Pages

24 March 2019

Penyembahan Maha Akbar Di Sorga 2


Oleh: Martin Simamora

“Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku”


1. Momentum Penyembahan & Pengagungan Maha Akbar Bagi Anak Manusia
Pada hari itu merupakan hari yang begitu istimewa bagi Yohanes si Penulis Kitab Wahyu ini sebagaimana ia sendiri menuliskan bagaimanakah hari itu baginya:

Wahyu 1:10Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala

Ia menyebut hari tersebut sebagai hari Tuhan, ini sebuah hari yang begitu megah untuk dapat disebutkan tanpa sebuah pengakuan bahwa hari yang dimaksudnya adalah memang sebuah hari dimana Tuhan menjumpainya untuk mengundangnya: “aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala.” Ya..Yohanes dibawa masuk ke dalam sebuah tempat yang tak mungkin didatangi oleh manusia sebab ke sana atau ke tempat itu hanya Tuhan yang tahu dan kepada siapa Ia berkenan membawanya (bandingkan dengan Yohanes 8:21-22). Yohanes masuk ke tempat hanya oleh karena Tuhan membuatnya dikuasai oleh Roh!

Suara yang nyaring, seperti bunyi sangkala, ini sendiri menunjukan bahwa Yohanes benar-benar mendengar dalam sebuah kerja indrawi yang  mampu diindentifikasinya sebagai yang nyaring seperti sangkala pada suara dia yang berkata padanya. Tetapi apa yang lebih penting dari itu adalah, sementara ia dibawa masuk ke dalam sorga dalam sebuah momentum yang unik/bukan biasanya di sana, dan tak mungkin begitu saja ia menuangkan rekaman peristiwanya berbasis rekaman visual dan suara, ia memilih menungkan sebuah rekaman berbasis tekstual atau tulisan atas apa yang dilihat dan didengar. Bahkan memang Tuhan sendiri menuntunnya untuk merekamnya berbasiskan tekstual atau tulisan: "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab- Wahyu 1:11.


Sejauh ini hanya suara yang dapat didengarnya. Tetapi mungkinkah ia melihat siapakah sebenarnya yang berkata padanya itu, dan yang suaranya nyaring seperti suara sangkakala? Jika ia boleh mendengar, mungkinkah ia juga mampu untuk melihatnya, dan…akankah ia dapat mengenali si pemilik suara yang seperti sangkakla itu? Perhatikan apa yang telah dilihat dan dituliskan oleh Yohanes:

Wahyu 1:12-16 Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas. Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas. Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mata-Nya bagaikan nyala api. Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah. Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.

Deskripsi Yohanes tersita habis pada kemegahan dan kemuliaan yang begitu cemerlang pada diri Dia yang telah mengundangnya masuk ke dalam sorga-Nya dan yang sedang bersuara padanya, dan menyilaukan namun ajaibnya Yohanes dapat melihat kemuliaan semecam ini—setidak-tidaknya--: “wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.”Sementara tak  ada manusia yang dapat memandang pada matahari, kita harus menyimpan dalam benak kita bahwa Yohanes penulis kitab ini telah dimampukan untuk hidup dan memandang apa yang seharusnya akan mendatangkan kematian bagi manusia kala berjumpa dengan kemuliaan Tuhan seperti ini. Sebab memang Yohanes sendiri telah menyatakan: “Aku dikuasai oleh Roh.” 

Kemuliaan “Anak Manusia” (Sebuah terminologi yang digunakan Yohanes pada Wahyu 1:13, dan Yesus sendiri sebagaimana injil mencatatkan bagi kita) adalah sebuah kemuliaan mahakudus sebagaimana Allah, sehingga siapapun tak mungkin tahan dan tetap hidup jika saja ia bukan yang berkenan bagi dan diperkenan oleh Allah, sebagaimana Yohanes memberitakannya bagi kita:

Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.-Wahyu 1:17-18

Anak Manusia mendatanginya untuk meletakan tangan kanan-Nya di atasnya untuk memberikan kekuatan agar bisa tetap bertahan sebagai orang yang dikasihi dan dipilih-Nya sendiri masuk ke dalam undangan istimewa ini, dengan berkata: jangan takut!Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Tak sampai di situ, Anak Manusia yang memperkenalkan dirinya sebagai Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir juga memperkenalkan dirinya sebagai “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut. Sebuah identitas diri yang senilai dengan ucapan Yesus pasca kebangkitannya dari kematian: Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.- Matius 28:18.” Yohanes sedang melihat kepenuhan kemuliaan Dia Sang Firman yang telah menjadi manusia, mati pada salib, bangkit dan telah naik ke sorga, dalam sebuah perjumpaan yang begitu penuh kuasa di bumi sebagaimana di sorga secara otentik.

Anak Manusia tampil dalam kemuliaan yang tak mungkin kuat untuk dipandang manusia. Yesus sendiri pernah mengindikasikan siapakah dirinya saat masih bersama para murid-Nya: Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?-Yohanes 6:62


Sang Anak Manusia bukan saja mulia secara eksistensinya saja tetapi pada kuasa! Bahwa Ia sudah memegang semua kunci maut dan segala kerajaan maut. Ini sebuah penyingkapan ke-adikuasa-an yang menunjukan bahwa misi Yesus di bumi bukan sekedar selesai tetapi membuat dirinya sebagai Anak Manusia memang benar-benar berkuasa sebagai pemegang segala kuasa di bumi dan di sorga. Kuasa maut telah dilucutinya dalam artian memang selama-lamanya. Jadi boleh saja kuasa maut dan kerajaan-kerajaanya berparade dan mempesona umat manusia dengan segala kuasanya dihadapan manusia dan dunia ini, tetapi mereka semua bahkan kesudahannya telah ada di tangan Anak Manusia sebagai taklukan-taklukan-Nya. Mereka bahkan telah kehilangan kemegahan kerajaannya—jika kunci-kunci kuasanya saja (yaitu maut) tidak lagi di tangan mereka, apalagi kuasa yang dimiliki mereka?


2.Kemuliaan Yang Kekal Anak Manusia Sebagaimana Bapa
Saya ingin anda tidak meninggalkan deskripsi kemuliaan Anak Manusia yang dituliskan Yohanes sebagaimana ditemukan pada Wahyu 1:12-16 ketika Yohanes dibawa oleh sang Anak Manusia untuk melihat peristiwa ini di sorga:
Wahyu 4:1-5Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini. Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang. Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah.

Yang duduk di takhta itu jelas bukan Anak Manusia tetapi jelas kemuliaan dan kegemilangannya tidak berkompetisi dengan kemuliaan Anak Manusia. Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri sebagai miliknya sendiri yang saat di dunia terbungkus rapi dalam tubuh daging yang dapat mengalami maut tersebut untuk dikalahkan-Nya. Karena itulah kita seharusnya dimudahkan untuk mengerti teks Surat Filipi ini:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.- Filipi 2:5-8

Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri-yang sedikit banyak telah disingkapkan oleh Kristus pada Yohanes- dan memiliki relasi kemuliaan yang sehakekat dengan Ia yang bertakhta dalam satu kemuliaan yang tak mungkin dipisahkan satu sama lain, sebab relasi ini tersingkap dan ada sebab Anak Manusia adalah Ia adalah Pada mulanya adalah dan Ia bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah (Yohanes 1:1-2). Anak Manusia adalah Ia pada mulanya adalah Firman, Ia adalah Anak Allah yang datang ke dalam dunia dengan mengambil rupa seorang hamba untuk merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib. Inilah kenosis yang dimaksudkan atau inilah pengosongan diri yang dimaksudkan oleh Yesus. Ini bukan kenosis sampai-sampai Yesus kehilangan apa yang memang dimilikinya yaitu kemuliaan-Nya sendiri yang sama dengan kemuliaan dan kemegahan Bapa-Nya sendiri. Bukan kenosis yang membuat Ia tak lagi memiliki kemuliaan-Nya. Bukankah Yesus sudah mengindikasikannya pada kita: Yohanes 6:62.



3. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan (Filipi 2:9). Tapi Bagaimana?
Peninggian Anak Manusia haruslah sebuah peninggian yang juga terkait dengan kemuliaan Bapa, atau dengan kata lain tak mungkin terjadi oleh karena adanya jasa manusia dan kapasitas atau kapabilitas manusia yang bagaimanapun juga. Menemukan sekeping penjelasan terkait hal ini, harus datang dari bagaimanakah Allah meninggikan Yesus sebagai Anak Manusia yang telah menuntaskan misinya melalui ketaatan hingga kematian pada kayu salib, jadi ketaatan di sini bukan semacam ketaatan yang bisa siapapun duplikasi dalam cara apapun selain dijadikan teladan kebenaran dan hidup dalam Kristus Yesus. Tidak bisa diduplikasi oleh siapapun karena sebetulnya tak satupun ketaaatan dan kekudusan yang dapat dicapai manusia dapat memberikan padanya sebuah perkenanan dari Allah bagi dirinya, dan apalagi membuat dirinya dapat menjadi barang bukti atau corpus delicti yang akan membantu Bapa menghakimi Iblis secara adil sehingga dapat dibinasakan Allah. Cobalah anda membaca ini:

Maka aku melihat di tangan kanan Dia yang duduk di atas takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai. Dan aku melihat seorang malaikat yang gagah, yang berseru dengan suara nyaring, katanya: "Siapakah yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya?" Tetapi tidak ada seorangpun yang di sorga atau yang di bumi atau yang di bawah bumi, yang dapat membuka gulungan kitab itu atau yang dapat melihat sebelah dalamnya. Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena tidak ada seorangpun yang dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah dalamnya. Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: "Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya." Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi. Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu.-Wahyu 5:1-7

Bagaimana Allah meninggikan Anak Manusia itu? Beginilah Ia ditinggikan: “tidak ada seorangpun yang dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah dalamnya” tetapi hanya:” Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu”. Ia ditinggikan sebab memang Ia satu-satunya yang kematian-Nya berkuasa memerintah segenap bumi! Perhatikan cermat terhadap teks ini: Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi. Ini menarik karena jika Anak Domba seperti telah disembelih memiliki 7 tanduk dan 7 mata yaitu ketujuh Roh Allah maka ini adalah hal yang identik dengan Allah: Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah- Wahyu 4:7. Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya sendiri tepat sebagaiman Bapa memiliki-Nya. Kemuliaan semacam ini dikemukakan oleh Yesus dalam cara yang berbeda dalam doanya agak jauh sebelum ia harus melalui via dolorosa sebagai ketetapan Allah! Perhatikan ini:

Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya. Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.-Yohanes 17:4-5

Relasi inilah yang dimaksud sebagai Relasi Bapa dan Anak Allah, bahwa Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri yang merupakan milik-Nya sendiri yang tak pernah luruh atau susut atau lenyap karena Ia telah menjadi manusia! Yesus berkata: :kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu,” ini adalah eksistensi kekal, tak mungkin hilang dan tak mungkin mengalami semacam depresiasi sebab dua hal: kemuliaan Yesus atau Anak Manusia itu sendiri adalah kekal dan berkuasa penuh, dan kedua: hadirat Bapa itu sendiri juga kekal adanya!

Itu sebabnya pengagungan Yesus sebagai Anak Manusia dan Anak Domba Allah menjadi begitu semarak dan megah sebagaimana pada Bapa:

Wahyu 5:8-14 Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus. Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi." Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa, katanya dengan suara nyaring: "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" Dan keempat makhluk itu berkata: "Amin". Dan tua-tua itu jatuh tersungkur dan menyembah.

Himne pengagungan dan pemuliaan sang Anak Domba ini, hanya dapat dipahami jika anda mengerti dan tunduk pada kebenaran bahwa Yesus adalah Anak Allah, bahwa Ia walau telah menjadi manusia tetap memiliki kemuliaan-Nya yang kekal dan dalam kemuliaan yang dimiliki-Nya dalam hadirat Bapa sebagai sebuah persekutuan kekal dan tak terpisahkan dan dalam kemuliaan yang satu walau Yesus telah mengosongkan dirinya menjadi Anak Domba sembelihan.  Itu tak membuatnya terpisah dan terlepas dari Allah, atau ia menjadi Tuhan yang lebih kecil atau rendah derajat kemuliaan-Nya sehingga tak lagi sepemerintahan dengaan Bapa. Itu sebabya doa yang diajarkan Yesus pada para murid-Nya yang dikenal sebagai “Doa Bapa Kami” sangat kental dengan  pemerintah Allah di bumi sebagaimana di sorga dalam sebuah relasi tak terpisahkan: “Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendakmu di bumi sebagaimana di sorga.” (Matius 6:10)
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment