Pages

10 April 2020

Jumat Agung: Memandang Kematian yang Terpampang Begitu Vulgar



Himne-Himne Sinisme Kala Memandang Kematian: “Mengapa Harus Mati Jika Ada Pilihan Untuk Hidup?”
Oleh : Blogger Martin Simamora

A. Kematian Bukan  Hal yang Disimpan Di Lemari Kecil Berdebu
Apalagi untuk menjadi sebuah tujuan! Namun sebetulnya kematian adalah natur umat manusia entah bagaimana kematian itu menghampirinya. Hari ini orang Kristen atau para pengikut Kristus mengenang kematian Mesias yaitu Yesus. Kematian Sang Kristus adalah integral dan substansial bagi iman Kristen sebab bersama-sama dengan kebangkitannya, kematiannya adalah sebuah pondasi yang tegak berdiri pada kedalaman alam kubur/pemerintahan maut yang menjulang tinggi melampaui kehidupan fana bumi pada satu persekutuan kekal dengan Bapa dalam kematian dan kebangkitan Sang Logos yang telah menjadi daging untuk mengerjakan pekerjaan Allah dalam alam maut. Inilah kompas tunggal dalam pengenangan kematian Sang Mesias tersebut. Tetapi perlu kita camkan bahwa kematian tetaplah sebuah hal yang begitu kelam, gelap, dan membutakan jiwa sebab siapapun tak akan mampu melihat hingga menembus dunia kematian untuk sekedar memandang dari kejauhan apa yang sedang terjadi di alam sana.

Kematian, karena itu, oleh manusia akan disimpan oleh semua individu dalam sebuah kamar terkecil, paling sudut dan paling berdebu oleh sebab tak didambakan. Air mata kesedihan dan kedukaan adalah hal yang paling melukai kebahagiaan dan karena itu sanggup meruntuhkan sukacita jiwa dalam sekejap. Tetapi hari-hari saat ini tidak lagi demikian. Kematian bukan lagi bayang-bayang samar, tetapi kini dapat dilihat oleh seluruh dunia sekaligus secara masif dihindari dalam sejumlah protokol bernama: social distancing dengan sejumlah derivatif atau turunannya. Dalam ukuran tertentu terlihat membantu, namun kala kematian via Covid-19 semakin brutal  untuk menandai hampir seluruh penduduk suatu negara maka Lockdown atau kini ada nama lain untuk itu yaitu: Circuit Breaker sebagaimana pemerintah Singapura memberlakukannya  pada hari ini pun terpaksa dilakukan. Tak pernah diantara kita untuk bertatapan muka secara langsung dengan maut dalam sebuah kegentaran yang rasional (bukan dalam ketakutan irasional) sehingga sudah menjadi mode prokotokol untuk mempertahankan jiwa untuk menggunakan: masker, mencuci tangan, menjaga jarak minimal 1 meter, menjaga jarak 10-20 meter kala jogging, isolasi mandiri kala gejala berindikasi Covid-19 di rumah, dan seterusnya. Tak pernah sebelumnya dalam generasi saya dan anda, namun suka tak suka kita dipaksa untuk belajar secara rasional menghadapinya. Maut dengan demikian tidak lagi berada dalam kamar terkecil, paling sudut dan paling berdebu namun dia adalah prime talk dan prime basis of our conduct of life, bahwa kematian yang mengitari bola bumi via Covid-19 telah melahirkan begitu banyak budaya dan mekanisme pertahanan untuk sebisa mungkin maut tidak begitu mudah menyantap jiwa-jiwa manusia.


Kristus adalah satu-satunya manusia yang membicarakan dan mengangkatnya dalam sebuah penayangan yang teramat vulgar hingga menarik keluar situasi alam kubur ke permukaan sehingga siapapun tak akan kuat dan melahirkan sinisme yang mengolok dan menistanya setara dengan kelamnya maut…para manusia terhadap Yesus memandang sinis kemampuan Yesus untuk benar-benar berurusan dengan maut sementara ia berkali-kali mempercakapkannya baik terbuka kepada publik ataupun tertutup kepada hanya para muridnya. Siapapun manusia dipahami tak berada dalam posisi untuk  memperbudak maut, tak mungkin ada raja yang juga berkuasa dan memerintah alam maut sebab tak mungkin tubuh daging manusia kebal dari sengat maut. Itulah yang terjadi pada Yesus Sang Kristus/Mesias:

Markus 15:16-17 Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya.
Pada poin ini, camkanlah, bukan sama sekali isu teologis yang seperti apapun. Ini adalah isu Power Play yang dimiliki oleh Yesus dalam sebuah sorotan: apakah ia sama berkuasanya kalau ia bukan saja dalam bayang-bayang maut tetapi masuk kedalam pemerintahan maut? Jubah dan mahkotanya apakah benar-benar berwibawa dan benar-benar berkuasa untuk menekuk pemerintahan maut?

Jika Ia sudah masuk kedalam pemerintahan maut atau setidak-tidaknya didalam kamar kubur maka siapapun tak akan mampu melihat apa scene-scene yang terjadi pada Yesus. Itu sebabnya “best momentumnya” adalah saat-saat terbaik bagi Yesus untuk membuktikan Power Playnya adalah pada momentum bayang-bayang maut hendak memeluknya dan melumatnya. Jadi dalam cemooh yang paling hitam, olokan-olokan ini sangat rasional untuk dituntut:

Markus 15:29-30Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari,    turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!"

His best moment to proof himself that he is the one who is capable to defeat the shadow of death is when he steps down of the cross which on it his body was nailed, itu sebabnya orang-orang mengajukan tantangan yang sederhana saja: turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!

Kamu itu manusia! Jangan langkahi takdir manusia bahwa setiap manusia akan selesai dalam kematian, sementara Yesus mendatanginya via media dan peristiwa ini. Dalam Alkitab, Injil Yohanes pasal 12 mencatat catatan sangat penting:
Yohanes 12:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.

Yohanes 12:27 Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.
Alam maut atau dunia kematian dengan segala produknya bukanlah ranah manusia untuk sekedar mengatakannya, tetapi Yesus satu-satunya Anak Manusia yang berkuasa untuk memasuki wilayah tersebut untuk menaklukannya dan mengerjakan satu maksud Allah yang hanya akan genap via dirinya saat berada dalam alam kubur yang tak mungkin dilihat dan didatangi manusia, untuk mengerjakan ini: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Dan inilah adalah sebuah purpose of his life beyond human race comprehension, bagaimana mungkin kematian dengan misi tersebut dikatakannya sebagai untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.

Itu sebabnya, tantangan yang dilemparkan kepadanya tak bergayung sambut, no spectacular or even a bit of miracle trickling from his crucified body but remain in silent and stillness before and in shadow of death. Can you imagine what kind of stillness Jesus demonstrated while people  provoked  him to do against his will, assuming he still has his power to raise Lazarus whom 4 days in tomb. 

B.Alam Kubur-Alam Maut Diangkatnya Ke Permukaan Dan Dipampangkannya Pada Diri Tersalibnya
Saya memiliki semacam ketertarikan yang kuat dengan penjelasan Yesus terhadap peristiwa yang merupakan kemisteriusan manusia terhadap alam maut, namun Yesus secara gamblang menariknya keluar seperti menarik kartu dari setumpukan kartu tertutup bagi manusia namun semua terlihat nyata dalam genggaman kuasanya. Ini adalah pernyataannya yang saya maksud:
Yohanes 12:31-Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi…

Bagaimana Yesus merelasikan kematiannya dengan dunia terlihat nyata. Pertama Ia menunjukan bahwa maut adalah problem nyata dunia,tak nyata bagi dunia karena maut adalah sebuah pemerintahan yang tak terlihat dan bergerak dalam sebuah kesunyian yang begitu senyap untuk saya dan anda sadari bahwa kematian bukan sekedar mati, tetapi ini adalah problem maut. Kedua, Kristus mengangkat dan menyingkapkan itu semua dalam perkataan: sekarang akan berlangsung akan penghakiman atas dunia ini, dan ini akan terlihat oleh kematiannya saja: apabila aku ditinggikan dari bumi. Ia ditinggikan maka semua tatanan pemerintahan maut bukan hanya diperlihatkannya tetapi dilemparkan keluar. Sebuah cara yang teramat brutal dalam melucuti, mempermalukan kerajaan maut melalui tubuhnya. His stillness at cross was a vivid depiction how The Christ through his body shows us that the death has no power to bent even a little angle so he stepped down as the will of people to save his own life!

The brutality of how The Christ destructed and displayed the unseen defeated darkness kingdom, well reported through the stillness of his suffered body for hours before he enters it as The Life of God who dwells in his crucified body giving him an ultimate authority and power to do the will of Father in the defeated government of darkness. Alam dan bait Allah pun bersaksi akan hal ini:
Markus 15:33 Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga

Markus 15:38 Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah.

Dalam ketenangan tubuh tersalib itu, Yesus memang telah menarik keluar kerajaan maut dan mempertontonkannya kepada manusia: kosentrat kegelapan yang tak pernah terlihat oleh mata manusia telah menjadi latar belakang amat substansial dengan tubuh tersalib di permukaan bumi itu. Alam maut tampil dalam rupanya yang tak mungkin disembunyikan lagi, dan Allah keluar meninggalkan kediaman-Nya di tempat tersucinya dengan lebih dahulu membelahkan tabir Bait Suci sebagai sebuah tanda bahwa pada saat itu Allah sedang menyelasaikan hal terbesar bagi manusia dengan cara masuk kedalam kerajaan maut yang telah lebih dahulu diseret keluar dari kemuliaanya selama ini.  Kegelapan berjam-jam, dan Allah yang membelahkan sendiri tabir Bait Suci merupakan dua kombinasi yang menunjukan bahwa kematian Kristus adalah sebuah kuasa yang sedang menekuk maut dalam cara yang tak terpikirkan dapat terjadi: teriakan Yesus sebagai tanda menyerahkan jiwanya merupakan pasangan sempurna yang tak terpisahkan untuk eloi eloi lama sabakhtani. Apakah impresi kepala pasukan  Romawi atas peristiwa ini? Sebagai perwira pasukan tempur negara adidaya Imperium Romawi, ia sendiripun memahami bahwa ini bukanlah kematian yang sebagaimana tadi diolokan oleh anak buahnya yang sebelumnya memahkotai Yesus dengan mahkota duri dan jubah ungu..meremehkan bahwa tak mungkin Yesus berkuasa atas pemerintahan maut!


C.Iman Kristen Berpondasi Pada Kematian Kristus
Jika demikian, maka seharusnya kita tidak terkejut dengan pola kerja maut yang bisa begitu jalang bekerja seperti saat ini. Ketika Yesus menampilkan kinerja maut secara jalang pada tubuhnya yang hancur remuk mencucurkan darah, maka seharusnya seorang Kristen tak perlu terkejut dalam kegentaran jiwa. Mengapa demikian? Karena kematian Yesus bukan bersifat martir dari seorang tak bersalah namun tetap diam dan tak melawan. Bukan itu, tetapi dalam kematiannya ia telah melemparkan keluar kerajaan maut seperti menarik satu kartu dari tumpukan kartu tertutup dihadapan mata manusia. Jika Kristus melakukannya dalam ketenangan dihadapan maut, maka seharusnya seorang Kristen tidak paranoid sementara tetap perlu rasional. Tak perlu kita sampai harus menutup diri dari dunia sementara dunia meminta kita berkontribusi minimal melalui lakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menahan transmisi Covid-19. Mari bangun mentalitas yang kokoh kala bicarakan maut dalam rupa apapun, kalau anda gentar, ya..saya pun gentar terhadap maut sebab itu manusiawi sekali, tetapi jika Yesus adalah Tuhan saya dan anda, maka tantangan berikutnya adalah kita harus benar-benar tahu bahwa kehidupan beriman kita benar-benar terintegrasi dengan kematian Yesus yang secara demikian tersebut.

Selamat mengenang Kematian Sang Kristus.
Selamat Jumat Agung
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment