Pages

06 April 2018

Bukan Semata Kebangkitan dari Antara Orang Mati

Oleh: Martin Simamora

Tetapi Kita Beroleh Kebangkitan dari Antara Orang Mati Sebagai Orang yang Mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan Persekutuan Dalam Penderitaan-Nya

Dalam Pemikiran Sang Kristus

Mengapa dan apakah tujuannya sehingga harus terjadi sebuah peristiwa kematian dan kebangkitan  Yesus Sang Kristus?  Dalam  lingkup situasi yang demikian, menjadi sangat penting  bagi setiap orang yang mempercayai Yesus Sang Kristus sebagai Sang Juruselamat yang mengerjakan keselamatan dari Allah itu didalam dan melalui kematian di Salib dan kebangkitannya, untuk melihat sejauh apakah peristiwa itu merupakan hal yang sungguh menjadi pemikiran tertinggi Sang Mesias itu sendiri. Mari kita perhatikan  catatan yang diajukan oleh Injil Markus berikut ini:

▀Markus 8:27-32 Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia. Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang

Sang Mesias harus mendeklarasikan siapakah dirinya dan apakah tujuan kedatangannya. Ia memulai hal ini sebagai sebuah pengajaran yang terpenting. Ini adalah pengajaran tentang Siapakah dirinya. Maka pertanyaan yang diajukan Sang Mesias adalah: “Kata orang, siapakah Aku ini?” Apa yang menjadi pondasi pengajaran Yesus adalah siapakah dirinya  adalah sebagaimana  yang dijawab Petrus: Engkau adalah Mesias!  Ini  adalah jawaban yang sangat penting terkait kebenarannya yang dibenarkan oleh Sang Mesias dalam sebuah peringatan agar kebenaran ini tidak disebarluaskan, Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.


Kematian dan Kebangkitannya sejak semula merupakan pemikirannya dan juga merupakan pemikiran Bapa. Ketika ia bertanya: kata orang, Siapakah Aku ini? Maka jawaban banyak orang tersebut merupakan pengharapan yang  begitu megah akan pengharapan dan pemulihan yang harus segera berlangsung di dunia ini. Tetapi jelas Mesias yang dicari oleh orang banyak tidak dijumpai pada Mesias Yesus. Mengapa Yesus melarang keras para murid untuk memberitahukan bahwa Ia adalah Mesias? Itu karena apa yang harus terjadi padanya: bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari, bukanlah tipe mesias yang dikehendaki.

Semua ini disampaikan Yesus secara terus terang. Artinya ini adalah hal yang bukan sekedar ada dalam pemikirannya, tetapi merupakan tujuan  hidup yang harus dilakukannya dan para murid sejak semula harus tahu secara terang benderang. Tidak ada awan misterius terhadap peristiwa kelam yang akan terjadi pada dirinya, sebab Ia sejak semula telah mengemukakan pikirannya secara terus terang: dibunuh dan dibangkitkan sesudah tiga hari!

Sejak semula juga, Sang Mesias kepada para muridnya telah mengutarakan bahwa walau bagi manusia hal ini seharusnya dapat dihindarkan karena bagaimanapun ekspektasi mesianik tidak seharusnya dibingkai dalam peristiwa dibunuh dan dibangkitkan sesudah tiga hari, dalam sebuah jalan yang begitu buruk dan mempermalukan dirinya sendiri:”Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,” Sang Mesias ini menegaskan bahwa ini adalah tujuan divinitas  yang bersemayam dalam dirinya yang memiliki kuasa untuk mewujudkannya. Ia bahkan mendeklarasikan bahwa hidup kekal akan bersumber atau berakar dari dirinya yang akan mengalami dibunuh dan dibangkitkan sesudah tiga hari! Mari perhatikan penjelasan Yesus  melalui injil Markus:

Markus 8:33 … sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Sang Mesias menunjukan secara terus terang, bahwa kematian dan kebangkitan sesudah 3 hari harus dipandang sebagai  apa yang dipikirkan Allah.


Sehingga, sekalipun kita dapat menemukan hal ini sebagai pemikiran Yesus, namun ini sekaligus adalah apa yang dipikirkan Allah. Sang Mesias sejak semula ingin menyatakan bahwa nanti sekalipun dalam peristiwa sejarah, jalan menuju kematian dan kebangkitan itu harus melalui tangan-tangan dan kuasa-kuasa manusia yang akan menghasilkan:” Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,” Sang Mesias sejak dini memperingatkan bahwa jalan semacam itu bukan semata pemikirannya tetapi juga merupakan pemikiran Allah. Ia menyatakan dirinya berkuasa untuk mewujudkan pemikiran Allah secara jitu tanpa meleset dalam kesejarahan manusia. Ini juga pada satu aspek lainnya menunjukan bahwa dinamika kesejarahan manusia yang masih akan berlangsung dengan beragam probabilitasnya tidak akan mampu melencengkan apa yang menjadi pemikiran Allah yang telah diposisikan sebagai sebuah kepastian dalam kemutlakan semacam ini: “bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.”



Deklarasi Publik

Sekarang Yesus membuka kebenaran dirinya kepada publik.

▀Markus 8:34-35 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.


Ia memanggil banyak orang tetapi bukan untuk menyampaikan kabar yang berbeda sebagaimana Ia telah mengajarkan 12 muridnya. Sekarang Ia mengajarkan hal yang tak diduga yaitu: Siapakah dirinya dan tantangan dan kesukaran sehubungan dengan mengikut dirinya, sekaligus meletakan dirinya adalah sentral kehidupan Allah di tengah dunia yang tak memiliki kehidupan dari Allah. Mari kita memperhatikannya:

Setiap orang yang mau mengikut Aku
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku
ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya

Baik pengajaran kepada para murid dan kepada publik memiliki sentralitas yang sama: siapakah dirinya dan apakah tujuannya. Apa yang menarik, kepada orang banyak ia menunjukan bahwa menyangkal dirinya dan memikul salibnya sebagai hal integral pada wujud mengikut Aku yang secara langsung dikaitkan dengan kehidupan kekal: “barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelematkannya.” Tanpa Sang Mesias mengajarkan ,untuk saat itu, bahwa dirinya akan mati dan bangkit sesudah 3 hari. Tetapi jelas sekali  kepada publik, Yesus menunjukan nilai dasar mengapa orang harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikutnya sangat erat dengan kepastian keselamatan karena Sang Mesia dan karena Injil atau kabar baik yang  dilandaskan pada Diri Yesus  yang berkuasa untuk memberikan keselamatan bagi siapa yang mau mengikutinya dalam kebenarannya.


menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya

Pengajaran Sang Mesias di hadapan publik ini, menunjukan siapkah Yesus dan apakah tujuan kedatangannya dalam bingkai “dibunuh dan bangkit setelah 3 hari!”



menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku
►Yesus adalah sentral dan kehidupan itu sendiri bagi setiap pengikut Kristus

►Hidup kita, dengan demikian, bukan lagi bersumber dari hikmat, kebenaran dan kekuatan yang bersumber dari diri tetapi Yesus. Kita harus memahami bahwa menyangkal diri dan memikul salib bukan sama sekali upaya pematian diri sehingga mati selera atau rasa dengan dunia ini sampai-sampai tidak mampu membangun produktivitas dan bercita untuk menjadi yang terbaik. Menyangkal diri dan memikul salib merupakan wujud jiwa yang menyerahkan diri secara total dalam kesadaran penuh kepada kebenaran karena Ia memiiki kehidupan baru dari Sang Mesias. Ikut Yesus akan menjadi permulaan bagi: segala hikmat, kebijaksanaan, kekuatan, semangat hidup dan segenap totalitas diri bagi Tuhan.

►Yesus dengan demikian menjadi sumber dan kekuatan perubahan hidup dan pembangunan diri dalam Tuhan sementara kita masih harus hidup di dunia ini.



Sang Mesias terus bergerak membawa mereka yang mau menjadi pengikutnya bukan  sekedar mengenal dirinya sebagai sumber segala sumber kehidupan dan pembangunan kehidupan yang bernilai dan bertujuan di dunia ini, tetapi membawa  setiap mereka yang mau menjadi pengikut dirinya untuk mengenal dirinya adalah sumber kehidupan sejati yang benar-benar berkuasa untuk memberikan hidup yang tak dapat direbut dan dibahayakan oleh penguasa dunia ini yang dapat menghilangkan nyawa para pengikutnya:
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya



Kebangkitan Kristus Lebih Agung Dari Sekedar Agar Hidup Kekal

Siapakah Yesus dan apakah tujuannya menjadi begitu benderang pada kematian yang berakhir dengan kebangkitannya dari antara orang mati. Bahkan pengajaran ini sendiri:

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya

pasti akan terjerembab pada pemahaman bahwa menyangkal diri dan memikul salib, keberhasilannya digantungkan pada perjuangan diri sendiri hingga kesudahan, jika saja Yesus tidak menautkannya dengan apa yang tak dapat diberikan dunia dan oleh dirimu sendiri! Perhatikan ini:

▀Markus 8:36-37 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

Ajakan yang berbunyi Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku akan memberikan sebuah perubahan yang keberlangsungannya tidak berada dalam otoritas manusia. Yesus berkata apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia. Ini bukan soal orientasi hidup dan bukan soal dunia ini tidak berharga sama sekali bagi hidup saat ini dan bagi kesaksian kebenaran Kristus kepada dunia ini, tetapi soal dimanakah kebenaran itu berada dan siapakah yang menjadi sumber kebenaranmu. Ini jelas demikian maksudnya, karena setelah Yesus berkata demikian, ia melanjutkannya dengan statement ini apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, ia menautkannya dengan: tetapi ia kehilangan nyawanya,  yang akan memberikan konteks penting bagi menyangkal diri, memikul salib yang secara total berbicara soal kehidupan dalam Kristus sementara masih berada dalam dunia ini.

Kalau kita melihat realitas lahiriahnya atau kasat matanya: dunia dan segala kesuksesan dapat memberikan kebahagiaan, dan kalau anda menggunakan jiwa dan pikiranmu untuk membangun sebuah karakter yang baik dan moralitas kudus yang baik, maka dalam hal ini jiwa dan pikiran sebagai bagian dari produk dunia ini masih merupakan hal yang tidak dapat dipahami sebagai sama sekali tidak diperhitungkan dapat memberikan keselamatan, atau dengan kata lain, sekalipun memiliki kebenaran diri sendiri, ia kehilangan nyawanya??
 
Tetapi Yesus ketika berkata demikian, sedang menunjukan bahwa kehilangan nyawa adalah sebuah keadaan dan destini yang hanya dapat ditanggulangi oleh diri-Nya.Dengan demikian, juga tidak mungkin oleh perjuangan diri sendiri untuk dapat menyangkal diri dan memikul salib senantiasa bertaut dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitannya. Ini semua bukan tentang perjuangan diri dengan kekuatan diri sama sekali untuk mencapai kelayakan menjadi anak Tuhan melalui penebusan-Nya. Bukan. Karena problem yang membuat seorang itu tak layak menjadi anak Tuhan atau layak menerima penebusan, sama sekali bukan dalam domain manusia untuk menanggulanginya. Mari perhatikan apa yang diujarkan oleh Yesus Sang Mesias:

▀Markus 8:38 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus."

Yesus kembali  mengaitkan mengikut dirinya secara oposisi terhadap memperoleh seluruh dunia: “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan  karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan Malu karena orang itu apabila Ia datang kelak  dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”


Seluruh dunia ini dimana kita ada dan hidup, telah digambarkan oleh Yesus  begitu terkutuk dalam ungkapan “di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini.” Semenjak ini adalah problem yang membutuhkan Yesus dalam keotentikan yang personal dan ia adalah satu-satunya kebenaran dan keselamatan yang hidup di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, maka kita dapat memahami mengapa menyangkal diri dan memikul salib bukan bersumber dari kuasa diri dan dedikasi diri, sementara itu adalah instruksi yang harus dilakukan. Apakah yang bisa diharapkan oleh Yesus pada manusia yang dikatakannya   tidak setia dan berdosa?

Ia  bukan saja mengajarkan tujuannya untuk mati dan bangkit setelah 3 hari, tetapi sekaligus tujuannya mati dan bangkit setelah 3 hari adalah untuk memberikan hidup yang memberikan pembebasan dan kehidupan yang memisahkan setiap muridnya dari tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini.

Pada poin ini, Yesus bahkan tidak sekedar menunjukan bahwa Ia datang untuk mati dan bangkit demi sebuah tujuan: memberikan hidup kepada manusia yang percaya kepadanya, tetapi Ia akan datang kembali untuk menghakimi dunia yang digambarkannya sebagai angkatan yang tidak setia dan berdosa. inilah yang telah Ia tunjukan bahwa Ia akan menghakimi dosa  dan mengakui siapa yang memang benar benar adalah  tebusan-Nya:

Ia Mati
Ia Bangkit
Ia akan datang kembali dalam kemuliaan Sebagai HAKIM
Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus

Yesus melalui kematian dan kebangkitannya, bukan sekedar agar siapapun yang percaya kepadanya memiliki kehidupan kekal, tetapi sejak semula agar memiliki hubungan yang personal dalam percaya yang totalitas sehingga menggerakan orang percaya  untuk menyerahkan kehidupannya dalam sebuah pengimanan yang tak terbayangkan untuk membentuk karakter yang terpuji, perilaku yang menyaksikan karya Yesus yang menebus hidupnya dari angkatan yang tidak setia dan berdosa, cara pandang hidup yang terbangun di atas mengenal kebenaran dan kuasa kebangkitan Yesus Kristus, yang kesemunya itu berlangsung selama hidup di dunia ini hingga mata menutupkan pandangannya dari dunia ini selamanya. Semua dimulai dengan panggilan Yesus:

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku

Untuk berakhir dalam sebuah hubungan dalam kekekalan kala ia datang  kembali ke dunia ini, untuk menjumpai mereka yang telah hidup dalam  kehidupan yang diberikan Sang Mesias:
barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus

Apa yang terpenting adalah apakah seorang itu memiliki relasi dengan Kristus sementara ia masih tinggal di dunia di antara angkatan yang tidak setiap dan berdosa ini. Satu-satunya kekuatan seorang pengikut Kristus untuk bertahan dalam kesetiaan terhadap Yesus dalam dunia semacam ini adalah: hidup di atas dasar kebenaran perkataan Yesus yang berbunyi: Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Ini bukan sekedar gaya hidup dan orientasi hidup, tetapi hidup berdasarkan firman. Itu sebabnya Yesus mengaitkan tidak malu  terhadap Yesus bukan saja terhadap dirinya tetapi juga perkataannya. Kini kita dapat melihat kalau menyangkal diri dan memikul salib dan mengikut  Yesus menjadi satu-satunya kehidupan yang diinstruksikan Yesus yang akan menghasilkan pemisahan diri seorang pengikut Yesus dari angkatan yang tidak setia dan berdosa ini. Ini terjadi karena Yesus telah mati dan bangkit sebagaimana diajarkannya. Coba perhatikan ini:

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku
Ia Mati
Ia Bangkit
Ia akan datang kembali dalam kemuliaan Sebagai HAKIM
“Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus”
    
Setiap pengikut Kristus sanggup hidup dalam kesetiaan untuk menyangkal dirinya dan memikul salibnya di atas landasan: kuasa Kristus dalam kematiannya, kuasa Kristus dalam kebangkitannya. Karena itulah kematian dan kebangkitan Yesus senantiasa bertautan dengan jati diri manusia di hadapan Tuhan: tidak setia dan berdosa. Itulah natur manusia yang menyebabkan pada dirinya tidak terdapat kesempurnaan berdasarkan perjuangan jiwanya sendiri.



Ia Mati dan Bangkit Bagi Manusia Kala Tidak Satupun Didapatinya Dalam Keadaan Setia dan Tidak Berdosa Sehingga Layak Menerima Hasil dari Karya Kematian dan Kebangkitannya

Jika anda percaya bahwa seorang dapat menjadi anak-anak Tuhan karena terlebih dahulu memiliki kepantasan dan kelayakan untuk diangkat Bapa menjadi anak-anaknya, maka itu sebuah kesalahan yang begitu fatal. 

Yesus sejak semula sudah mengemukakan keadaan dunia beserta isinya yang jahat akan menjadi bagian penting yang menorehkan fakta itu pada tubuhnya yang akan dia bahwa masuk ke dalam kematian dan dalam Ia membawa tubuh dan darahnya sendiri untuk dipersembahkan kepada Bapa sebagai genapnya kasih Allah yang begitu besar kepada dunia ini. Yesus sejak semula menyatakan bahwa Bapa mengasihi dunia pada saat dimana tidak satupun anak manusia didapati layak untuk menjadi anak-anak Bapa.  

Bukankah ketika Ia memilih 12 muridnya  Ia telah mengetahui sejak masa yang jauh lebih purba bahwa tak satupun akan setia kepadanya? Tidak ada satupun kelayakan yang akan dijumpai bagi manusia untuk menjadi anak-anak-Nya.   Sejak masa yang jauh lebih purba menunjukan begitulah hakikat manusia itu sebagai manusia berdosa. Perhatikan ini:

▀Markus 14:27 Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai.
Markus 14:29-31 Kata Petrus kepada-Nya: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya, aku tidak." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Tetapi dengan lebih bersungguh-sungguh Petrus berkata: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua yang lainpun berkata demikian juga.

Markus 14:43 Waktu Yesus masih berbicara, muncullah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua.

Markus 14:50 Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.

Sang Mesias, bukankah telah berkata tentang murid-muridnya itu sebagai yang begitu dikasihinya dengan kasih yang begitu besar yaitu menyerahkan nyawanya? Perhatikan ini:

Yohanes 15:13,15 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

Bisakah anda membayangkan Ia telah menyebut 12 murid itu sebagai sahabat-sahabatnya. Ini bahkan bukan sembarang sahabat karena ia berkata: tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Sang Mesias memberikan kasih terbesar itu kepada mereka yang sebetulnya sama sekali tak layak untuk disebut sahabat dan terlampau mahal dan menghina diri sendiri untuk mengasihi mereka dengan memberikan nyawanya!

Jika kematiannya demikian, maka kebangkitannya dari antara orang mati pun untuk memberikan keselamatan kepada manusia yang bahkan sama sekali tak layak untuk diselamatkan, menjadi anak Bapa, dan apalagi untuk menjadi seorang rasul yang terpandang dan menjadi tokoh penting dalam perkembangan pemberitaan injil! Mari perhatikan ini:

►Kisah Para Rasul 26:10-20 Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing." Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat. Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu.

Bisakah anda menunjukan satu saja hal yang akan membuat Paulus memiliki kualifikasi pantas atau layak untuk sekedar menjadi anak Bapa, apalagi untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah? Anda tidak akan menemukan.

Manusia manapun tidak akan pernah memiliki kualifikasi itu. Tidak pada 12 murid dan juga tidak pada Paulus. Satu-satunya yang membuat manusia layak untuk menjadi anak-anak Bapa adalah kasih karunia dalam Yesus Kristus dalam kematiannya, kebangkitannya dan kedatangannya kelak! Paulus tentang dirinya berkata seperti ini:

1Korintus 15:9-10 Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.

Rasul Paulus tidak pernah menemukan satupun kebenaran pada dirinya yang membuat dirinya pertama-tama layak untuk diselamatkan dan layak untuk menjadi anak Bapa, apalagi menjadi rasul!

Tidak ada satupun  kebenaran dari dirinya yang memberikan pada dirinya secercah kecemerlangan yang membuat dirinya dapat berkata aku memiliki kebenaran karena itu aku layak untuk berdiri di hadapan Bapa. Sebaliknya ia berkata ini tentang kebenaran diri:

Filipi 3:8-9 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.


Kebangkitan Kristus adalah kebenaran  bagi setiap pengikut Kristus dan dasar dan sumber kekuatan untuk menyangkal diri dan memikul salib sebagai sebuah kehidupan yang memisahkan mereka dari angkatan yang berdosa ini sementara mereka bekerja dan mengembangkan kehidupan di antara mereka! Paulus meneladankan kepada kita kehidupan yang menyangkal diri dan memikul salib dalam mengikut Yesus sementara ia masih hidup dan bekerja di dunia ini:

▀Filipi 3:10-12 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.

Kebangkitan Kristus bukan sekedar Yesus bangkit dari antara orang mati karena Ia berkuasa melakukannya! Kebangkitan Kristus dari antara orang mati membuktikan kasih-Nya yang begitu besar dengan memberikan nyawanya atau kehidupannya, sehingga setiap orang yang percaya kepadanya beroleh juga kebangkitan dari antara orang mati sebagai orang yang mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya. Inilah yang dimaksudkan dengan menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.

Kebangkitan Kristus menjadi dasar bagi setiap orang yang beriman kepada Yesus Kristus untuk memiliki pada akhirnya kebangkitan dari antara orang mati. Dan itu sendiri adalah sebuah kehidupan yang bersumber dari instruksi Yesus bagi setiap pengikutnya untuk menyangkal diri dan memikul salib sebagai sebuah kehidupan yang diberikan ganti kehidupan yang bersumber dari dunia dan tak dapat memberikan kehidupan kekal. Dalam kehidupan semacam ini, maka inilah yang seharusnya menjadi tujuan dan pengejaran hidup kita semua:
►Mengenal Dia
►Mengenal Kuasa Kebangkitan-Nya
►Memiliki Persekutuan dalam Penderitaannya

Mengapa ini mungkin untuk dilakukan? Karena Paulus telah ditangkap Kristus, sama seperti semua  12 murid itu:

Yohanes 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.


Bagaimana dengan saya dan anda? Tentu saja untuk memiliki kehidupan menyangkal diri dan memikul salib harus bermula dari kehidupan yang diberikan oleh Bapa dalam Yesus Kristus. Perhatikan sabda Yesus ini:

Yohanes 10:11,14-15 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;       Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.


Kekuatan dan kesetiaan kita dalam mengiringi Tuhan atau melakukan kehendak Tuhan, harus dimulai dari menerima pemberian hidup dari Allah. Yesus berkata: Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. Mengapa? Karena dunia ini  bukan tandingan saya dan anda, sebesar-besarnya anda tidak akan membuat anda dapat mengontrol segala sesuatunya agar berjalan dalam kehendakmu sehingga anda dapat lebih enak untuk menjadi anak-anak Tuhan yang baik.  Hal yang sama sangat pentingnya, adalah, dengan kematian  (memberikan nyawa) dan kebangkitannya, ini justru menjadi sumber kehidupan persekutuan kita dengan Anak dan Bapa, karena itulah dasarnya sebagaimana telah diutarakan Yesus: Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.

Selamat memiliki dan menjalankan kehidupan yang telah diberikan Bapa melalui dan dalam Kematian, kebangkitan dan kedatangannya yang akan terjadi untuk kedua kalinya. Apakah pada akhirnya kita akan memperoleh kebangkitan dari antara orang mati sebagai yang mengenal Dia, ataukah tidak mengenal dan tidak dikenal Dia?
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment