Pages

25 October 2012

Apakah Tuhan Perjanjian Lama seorang Monster tanpa Belas kasih? (3)



Relief Niniwe : Pasukan Asyria/Asyur
yang terkenal kekejamannya sedang
menusuk  musuhnya dengan sebuah tiang
dan dipancangkan
[sumber :Grisly Assyrian Record of Torture and Death
By Erika Belibtreu]

Oleh :Robin Schumacher, Ph.D.

Pada bagian pertama :Dalam bukunya “The God Delusion”, seorang ateis Richard Dawkins menuliskan sebuah  kritik tajam  penggambaran Tuhan sebagaimana dia    melihat Tuhan dalam Perjanjian Lama. Dawkins berkata : “Tuhan Perjanjian Lama  sangat-sangat nyata merupakan karakter yang sangat tidak menyenangkan dalam semua kisah fiksi : .......

Bagian kedua :
Orang-orang Amalek khususnya   melancarkan serangan-serangan mereka sebagai pengecut kepada Israel dan dengan sengaja membunuh orang yang lemah dan tua yang terkadang tercecer di belakang kelompok inti  yang   melakukan perjalanan mereka ke tanah yang dijanjikan Tuhan ( bandingkan dengan Ulangan 25:17-19). Kitab Hakim-Hakim (6:3-5) merekam bahwa orang-orang Amalek secara konsisten beraliansi dengan bangsa-bangsa lain untuk melakukan pembasmian bangsa Israel.  Ajaibnya ,  Tuhan memilih untuk tidak menghancurkan orang-orang Amalek sampai  setidaknya 400 tahun berlalu dari tindakan dosa mereka yang pertama terhadap umat-Nya. Waktu yang demikian panjangnya seperti ini memperlihatkan kesabaran Tuhan dan  mengenyahkan tuduhan apapun bahwa Tuhan cepat marah dan tergesa-gesa melakukan penghukuman terhadap mereka yang berdosa dihadapan-Nya.



Sebuah Pola yang dapat dipahami


Berdasarkan contoh-contoh yang telah diutarakan sebelumnya, kita dapat melihat sebuah pola unik/khas yang mengemuka dari penghukuman-penghukuman yang didatangkan oleh Tuhan terhadap beragam  orang :


  1. Tuhan mendeklarasikan sebuah pemusnahan sebagai bentuk penghukuman untuk membasmi sebuah “kanker” 
  2. Penghukuman-penghukuman untuk dosa ekstrim yang diketahui secara luas oleh masyarakat umum 
  3. Penghukuman didahului oleh peringatan dan/atau  masa-masa panjang pengungkapan kebenaran dan waktu untuk bertobat 
  4. Setiap dan semua orang dewasa  yang “tidak berdosa” diberikan sebuah jalan meloloskan diri beserta keluarga-keluarga mereka; terkadang diberikan sebuah jalan untuk meluputkan diri dari penghukuman melalui pertobatan atau meninggalkan sebuah kawasan tertentu. Perlu dicatat juga bahwa  pengusiran dari sebuah daerah merupakan penghukuman yang paling umum, bukan pemusnahan. Pola ini  semacam terjadi mulai dari pengusiran  Adam dan Hawa dari  Taman Eden (bandingkan dengan Kejadian 3:24) 
  5. Seseorang hampir selalu  selamat (ditebus) dari budaya jahat 
  6. Penghukuman dari Tuhan berlangsung atau terjadi

Pola semacam ini kembali ditemukan dalam Perjanjian Lama.  Jauh dari keadaan yang disebutkan oleh para pengeritik sebagai  keadaan tanpa dosa, obyek-obyek penghukuman Tuhan tersebut telah terlibat dalam dosa yang menyolok mata dan melakukan tindakan-tindakan biadab yang dahsyat seperti membakar anak-anak mereka sendiri hingga mati dalam kaitan ritual tertentu sebagai persembahan kepada tuhan-tuhan palsu mereka.


Ajaibnya, ketimbang dengan segera memusnahkan orang-orang  yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan semacam ini,  hal yang  benar-benar berlawanan ditemukan :  Kitab suci menyampaikan bahwa Tuhan memiliki kesabaran yang luar biasa dan menanti hingga perbuatan-perbuatan mereka sudah sepenuhnya sampai pada puncaknya. Sebagai contoh, sementara berbicara kepada Abraham mengenai masa depan keluarnya Israel dari Mesir, Tuhan  mengatakan  hal berikut ini mengenai orang-orang Amorit : ” Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap" (Kejadian 15:16).



Orang harus bertanya jika umat manusia akan mengalami  penderitaan sepanjang itu dengan perbuatan-perbuatan yang mengerikan? Akankah perbuatan-perbuatan seperti yang dikisahkan dalam  Perjanjian Lama diandaikan terjadi pada abad ke-21 dan secara global diberitakan melalui CNN, maka tidak diragukan lagi akan menjadi teriakan dunia dengan aksi militer menjadi tindakan yang diambil jika kebiadaban tersebut tidak segera dihentikan. Mengapa kemudian para pengeritik Tuhan merasa  berhak untuk mencap Pencipta sebagai tidak  adil secara moral bahkan ketika Tuhan  menanti dalam beberapa kasus selama berabad-abad untuk menghukum orang-orang  yang terlibat?



Credit : dailyhitchens
Tidak ada Standard Ganda

Ateis Christopher Hitchens, berkata mengenai pengusiran  orang-orang Kanaan dari tanah mereka, berkata mereka “ tanpa ampun diusir keluar dari rumah-rumah mereka untuk membuat ruang kepada anak-anak Israel yang tidak berterimakasih dan  durhaka” [Christopher Hitchens, God Is Not Great: How Religion Poisons Everything, New York: Hachette Book Group, 2007, 101.]. Sebagaimana telah dimukakan  diawal, orang-orang yang mengalami penghukuman Tuhan jauh dari  ukuran  sebagaimana yang digambarkan  pengeritik sebagai tidak berdosa. 





Alasan-alasan bagi Israel menggantikan bangsa-bangsa  jahat yang berdiam didalam tanah  yang dijanjikan bagi Israel oleh Tuhan secara jelas  telah dinyatakan dalam Kitab Suci. Berkata kepada Israel, Tuhan berkata : ” Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila TUHAN, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah TUHAN membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu. Bukan karena jasa-jasamu atau karena kebenaran hatimu engkau masuk menduduki negeri mereka, tetapi karena kefasikan bangsa-bangsa itulah, TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu, dan supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub” ( Ulangan 9:4-5; Lihat juga Ulangan 18:9-12 dan Imamat 18:24-25).


Harus dipahami bahwa ini bukan sebuah jalan satu arah; Tuhan juga membawa Isreal kepada standard yang sama dan mengenakan penghukuman yang sama ketika mereka jatuh kedalam dosa : ” Janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya itu, sebab dengan semuanya itu bangsa-bangsa yang akan Kuhalaukan dari depanmu telah menjadi najis. Negeri itu telah menjadi najis dan Aku telah membalaskan kesalahannya kepadanya, sehingga negeri itu memuntahkan penduduknya. Tetapi kamu ini haruslah tetap berpegang pada ketetapan-Ku dan peraturan-Ku dan jangan melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, --karena segala kekejian itu telah dilakukan oleh penghuni negeri yang sebelum kamu, sehingga negeri itu sudah menjadi najis--supaya kamu jangan dimuntahkan oleh negeri itu, apabila kamu menajiskannya, seperti telah dimuntahkannya bangsa yang sebelum kamu. Karena setiap orang yang melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, orang itu harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya” (Imamat 18:24-29; lihat juga Imamat 20:22).


Siapapun yang terbiasa dengan kisah Israel dalam Perjanjian Lama mengenal bahwa  hal ini  telah terjadi.  Manakala Israel digunakan sebagai alat penghukuman Tuhan terhadap beragam bangsa yang berdosa, dengan cara seperti ini, Tuhan menggunakan kerajaan-kerajaan seperti Babilonia melawan Israel  manakala Israel menolak Tuhan dan  beribadah kepada tuhan-tuhan palsu dan berhala-berhala. Tidak ada standard ganda oleh Tuhan (Yahweh) dalam bentuk apapun juga;  patokan  kebenaran yang sama diterapkan kepada semua tanpa kecuali siapapun mereka.



Bagaimana dengan Membunuh Anak-Anak?
Kritik-kritik masih ditujukan kepada membunuh anak-anak dalam sejumlah kisah yang terdaftar dibawah ini (misal air bah, Amalek, dan lain-lain) dan memprotes bahwa Tuhan  tidak dibenarkan  untuk memerintahkan  membunuh mereka. Untuk menjawab tudingan ini, sejumlah hal harus dipahami.


Pertama, kekhasan  orang Israel dalam  aturan-aturan perang termasuk sebuah peringatan dan deklarasi periode perang yang akan datang, perang yang ditunda atau dihentikan. Para wanita, anak-anak, dan orang tua, dan orang-orang lain  kalau mau dapat dengan mudah pergi jauh menghindari pemberitahuan serangan militer sepenuhnya. Hanya mereka ( atau yang orang tua-orang tuanya) tetap tinggal karena keras kepala akan  menghadapi perang dan akibatnya.


Kedua, dalam kasus Amalek, telah diperlihatkan  (pada bagian sebelumnya) bahwa seluruh budaya telah rusak oleh dosa-dosa yang diperbuat oleh orang-orang dewasa. Dari perspektif kekekalan, tidak ada pengharapan bagi anak manapun yang telah ditinggalkan sendirian. Kitab suci berbicara tentang  fakta bahwa anak manapun yang  tewas sebelum mereka menjadi cukup tahu secara moral untuk dapat bertanggungjawab dihadapan Tuhan, mereka ada bersama dengan Tuhan (bandingkan 2 Samuel 12:23), sehingga sementara anak-anak telah terbunuh dalam perang, mereka pada puncaknya  telah diselamatkan oleh Tuhan dari apa yang  menimpa  pada orang tua mereka.


Yang terakhir, secara sosial dan jasmani,  bagaimana  kehidupan  anak-anak disepanjang sejarah selalu terkait  dengan orang tua-orang tua yang membesarkan  mereka, apakah mereka ada di tangan yang baik ( dalam kasus Nuh) atau yang jahat ( Amalek). Tindakan para orang tua  merupakan penentu akhir selagi mereka dalam masa anak-anak untuk sementara waktu.



Sebuah Tinjauan pada Perintah-Perintah Tertulis  Penghukuman dalam Perjanjian Lama
Bagaimana dengan  beberapa penghukuman-penghukuman seperti perintah tertulis untuk melempari batu  pada seorang anak yang tidak mematuhi orang tua-orang tuanya ( bandingkan dengan Ulangan 21:18-21) atau seseorang yang melanggar hokum Sabat (bandingkan dengan  Keluaran 35:2)? Mengenai melempar batu  terhadap seorang anak yang tidak patuh, hal ini harus dicatat bahwa Alkitab menyampaikan fakta bahwa para orang tua adalah perwakilan-perwakilan Tuhan di dunia ini, sehingga bentuk ketidakpatuhan apapun  sebenarnya sebuah tindakan  bersifat vertikal ketimbang horisontal.


Ini hendak menyatakan bahwa penting untuk memperhatikan  tindakan aktual menghilangkan sebuah nyawa dapat ditunda jika sebuah tebusan telah dibayarkan sebagai  ganti penghukuman individu tersebut (bandingkan dengan Bilangan35:31).  Ini dapat dilakukan untuk setiap hal kecuali tindak kejahatan membunuh. Juga terdapat  aturan-aturan  yang ketat untuk pelaksanaan penghukuman; sebagai contoh, keluarga yang tidak mampu melaksanakan sendiri penghukuman, tetapi  sebagai gantinya harus membawa kasusnya kepada para tua-tua yang memeriksa kasus tersebut.  Meskipun, tidak pernah ada satu kasus pun tercatat dalam Kitab suci  tentang pelaksanaan hukum tersebut dilaksanakan.  Berangkali  hal ini karena  penghukuman sebagaimana yang tertulis dalam hukum telah memberikan efek  yang  hendak dituju: untuk menjamin penghormatan pada orang tua melalui rasa takut. Ulangan 13:11, 17:13, dan 21:21 menyatakan hal yang  hampir sama tentang hal yang serupa setelah sebuah penghukuman yang diperintahkan telah diumumkan/diberitahukan :” Maka seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu.”


Akan tetapi, sementara tidak ada ada satupun disebutkan bahwa hukuman mati dilaksanakan  karena ketidakpatuhan pada orang tua, Alkitab memang mencatat penghukuman yang dilembagakan bagi pelanggar Sabat : “Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan." Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa” (Ulangan 15:32-36). Bukankah penghukuman ini  sedikit ekstrim?



Apa yang terkadang terlewatkan pada  nas kitab suci tersebut   adalah bagian-bagian yang mendahului kisah ini : ” "Apabila kamu dengan tidak sengaja melalaikan salah satu dari segala perintah ini, yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa, yakni dari segala yang diperintahkan TUHAN kepadamu dengan perantaraan Musa, mulai dari hari TUHAN memberikan perintah-perintah-Nya dan seterusnya turun-temurun, dan apabila hal itu diperbuat di luar pengetahuan umat ini, tidak dengan sengaja, maka haruslah segenap umat mengolah seekor lembu jantan muda sebagai korban bakaran menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN, serta dengan korban sajiannya dan korban curahannya, sesuai dengan peraturan; juga seekor kambing jantan sebagai korban penghapus dosa. Maka haruslah imam mengadakan pendamaian bagi segenap umat Israel, sehingga mereka beroleh pengampunan, sebab hal itu terjadi tidak dengan sengaja, dan karena mereka telah membawa persembahan-persembahan mereka sebagai korban api-apian bagi TUHAN, juga korban penghapus dosa mereka di hadapan TUHAN, karena hal yang tidak disengaja itu. Segenap umat Israel akan beroleh pengampunan, juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, karena hal itu dilakukan oleh seluruh bangsa itu dengan tidak sengaja. Apabila satu orang saja berbuat dosa dengan tidak sengaja, maka haruslah ia mempersembahkan kambing betina berumur setahun sebagai korban penghapus dosa;  dan imam haruslah mengadakan pendamaian di hadapan TUHAN bagi orang yang dengan tidak sengaja berbuat dosa itu, sehingga orang itu beroleh pengampunan karena telah diadakan pendamaian baginya.  Baik bagi orang Israel asli maupun bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengah kamu, satu hukum saja berlaku bagi mereka berkenaan dengan orang yang berbuat dosa dengan tidak sengaja.  Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintah-Nya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya” (Ulangan 15:22-31, penekanan ditambahkan).



Pelajaran ini dengan jelas mengajarkan dalam Kitab Suci bahwa kisah  pelanggaran Sabat dalam Bilangan 15:32-36  : bahwa si pelanggar adalah seorang yang dengan sengaja melanggar, dalam sebuah pemberontakan terbuka terhadap Tuhan, dan si pelanggaran  telah mengetahui bahwa dia dalam keadaan salah.


Realita  Kejam  pada Alkitab
Satu kritisme terakhir yang diarahkan pada Perjanjian Lama adalah bahwa PL mengandung banyak kisah-kisah   kebiadaban seseorang  terhadap  seseorang lainnya, ketidakjujuran, amoralitas seksual, ketamakanm dan  hal-hal serupa lainnya. Bagaimana bisa ,  tanya  para skeptik, Tuhan dapat membiarkan hal-hal semacam itu dan  memperkenankan/mengizinkan kisah-kisah tersebut menjadi bagian dalam Alkitab atau  menjadi firman yang diinspirasi oleh Tuhan?


Jawaban atas  pertanyaan ini, Tuhan tidak memberikan persetujuan atas hal-hal demikian . Satu  yang harus diingat bahwa, walaupun Alkitab merekam banyak peristiwa-peristiwa yang  kotor, hal itu tidak berarti bahwa Tuhan menyetujui tindakan-tindakan tersebut. Dan memang benar banyak  pribadi-pribadi dalam Perjanjian Lama yang mempertunjukan perilaku yang sangat tidak diinginkan. Sebagai contoh dalam Kejadian 19, Lot menawarkan dua anak gadisnya kepada para lelaku dari kotanya yang   mendatangi kediamannya dan  menuntut untuk melakukan hubungan seksual dengan malaikat-malaikat yang datang mengunjungi Lot. Penawaran Lot yang semacam ini jelas-jelas menjijikan, dan tidak pernah tindakan seperti ini diacungi  jempol oleh penulis Kitab Kejadian atau penulis lainnya yang diinspirasi diseluruh bagian Alkitab lainnya.


Inilah yang sesungguhnya, adalah penting untuk mengingat bahwa Alkitab tidak pernah menyetujui setiap hal yang direkam dalam alkitab. Dan satu yang harus selalu dicamkan dalam benak kita  bahwa Tuhan dapat menarik sebuah garis tegas dengan sebuah  tongkat yang bengkok. Abraham ( yang berdusta mengenai Sarah yang menjadi isterinya), Daud ( yang melakukan pembunuhan dan perzinahan), dan orang-orang lainya yang perbuatan dosa mereka TIDAK dikaburkan dalam halaman-halaman kitab suci, yang mana hal-hal semacam ini menjadi sebuah  kesaksian  akan keberdosaan semua orang dan anugerah yang Tuhan  berikan kepada mereka. Walaupun mereka berdosa, Tuhan mengasihi mereka dan menggunakan mereka sebagai bagian dari keseluruhan rencana keselamatan.



Is the God of the Old Testament a Merciless Monster?
Robin Schumacher, Ph.D.
May 2011
Diterjemahkan oleh : Martin Simamora





No comments:

Post a Comment