Pages

25 October 2020

Gembala yang Baik: Jika Satu Tersesat, Ia Mencari

  Pemikiran & Tindakan Kristus  Mengenai Keselamatan Manusia: Ia Meletakannya Di Atas Bahunya Dengan Gembira


Oleh: Blogger Martin Simamora

A.Ketersesatan yang Tak Lazim, Penyelamatan yang Tak Terpahami

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat memiliki pandangan yang sangat  ketat terhadap ketentuan layak atau tidak layaknya seseorang untuk diselamatkan, atau untuk setidak-tidaknya berpotensi untuk diselamatkan. Dan pertama-tama, bagi mereka, Yesus memiliki problem sangat serius dan besar sebab Kristus tidak membangun jarak agar kesucian diri tidak terkontaminasi:

 

Lukas 15:1-2 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."

 

Tindakan Yesus yang menerima dan makan bersama-sama dengan orang-orang berdosa telah menjadi batu sandungan yang begitu raksasa bagi orang-orang farisi sehingga tidak mungkin ditemukan sebuah dalil  bagi terciptanya semacam rekonsiliasi pada perilaku dan pandangan teologis Yesus yang hidup secara demikian.

 

Situasi tak terjembatani ini begitu besar sehingga jika semata-mata diserahkan kepada kebijakan manusia, tidak akan ditemukan satu kebenaran yang bermartabat ilahi sehingga kesucian tidak terkompromikan. Itulah sebabnya Yesus datang dengan sebuah penjelasan yang akan menunjukan bahwa pekerjaan yang sedang dilakukan oleh Yesus bukan sama sekali soal “menerima dan makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa,” bukan itu sama sekali.

 

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tidak dapat melihat problem dosa yang begitu gelap dan diluar kuasa manusia yang paling taat sekalipun untuk dapat ditanganinya, itu sebabnya Yesus datang dengan sebuah penjelasan yang pertama-tama menunjukan betapa gelap dan betapa ini adalah soal yang berada diluar kuasa manusia yang paling taat sekalipun kepada kebenaran kitab suci. Yesus tidak menjawab dengan sebuah  penjelasan etika  yang mendasari tindakannya yang demikian problematik bagi para Farisi dan ahli Taurat, namun Kristus menyingkapkan problem raksasa yang sedang menindas dan memperbudak Israel:

 

Lukas 15:3-6 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetanggan serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.

 

Penjelasan ini dalam rupa sebuah perumpamaan. Perumpamaan yang begitu kaya dengan eksplanasi yang megah dan mulia. Dengan kata lain dalam perumpaan ini terkandung secara agung kemuliaan dan kebesaran karya kasih Allah yang besar dalam kehadiran Sang Kristus. Apa yang menakjubkan adalah, sementara para Farisi dan ahli Taurat hanya dapat melihat problem dosa yang ditampilkan dalam perilaku Yesus, mereka tak dapat melihat problem dosa dan siapakah Yesus serta apakah hubungan Kristus dengan manusia berdosa…yang lebih spesifik lagi, bahwa mereka tidak dapat melihat ketakberdosaan kemanusiaan dan kedivinitasan pribadi Yesus kala membuka perumpamaannya dengan: “siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya”. Pada statement ini saja, Yesus telah menunjukan dirinya adalah pemilik banyak domba itu, dan kala ada domba terhilang maka status kedombaannya tidak dalam status dipertanyakan namun merupakan status yang berlangsung dan dan dimiliki dalam sebuah kedivinitasan yang bersumber pada diri Yesus yang wujudnya: jikalau ia kehilangan seekor diantaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Apa yang Yesus hendak tunjukan terhadap para Farisi dan ahli Taurat, bahwa memang berdasarkan taurat maka kehidupan manusia tak terselamatkan sebab tak ada kebenaran diri yang dapat menyelamatkan setiap  manusia terhadap kuasa maut dan tak ada kebenaran diri seorang manusia yang kemuliaannya dapat berdiri tanpa hangus dihadapan kemuliaan Allah.

 

Ketersesatan semacam ini atau ketersesatan yang dialami sementara memiliki kitab suci namun walau mempelajari dan melakukannya dalam ketaatan tak akan pernah menyelamatkan, itulah yang sedang disingkapkan Yesus dan sedang disampaikan kepada para Farisi dan ahli Taurat. Itu bukan karena Allah memberikan solusi kepada manusia namun yang tak mungkin dilakukan oleh manusia,sehingga kemudian menjadi lelucon yang mengerikan. Bukan demikian, namun Yesus sedang menunjukan problem manusia terjelaskan melalui hukum Tuarat bahwa dosa begitu maut mencengkram jiwa manusia sehingga secara absolut, Allah yang harus mencari yang terhilang tersebut. Dampak dosa itu begitu destruktif sehingga manusia sekalipun mampu mempelajari dan merenungkan kitab suci namun tidak mampu mengenali kuasa dosa yang menghancurkan dan sehingga tak mampu mengenali siapakah Yesus. Yesus pernah menyingkapkan tragedi ini dalam cara yang sangat memilukan:

 

Yohanes 5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

 

Para Farisi dan ahli Taurat yang berdialog dengan Yesus bukanlah manusia-manusia non-spiritual, juga bukanlah manusia-manusia yang tak serius dalam mengejar keselamatan. Mereka adalah manusia-manusia yang begitu tulus dan menyadari keberdosaannya sehingga begitu menyadari akan ketergantungan mereka pada perilaku dan perbuatan mereka untuk sungguh-sungguh benar dan selaras terhadap kitab suci dengan sebuah harapan akan terbuka jalan keselamatan. Sebuah keyakinan berusia setidak-tidaknya ratusan tahun mereka hidupi dan hayati itu, seketika diruntuhkan sebagai sebuah kebenaran yang semu dan tak mungkin diajukan sebagai bukti-bukti dihadapan hakim agung pengadilan akhir, sebab Yesus berkata: kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

 

Orang yang mempelajari dan merenungkan, juga dididik dalam kebenaran yang terkandung dalam kitab suci, sangat mungkin untuk mengalami pertobatan perilaku dan jiwa dari yang jahat dan penuh nafsu kedagingan menjadi yang berjuang menjauhkan dan mematikan hal-hal semacam itu, sehingga tak mengherankan ia akan dikatakan berubah menjadi manusia baik. Namun sebagaimana Yesus mengatakan namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu, pertobatan semacam itu tidak berkuasa melepaskan seorang manusia dari pemerintahan kuasa maut. Pertobatan semacam itu, tidak akan memberikan kuasa kepada seorang manusiapun untuk secara pasti berkata sebagaimana Yesus bersabda: ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yohanes 5:24).

 

Saat Yesus berkata jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? (Lukas 15:4) maka harus dicamkan bahwa ini adalah sebuah indikator bahwa dosa telah menyeret manusia kedalam perbudakan yang tak dikehendaki oleh free will-nya namun free will bukanlah tuhan atau semacam deitas yang berkuasa untuk memerintahkan tubuh dagingnya sendiri untuk melepaskan diri dari perbudakan maut tersebut. Gembala yang baik meninggalkan 99 dan mencari 1 ekor, ini menunjukan betapa ‘epic-nya” perbudakan itu atas ras manusia. Ke-epic-an ini menunjukan satu hal teramat penting bagi ras manusia bahwa terhadap kuasa maut manusia tak bisa jumawa berkata: hei..Maut hormatilah free will kami yang tak mau diperbudak olehmu. Walau memang kemudian de-spiritualisasi dosa berlangsung sehingga dosa hanya dikatakan sebagai sebuah aspek kehumanisan belaka, tak lebih dan tak kurang, yang dapat diatasi dengan etika, moral dan perundang-undangan agar tertib sosial, moral etika dan hukum dapat ditegakan dan diselenggarakan oleh pemerintahan manusia. Namun sekalipun demikian,  Yesus tetap berkata: jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?Untuk menunjukan bahwa problem dosa adalah selama-lamanya maut bagi ras manusia.

 

B.Ia Meletakannya Di Atas Bahunya Dengan Gembira

Pencarian Kristus akan berujung pada situasi seperti apakah? Apakah gagal karena si domba bebal dan keras  kepala, sebab free will si manusia terlalu dominan dan too much to be dragged by Him?

 

Yesus menunjukan dirinya adalah Gembala yang baik sehingga apa yang dilakukan oleh gembala yang baik dengan kuasa dan otoritas divinitasnya, sejujurnya adalah melampaui daya ukur dan jangkauan rasio analitik seorang manusia. Sementara manusia cenderung menakar Yesus Gembala yang baik secara over simplified, sebetulnya dalam Yesus adalah gembala yang baik kerumitan dan konflik pada domba yang dicarinya tetaplah ada sebab penemuan kembali yang terhilang bukan sebuah penemuan kembali properti  benda mati dan bukan juga manusia yang didesain secara robotik. Sang gembala yang baik sendiri menyingkapkan aspek bagaimana dalam Ia mencari dan menemukan kembali, proses pertobatan berlangsung secara otentik: Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat (Lukas 15:7). Sehingga, apapun  pemikiran dan tindakan Kristus untuk pada akhirnya: melekatkannya di atas bahunya dengan gembira, adalah sebuah proses yang sama sekali bukan perbudakan yang menista martabat manusia sebagai Iblis melakukannya dengan sebuah dusta maha-agung sehigga free will manusia adalah sebuah toy ditangan maut. Dan Kristus telah memberikan peringatan akan bahaya maut ini:

Yohanes 8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.

 

Jika manusia tidak merasa diseret-seret untuk menghamba pada keinginan iblis namun berprasangka Allah menyeret-nyeret dengan mengangkangi kehendak bebas manusia, saya berpendapat ini adalah sebuah mind game paling gelap dalam panggung demonic yang ditegakan oleh bapa segala dusta. Tak ada sihir yang paling agung di jagad ini kala manusia tak dapat melihat iblis adalah iblis namun menganggapnya adalah penciptanya sehingga manusia tersebut masuk pada fase: kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Jadi pada rasio analitik, juga harus dikatakan bahwa tak mengherankan jika tindakan Kristus menyelamatkan domba yang hilang berdasarkan kuasa absolut penyelematannya dituding sebagai tindakan mengangkangi free will manusia yang memilih untuk meninggalkan Yesus.

 

Namun apa yang paling penting diatas semua ini, seharusnya menyelaraskan diri pada apa yang menjadi motif  Yesus, bahwa ini adalah determinasi kasih Allah yang begitu besar bagi manusia berdosa yang hendak diselematkannya. Kasihnya akan berbaris didepan-Nya dan menjadi yang pertama akan menarik manusia itu tanpa dapat dilawan oleh sebab betapa kasih  Allah pertama-tama memberikan nilai begitu agung pada manusia-tak seperti iblis yang secara mentah dan brutal mendustaimu- yang memang Yesus sendiri secara gamblang menunjukan pada sebuah perumpamaan yang luar  biasa ini: Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? (Lukas 15:8)

 

Mengapa penyelamatan oleh Allah bahkan dalam predestinasi tidak sama sekali sebuah gagasan robotik yang menjijikan sebagaimana ditudingkan, karena pertama-tama yang berbaris mendatangimu adalah kasih Allah yang begitu besar dan begitu tinggi memberikan nilai pada dirimu sehingga siapa yang sanggup menolak pesona kasihnya yang mambawamu bukan saja pada pertobatan otentik, namun menekuk perbudakan iblis yang telah menista martabat kemanusiaanmu.

 

SOLI DEO GLORIA

No comments:

Post a Comment