Pages

15 November 2012

Jujur Kepada Tuhan! Dia Bukan sebuah “Pit Stop” (Bagian 1)




Pit Stop dalam balapan  Formula 1
wikimedia.org
Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D

Pengantar


Salah satu kerinduan  yang teramat mendalam pada diri umat manusia adalah selalu ingin berkomunikasi dengan  makhluk yang lebih tinggi. Para imam kepercayaan-kepercayaan kuno sangat disanjung  oleh masyarakat umum; kota-kota Yunani telah menciptakan dewa-dewa mereka sendiri; agama-agama misterius telah menjanjikan komuni atau persatuan  dengan sebuah ketuhanan melalui ritus-ritus rahasia dalam cara yang luar biasanya  persis dengan Masonik dan Mormon.

Manusia modern sedikit lebih canggih, tetapi dia  masih  merindukan keintiman dengan sebuah makhluk yang lebih tinggi. Masa kini, “tuhan-tuhan” kita  biasanya adalah para selebriti.  Kita  berupaya kenal dekat dengan para pemain baseball dan ratu-ratu kecantikan, bintang-bintang filem, dan presiden-presiden ( yang mana terkadang satu orang pada saat yang sama).



Tetapi “tuhan-tuhan” kita itu lemah. Para pahlawan kita telah  menjadi para penjahat: para pemain American football menganiaya isteri-isterinya; dan kala mereka tidak memukuli isteri-isterinya  mereka menipunya. Presiden-presiden, para wakil rakyat dan para penginjil televisi sangat sibuk dari satu ranjang ke ranjang lainnya. Pahlawan-pahlawan kita mengecewakan kita; mahkluk-mahkluk super ini   memiliki kaki yang terbuat dari tanah liat.

Akan tetapi  Kekristenan memegang teguh  janji persekutuan dengan Tuhan yang maha kuasa, tidak berubah dan sempurna.  Kitab suci  menyatakan secara jelas bahwa hanya ada satu Tuhan—berdaulat atas alam semesta, pencipta segala sesuatu. Dia tidak   terpahamkan, namun dapat dikenali; transeden, namun hadir dimana saja.

Namun dengan kemungkinan bersekutu dengan Tuhan yang seperti ini, kita menghadapi dilema: Bagaimana manusia yang  penuh dengan dosa   membangun persekutuan dengan Tuhan yang kudus? Tentu saja, kata Yunani untuk “bersekutu”, koinwniva bermakna “memiliki suatu kesamaan.” Dan  kesamaan apakah yang mungkin dimiliki manusia  yang penuh dengan dosa dengan  Tuhan yang  kudus?

Ketegangan ini sangat nyata. Ada sebuah kecenderungan, pada sisi kita keseluruhan, baik untuk menyembunyikan derajat keberdosaan kita, atau  mengurangi kemuliaan dan  kecemerlangan Tuhan yang kudus.

Bagaimana dapat manusia yang  penuh dengan dosa memiliki apapun juga yang sama dengan Tuhan yang kudus? Hanya dengan satu sarana dan satu-satunya sarana: salib Kristus yang terlumuri darah. Karena kematian Tuhan-manusia yang menggantikan kita, kita  memiliki  keberanian—bahkan hak--  untuk memanggil Tuhan alam semesta dengan “Bapa”!


Salah satu hal luar biasa mengenai Kekristenan adalah persekutuan dengan Tuhan. Kita bahkan tidak membaca persekutuan dengan Tuhan dalam Perjanjian Lama. Perbedaannya bukan  pada sebuah standard Tuhan yang diturunkan, tetapi sebuah elevasi atau peningkatan orang percaya: kita dinaikan ke surga pada salib Kristus.

Salib menyediakan akses kepada  Bapa: memberikan kepada kita sebuah kelahiran baru sehingga kita sungguh-sungguh  merupakan anak-anak Tuhan. Namun demikian, orang-orang Kristen masih berdosa. Kita masih manusia  yang rusak. Sekalipun kita adalah anak-anak Tuhan, kita kerap tidak berjalan bersama dengan Tuhan sebagaimana seharusnya. Dan itu adalah keberdosaan kita yang masih berlangsung, setelah kita diselamatkan, yang menyebabkan kita untuk menutup-nutupi perbedaan-perbedaan moral antara Tuhan dan diri kita sendiri.

Beberapa orang telah menjadi  Kristen selama beberapa tahun, bahkan berdekade-dekade. Dan walau begitu masih berjuang melawan dosa. Apakah yang anda lakukan  dengan dosa itu? Apakah yang anda lakukan ketika anda berdosa?


Rasul Yohanes berbicara mengenai hal ini. Dalam suratnya yang pertama, dia meletak prasyarat dasar untuk  persekutuan yang berkesinambungan dengan Tuhan, dalam :


1 Yohanes 1:5-10
(5) Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. (6) Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran (7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa (8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.

Tubuh

Prasyarat pertama untuk sebuah persekutuan yang berkelanjutan dengan Tuhan adalah sebuah  pengakuan akan kondisi kita. Yohanes menyatakan dengan  sangat jelas dalam teks ini.

A. Penyangkalan  adanya kegelapan dalam Tuhan (1:5)
Pertama, Yohanes mendirikan aturan-aturan dasar: Dia yang dengannya kita memiliki persekutuan adalah terang dan didalam dia tidak ada kegelapan sama sekali.

Ada 2 pendapat terkait apakah makna terang dalam teks ini. Apakah kita sedang membicarakan tentang terang moral atau mengenai  penyingkapan dirinya sendiri? Itu sebabnya, ketika  Yohanes berkata bahwa Tuhan adalah terang , dia memaksudkan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang kudus atau bahwa dia sedang menyingkapkan dirinya sendiri? Apakah  Yohanes sedang membicarakan esensi Tuhan atau penyingkapan diri-Nya?


Kedua penggunaan semacam ini terkait terang ditemukan dalam Kitab suci. Teophani dalam Perjanjian Lama disertai dengan terang yang besar. Paulus berkata  bahwa Tuhan  berdiam dalam terang yang tidak dapat didekati. Teks semacam ini membicarakan kekudusan Tuhan. Tetapi Alkitab juga menggunakan terang sebagai idiom untuk penyingkapan diri Tuhan. Yesus Kristus disebut “ Cahaya/kilau kemuliaan Tuhan” dalam Ibrani 1:3.  Dengan kata  lain dia adalah penyingkapan Tuhan yang inkarnasi. Tentu saja ini tidak untuk menyangkali kekudusan Tuhan, tetapi pada prinsipnya untuk menjelaskan penyingkapan dirinya  kepada manusia-makhluk fana.

Banyak ahli yang diyakinkan bahwa dalam  1 Yohanes 1:5,penulis sedang meletakkan aksenstuasi atau penekanan  pada atribut-atribut moral Tuhan ketika dia menggunakan istilah “terang”. Jadi: jika kita ingin memiliki persekutuan dengan Tuhan, kita pertama-tama harus mengakui bahwa pandangan  Tuhan terhadap dosa tidak berubah antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dia masih Tuhan yang sama: tidak ada  noda kecil  kegelapan, tidak ada  bayangan akan kekaburan moral pada diri  Yang Maha kuasa.  Menjadi berada didalam terang, maka, berarti menjadi kudus.

Pandangan lainnya adalah: bahwa  terang Tuhan merujuk pada penyingkapan diri-Nya sendiri. Dengan kata lain, Tuhan mengalirkan terang pada  dia yang sedang dan, selagi kita melangkah masuk kedalam terang itu, sebagaimana kita adanya . “Berjalan didalam terang” dalam  hal ini berarti menjadi  jujur dengan Tuhan. Ini tidak bermakna untuk menyembunyikan dosa kita—baik dari Dia atau dari diri kita sendiri.

Permasalahan dengan pandangan ini. Pertama   hanyalah satu hal kecil : pandangan ini tidak sesuai dengan  konteksnya [lihat Robert Law, The Tests of Life, 57-59.].  Pertama dari semuanya, jika kekudusan  Tuhan merupakan hal yang terutama dalam pandangan ini, kita dapat mengharapkan adanya pembahasan  beberapa macam  dosa—kerakusan,perzinahan, kemabukan, gosip, iri  hati, dan lain-lain. Tidak satupun yang disebutkan. Sebaliknya yang menjadi fokus adalah  kebenaran vs dusta. Dan dusta pada dasarnya menutupi kebenaran didalam kegelapan. Satu  hal yang mendesak disini adalah, kenyataannya, bukan sesuatu seperti “Jadilah kudus, karena Aku adalah kudus,” tetapi “akuilah dosa-dosamu.” Dengan kata lain, “jujurlah  terhadap kekuranganmu akan kekudusan, karena kamu tidak dapat menyembunyikannya dariku bagaimanapun juga.”

Kedua, tema keseluruhan pada 1 Yohanes berkaitan dengan persekutuan. Dan persekutuan, koinwniva, bermakna “memiliki sesuatu yang sama.” Kesamaan apakah yang mungkin kita miliki dengan Tuhan yang kudus? Jika kita  harus memiliki sesuatu apapun yang sama dengan Tuhan,   yang harus menjadi hal pertama adalah sebuah kesepakatan dengan Dia mengenai siapakah kita dan siapakah Dia. Prasyarat pertama untuk bersekutu dengan Tuhan adalag kejujuran.

Ketiga, metafora terang bekerja dengan baik dengan pandangan ini. Hubungan  terang terhadap kecemaran  ada dua  hal: pertama, terang menyingkapkan kecemaran. Tetapi , kedua, terang tidak dapat dikontaminasi oleh kecemaran.   Ketika Tuhan bersinar atas kita,  terang menyingkapkan dosa kita, tetapi dosa itu  tidak  mencemari Tuhan. Ketika kita  sepakat dengan  Dia akan dosa, kita sedang berjalan dalam terang.

-Ilustrasi : isteriku dan aku memiliki sebuah hubungan  yang sangat terbuka. Saya jujur terhadapnya tentang perjuanganku sebagai seorang pria. Kita dapat memiliki sebuah persekutuan yang luar biasa sekalipun  dengan keberadaanku. Tetapi ketika saya menyembunyikan darinya siapakah dan apakah saya,  persekutuan saya menjadi musnah. Kami telah menikah selama dua puluh tahun. Dan satu hal yang saya sukai tentang dia—sangat saya sukai dari dirinya—adalah dia masih terus menerima saya sepenuhnya, walaupun dia mengetahui diriku lebih baik dan semakin lebih baik lagi  setiap tahunnya. Saya diyakinkan bahwa dasar sebuah pernikahan yang baik bukan dua orang yang mutlak kudus, tetapi dua orang yang demikian jujurnya [saling terbuka tidak ada yang disembunyikan—red].



No comments:

Post a Comment