Pages

09 November 2013

Semua Yang Surga Perbolehkan: Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)- 2

Oleh :  Dr. Kenneth Boa

Bacalah lebih dulu bagian1




Semua Yang Surga Perbolehkan: Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)



Cover Credit: PHOTOGRAPH BY PETER HAPAK FOR TIME
Credit: time.com


Apakah   Yang Alkitab Katakan?

Pengajaran Biblikal tentang  seks bukan semata  yang negatif.  Berlawanan dengan keyakinan umum ( diakui memang diajarkan dan dikembangkan oleh sejumlah orang-orang Kristen selama bertahun-tahun), seks dalam pemikiran Alkitab bukan dosa.  Adalah seks diluar  hubungan yang semestinya  yang membentuk dosa seksual. Hubungan   seks yang semestinya  itu, menurut Alkitab, adalah hubungan suami-isteri.



Seks Pada Permulaan

Fondasi  untuk pandangan biblikal atas seks diletakan dalam bab-bab pembukaan kitab Kejadian. Dasar bagi pandangan biblikal atas  natur manusia adalah, bahwa  Tuhan telah menciptakan ras manusia dalam  citra-Nya sebagai  laki-laki  dan perempuan ( Kejadian 1:27). Tuhan telah  memutuskan sebelumnya bahwa ras manusia akan mereproduksi dirinya sendiri melalui persatuan seksual  laki-laki dan perempuan (ayat 28), sehingga ini menjelaskan  bahwa seks    yang seperti ini sejak dahulu merupakan disain Allah dan  adalah “sangat baik” (ayat 31).



Credit: telegraph.co.uk


Kita tidak boleh meluputkan karakter revolusioner/penyebab perubahan dramatis  dari pengajaran ini
. Hampir semua agama-agama dunia  yang mapan telah memandang seks (dan memang benar, kehidupan biologis secara umum) sebagai bukan hal rohani pada dasarnya dan  dalam cara yang tak terelakan pemahaman Alkitab  terhalangi untuk   terus berlanjut sebagaimana mestinya dengan aspirasi-aspirasi manusia yang lebih tinggi.



Pada satu sisi, agama-agama yang animistik  dan politeistik secara umum telah mengilahkan fungsi-fungsi seksual dan dikaitkan dengan hawa nafsu pada dewa-dewa. Agama  biblikal mengemukakan  keseimbangan  yang sehat diantara dua ekstrim ini, menegaskan seks sebagai telah diciptakan secara ilahi, seks bukan ilah, dan sebagai hal baik ketika dilakukan dalam hubungan yang semestinya, namun telah disalahgunakan ketika dilakukan diluar  tujuan dan konteksnya yang dimaksudkan  dalam cara ilahi.



Kitab  Kejadian melanjutkan untuk mengelaborasi/menguraikan  pada hubungan marital/pernikahan dengan menjelaskan bahwa wanita telah diciptakan sebagai  mitra pelengkap bagi laki-laki ( Kejadian 2:18).

Persatuan  jasmani laki-laki dan perempuan, pria dan wanita, adalah paradigma  pernikahan ( ayat 23-25). Ketika  kitab Kejadian berkata bahwa “ seorang  laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan  disatukan dengan isterinya” (ayat 24 a), rujukan  untuk ayah dan ibu si laki-laki  mengindikasikan bahwa lembaga perkawinan dirancang menjadi sebuah persatuan  dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diulang dari generasi ke generasi.  Ini tidak bermakna bahwa seks hanyalah mengenai prokreasi; teks ini berlanjut mengatakan bahwa seks dimaksudkan oleh Allah untuk menjadi sebuah penyatu dua bagian menjadi “satu daging” (ayat 24b). Seks dengan demikian telah dimaksudkan untuk menjadi sebuah bagian  hubungan seseorang berlainan jenis seks. Paradigma Adam dan Hawa secara jelas mengeksklusi atau  mengenyampingkan gagasan bahwa hubungan semacam ini  secara patut dibentuk  dua  laki-laki  atau antara dua perempuan [ argumen  ini  serupa dengan yang dikembangkan oleh Thomas E. Schmidt, Straight and Narrow? Compassion and Clarity in the Homosexuality Debate- Downers Grove,IL:InterVarsity Press, 1995, 39-45]



Dalam mengekspresikan Kejadian 1-2  yang memberikan pandangan paradigmatis perkawinan, kita sedang mengikuti  suatu teladan yang telah dibentuk oleh  Yesus ketika dia diminta untuk menyelesaikan sebuah perselisihan etika tentang pernikahan ( Matius 19:3-6).




Matius 19:3-6
Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."


Ini tidak bermakna bahwa padangan Kristen atas homoseksualitas didasarkan pada sebuah pembacaan spekulatif pada Kejadian 1-2. Sebaliknya, pengajaran  pada keseluruhan bagian lainnya dalam Alkitab pada subyek ini   menginformasikan pembacaan kita pada Kejadian.



Tetapi poinnya adalah bahwa Kitab Kejadian memberikan kita model positif  hubungan perkawinan yang memampukan  kita untuk memahami secara tepat/semestinya alasan-alasan atau dasar-dasar larangan-larangan biblikal atas aktivitas-aktivitas seksual diluar hubungan pernikahan. Dengan kata lain Alkitab tidak secara suka-sukanya  melarang tindakan-tindakan homoseksual untuk alasan  yang tidak baik, tetapi menawarkan sebuah pandangan positif atas seksualitas  dalam mana  perintah-perintah dan larangan-larangan Alkitab  masuk akal atau rasional.



Dua Keberatan Terjawab

Dua keberatan  dapat dijawab disini  untuk  membuat  hubungan laki-laki-perempun dalam Kejadian 1-2 sebuah model yang mengeksklusi atau menyingkirkan semua persatuan-persatuan homoseskual.



Pertama adalah  Perjanjian Lama  terlihat mengizinkan  poligami, yang mana tidak konsisten dengan gambar dalam Kejadian tentang pernikahan sebagai  sebuah persatuan satu orang pria dan satu orang wanita. Isunya disini  sesungguhnya agak  pelik.



Walau benar bahwa Perjanjian Lama   kelihatanya tidak pernah secara eksplisit melarang poligami, adalah jelas tidak pernah dianjurkan sedikit pun dalam sejumlah cara. Hukum atau peraturan  terkait pernikahan dalam Hukum Musa tidak pernah mendorong atau memberi sanksi pada poligami, tetapi alih-alih meregulasinya secara ketat untuk melindungi perempuan-perempuan yang terlibat,  sangat ditekankan bahwa  normalnya  para  laki-laki tidak akan didorong untuk mengambil  lebih dari satu isteri:

  • Keluaran 21:10
Jika tuannya itu mengambil perempuan lain, ia tidak boleh mengurangi makanan perempuan itu, pakaiannya dan persetubuhan dengan dia.

NIV : If he marries another woman, he must not deprive the first one of her food, clothing and marital rights.




  • Imamat 18:17
Janganlah kausingkapkan aurat seorang perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil anak perempuan dari anaknya laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk menyingkapkan auratnya, karena mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum.

NIV : “‘Do not have sexual relations with both a woman and her daughter. Do not have sexual relations with either her son’s daughter or her daughter’s daughter; they are her close relatives. That is wickedness.



  • Imamat 20:14
Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu.
NIV: “‘If a man marries both a woman and her mother, it is wicked. Both he and they must be burned in the fire, so that no wickedness will be among you.



  • Ulangan 21:15-17
Apabila seorang mempunyai dua orang isteri, yang seorang dicintai dan yang lain tidak dicintainya, dan mereka melahirkan anak-anak lelaki baginya, baik isteri yang dicintai maupun isteri yang tidak dicintai, dan anak sulung adalah dari isteri yang tidak dicintai, maka pada waktu ia membagi warisan harta kepunyaannya kepada anak-anaknya itu, tidaklah boleh ia memberikan bagian anak sulung kepada anak dari isteri yang dicintai merugikan anak dari isteri yang tidak dicintai, yang adalah anak sulung.  Tetapi ia harus mengakui anak yang sulung, anak dari isteri yang tidak dicintai itu, dengan memberikan kepadanya dua bagian dari segala kepunyaannya, sebab dialah kegagahannya yang pertama-tama: dialah yang empunya hak kesulungan."
NIV :   If a man has two wives, and he loves one but not the other, and both bear him sons but the firstborn is the son of the wife he does not love,  when he wills his property to his sons, he must not give the rights of the firstborn to the son of the wife he loves in preference to his actual firstborn, the son of the wife he does not love. He must acknowledge the son of his unloved wife as the firstborn by giving him a double share of all he has. That son is the first sign of his father’s strength. The right of the firstborn belongs to him.

Terbukti bahwa Allah memperbolehkan poligami tetapi menganggap atau memperhitungkannya sebagai sebuah konsensi (hal yang diberikan merespon permintaan-permintaan), tepat seperti Allah membolehkan perceraian tanpa merestuinya :

  • Ulangan 24:1-4

Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.



Bandingkanlah dengan komentar-komentar  Yesus dalam Matius 19:7-9 :

  • Matius 19:7-9
Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."




Diseluruh Perjanjian Lama para laki-laki yang mengambil dua atau lebih isteri—Abraham, Ishak, Yakub, Daud, dan Salomo menjadi contoh-contoh yang paling patut diperhatikan—hidup didalam poligami  untuk menyesalinya, dan konsekuensi-konsekuensi bagi anak-anak mereka  kerap menyakitkan.  


Dalam Perjanjian Baru, keidealan Kitab Kejadian diteguhkan kembali dan
para pemimpin Kristen disyaratkan tidak boleh menjadi pelaku poligami :

  • 1 Timotius 3:2
Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang,



  • Titus 1:6
yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib.



Secara teknis, poligami bukanlah sebuah bentuk lain pernikahan, tetapi adalah sebuah  kesepakatan dimana satu laki-laki adalah pihak untuk lebih dari satu pernikahan. Dimana, setiap pernikahan adalah sebuah hubungan antara satu laki-laki dan satu perempuan, tetapi didalam poligami seorang  laki-laki telah mengomitkan dirinya kepada lebih dari satu hubungan pernikahan. Jadi poligami tidak melanggar paradigm pernikahan Kitab Kejadian itu sendiri, walaupun memang benar poligami mengompromikan paradigma pernikahan kitab Kejadian dalam  hal jumlah hubungan pernikahan dimana seorang laki-laki dirancang menjadi   sebuah pihak (untuk  lebih dari satu isteri).




Keberatan
kedua untuk  merendahkan sebuah model pernikahan dan seks Kristen pada Kejadian 1-2 adalah : dalam Kejadian pernikahan diizinkan antara kerabat-kerabat dekat ( seperti  seorang saudara laki-laki dan saudara perempuan), tetapi dalam Hukum Musa, pernikahan semacam ini dilarang.


Keberatan ini gagal  bekerja sehubungan dengan keadaan-keadaan unik pada ras manusia di generasi mula-mula dalam sejarahnya. Memang  tak terelakan  ras manusia harus terlebih dulu   dikembangbiakan dari seorang pasangan  pemulai (yang mana memang penting terjadi jika ras manusia itu dipersatukan), ini tak terelakan bahwa saudara sekandung akan  menikah  pada generasi kedua dan berangkali ketiga.



Melewati titik ini, pernikahan antar saudara sepupu telah dibolehkan, tetapi untuk  hubungan kerabat yang lebih dekat tidak didorong untuk dilakukan atau dikenakan sanksi untuk pernikahan semacam ini.



Sekarang  telah disadari bahwa setelah ras manusia bermultiplikasi pada banyak generasi, perkawinan campuran antara saudara kandung  mungkin sekali berakibat pada anak-anak yang dilahirkan cacat atau masalah-masalah  bawaan lahir lainnya.  Dalam hal apapun tidak pernah ada waktu dalam sejarah Allah pernah mengizinkan perkawinan pada semua lintas hubungansebagai contoh, itu  tidak pernah secara moral dapat diizinkan bagi seorang laki-laki untuk mengambil anak perempuannya, atau bagi seorang laki-laki untuk menikahi ibunya.

Tak satupun dari dua keberatan ini benar-benar membahayakan klaim yang diindikasikan kitab Kejadian bahwa perkawinan dimaksudkan untuk menjadi sebuah hubungan antara dua pribadi yang berlainan seks.



Telah  diakui, pernikahan  dikalangan umat Tuhan tidak selalu bersesuaian dengan paradigma Kejadian secara jitu, tetapi tidak ada perintah atau pengajaran baik dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru menganjurkan bahwa ada pengecualian legitimasi  dalam bentu apapun yang akan membolehkan persatuan-persatuan homoseksual untuk dianggap atau diperhitungkan sebagai dapat diterima secara moral.



Bersambung  ke Bagian 3 Dosa-Dosa Sodom

All That Heaven Allows: Homosexuality and the Meaning of Love |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora

No comments:

Post a Comment