Pages

10 March 2019

Yesus Sang Mesias Diantara Manusia Berdosa & Dalam Dunia Yang Menolaknya

Oleh:Martin Simamora
Sebelum Abraham Jadi, Aku Telah Ada:
Umurmu Belum Sampai 50 Tahun!
Abraham dahulu ada, sekarang telah tiada atau telah meninggal dunia, dan lebih spesifik lagi eranya telah usai atau berakhir. Tidak akan ada satupun manusia kini yang dapat berkata bahwa aku ada saat Abraham masih hidup atau aku sudah ada lebih dahulu dan memang telah ada sebelum waktu Abraham ada. Tidak mungkin, sebab manusia memiliki sebuah permulaan dan kesudahan dalam sebuah durasi. Tidak mungkin ada satu manusiapun memiliki sebuah permulaan dan kesudahan yang mengatasi sebuah durasi atau dengan kata lain manusia itu bukan saja memiliki keabadian tetapi kekekalan yang dapat hidup dalam durasi sebab ia pada dasarnya hidup mengatasi durasi dan sumber kehidupan setiap durasi manusia. Tetapi Yesus berkata:

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."- Yohanes 8:58

Apa yang paling mencengangkan bukan saja Yesus mengucapkan semacam klaim yang melintasi ruang,waktu, dan materi sebuah durasi dalam sebuah garis perlintasan waktu, tetapi bagaimana Yesus mengisahkan Abraham sebagaimana ia menjelaskannya:
Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita."-Yohanes 8:56

Bagaimana mungkin Abraham memiliki pengenalan akan Yesus sebagaimana hari itu jika Yesus sendiri saja dikenal oleh publik hanyalah sebagai:
Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?-Matius 13:55


Satu-satunya penjelasan atau jawaban untuk pertanyaan ini hanya tersedia dari penjelasan Yesus mengenai dirinya-bukan mengenai Abraham. Satu-satunya penjelasan rasional hanya jika Yesus menjelaskan mengenai dirinya-siapakah ia dan apakah ia sekaligus-sebab Abraham tak mungkin dihadirkan sebab ia telah meninggalkan dunia ini  berdasarkan durasinya tersendiri, Jadi beginilah penjelasan Yesus mengenai dirinya:

sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.-Yohanes 8:42
Jika Yesus keluar dan datang dari Allah, maka ini belum menjadi penjelasan yang memadai baginya untuk berkata: Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita, Yesus setidak-tidaknya harus bukan Ia adalah yang lain disamping Allah atau semacam Tuhan yang sedikit lebih rendah daripada Allah yang tentunya menjadi tak lagi Maha Esa jika Yesus adalah semacam Allah yang lain sebab lebih rendah dan bisa saja berdosa, dan dalam hal demikian menjadi sangat tak mungkin Abraham menantikan kedatangan Ia yang lebih rendah daripada Ia Yang Maha Tinggi sebagaimana telah dikenal oleh Abraham! Dan memang Yesus menutup kemungkinan yang bagaimanapun bahwa “keluar dan datang dari Allah” bermakna ia memiliki semacam aspek atau substansi eksistensi diri yang sedikit lebih rendah daripada Allah yang benar dan esa itu, dengan melanjutkan penjelasan eksistensi kekalnya dalam wujud manusia itu dengan berkata: Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. Mengatakan bahwa ia datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, ini lebih besar daripada  “mematikan kehendak diri” atau “mematikan keinginan daging” atau “Yesus juga mati-matian berjuang mematikan kehendak dagingnya agar kehendak Bapa menang.” Mengapa  demikian dan seharusnyalah demikian? Sebab eksistensi Yesus saat itu bukan semacam diskontinuitas dari eksistensinya  dalam Ia masih “Aku telah ada sebelum Abraham  jadi,” dan Yesus memang hendak menyatakan bahwa kala Ia datang sebagai manusia, maka tidak ada diskontinuitas yang bagaimanapun juga. Maksudnya, andai saja Yesus dalam berkata ‘Aku keluar dan datang dari Bapa” memiliki aspek pertarungan atau perjuangan untuk mematikan kehendak diri atau daging agar kehendak Bapa yang memerintah, maka ini sendiri memang adalah degradasi kemuliaan diri Yesus sehingga tak mungkin sehakekat dan sesubstansi dengan Bapa itu sendiri. Yesus sendiri menutup spekulasi atau interpretasi semacam ini bahkan berdasarkan statement “Aku datang dan keluar dari Allah”, dengan berkata mengenai relasi dirinya dengan Bapa:

tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.-Yohanes 8:55
pernyataan “Aku mengenal Dia” yang dikontraskan dengan “Jika Aku tidak mengenal Dia” ini bukan sekedar sebuah retorika atau perdebatan tetapi mengenai eksistensi dirinya yang sama sekali tidak mengalami diskontinuitas saat Ia meninggalkan kemuliaan menjadi manusia biasa sama seperti kita. Itu sebabnya “Aku mengenal Dia berpasangan dengan Aku menuruti firman-Nya.” Penurutan atau ketaatan Yesus pada konteks ini, karenanya, menjadi terlarang untuk diterjemahkan sebagai semacam pertarungan antara kehendak diri versus kehendak Bapa-bahkan dalam catatan-catatan injil yang dapat mengesankan pembaca secara demikian seperti pergumulannya di taman Getsemani, dan termasuk apapun aspek kelemahan manusia sebagaimana saya dan anda pun tidak dalam konteks yang menunjukan diskontinuitas selain hendak menunjukan betapa dosa ketika berjumpa dengan maut sebagai sebuah upah tidak dalam kapasitas manusia untuk mampu menerima dan menanggungnya selain pasti kebinasaan, kecuali hanya oleh Yesus Sang Kristus. Jadi harus bagaimana memahami eksistensi diri Yesus saat berkata “Aku menuruti firnan-Nya? Jawabnya adalah ini: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya."- Yohanes 8:51.

Eksistensi Yesus yang sejati adalah Ia adalah sumber keselamatan sebab Ia sungguh berkuasa pada dirinya sendiri sebagaimana Allah adalah demikian untuk memerintahkan keselamatan lepas dari maut berdasarkan sabda-Nya sendiri. Sebab sabda dan karena itu dirinya sendiri berkuasa dan mengatasi maut, sebagaimana Allah adalah demikian.

Sebelum Abraham jadi Aku telah ada, memang begitu sukar dipahami sebab Yesus sedang membicarakan kemuliaan dan apakah yang akan dilakukannya secara begitu agung melampaui pemahaman manusia, tetapi itulah yang didambakan Abraham! Tak ada hari yang begitu menggembirakan Abraham jika Yesus ternyata adalah pendusta. Jika ia pendusta maka pada hari itu adalah semata hari kesia-siaan yang akan berlanjut hingga kini dan kapanpun juga!  Tetapi tidak pernah demikian sebagaimana Yesus menunjukan hal terkrusial terkait eksistensi dirinya, coba perhatikan ini:

Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.-Yohanes 8:54-55

Pada substansi relasi Yesus maka kita akan melihat bahwa “Aku mengenal Dia” harus tak terpisahkan bahwa Yesus adalah “kemuliaan Bapa di muka Bumi ini”, sehingga semulia apapun Bapa maka itu secara presesi pada substansi Bapa tak akan melenceng sedikitpun pada substansi Yesus dalam Ia adalah manusia yang keluar dan datang dari Allah. Itu sebabnya menjadi sangat menggelikan memposisikan Yesus dalam sebuah diskontinuitas kemuliaan semacam ini sebagaimana diajarkan juga oleh pendeta-pendeta tertentu: Yesus berjuang hebat mematikan kehendak diri atau kehendak dagingnya agar kehendak Bapa menang—atau diajarkan sebagai Yesus berpotensi jatuh atau berdosa atau gagal memenuhi kehendak Bapa. Ketika Yesus berkata bahwa Bapakulah yang memuliakan Aku dan Aku mengenal Dia, dan terlebih  lagi berkata: Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita," maka itu mengenai ketak-diskontinuitasan- segala kemuliaan dirinya dalam ia  adalah manusia, dan justru dalam ia telah menjadi manusia dalam ketak-diskontinuitas-an eksistensi dirinya, sukacita Abraham penuh. Dan kesaksian Yesus ini adalah Amin, sebab Ia bukan pendusta.

Ini sukar membicarakan semacam ini, dan tantangan ini pernah dikemukakan Yesus secara lugas:
Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?-Yohanes 6:62

Teks ini sendiri sedang menunjukan ketak-diskontinuitas-an eksistensi dirinya bahwa Ia tak mengalami perendahan substansi sehingga substansinya sedikit lebih rendah daripada Bapa dan bahkan terpisah dari Bapa saat menjadi manusia, bahkan Ia sendiri tak kehilangan segenap kemuliaan-Nya itu dengaan berkata hal yang sangat mencengangkan: bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?” Dalam Ia merendahkan dirinya menjadi manusia dan dalam ia mengosongkan dirinya dengan mengambil rupa seorang hamba, camkanlah bahwa Ia tak kehilangan dan kemerosotan kemuliaan-Nya bahkan Ia mengajarkan kemuliaan yang tak terhilangkan dan tak mungkin hilang itu saat di muka bumi ini dalam ia menjadi manusia. Ia masih dan tetap memiliki kemuliaan sebagaimana Bapa memilikinya dan tempat-Nya tak pernah hilang dan tak perlu ia rebut dan perjuangkan untuk dimiliki kembali, ia hanya perlu naik saja lagi ke tempat-Nya yang kekal dan tak mungkin hilang: ke tempat di mana Ia sebelumnya berada!

Maukah anda sebagai Kristen bersaksi sebagaimana para rasul Kristus bersaksi mengenai Kristus:
Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan-1 Yohanes 1:5

Atau anda malah percaya bahwa  Yesus sebetulnya adalah Tuhan yang lebih rendah daripada Bapa dan ia pada dasarnya nyaris jatuh memenuhi kehendak Bapa sebab pada dasarnya di dalam Yesus ada kegelapan sebagaimana dalam diri manusia secara keseluruhan.

Jika yang belakangan yang anda yakini dan diajarkan pendeta-pendetamu maka anda sedang diajarkan dan hidup dalam persukutuan yang membawa anda kepada gelap, bukan kepada Terang.

Amin
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment