa “Allah menetapkan sebelumnya” telah terjadi dalam dunia
yang dijejali oleh berbagai bentuk kejahatan dan kemalangan sebab dosa adalah
TUAN BESAR atas hati semua manusia; bagaikan bara api yang tak kunjung padam
dan seketika bergelora kala angin meniupkannya.
Dan jangan katakan bahwa saya sedang menakuti-nakuti
anda supaya oleh ketakutan yang
menyergap, maka anda menjadi
percaya kepada Kristus dan menjadi seorang Kristen! Tidak sama
sekali, dan tidak akan
pernah anda percaya atau beriman sejati kepada Yesus karena anda
ditakut-takuti; jelas Yesus sendiri, terkait hal-hal kelam ini,
yang menyatakan hal ini, bahkan ingat baik-baik, bahwa Yesus memberikan nasihat
SUPAYA BERJAGA-JAGA (Lukas 21:34, Matius 24:37-44). Sekali lagi, semua ini
telah disampaikan oleh Yesus dan dicatat didalam Injil-Injil. Yesus, bahkan kala di bumi pun telah
menetapkan peristiwa-peristiwa jauh sebelum masa tersebut dimasuki oleh manusia;
Allah telah ada di masa yang akan datang dalam sejarah yang belum diarungi oleh
manusia.
Sangat menarik untuk mengatakan bahwa Yesus dalam bingkai “Allah
telah menetapkan sebelumnya”, memiliki 2 rekor
fenomenal baik untuk dahulu maupun sekarang. Pertama,
dengan Kaca Mata Dunia, kita telah melihat sebenarnya Yesus nyata-nyata seorang pemimpin yang dapat
memberikan pengharapan-pengharapan “konstituennya.” Kedua,
juga dengan Kaca Mata Dunia, kita akan melihat bahwa Yesus telah gagal atau
mengecewakan pengharapan-pengharapan “konstituennya” dengan membiarkan dirinya
seturut dengan kehendak Bapa-Nya, dan akibatnya adalah sebuah kondisi teramat
kontradiksi satu sama lain! Hasilnya? Jelas para murid-muridnya tak kuasa untuk
menanggung dampak yang mendera kehidupan mereka; sebuah kehidupan yang berubah
secara dramatis. Sayangnya bukan yang dikehendaki manusia namun dikehendaki
oleh Allah. Kekecewaan mendalam terhadap
Yesus sebenarnya bukti alamiah bahwa dalam
“penetapan Allah sebelumnya,” manakala mendekati pewujudannya dalam
sejarah manusia, tidak sama sekali Allah sedemikian cemasnya mengantisipasi
berbagai kemungkinan perilaku manusia yang akan menggagalkan penetapan-Nya.
Tidak sama sekali Allah berkebutuhan pada respon manusia, sebab penetapan Allah
itu sendiri tidak pernah memasukan respon
manusia adalah KRUSIAL bagi kesuksesan perwujudan
penetapan oleh Allah. Tidak demikian, jelas terlihat bagaimana dinamika
manusia dalam jumlah banyak sekali berlangsung secara alamiah; sealamiah hatiku
dan hatimu menilai situasi-situasi apapun didunia ini.
Mari kita melihat
KEALAMIAN RESPON MANUSIA dalam 2 PERISTIWA YANG TELAH DITETAPKAN ALLAH
SEBELUMNYA untuk HARUS TERJADI:
Mengatakan “kealamian respon manusia,”dalam hal ini hendak menunjukan bahwa
apapun reaksi yang diperlihatkan oleh
rakyat saat itu akan juga terjadi pada kita saat ini. Bagaimana ekspektasi anda
pada sosok yang anda andalkan, percayai dan harapkan akan membawa perubahan
gemilang? Bagaimana jika sekarang Jokowi ada mendatangi kota atau kawasan kediaman anda; tidakkah
para pendukung akan demikian antusias menyambut dan akan memperlihatkan sanjungan
yang termegah baginya. Bagaimana jika sekarang Prabowo Subianto mendatangi kota
anda; tidakkah pada sosoknya yang
anda banggakan, andalkan harapkan akan
membawa perubahan gemilang, anda sekalian pasti akan memberikan sambutan
terantusias dan semegah mungkin yang
anda bisa?
Yesus memang sengaja menunggangi keledai memasuki Yerusalem,
namun keledai sebagai tunggangan bukanlah hal yang janggal. Massa dalam jumlah
besar menyambut Yesus bukan juga hal yang janggal sebab terkait pemenuhan
ketetapan Allah sebelumnya seperti tercatat dalam kitab nabi, maka massa pada
waktu itu pun memiliki pengharapan purba yang secara tiba-tiba hidup kala melihat Yesus
yang glamor dengan mujizat-mujizat. Menjadi sangat alamiah bagi massa besar itu
untuk memberikan sanjungan yang begitu akbar bagi Yesus. Seperti saya katakan
sebelumnya Penetapan Allah Sebelumnya adalah sebuah eksekusi atas realita
bahwa manusia dan sejarahnya adalah
obyek Kedaulatan Allah. Sebagai obyek maka dia dapat berekspresi apapun sebagai
seorang obyek yang terbatas namun tidak diberangus. Allah adalah penentu atas
segala sesuatu dalam sejarah manusia sebab sejarah manusia adalah produk
ciptaan Allah, manusia. Sebagaimana ciptaan tunduk kepada Pencipta maka
demikianlah sejarahnya, jelas tidak memiliki kuasa ketika berhadapan dengan
Allah yang mengatasi sejarah manusia.
Sekarang, mari kita melihat peristiwa yang disinggung oleh
Christopher Hitchens tadi, dan kemudiaan kita akan melakukan tinjauan yang akan
memperlihatkan apa sebenarnya yang terjadi
- Peristiwa pertama:
Matius 21:7 –11 “Mereka
membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian
mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar
jumlahnya menghamparkan pakaiannya di
jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting
dari pohon-pohon dan menyebarkannya di
jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang
mengikuti-Nya dari belakang berseru,
katanya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah
Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!"
Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh
kota itu dan orang berkata: "Siapakah orang ini?" Dan orang
banyak itu menyahut: "Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea."
- Peristiwa kedua:
Matius27:27-30 “Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil
seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan
pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu
kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri
dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya.
Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai
Raja orang Yahudi!" Mereka meludahi-Nya
dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke
kepala-Nya. Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan
jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya.
Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk
disalibkan.”
Dua peristiwa yang bertolak belakang; satu menyambutnya
dengan gegap gempita dan peninggian, sementara pada peristiwa selanjutnya,
adalah sebuah kontradiksi yang bahkan kata “tajam” tidak lagi memadai untuk
menggambarkan kontradiksi pada dua peristiwa tersebut.
Apakah
dua peristiwa tersebut menggambarkan bahwa Allah tidak selalu maha kuasa atau tidak selalu berdaulat? Ataukah ini adalah indikator mutlak
bahwa Allah tidak dapat mencegah manusia untuk berbuat jahat? Kita tahu sekali
bahwa sejak peristiwa penangkapan
dirinya, Yesus telah memperingatkan kita akan sangkaan-sangkaan demikian. Hal
ini telah kita kaji pada bagian-bagian
sebelumnya.
Apakah
pada dua peristiwa tersebut menggambarkan dua kejadian yang diimprovisasi oleh
Allah agar nubuat atau “apa yang telah ditetapkan sebelumnya” menjadi digenapi
dan dengan demikian nubuat tersebut terbukti bena? Tidakkah pada bagian sebelumnya,
saat para saksi palsu gagal membuktikan kesalahan Yesus, merupakan momentum
kritikal dimana Yesus dapat lolos? Namun, kita juga sudah melihat bagaimana
determinasi dosa yang menyandera para manusia itu telah sukses mempertontonkan
betapa kokohnya fondasi-fondasi dosa tertanam didalam hati para manusia.
Manusia merangkai sejarahnya namun tidak pernah sejarah manusia memenjara
Allah; tidak juga perlu Allah berimprovisasi pada peristiwa-peristiwa manusia;
apalagi berbicara kebengisan dalam kejahatan, bukankah manusia adalah “master
dan doktor” kejahatan yang ditahbiskan oleh Setan? Tidakkah kita di
Indonesia dapat melihat sejumlah kejahatan teramat keji semisal penjahat
memotong-motong korbannya atau kekejian lainnya yang bahkan dipertontonkan oleh
manusia-manusia moderen?
Tentu kita tahu dalam kejahatan, sebagai manusia cerdas kita
dapat memikirkan puluhan, ratusan hingga ribuan skenario untuk berbagai macam
kejahatan yang mungkin terjadi dan yang mungkin kita hadapi di jalanan bahkan
hingga di rumah sendiri yang nyaman. Tidak peduli kecil atau besar; tidak
peduli menumpahkan darah atau tidak; tidak peduli tersembunyi atau terbongkar.
Pasti kejahatan adalah hal yang tak
sukar bagi manusia untuk dipikirkan.
Dua peristiwa tersebut lebih dari sekedar fenomenal, sebab keduanya merupakan peristiwa yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah
sendiri! Pada yang pertama dapat kita ketahui secara pasti
sebagaimana Injil Matius menyatakannya
pada pasal 21:4-5; pada yang kedua, tentu seharusnya masih cukup segar
dalam ingatan kita merupakan “amanat” terakhir dari Yesus kepada
murid-murid-Nya sebagaiamana tercatat
dalam : "Malam ini kamu semua akan
tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan
membunuh gembala dan kawanan domba itu akan
tercerai-berai.”(Matius 26:31).
Dan tentu saja terkait momen yang sedang kita kaji kini,
Yesus telah secara rinci menyampaikan bagaimana ketetapan Allah AKAN terjadi pada dirinya
secara lebih lengkap :” Ketika Yesus akan
pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan
berkata kepada mereka di tengah jalan: Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan
Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan
Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,
supaya Ia
diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan
dibangkitkan."(Matius 20:17-19).
Pemberitahuan Yesus akan peristiwa-peristiwa yang HARUS
terjadi pada masa yang akan datang kini
sungguh-sungguh telah terjadi. Dan kita juga telah mengetahui bahwa peristiwa
penyambutan yang demikian semarak dan agung itu, pun adalah sebuah peristiwa yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Allah. Dengan demikian 2
kontradiksi yang lebih dari sekedar tajam tersebut merupakan kehendak Allah.
Bahkan rangkaian-rangkaian peristiwa dan siapa-siapa yang terlibat pun merupakan OBYEK kedaulatan Allah.
Yesus memang harus mengalami peristiwa keji semacam ini,
peristiwa yang selaras dengan maksud dan kehendak Allah.
Apakah maksud Allah
jika demikian, sebagaimana dinyatakan Yesus dalam Matius 20:17-19? Jawabnya : supaya Ia diolok-olok, disesah dan disalib, dan pada hari
ketiga Yesus akan dibangkitkan.
Kematian dan kebangkitan Yesus adalah
maksud termegah yang hendak Allah wujudkan. Ya...dibalik kelamnya olokan, kelamnya penyesahan,
kelamnya kematian, terdapat kebangkitan. Manusia
bertanya, mengapa harus demikian kejam caranya?
Problem besar manusia: adakah manusia dapat melihat sebuah
peristiwa yang akan terjadi jauh kedepan di sebuah masa yang sama sekali belum dimasuki oleh manusia
dan bahkan hanya Allah yang menciptakan masa yang akan datang itu? Jelas
manusia tidak dapat! Dan tentu saja Allah tidak
berdiam di dalam cangkang waktu sebagaimana manusia; Allah mengatasi
waktu dan tidak pernah takluk atau menjadi obyek waktu. Mengapa? Sebab “Aku
bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus”(Yesaya
57:15). Bahkan Petrus memberikan peringatan betapa perspektif waktu antara Allah dan manusia
sangatlah berbeda (2 Petrus 3:8).
Apalagi, problem besar manusia? Manusia tidak menyadari atau
mengelak natur dasariahnya sebagai:
Manusia berdosa:
- Mazmur 51:5” Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,
dalam dosa aku dikandung ibuku.
- Mazmur 58:3 “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang,
sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat.”
- Pengkhotbah 7:20 “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang
saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”
- Kejadian 8:21 “Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum
itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi
karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah
Kulakukan.”
- Roma 5:12 “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.”
Manusia tidak bisa atau mustahil dengan
sendirinya mengenal Allah:
- 1 Korintus 2:14 “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.”
- 2 Korintus 4:4 “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”
- Yohanes 14:7 “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia."
- 1 korintus 1:21 “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.”
- Matius 13:11 “Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.”
- Yohanes 3:3-6 “Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah."...(5) Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.(6) Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.
- Yohanes 8:43 “Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku.” Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,”
- Yohanes 10:26-27 “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.
- Yohanes 12:37 “Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya,”
- Efesus 2:1 “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.
Realita pada manusia semacam ini telah membuat manusia terlampau sukar untuk memahami Allah kala “beraksi” di alam ciptaan-Nya; sayangnya ini sangat disangkali oleh manusia, sehingga membuat manusia itu berpikir memang pantas menakar Allah dalam cara yang sangat menggenaskan sebab dalam keterbatasaan dan cacat yang tak tersembuhkan oleh manusia, para manusia mulai menyidang Allah dan memvonisnya kejam. Orang-orang Kristen yang mulai tercemari oleh paham ateisme semacam ini pun tak mau kalah untuk mempertontonkan kebrilianannya untuk mengecam semua perihal “Allah telah menetapkan sebelumnya,” sebagai lelucon yang paling menjijikan untuk dipikirkan sebab membuat Allah menjadi sedemikian keji. Orang Kristen atau para hamba Tuhan yang berujar demikian sesungguhnya sedang menuding Yesus sebagai badut yang sedang mendongengkan Allah yang kejam. Allah telah menetapkan segala sesuatunya, pada bagian-bagian sebelumnya telah dikaji bahwa semua sangkaan-sangkaan negatif itu adalah tak berdasar. Bukankah Yesus sendiri telah mengemukakan perihal ini?
Apa yang hendak
diperlihatkan oleh dua peristiwa yang
berkontradiksi teramat tajam tersebut? Penyambutan penuh gegap gempita oleh masa dalam jumlah
besar yang diiringi peninggian dan pengadilan yang diiringi perendahan sehina-hinanya? Hanya satu yang sangat menyolok mata : betapa dalam peristiwa yang telah Allah
tetapkan tersebut, manusia dapat mengeksplorasi dosanya pada level yang bahkan masih
dapat membuat satu-dua manusia
melihatnya sebagai tak wajar, namun sekaligus tak berdaya, sebab pun satu-dua manusia tersebut adalah obyek dosa.
Ya tak bedanya dengan semua manusia.
Mari kita
teropong tepat pada dua peristiwa tersebut. Benarkah mereka para manusia adalah budak dosa?Benarkah
manusia-manusia secara alamiah menari lincah dalam alunan melodi dosa yang
indah di telinga para manusia?
Tak sedikitpun Allah
perlu mengimprovisasi manusia untuk berbuat dosa seolah manusia adalah para
suci; seolah Iblis bukan tuan para
manusia; seolah dosa adalah hal teramat langkah dan manusia terlampau bodoh
untuk mempelajari dosa dari dunianya? Perlukah Allah melakukan improvisasi
sehingga manusia kehilangan kealamiannya sebagai manusia yang dapat bertindak
berdasarkan akal sehat dan atas kemauannya sendiri dalam kesadarannya yang
penuh?
Pada penyambutan Yesus di Yerusalem:
- Massa dalam jumlah besar menghamparkan pakaiannya di jalan,
- ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan.
- Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!"
- .Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu
Ini adalah sebuah deskripsi yang luar biasa. TANPA PROTOKOL,
secara spontan massa dalam jumlah besar MENYAMBUT YESUS. Rakyat banyak
mengelu-elukannya sebagai raja besar. Andaikan kala itu digelar Pemilihan umum
yang demokratis maka Yesus secara bulat akan menjadi raja pilihan dan impian
rakyat. Rakyat banyak bahkan menghamparkan pakaiannya di jalan; rakyat banyak
bahkan memotong ranting-ranting dari pohon dan menyebarkannya di jalan. Betapa
ini adalah sebuah spontanitas yang meluap dari dalam hati rakyat. Ada sebuah
kerinduan besar yang tak tertahankan untuk segera memiliki seorang Mesias untuk
menjadi raja bagi bangsanya. Sebuah penantian lama sedang dinantikan untuk
segera terwujud.
Dan itu tak bisa ditutupi, sebab mulut menegaskan apa yang
dirindukan oleh hati : "Hosana bagi Anak Daud,
diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang
mahatinggi!"
Dan tak terhindarkan lagi, penyambutan terhadap Yesus yang demikian telah menggemparkan Yerusalem. Dan inilah kegemparan Yerusalem yang pertama, kegemparan yang berskala masif, sehingga menggemparkan seluruh kota. Apakah peristiwa menggemparkan SELURUH kota di kotamu belakangan ini?
Pada pengadilan dan penghempasan martabat Yesus
- serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan,
- lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya.
- Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya.
- Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai Raja orang Yahudi!"
- Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya.
- Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya.
- Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan.”
Saya tidak akan berpanjang lebar untuk memperjelas apa yang
sedang terjadi sesungguhnya. Tetapi, saya sudah memberikan sejumlah penekanan
baik dengan memberikan garis bawah dan juga dengan warna-warna tertentu. Sebuah
peninggian yang sedemikian agung dan megah telah jatuh dari sebuah ketinggian
tak terhingga ke sebuah dasar yang tak beralas! Tak cukup terasa hina dalam
pandangan mata para manusia dengan menyidangkannya tanpa sebuah dasar yang
kokoh, mereka masih harus menanggalkan pakaiannya. Ya...sebuah kontra dengan
massa dalam jumlah besar yang menanggalkan pakaiannya dan dihamparkan di jalan.
Tak cukup tajam penghinaan itu untuk menghempaskan martabatnya sehingga
diperlukan untuk mengenakan jubah ungu dengan terlebih dahulu menanggalkan
pakaiannya. Tak cukup kasar penghinaan itu untuk meremukan derajat keagungannya sehingga diperlukan
untuk menganyam MAHKOTA DURI dan
memahkotai kepalanya. Dan ganti tongkat kerajaan yang kemilau di tangan kanan
sang raja, mereka menyematkan sebuah tongkat bambu. Kini anda sedang melihat
seorang raja berjubah ungu namun tanpa pakaian, bermahkotakan duri bukan emas
bertakhtakan batu-batu mulia, menggemgam tongkat bambu bukan tongkat kerajaan
yang terbuat dari logam emas dan bertahtakan batu-batu mulia!
Dihempaskan dari ketinggian yang tak terkirakan ke kerendahan yang tak beralaskan, inilah karya-karya asli manusia yang bertuankan dosa. Dosa memperbudak manusia menjadi pemuas nafsu Setan yang menjijikan.
Sudah cukupkah? BELUM! Setan sanggup menyajikan dalam diri para manusia budak-budaknya sebuah seni berbuat dosa yang paling keji dan menjijikan.
Maka dengan tampilan raja yang dibadutkan dalam cara terhina yang pernah ada...maka para serdadu itu berlutut dan berujar “salam hai raja orang yahudi,” dalam alunan olok-olokan tentunya.
Dan..ketika dosa bekerja dalam diri manusia dalam modus operandi menghina Tuhan, maka hinaan demi hinaan tidak akan berujung pada kepuasan, namun kehausan yang menggila untuk melontarkan api-api penistaan yang akan mematahkan keberadaan Allah dalam benak para manusia.
Lihatlah, ludahan kini diperlukan untuk menghabisi martabatnya sebagai manusia SEKALIPUN! Kekerasan pun diperlukan untuk membunuh KEBANGSAWANANNYA, sehingga mereka perlu mengambil tongkat kerajaan bambu tersebut dan digunakan untuk memukul kepala bermahkotakan duri itu!
Apakah perlu Allah melakukan improvisasi? Apakah anda tidak
melihat bahwa para manusia secara leluasa untuk mengekspresikan apapun juga yang dipikir dan mau dilakukan?
Tidakkah Yesus hanya diam saja? Adakah Yesus melakukan reaksi yang bersifat
provokasi untuk melahirkan tindakan-tindakan lebih keji lagi dari para
serdadu-serdadu Romawi yang gagah perkasa itu? Adakah? Tidak! Siapakah yang BERIMPROVISASI? Para manusia,
para serdadu itulah yang melakukannya agar mereka dapat melakukan penghinaan
yang terhebat dalam sejarah kehidupan mereka dan juga dunia!
Lihatlah! Sekalipun Yesus diam, maka para serdadu itu pada
akhirnya membawa dia keluar untuk DISALIBKAN!sang dosa dalam perseteruannya
dengan Allah berupaya membunuh dia yang begitu
ditinggikan Allah; yang begitu dimuliakan Allah semulia Allah sendiri
tanpa perbedaan derajat kemuliaan.
Yesus diam dan diam; Yesus menerima dan menerima; Yesus tidak membela harga dirinya; Yesus tidak sedikitpun melakukan upaya yang sewajarnya akan memancing reaksi emosional nan liar pada diri para penyiksa dan penistanya. Pun demikian penyaliban telah menjadi pilihan yang terpuncak dalam benak para serdadu itu sebagai cara untuk membunuhnya. Adakah Allah berimprovisasi dalam peristiwa yang TELAH DITETAPKAN ALLAH SEBELUMNYA? Tidak sama sekali.
Para pembaca terhormat, berangkali anda akan bertanya : ”apa pentingnya mengangkat soal yang sangat
rawan disalahpahami semacam ini?” Pertama-tama, soal ini bukanlah soal yang diada-adakan sebab hampir
selalu pasti perihal “Allah menetapkan sebelumnya” lahir dari “mulut” Allah dan Yesus sendiri.
Dengan kata lain, bagi Yesus adalah penting dan teramat vital agar hal sukar
dan bahkan mendapat reaksi keras dari murid-muridnya untuk dideklarasikan
mendahului hal-hal yang akan terjadi.
Dideklarasikan bukan sebagai sebuah probabilitas atau kemungkinan, namun
sebagai sebuah kepastian. Sejarah dunia dituliskan oleh Allah dan manusia tidak
pernah menuliskan sejarah bagi Allah. Hal kedua yang sama pentingnya dengan yang
pertama adalah: ” tudingan orang gila
bahwa Tuhan tidak ada, sebagaimana digambarkan Nietzchse , dalam
peristiwa-peristiwa kelam/malapetaka
atau tragedi menjadi terbantahkan secara telak. Dan dengan demikian
tudingan bahwa Allah melakukan
improvisasi agar hal-hal keji terjadi dan dengan demikian nubuatan atau apa
yang telah ditetapkan Allah sebelumnya
menjadi terbukti benar, adalah keliru
besar.[Tentu saja dalam hal ini semua
sumber injil harus diakui sebagai sumber yang bernilai historis]
Ketika Petrus menghendaki agar Yesus menjauhi Yerusalem,
sebetulnya itu adalah cerminan kebanyakan manusia kala memandang Allah. Bahwa
tidak mungkin Allah membawa masuk umatnya kedalam peristiwa-peristiwa buruk;
tidak percaya bahwa peristiwa buruk sekalipun sungguh-sungguh merupakan Obyek Kedaulatan Allah. Tidak pernah
terjadi peristiwa buruk yang bagaimanapun dapat mengancam apalagi menggagalkan
rencana Allah. Cobalah beri waktu
pada diri anda untuk membaca prediksi-prediksi dalam bingkai “Allah
telah menetapkan” sebagaimana disampaikan oleh Yesus, yang telah dikemukakan oleh injil-injil-sebagaimana telah
saya sampaikan di atas-, dan bacalah salah satu bagian dari doa Yesus ini :
Yohanes 17:9-15,20 “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu. (10) dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka.(11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.(12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.(13) Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka.(14) Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat.”... (20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;(21) supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Perhatikan pada kata “peliharalah,” “memelihara,” “menjaga,” dan “melindungi.” Lalu perhatikan
“tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya
genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.” Juga perhatikan bagaimana
Yesus menyatakan peristiwa dalam bingkai ketetapan Allah yang menimpa semua orang kepunyaan
Yesus : “dunia membenci orang-orang percaya sebab mereka bukan dari dunia,sama
seperti Yesus bukan dari dunia.”
Kita bahkan menemukan sebuah hal yang teramat menyejukan bagi orang percaya kepunyaannya di tengah kancah dunia yang beranak pinak dengan keinginan-keinginan dosa, yaitu Allah MEMELIHARA kita sebagai kepunyaan-Nya; sebuah penjaminan dari Allah terhadap kepunyaan-Nya sendiri, menjawab pasti doa Yesus. Anak dan Bapa satu dan dalam kesatuan yang demikian jugalah kita dengan Yesus; sebuah fondasi Ilahi telah terpancangkan oleh sorga di bumi bagi orang-orang kepunyaan Yesus!
Apakah Yesus, oleh fakta kelabu AKAN DATANG yang harus dijalani oleh orang-orang percaya –orang-orang yang diserahkan Bapa kepada-nya, lantas berdoa kepada Bapa agar mereka diambil saja dari dunia ini sehingga tidak mengalami penderitaan sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya? Tidak, bahkan Yesus meminta secara demikian sebagai sosok yang mana “Bapa di dalam Aku, dan Aku di dalam Bapa.” Yesus hanya meminta agar Bapa melindungi mereka; dan permintaan ini juga berlaku untuk orang-orang percaya yang akan datang akibat pemberitaan murid-muridnya. Ya... orang-orang percaya AKAN DATANG pun tercakup dalam doa Yesus, tentu saja termasuk orang-orang percaya masa kini; orang-orang YANG DIBERI KUASA SUPAYA MENJADI ANAK-ANAK ALLAH (Yohanes 1:12-13).
Apa yang kita lihat di sini, dalam bahasa yang sangat sederhana : bahwa orang-orang percaya selama berada di muka bumi tidak akan lepas dari tantangan zaman yang sanggup mengguncangkan iman orang-orang percaya, namun tidak ada satupun peristiwa baik membahagiakan atau menyedihkan/menakutkan adalah peristiwa yang lepas dari bingkai kedaulatan Allah, sebagai OBYEK KEDAULATAN ALLAH! Oleh sebab itu, orang-orang kepunyaan Kristus ini akan selalu dalam PEMELIHARAAN ALLAH yang akan menjamin janji Yesus bahwa setiap orang yang diserahkan kepadanya tidak akan binasa, TERGENAPI DAN TIDAK MELESET SEDIKITPUN. Tepat sebagaimana kasus Petrus yang telah kita ulas pada bagian-bagian terdahulu.
Kita SELALU akan dan pasti melihat bahwa manusia dan sejarah
manusia benar-benar menjadi Obyek kedaulatan Allah; apakah peristiwa kelam
ataukah bahagia tidak ada yang dapat menolong atau merusak rencana Allah,
meskipun pada manusia akan melahirkan sangkaan-sangkaan terkeji terhadap Allah;
semua peristiwa di dunia ini tidak ada yang bergulir oleh kemauannya sendiri yang
terlepas sama sekali dari JANGKAUAN “pengaruh”
Allah, seolah-olah dapat meluputkan diri dan menjadi sebuah entitas berdaulat
yang tak terjemah oleh Allah. Itu adalah
sebuah kemustahilan untuk terjadi didalam dunia yang sepenuhnya dalam
kedaulatan Allah.
Pada
bagian berikutnya kita akan melihat bagaimana rakyat yang mengelu-elukan dia
kala memasuki Yerusalem, secara ekstrim berbalik menjungkalkan dia yang telah
mereka tahtakan diatas peninggian yang gilang gemilang. Bagaimana rakyat melakukan kudeta
atas raja yang mereka “lantik” sendiri untuk memerintah Saat Ini, dan
menjadikannya seorang penjahat, melalui sebuah
transksi politis kenegaraan, dan melepaskan seorang Yesus lainnya,
seorang pejahat!
Bersambung ke Bagian 17
***
No comments:
Post a Comment