Pages

07 June 2013

BERPIKIR SEPERTI YESUS

Oleh : DR. R.C Sproul



Beberapa tahun lampau, saya diminta untuk menyampai pidato pembuka dalam sebuah prosesi wisuda di sebuah seminari teologia terkemuka di Amerika. Dalam pidato tersebut, saya berbicara mengenai peran logika dalam interpretasi bibilikal, dan saya  memohon kepada para seminari untuk  memasukan program  Logika dalam kurikulum yang mereka perlukan. Dihampir semua program studi seminari, para siswa disyaratkan untuk mempelajari sesuatu yang terkait dengan bahasa asli Alkitab, Ibrani dan  Yunani. Mereka diajarkan untuk melihat latar belakang sejarah teks, dan mereka belajar prinsip-prinsip dasar interpretasi. Semua ini penting dan merupakan kemahiran-kemahiran yang bernilai untuk menjadi pelayan-pelayan Firman Tuhan yang baik.  Akan  tetapi, alasan utama mengapa kesalahan-kesalahan dalam interpretasi biblikal terjadi bukan karena pembaca terbatas pengetahuan bahasa Ibrani atau lingkup situasi  kitab biblikal itu ditulis.  Penyebab nomor satu kekeliruan memahami  kitab suci menghasilkan kesimpulan yang tidak sah dari  teks. Ini adalah keyakinanku yang kokoh bahwa kesalahan-kesalahan penyimpulan ini  kelihatannya tidak akan terjadi  jika  para  penafsir biblikal lebih diperlengkapi dengan prinsip-prinsip dasar logika.


Mari saya berikan sebuah contoh  dari jenis kesalahan penyimpulan yang  terpikirkan. Saya meragukan, saya  pernah berdiskusi  mengenai pertanyaan atas  kedaulatan pemilihan Tuhan tanpa pernah  ada seseorang tidak mengutipkan Yohanes 3:16 dan berkata, “Tetapikan Alkitab berkata bahwa Tuhan begitu mengasihi dunia  sehingga Dia telah memberikan Anak-Nya yang tunggal sehingga barang siapa yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa tetapi memiliki hidup yang kekal”? Saya   akan segera menyetujui memang demikian Alkitab berkata.



Jika kita menerjemahkan kebenaran kedalam proposisi-proposisi logika, kita semestinya berkata bahwa semua yang percaya akan memiliki hidup kekal, dan tidak seorangpun yang memiliki hidup kekal akan binasa, karena kebinasaan dan  hidup kekal adalah istilah-istilah pengutuban yang  saling berlawanan dipandang dari segi konsekuensi-konsekuensi percaya. Namun demikian teks ini sama sekali tidak mengatakan  tentang kemampuan manusia untuk percaya kepada Yesus Kristus.  Ayat ini tidak tidak mengatakan apapun tentang siapa yang percaya.  Yesus berkata, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku” (Yohanes 6:44). Disini kita memiliki sebuah negatif   universal yang menggambarkan “kemampuan”. Tak seorang pun memiliki kemampuan untuk datang kepada  Yesus kecuali  sebuah kondisi utama yang dipenuhi oleh Tuhan.   Namun demikian hal ini terlupakan dalam terang Yohanes 3:16, yang berkata tidak ada prasyarat untuk iman. Sehingga, Yohanes 3:16, salah satu teks paling terkenal dalam seluruh Alkitab, yang secara rutin, teratur, dan sistematis dibantasi dengan  kesimpulan-kesimpulan  dan implikasi-implikasi  yang salah.



Mengapa kesimpulan-kesimpulan tidak sah semacam ini terjadi ? Teologi Kristen klasik, terutama teologi Reformed, berbicara tentang efek-efek neotic dosa. Kata dalam bahasa Inggris, neotic berasal dari kata Yunani nous, yang sering diterjemahkan sebagai “pikiran.” Sehingga, efek-efek neotic dosa adalah konsekuensi-konsekuensi kejatuhan manusia pada intelektual manusia. Seluruh pribadi manusia, termasuk seluruh kemampuan  berpikir dan fisik manusia, telah dirusak  oleh pembusukan natur manusia. Tubuh kita mati karena dosa. Kehendak manusia ada dalam sebuah perbudakan moral,  dalam penjara hasrat-hasrat jahat dan  keinginan-keinginan  hati. Pikiran-pikiran kita, juga, telah jatuh, dan kemampuan kita untuk berpikir telah dilemahkan demikian parahnya oleh kejatuhan. Saya menduga  intelijensia Adam sebelum kejatuhan diluar jangkauan  grafik intelejensia yang ada kini. Saya meragukan  dia melakukan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sah kala dia   merawat taman itu. Sebaliknya, pikirannya tajam dan  sangat jernih dalam memahami. Tetapi dia kehilangan hal ini ketika dia jatuh, dan kita kehilangan hal ini juga.


Akan tetapi, fakta bahwa kita  manusia yang jatuh kedalam dosa tidak bermakna bahwa kita tidak lagi memiliki kemampuan untuk berpikir. Kita semua cenderung untuk salah, tetapi kita  juga belajar untuk  berpikir secara teratur, logis, dan dalam cara yang meyakinkan. Adalah  kerinduanku untuk melihat orang-orang Kristen   berpikir   sangat  jelas dan mudah dipahami untuk diterima oleh pikiran dan secara  jernih.  Sehingga sebagai sebuah disiplin, logika sangat  memberikan manfaat  untuk studi dan menguasai prinsip-prinsip mendasar berpendapat sehingga kita dapat, oleh pertolongan Tuhan dan Roh Kudus, mengatasi pada derajat tertentu pembusukan dosa terhadap pemikiran kita.



Saya tidak berpikir untuk saat ini bahwa salah satu dari kita, selama dosa ada didalam kita, akan  pernah menjadi sempurna dalam berpikir. Dosa membuat kita memiliki pemikiran tidak membenci hukum Tuhan selama kita hidup, dan kita harus berjuang  untuk mengatasi distorsi-distorsi mendasar ini terhadap  kebenaran Tuhan. Tetapi  bila kita mengasihi  Tuhan, tidak hanya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan kekuatan, tetapi juga segenap pikiran kita ( Markus 12:30).



Ya, Adam memiliki sebuah pikiran yang tajam sebelum kejatuhan. Tetapi saya percaya bahwa dunia tidak pernah mengalami pemikiran yang demikian tajam seperti yang dimanifestasikan dalam pikiran Kristus. Saya   berpendapat bahwa bagian kesempurnaan manusia pada   Yesus Kristus, itulah yang membuat Yesus tidak pernah  membuat kesimpulan yang  salah. Dia tidak pernah melompat ke sebuah kesimpulan yang   merupakan  gagasan-gagasan yang tidak tepat. Pemikirannya sejernih Kristal dan  logis serta  tertata secara baik.  Kita dipanggil untuk mengimitasi-meniru Kristus dalam segala hal, termasuk pemikiran-Nya.  Oleh karena itu,  jadikanlah hal  sebagai hal utama dan berupaya sungguh-sungguh dalam hidupmu untuk mengasihi Dia dengan segenap pikiranmu.



Thinking Like Jesus - Tabeltalk | diterjemahkan oleh : Martin Simamora

No comments:

Post a Comment