Pages

30 October 2010

PEMIMPIN YANG DITOLAK ALLAH

Exp. 1Sam.15
Memiliki pemimpin yang benar memang merupakan suatu anugerah yang patut disyukuri. Betapa bahagianya orang, keluarga, kelompok, institusi, Gereja, masyarakat dan bangsa, bila dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang benar. Tetapi betapa celakanya mereka jika tidak memiliki pemimpin yang benar. Hal itulah yang terjadi sepanjang perjalanan bangsa Israel. Jatuh bangunnya bangsa itu sangat tergantung kepada pemimpin-pemimpin, baik itu pemimpin rohani, maupun pemimpin negara.



Berkatalah Samuel kepada Saul: "Aku telah diutus oleh TUHAN untuk mengurapi engkau menjadi raja atas Israel, umat-Nya; oleh sebab itu, dengarkanlah bunyi firman TUHAN. Beginilah firman TUHAN semesta alam: Aku akan membalas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir.

Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."

Lalu Saul memanggil rakyat berkumpul dan memeriksa barisan mereka di Telaim: ada dua ratus ribu orang pasukan berjalan kaki dan sepuluh ribu orang Yehuda.

Dalam bacaan di atas, kita membaca dengan jelas bagaimana melalui nabi Samuel, Allah dengan tegas menolak Saul sebagai raja (1Sam.15:23). Mengapa? Jawabannya, bukan karena Saul tidak mau bekerja, juga bukan karena dia kurang pintar atau kurang strategi. Alkitab menegaskan bahwa kegagalan Saul terletak pada KEGAGALANNYA MENTAATI ALLAH.

Sebenarnya, perintah Allah kepada raja Saul sangat jelas dan mudah untuk dimengerti, juga tidak sulit untuk dilaksanakan: bangsa Amalek harus ditumpas secara total. “Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai." (3). Tapi apa yang terjadi? Perintah yang sederhana itu tidak dilakukannya, Saul menyisakan ternak terbaik untuknya. Itulah sebabnya hamba Allah, Samuel menegurnya.

Hal yang lebih menyedihkan adalah sekalipun Saul sudah memberontak kepada Allah, namun dia masih tetap merasa sedang mentaati Allah. Karena itu, dia berkata kepada Samuel: “...aku telah melaksanakan firman Tuhan” (13). Padahal, Allah telah memberitahukan kepada Samuel, bahwa Saul TIDAK MELAKSANAKAN FIRMANNYA (10).

Syukur, Allah tidak bisa ditipu oleh siapapun. Karena itu, untuk menyadarkan Saul akan pelanggarannya, Samuel dengan tegas menunjuk kepada suara kambing dan lembu yang didengarnya (14). Apa yang terjadi? Saul tidak mau mengakui kesalahannya. Maka timbul hal yang lebih menyedihkan lagi. Di satu sisi dia menunjukkan seolah-olah dia benar, dan di sisi lain dia mengorbankan rakyatnya (15).

Pembenaran diri tersebut diulanginya lagi ketika dia menjawab Samuel dengan: “Aku MEMANG MENDENGARKAN suara TUHAN dan MENGIKUTI jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku dan aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah kutumpas” (20). Lalu bagaimana dengan ternak pilihan itu? Untuk kesekian kalinya Saul melempar kesalahan kepada rakyatnya! Dia berkata: “Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu” (21).

Saul memang bukan raja yang bodoh. Dia cukup cerdik dan pandai berbahasa rohani. Itulah sebabnya, setelah dia melempar kesalahan kepada rakyat, dia mencoba melunakkan hati Samuel dengan mengatakan bahwa ternak pilihan itu, bukan untuk dirinya, juga bukan untuk rakyat. Saul berkata: “…sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." (14, 21).

Apa yang dapat kita pelajari dari pernyataan-pernyataan Saul tersebut? Gila sekali, bukan? Buat apa menyalahkan rakyat? Bukankah dalam seluruh tindakan yang dilakukannya, seharusnya dia yang bertanggung jawab? Apakah rakyat kecil akan berani melakukan sesuatu di luar perintah sang raja yang sedemikian ‘mahakuasa’? Tetapi itulah yang terjadi. Saul, sang pemimpin itu, ingin menipu Samuel, menipu rakyat, juga sekiranya bisa, menipu Allah sendiri! Itulah sebabnya SK dikeluarkan Allah. Saul dipecat sebagai raja! (23). Dan keputusan Allah itu tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, termasuk oleh Saul sendiri, sekalipun dia melakukan berbagai macam upaya! (24-28). Pada saat yang sama, Allah membuat SK yang baru, yaitu menyerahkan kekuasaan itu kepada orang lain yang lebih baik dari pada Saul, yaitu Daud (28).

Merenungkan kisah di atas, saya terbayang sebuah negara besar yang berpenduduk lebih dari dua ratus juta! Sebuah negara yang sesungguhnya memiliki kekayaan alam yang luar biasa kayanya, melebihi negara manapun di bawah kolong langit ini. Sekalipun negara tersebut memiliki tanah, hutan, danau, dan laut yang luas dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, namun ratusan juta rakyatnya sedang menderita, lapar, sakit, terkapar, frustrasi, dan tidak sedikit yang ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri!

Di mana masalahnya? Setelah memiliki kesempatan untuk mengamati kehidupan manusia di berbagai belahan dunia, termasuk tinggal dalam waktu yang relatif lama di negara yang miskin alamnya, yang bahkan air pun harus dibeli dari negara tetangganya, namun rakyatnya hidup lebih dari berkecukupan, maka saya memiliki satu keyakinan.

Menurut keyakinan saya, segala penderitaan yang dialami oleh ratusan juta rakyat tersebut di atas, di mana penderitaan tersebut terus berkelanjutan, semakin parah dari tahun ke tahun, hal itu disebabkan oleh masalah kepemimpinan yang tidak benar.

Negara tersebut selama puluhan tahun dipimpin oleh orang-orang yang kelihatannya rohani, namun berjiwa penipu. Bukan saja mencoba telah menipu dan mengorbankan rakyatnya, tetapi juga mencoba mengelabui Tuhan, Sang Pencipta dengan mengatakan dan melakukan hal-hal yang kelihatannya sangat rohani.

Jika demikian halnya, maka jalan keluarnya, bukan mengubah rakyat, tapi mengubah pemimpinnya! Itulah sebabnya saya sangat yakin bahwa solusi bagi bangsa yang sangat besar tersebut ada di tangan Allah. Apakah Allah masih memperdulikan negara dengan penduduk ratusan juta tersebut?

Jika masih, kapankah Allah membuat SK untuk memecat pemimpin- pemimpin berjiwa penipu dan menyerahkannya kepada orang yang diperkenankanNya? Semoga penderitaan ratusan juta rakyat, tidak terus berkepanjangan, karena Allah yang mengasihi dan memperdulikan negara tersebut segera mengaruniakan pemimpin yang benar bagi negara tersebut, baik di pusat, maupun di daerah, mulai dari level tertinggi, hingga terendah. “Ya, Allah yang penuh rahmat dan berdaulat, kasihanilah bangsa kami. Bertindaklah dengan segera. Penderitaan rakyat bangsa kami semakin tidak tertahankan lagi”. Amin.

Gambar/ilustrasi diambil dari berbagai sumber dan disisipkan oleh Martin Simamora
oleh. Pdt Mangapul Sagala

No comments:

Post a Comment