Pages

06 October 2019

Memandang Yesus Kristus Dalam Alkitab : Nabi Mikha, Nabi Zakharia & Nabi Yesaya (9)


Benarkah Mesias Memiliki Kesehakekatan Dengan Bapa: Memahami Apa Yang Dilakukan Bapa, Itu Juga Yang Dilakukan Anak

Sebuah refleksi yang disusun untuk menuntun mereka keluar dari konsepsi Corpus Delicti & Yesus adalah Allah yang dilantik
Oleh: Martin Simamora
Bacalah lebih dulu bagian 8

(5)Sehingga jika kita memperhatikan secara cermat dan seksama, sentral pemberitaan kabar baik adalah pertama-tama dan satu-satunya adalah mengenai diri sang mesias itu sendiri. Tanpa pemberitaan dirinya maka kitab suci tak akan berjumpa dengan penggenapannya, sebuah penggenapan yang tak mungkin terjadi di luar dan tanpa dirinya. Siapakah dirinya dan sepenting apakah diirnya, itu juga yang secara ultimat diangkat Yesus sebagai permulaan segala permulaan pemberitaan kabar baik dari mulutnya dan dalam pengajarannya. Perhatikan episode unik berikut ini:

Yohanes 8:17-18 Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku."

Yesus menyebutkan 2 saksi terkait siapakah dirinya, namun itu mencakup dirinya sendiri: “akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri”, hendak menunjukan bahwa di dunia ini tidak ada dan tidak mungkin ada satu manusia yang berkuasa bersaksi mengenai dirinya. Jadi tak juga ibunya, ayahnya, sahabat-sahabat kecilnya. Mengapa demikian? Itu karena siapakah Ia pada mulanya. Itu sebabnya Yesus berkata:“dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku,” bahkan malaikat-malaikat atau apapun makhluk sorgawi tak akan berkuasa bersaksi mengenai dirinya! Kita sudah pernah melihat sebuah momen mengenai hal ini: Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring (Yohanes 28:6). Sehigga jika kita ingin mengetahui kuasa kesaksian Yesus termasuk kedaulatan kuasa perkataannya atau mulutnya, maka secara sederhana dan tepat dapat dikatakan berkuasa atas dunia kini, dunia kematian dan dunia kebangkitan yang secara gamblang direpetisikan oleh malaikat dalam ungkapan yang sangat vulgar: Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.


Dan sebetulnya pada pondasinya, inilah aspek paling substansi terkait perkataan Yesus sendiri: apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.

Tentu saja jika Sang Anak berkata bahwa apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak, maka relasi keduanya akan lebih dari sekedar karib dan bahkan sama sekali bukan soal Yesus berhasil mencapai sebuah level perkenanan -di hadapan Bapa-selama di bumi ini pada titik yang seharusnyalah dapat diperjuangkan Anak untuk dicapainya sehingga demikian jugalah setiap orang yang mengaku pengikut Yesus. Mengapa demikian, karena Yesus sendiri sejak semula telah menunjukan sebuah ketakmungkinan untuk dicapai manusia oleh upayanya sendiri, dan apapun hakekat dirinya yang disangka manusia, sama sekali bukan demikian…atau dengan kata lain bukan dalam jangkauan manusia untuk mencapainya…seolah keselamatan merupakan sebuah pencapaian dan keadaan yang dapat dicapai siapapun secara individual tanpa perlu kemesiasan yang mengambil alih keselamatan seoran manusia (sebetulnya sama sekali bukan demikian karena keselamatan bukan soal keberdayaan manusia tetapi soal kuasa maut yang memperbudak manusia). Mari kita melihat pernyataan Yesus yang sangat mendasar terkait hal ini:

1.Pertama-tama, Yesus meletakan dirinya memiliki kesehakekatan dengan Bapa tanpa semacam sub-limit tertentu sehingga ia kalaupun Tuhan akan berada dalam relasi sub-ordinat, ketuhanannya. Lihatlah ini:
Maka kata mereka kepada-Nya: "Di manakah Bapa-Mu?" Jawab Yesus: "Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku." –Yohanes 8:19

Mengatakan dalam ungkapan jikalau sekiranya kamu mengeenal Aku, kamu mengenal uga Bapa-Ku, maka pertama-tama Yesus hendak menunjukan bahwa kedivinitasan dirinya semutlak kedivinitasan Bapa. Mengenal Aku maka mengenal juga Bapa-Ku bukan saja menjadi terlalu berani, tetapi sebuah keabsolutan yang telah dibangunnya berdasarkan kesaksian dua saksi yaitu: dirinya sendiri dan Bapa. Jadi hukum taurat yang menjadi sumber kesahihan sebuah kesaksian bukan saja berfungsi sebagai sumber legalitas kesaksian dirinya tetapi pondasi yang menemukan penggenapannya, sehingga apa yang samar-samar pada era perjanjian lama menjadi terang dan genap dalam Yesus. Dan ini sangat bergantung pada diri Yesus dan begitu jelas ketik ia pada mahkotanya menarik sebuah garis pemisah yang tak terlintasi bagi manusia untuk oleh kuasanya sendiri masuk kedalam perjumpaan dan apalagi perkenanan dengan Bapa. Bagaimana garis pemisah itu akan terlihat dalam penjelasan Yesus berikut ini:
           
Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang."-Yohanes 8:21

Ada 2 fakta yang sedang YesuS sajikan berdasarkan dirinya: pertama, semua manusia akan mati dalam dosamu. Dan ini bukan situasi yang dapat diperjuangkan untuk dapat diubahkan bahkan berdasarkan kitab suci dan dalam perjuangan mentaati taurat. Untuk menemukan penjelasan yang lebih tajam, maka kita harus melihat pada situasi kedua: ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang. Ini harus jelas kita pahami, bahwa sekalipun Yesus pergi, manusia tetap memiliki kitab suci, namun sekalipun demikian Yesus berkata bahwa tidak mungkin kamu datang ke tempat Aku pergi. Yesus dengan demikian bukan sedang bicara soal teladan yang bersifat corpus delicti yang mana Yesus memberikan teladan bagaimana mentaati Bapa dan mendapatkan perkenanan di hadapannya sehingga boleh masuk setidak-tidaknya ke langit dan bumi baru. Yesus memulainya dengan fakta pertama: walau manusia memiliki kitab suci dan berjuang mentaatinya, faktanya: kamu akan mati dalam dosamu. Fakta pertama ini hanya dapat diselesaikan oleh fakta kedua: ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang. Di sini Yesus bukan sekedar menyatakan dirinya tidak berada dalam kuasa dunia kematian, tetapi berkuasa atasnya dan berkuasa untuk membawa siapapun yang dikehendakinya untuk masuk kedalam persekutuan dengan dirinya dan Bapa.

Sekali lagi, saya harus mengingatkan kita semua, bahwa kesaksian Kristus ini dibangun oleh semacam pakta integeritas yang didekritkan oleh Anak dan Bapa berdasarkan kitab suci yang diberikan Bapa kepada manusia, berbunyi: Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku."

Dalam satu dialog mencengangkan kita akan melihat wujudnya, dan kita akan melihat betapa Yesus menjadi sumber keterkejutan manusia pada bagaimana manusia sungguh-sungguh membutuhkan Juruselamat bukan sebagai sebuah konsep, logika, konfesi, doktrin dan apalagi sekedar teologis. Kita akan melihat perkara ini menjadi begitu telanjang oleh karena Yesus mengontraskan dalam apresiasi usaha manusia yang sungguh-sungguh dalam mengejar keberkenanan sekaligus menujukan apakah yang tak mungkin untuk sekedar disadari oleh manusia. Mari kita memperhatikan dialog tersebut:

Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?"- Matius 19:19-25

Bisakah anda merasakan denyut-denyut ketegangan manusia yang menyadari pentingnya keselamatan dan apalagi memiliki kitab suci, tetapi walaupun setaat-taatnya diri melakukan dan telah menerima apresiasi mesias, namun setelah itu dihakimi oleh sang hakim ternyata didapati tidak cukup untuk sekedar selamat oleh perbuatan baiknya. Apresiasi Yesus atas kebenaran diri semacam ini: Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Manusia pasti memiliki potensi untuk baik dan berbudi luhur, kita bahkan melihat sebuah semangat tinggi dari pertanyaan: apa lagi yang masih kurang? Sementara manusia berpikir itu bisa dipenuhi dirinya bagaikan natur manusia itu sepenuhnya mulia untuk taat pada Tuhan, faktanya itu bukan natur manusia. Yesus bukan saja menunjukan bahwa manusia tak memiliki natur itu sama sekali…sehingga potensi manusia untuk berbuat baik dan menjadi sangat mulia walau tercapai dan positif bagi sesama…itu sama sekali tak membebaskan manusia dari fakta: kamu akan mati dalam dosa. Dengan kata lain, itu jikapun tercapai tak mampu menjadi barang bukti dihadapan sang hakim untuk berdasarkan itu memberikan keputusan hukum: engkau bebas atau engkau selamat sebab perbuatan baikmu memenuhi standardku. Itu sebabnya para murid berseru: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?"

Jangan sekali-kali mendeduksikannya menjadi: dengan demikian kekristenan atau kepengikutan kita pada Yesus menjadi semacam gerakan yang tak menggubris moralitas yang harus baik dan bertumbuh dalam karakter Kristus. Jangan pernah, sebab episode di atas sedang menunjukan apa yang sebenarnya terjadi dalam diri setiap manusia dan mengapa Juruselamat bukan konsepsi, bukan doktrinal, bukan konfesional.

Bahwa memang itu sama sekali bukan konsepsi, bukan doktrinal dan bukan konfesional pada puncaknya disingkapkan Yesus melalui dan didalam dirinya sendiri:
Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati.- Matius 20:17-18

Nabi Yesaya mencatatkan sabda ini bagi umat manusia:
           
Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.- Yesaya 53:3-5

Yesus bukanlah teladan bagimu untuk mau berjuang menjadi corpus delicti. Dirimu bukan siapa-siapa, sebab seperti semua manusia, kita semua manusia malang dalam kebenaran diri…kita pikir kita baik dan berjuang bagi Tuhan dengan mengesampingkan keselamatan yang diberikan dengan argument bukankah seharusnya setiap manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri..di hadapan Allah? Tidak ada penghinaan atas darah Anak Manusia selain pemikiran dan pengimanan semacam ini. Kiranya anda dicelikan bahwa darah Anak Domba menunjukan betapa menistanya ajaran corpus delicti tersebut.

Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka.
Wahyu 12:11


Bersambung ke Bagian 9

Soli Deo Gloria
Solus Christus




No comments:

Post a Comment