Pages

29 June 2012

Simon dan Simon (5-selesai) : Peringatan Keras Agar Sihir Tidak Menyusup Kedalam Kekristenan !

Kata-kata ini sangat tepat ketika dikaitkan kepada Simon. Dia  masih terus berpikir untuk berlaku seperti penyembah berhala/pagan sebagaimana ia sebelumnya. Dia  tidak patuh kepada Tuhan, dan ia berada dalam bahaya besar dari murid Tuhan. Tidak heran kata-kata Petrus sangat tajam! Kata-kata yang dilontarkan Petrus tidak dikarenakan pengabaian Simon terhadap Perjanjian Lama, namun,  terhadap Perjanjian Baru, perjanjian anugerah. Dengan berupaya untuk membeli karunia Tuhan, Simon telah mengabaikan perjanjian anugerah dan berupaya mencari pengaruh Tuhan melalui sihir, melalui manipulasi, dalam sebuah cara seperti ibadah kafir yang pagan. Simon  berbalik dari anugerah menuju sihir, dan berada dalam kuburan bahaya dengan melakukannya. Petrus telah menggunakan kata-kata dalam Ulangan 29 untuk membuat Simon berpikir dengan sangat serius mengenai dosanya dan  konsekuensi-konsekuensi yang mengerikan yang mengikutinya, jika pertobatan tidak dilakukan dengan tulus dan segera.

Bacalah lebih dahulu bagian-bagian sebelumnya :



Teks yang dikutip,  bersama dengan kata-kata Petrus yang diucapkan kepada Simon dikatakan dalam sebuah cara yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai keselamatan Simon. Seorang manusia yang sungguh-sungguh diselamatkan seharusnya memahami anugerah. Seorang manusia yang tidak menangkap  pokok inti anugerah adalah seorang manusia yang keselamatannya dipertanyakan. Saya pikir  pembaca akan mempertimbangkan dengan seksama keselamatan Simon, sebagaimana kita bertanya-tanya juga mengenai keselamatan orang-orang seperti  Bileam, dalam Perjanjian Lama (Bilangan 22-24). Simon tak  hanya seperti Bileam dalam  Perjanjian Lama, tetapi lebih seperti nabi-nabi dan rasul-rasul palsu  yang digambarkan dalam Perjanjian Baru (bandingkan dengan 2 Petrus 2 dan 3; Yudas). Tidak mengherankan Petrus begitu lantang mengecam orang ini.

Tanggapan Simon, juga     tidak datang dari kesungguhan hatinya. Tanggapannya bukanlah sebuah pertobatan yang sungguh-sungguh. Dia nampaknya tidak mengekspresikan adanya rasa berdosa terhadap Tuhan, atau pemisahan dirinya dari Tuhan, akibat dosanya. Tidak juga dia memiliki keinginan untuk datang secara langsung kepada Tuhan untuk mendapatkan pengampunan. Sebaliknya, dia lebih peduli  dengan konsekuensi-konsekuensi atas dosanya ketimbang pada dosa itu sendiri. Dia meminta Petrus untuk  menjadi mediator atau pengantaranya. Ini adalah sebuah catatan yang menyakitkan yang mengahiri catatan peristiwa ini.

Kesimpulan

Teks kita ini  dimulai  dengan sebuah era baru yang menggairahkan dalam sejarah gereja. Era yang menggambarkan ekspansi injil dari Yerusalem ke Yudea dan Samaria, dari bangsa Yahudi kepada bangsa-bangsa lain—dalam kasus ini , orang-orang Samaria, yang setengah Yahudi. Ini adalah sebuah testimoni lebih lanjut  atas kedaulatan Tuhan dalam menggenapi Amanat Agung dan janji pada Kisah Para Rasul 1:8, dimana terbentang strategi dan struktur kitab Kisah Para Rasul. Tuhan  secara terus menerus menjalankan rencana-rencana dan tujuan-tujuanya sekalipun  orang-orang-seperti Saul- yang menentang kebenaran dan yang menganiaya jemaat. Kebenaran Tuhan dan gereja-nya, terus berjalan maju, walaupun dalam sebuah cara yang tak satu manusiapun dapat memperkirakannya, dan  tak seorangpun yang mempercayainya, jika dia diberitahukan diawal.

Bagian Alkitab ini   bisa jadi memiliki sebuah penerapan yang sangat praktis bagi orang-orang kudus yang pertama kali dan menerima dan membacanya. Anggaplah  bahwa Simon benar-benar  lepas dari imannya dan mendirikan sebuah pemujaan. Pemujaan atau Cult dapat hadir selama masa ketika para rasul (termasuk Paulus) sedang melayani  jemaat-jemaat. Cult ini  dapat menyebabkan beberapa orang percaya/Kristen terjatuh ikut terlibat. Jika demikian, menyebutkan  Simon, dosanya, dan kecaman baginya oleh Petrus, maka  ini sungguh-sungguh menjadi sebuah peringatan bagi siapapun yang mungkin tergoda untuk mendengarkan Simon dan mengikuti pengajarannya. Ini adalah sebuah “rujukan” yang diinspirasikan dan bukan sebuah inspirasi yang positif.

Teks ini juga memberikan sebuah pelajaran bagi kita dalam evangelisasi. Terlebih lagi dalam “profesi” Simon ada sebuah pertobatan yang tidak sungguh-sungguh, sebuah ketidaksungguhan yang berputar-putar, sebuah kegagalan untuk menolak dan melepaskan hal-hal jahat di masa lalu. Sebaliknya, Simon tetap berpikir dan bertindak sebagai seorang penyihir ketimbang sebagai seorang Kristen. Dia tertarik akan “kuasa spiritual” dengan  bayaran, bukan dalam kepelayanan sebgai biaya yang harus ia tanggung. Dia tidak mencari karunia-karunia ini yang dapat membangun dan memberikan manfaat bagi orang-orang lain, tetapi karunia-karunia yang akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi dirinya sendiri. Dia tidak  pernah berpikir dalam pengertian anugerah, tetapi dalam pengertian sihir dan manipulasi.

Betapa pentingnya bagi kita untuk memproklamasikan sebuah injil yang jernih, sebuah injil yang menidentifikasikan pemikiran-pemikiran  lama manusia dan tindakan-tindakan dosa, dan injil yang memanggil manusia untuk bertobat dan melepaskan yang lama. Betapa sering injil dihadirkan dalam sebuah cara dimana manusia tidak perlu secara radikal menjadi diselamatkan, tetapi mereka dapat dengan begitu saja menambahkan sebuah keyakinan dalam Yesus kedalam gaya hidup mereka. Keselamatan, pada dasarnya, adalah sebuah perubahan radikal. Kita akan melihat hal ini bersama Paulus, tetapi kita tidak perlu melihatnya dengan Simon.

Saya mendapatkan hal ini sangat menarik dan informatif untuk membandingkan “profesi” (apakah asli atau tidak) Simon dengan konversi Paulus. Dalam kisah keduanya, kita diberitahukan cukup  sedikit tentang masa lalu kedua orang ini, tetapi ada sebuah perbedaan kritikal. Paulus membuang dan menolak masa lalunya, meninggalkannya dibelakang sebagai sesuatu yang pantas untuk mati, dan ia telah memulai untuk hidup dalam sebuah cara  yang sepenuhnya berbeda (bandingkan dengan Filipi bab 3). Disisi lain, Simon, pada dasarnya membawa serta masa lalunya, terus melanjutkan dalam masa lalunya sebagai sebuah profesi Kristen. Kekristenan mengajarkan bahwa manusia lama harus mati, dan hidup yang lama harus ditinggalkan dibelakang, dan manusia baru itu harus dimanifestasikan, melalui Roh Tuhan (bandingkan dengan Roma 6-8).

Kita diberitahu bahwa Simon bersalah  karena tidak bertobat dan menolak cara-caranya yang lama.  Secara spesifik,  hal yang seharusnya ia bertobat adalah sihir. Sihir bertentangan dengan Kekristenan, dan sihir kerap dibingungkan atau tercampur dalam Kekristenan.  Lukas berurusan dengan “sihir” dalam Kisah Para Rasul sebanyak  tiga kali: disini dalam bab 13, dan sekali lagi dalam bab 19. Pada  kesemua tiga peristiwa ini, “sihir” yang yang disingkapkan ini memiliki sebuah aroma religius. Disini, sihir Simon membuatnya memiliki gelar sanjungan kehormatan “ Kuasa Besar dari Tuhan” (Kisah Para Rasul 8:10). Dalam Bab 13, Baryesus, seorang  penyihir yang  berupaya menahan Sergius Paulus untuk beriman kepada Yesus, adalah seorang “nabi palsu”(13:6). Yang terakhir, dalam bab 19, anak-anak Skewa yang mengalami serangan akibat tindakan eksorsime atau pengusiran orang yang kerasukan setan, ini menyebabkan banyak yang menjadi percaya kepada Kristus dan melepaskan praktek-praktek sihirnya (19:11-20). Dalam bab 13 dan 19, para penyihir adalah orang-orang Yahudi.

Perbedaan antara sihir dan Kekristenan sederhana : SIHIR MENGKLAIM  DAPAT MEMAMPUKAN MANUSIA UNTUK MEMANIPULASI TUHAN, SEHINGGA TUHAN MEMENUHI HASRAT-HASRAT MEREKA, TUHAN DALAM KEKRISTENAN MENENTUKAN MANUSIA

Dalam sihir, Tuhan menjadi hamba manusia. Dalam Kekristena, manusia menjadi hamba-hamba Tuhan. Perbedaannya adalah kedaulatan Tuhan. Tuhan tidak dapat dimanipulasi oleh manusia karena manusia tidak memiliki klaim pada Dia, pada anugerah-Nya, atau pada kuasa-Nya. Tuhan  tidak berhutang apapun kepada manusia, dan tidak ada yang dapat dilakukan manusia dapat menjadi dasar  atau menyebabkan berkat-berkat Tuhan.

Setiapkali   manusia kehilangan pandangannya terhadap kedaulatan Tuhan, mereka mulai berpikir dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan sihir. Dan kesemuanya ini  dapat berlangsung dalam sebuah penampilan yang sangat rohani. Kita percaya bahwa jika kita mengikuti formula-formula yang tepat maka Tuhan berkewajiban untuk bertindak sebagaimana yang kita inginkan. Jika saya berdoa menggunakan formula yang tepat (missal “dalam nama Yesus), atau dengan ketulusan dan ketekunan yang memadai, atau bersepakat dengan yan lain, kita dapat mejadi terjamin bahwa Tuhan akan  bertindak dalam cara yang kita maui. Sihir  berfokus pada metoda-metoda yang “tepat”. Kekristenan percaya  kepada Tuhan yang memiliki pemikiran-pemikiran yang lebih tinggi daripada  pemikiran-pemikiran kita, dan yang memiliki cara-cara yang melampaui pemahaman kita.

Anugerah Tuhan dan karunia Tuhan adalah  sebuah hal terkait kesukaan kedaulatan Tuhan, tetapi betapa menenangkannya, mengetahui bahwa Tuhan bertindak tanpa bergantung pada manusia, tanpa dimanipulasi. Betapa menenangkannya mengetahui bahwa idependensi Tuhan menjamin kita bahwa Ia tidak hanya bertindak tanpa bergantung pada manusia, tetapi dalam kepentingan terbaik-Nya. Dia tidak  dimanipulasi/ditentukan oleh anak-anaknya; Dia menentukan kita, tetapi dalam sebuah cara sehingga membawa kemuliaan-Nya dan untuk kepentingan  kita yang terbaik. Kedaulatannya akan menjadi bukti dalam pelajaran kita selanjutnya, dalam keselamatan Saul, si pemberontak.

Semoga kita  mensujudkan lutut kita  bersyukur dalam  penyembahan dan kepatuhan kepada kedaulatan Tuhan, yang mengerjakan segala hal untuk kebaikan kita, dan dalam sebuah cara   sehingga mencapai  semua tujuan dan rencana-Nya.

Selesai  


Simon and Simon (Acts8:1-25) Study By: Bob Deffinbaugh | Martin Simamora

No comments:

Post a Comment