Pages

10 March 2018

Perjalanan yang Tidak Bisa Dilakukan Manusia Berdasarkan Kekuatannya Sendiri

Oleh: Martin Simamora

Ketika Yesus Menyatakan Limitasi Diri Manusia yang Tak Siapapun Dapat Melintasinya Sendirian


Pada satu kesempatan, Petrus menyergap pengajaran Yesus dengan sebuah penentangan yang sangat keras dalam tindakan dan seruan yang tak pernah terbayangkan olehnya sendiri akan dikemukakan terhadap Guru yang begitu dikagumi dan diyakini sebagai penggenap pengharapan mesianik sebagaimana diyakini dalam kepercayaan berdasarkan pemahaman kitab suci yang telah diajarkan oleh  para pengajar bangsa Yahudi. Selama ini kemanapun dan apapun pengajaran yang dikemukakan Yesus kepada para muridnya tidak pernah menimbulkan sebuah argumen yang sekeras ini, melahirkan sebuah emosi yang tak dapat dikuasai oleh tubuh, dan lidah tak kuasa menahan untuk tak menghardik, mengecam Yesus. Tak terbayangkan bagi Petrus untuk meghardik Yesus dan apalagi melihat Yesus yang dalam pandangannya telah melontarkan sebuah pengajaran yang melampaui kebenaran tertinggi yang bagaimanapun yang selama ini diyakini oleh iman bangsa ini sebagai umat Tuhan. Yesus nampaknya terlihat berada di luar kebenaran yang berlandaskan kitab suci, atau setidaknya Yesus telah melakukan tafsir ajaran kitab suci berdasarkan dirinya sendiri sebagai sentralitas kebenaran itu sendiri. Sungguh ini sebuah pengajaran yang asing, sungguh asing dan mustahil untuk dipercayai begitu saja. Mari kita membaca dahulu ketegangan diri Petrus karena tak kuasa mendengar Yesus mengucapkan hal yang sungguh asing untuk diakui sebagai kebenaran, apalagi kebenaran suci-kitab suci:

Matius 16:21-22 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.  Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau."

bandingkan dengan KJV
From that time forth began Jesus to shew unto his disciples, how that he must go unto Jerusalem, and suffer many things of the elders and chief priests and scribes, and be killed, and be raised again the third day. Then Peter took him, and began to rebuke him, saying, Be it far from thee, Lord: this shall not be unto thee.

Ini benar-benar sebuah Limitasi yang dinyatakan Yesus. Bahwa pengikutan terhadap Yesus untuk kali pertamanya melahirkan realita keterbatasan manusia untuk beriman lebih lanjut. Ini benar- benar limitasi yang siapapun tak dapat melintasinya. Ada 2 hal yang gamblang dinyatakan Yesus, yang menunjukan ketidakmungkinan bagi manusia untuk mempercayainya begitu saja. Itu memang kebenaran. Mari kita memperhatikan 2 faktor penting ini:


Apa yang harus dialami: menanggung banyak penderitaan
Sumber atau penyebab: tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat

Apakah dasar bagi seorang Yesus untuk berkata bahwa ia harus ke Yerusalem untuk mengalami banyak penderitaan? Dan kalau memang benar demikian, mengapa tidak meluputkan diri saja? Mengapa "harus." Lebih jauh lagi dan ini semakin sukar untuk dimengerti adalah, Yesus menyatakan tokoh-tokoh terhormat dan suci dalam agama Yahudi: tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat sebagai sumber banyak penderitaan. Ini sendiri sebuah akumulasi yang seketika saja menyibakan atau menyingkapkan sebuah garis tegas dan tajam yang akan menghentikan pengharapan dan pengimanan siapapun pada Yesus, bahwa Ia adalah Mesias sebagaimana dalam kitab Taurat. Coba perhatikan ini:

Yohanes 12:32-34 dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"


Bagi siapapun, ajaran Yesus sungguh telah menjadikannya bukanlah Mesias sebagaimana dalam keyakinan yang selama ini merupakan keyakinan judaisme. Bukan kebenaran sebagaimana yang diyakini dan dengan demikian dalam hal ini, Yesus telah menyingkapkan situasi manusia yang merupakan bangsa pilihan itu, tidak sama sekali berada dalam kebenaran yang sebetulnya sedang ditunjukan oleh Kitab Suci. Mereka memahami berdasarkan rabi-rabi mereka bahwa Mesias tidak sama sekali mengalami apa yang dikemukakan oleh Yesus. Jika demikian adanya, maka Yesus sama sekali telah terlepas dari kebenaran pengajaran iman Yahudi sebagaimana telah ditegakan oleh para ahli  Taurat!

Mengapa problem ini terjadi? Pertama telah kita lihat tadi, kalau penyebabnya adalah ini: kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya. Sementara Yesus bersabda  tentang dirinya: "Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Bahwa Ia harus mati dalam sebuah cara yang spesifik: "ditinggikan dari bumi." Lalu, apakah ini karena "hukum taurat" yang menyatakan tentang Mesias itu memiliki multi tafsir? Menjawab ini, kita akan menemukan problem Kedua, yaitu sebagaimana Yesus sendiri menyatakannya: "Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?"-Yohanes 12:37-38. Ini dengan demikian telah ditegaskan oleh Yesus Sang Mesias bukan dikarenakan kebedaan tafsir teks terkait Mesias, antara Yesus  versus para guru Kitab Suci bangsa Yahudi itu, namun karena tidak satupun mampu melintasi lebih lanjut kebenaran kitab suci pada diri Yesus dalam kebenaran yang ketinggiannya begitu tinggi hingga tak tersentuh oleh spiritualitas yang disebut sebagai judaisme atau iman dalam keyakinan agama Yahudi. Yesus menyingkapkan realita ini dengan menggemakan nubuat purba yang pernah dituliskan oleh nabi Yesaya: "Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?" (Yesaya 53:1).

Yesus Sang Mesias, kepada Petrus, menunjukan bahwa itu bukan sebuah penderitaan ala kadarnya, bukan juga sebuah kematian yang bersifat martir. Pada hakikatnya mustahil sebuah kemartiran karena Yesus telah menyatakan sebuah maksud yang begitu agung dan megah untuk dijamah dan dipahami jika itu harus via banyak penderitaan dari para tua-tua, imam-imam kepala, dan  ahli-ahli Taurat. Maksud yang begitu agung dan megah untuk dijamah dan dipahami itu adalah:"dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga."

Jadi memang benar apa yang dinyatakan Yesaya, jika Mesias harus mengalami penderitaan maka di mata manusia berdasarkan tafsir manusiawinya terhadap maksud suci Allah Sang Pencipta, akan mustahil untuk dipeluk sebagai kebenaran. Kitab Yesaya memberikan deskripsi yang begitu tajam tentang apa saja yang harus dialami oleh Mesias itu:

Yesaya 53:2-12 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.


Yesaya memulai bab ini dengan sebuah pertanyaan mahapenting jikalau benar bahwa Juruselamat dan Penebus Dosa itu adalah manusia yang harus mengalami serangkaian penderitaan hingga kematian. Pertanyaan sekaligus sebuah peringatan betapa ini sendiri sekalipun tertulis dalam Kitab Suci, tidak akan mendapat tempat di hati para pengajar Kitab Suci sebagai sebuah kebenaran. Yesaya menuliskannya begini: "Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar." Siapa yang percaya dengan Yesus jika ini yang diaplikasikan pada seorang Mesias? Petrus dan semua murid yang lain tidak akan percaya, dan juga semua manusia!

Semua harus menyadari dan mengerti bahwa ini memang sebuah garis keras dan tajam yang mustahil dilintasi oleh siapapun berdasarkan kekuatan iman diri sendiri. Tidak mungkin. Mengapa? Karena ini adalah jalan dimana TUHAN TIDAK ADA! Jika demikian caranya maka Mesias tidak pada perannya untuk menyatakan kuasa Tuhan, malahan hanya menjadi dasar pembenaran bagi prasangka manusia bahwa: Allah sudah meninggalkan Yesus dan Ia adalah manusia berdosa. Ini adalah peringatan keras  yang juga dilontarkan oleh nabi Yesaya! Coba lihat ini: kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?- Yesaya 53:1.


Nabi Yesaya secara tajam menunjukan bahwa apa yang akan dialami oleh Yesus akan sama sekali menghancurkan reputasi dirinya yang terbangun dalam pengharapan bangsa Yahudi yang telah begitu apik terbangun. Ini menjadikan Yesus sebagai manusia terhukum, manusia berdosa, manusia terkutuk dalam dosa, dan tak pantas sama sekali untuk memenuhi kriteria seorang Mesias. Yesaya menariknya memasukan kriteria lahiriah sebagai hal yang akan sangat menentukan  penolakan manusia terhadap janji keselamatan via seorang Manusia Penebus Dosa: "Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya- Yesaya 53:2." Mesias yang malang dan Mesias yang pesakitan dan kumal, sungguh diluar kemampuan manusia untuk diterima. Mana ada yang mau menerima Juruselamat yang tidak berdaya bagi dirinya sendiri. Coba perhatikan bagaimana Yesaya mengungkapkan bagaimana manusia akan memandang Yesus dalam situasi tersebut: kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah-Yesaya 53:4.  Coba anda cek apa yang selama ini anda yakini berdasarkan ajaran pendeta atau gereja anda. Jika anda selama ini percaya bahwa Yesus juga berdosa sama seperti kita dengan bukti bahwa ia mengalamai aniaya dan kematian sebagai sebuah natur: upah dosa adalah maut, maka anda harus ujikan ajaran itu pada apa yang dinyatakan oleh Yesaya tadi, bahwa memang berdasarkan apa yang dialami oleh Yesus, manusia secara keseluruhan akan mengira bahwa dia kena tulah, dipukul dan ditindas. Singkatnya, manusia akan tergoda untuk menghakimi: Yesus memang manusia yang tak lepas dari dosa, dan ketaatannya menanggung penderitaan hingga kesudahan adalah bukti ketaatannya dalam sebuah pertarungan mengalahkan pemberontakan daging dan dosa dalam sebuah penanggungan dosa umat manusia.


Sementara pendeta dan gereja anda yakin sekali dalam posisi tersebut, bahwa Yesus terbukti memang dapat berdosa dan memang benar-benar berdosa dengan bukti mengalami maut dan kematian, mari kita segera bercermin pada nubut Yesaya ini:

-Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya- Yesaya 53:4

-Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita- Yesaya 53:5

-Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah- Yesaya 53:10

-dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya- Yesaya 53:11

-ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut- Yesaya 53:12

-ia menanggung dosa banyak orang- Yesaya 53:12

Penderitaan Yesus dan kematian Yesus sebagaimana telah diajarkan Yesus untuk dialaminya sendiri, tidak sama sekali menuturkan sebuah problematika yang bersifat prasangka buruk yaitu, dengan demikian, ia adalah manusia berdosa. Ia memiliki tujuan agung, sebagaimana dikemukakan oleh Yesaya, yaitu: menanggung dosa banyak orang dalam Ia telah menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah. Kematiannya pun adalah kematian berkuasa, sebagaimana nabi Yesaya menyatakan dalam terminologi ini:Ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah (Yesaya 53:10), sehingga inilah konteks untuk memahami mengapa Yesus harus ke Yerusalem untuk menanggung banyak penderitaan. Ini sama sekali tidak membuktikan bahwa dengan demikiaan Yesus adalah Sang Firman yang telah menjadi manusia dan sama dengan kita termasuk potensi berdosa dan memang berdosa.

Ia telah menyerahkan dirinya ke dalam maut (Yesaya 53:12). Ini dengan demikian kematian Yesus bukan sebuah kematian sebagai sebuah upah maut, dan karenanya terkait dengan Yesus pada dasarnya juga manusia berdosa sebagai konsekuensi alami Sang Firman telah mengambil kemanusiaan yang sama seperti manusia lainnya.


Yesus sendiri pernah bersabda begini terkait "Ia telah menyerahkan dirinya ke dalam maut":

Yohanes 10:17-18 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."


tentu saja kita harus memperhatikan peringatan nabi Yesaya tadi: Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar?

Sehingga memang responnya menjadi sangat keras menentang:

Yohanes 10:19-21 Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka berkata: Ia kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia? Yang lain berkata: "Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan mata orang-orang buta?"


Beriman kepada Yesus sesungguhnya berkait dengan apakah maksud Ia diutus oleh Bapa. Ia adalah korban penebus salah, Ia adalah Juruselamat bagi banyak orang yang ditebusnya dari dalam belenggu maut. Bisa dimengerti jika Surat Ibrani mengenai ini menuliskan berita yang mustahil untuk dipercaya berdasarkan kekuatan untuk beriman pada kemampuan diri sendiri, dalam sebuah cara yang sama gamblangnya sebagaimana nubuat nabi Yesaya tersebut. Mari kita membacanya:

Ibrani 2:9 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.

Ibrani 2:14 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;

Sama seperti Kitab Yesaya, Surat Ibrani menunjukan bahwa penderitaan dan kematian Yesus tidak terkait dan  tidak sama sekali menunjukan dengan demikian Yesus sedikit-dikitnya dalam kemanusaian sejatinya pastilah berpotensi untuk berdosa. Surat Ibrani bahkan menggunakan ekspresi yang sangat kontradiktif dengan manusia terkait kematian, yaitu ini:

-Kematian Yesus dalam penderitaan maut--> dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat

-Kematian manusia dalam maut--> dalam perbelengguan maut dimana dalam jalan demikianlah iblis menguasai manusia sejak manusia itu hidup.

-Kematian Yesus dalam penderitaan maut --> untuk mengalami maut bagi manusia, maksudnya melalui ia menjadi sama dengan manusia dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, dalam ia mengalami kematian itu, Ia memusnahkan Iblis yang berkuasa  atas maut.


Ini adalah problem dan ketakberdayaan manusia di sepanjang abad ada bagi manusia. Tak ada manusia yang dapat melenyapkan prima causa berada dalam belenggu maut: dosa. Itu sebabnya dalam Yesaya 53 sama sekali tidak ditemukan aspek restorasi moralitas manusia sebagai sebuah jalan menuju keselamatan atau sebuah jalan yang efektif memerdekakan manusia dari kuasa maut. Ini bukan soal perendahan moralitas dan membangun karekater yang berkualitas dan serupa dengan Yesus Kristus. Menjadi serupa dengan Yesus Kristus, tidak pernah dapat menggantikan Yesaya 53; sanggup dan berjuang hingga kesudahanmu untuk sempurna sesempurna Bapa, tidak akan pernah menjadi sumber pengampunan dan JALAN keselamatan yang melepaskanmu dari maut, sehingga tidak perlu ada Yesaya 53, atau dengan kata lain, dengan demikian, tidak diperlukan sama sekali seorang Penebus Salah. Kalau Yesus datang untuk menggenapi:

Yesaya 53:10 Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah,


maka memang demikianlah ketakberdayaan perjuangan manusia itu hingga kesudahannya. Tak satu helai pun kualitas kekudusanmu sanggup membuat maut gentar menyanderamu sehingga membuat Allah terkejut, ternyata bisa juga manusia berjuang, dan AKU telah bersalah menilai manusia-aku terlampau tergesa-gesa menghakimi manusia itu bahwa untuk keselamatan mereka, memerlukan Korban Penebus Salah!

Sekali lagi saya ingin katakan begini, sebelum saya mengakhiri khotbah ini. Mesias bukan soal tafsir pada kebenarannya. Ini bukan ranah demikian, tetapi pada ranah apakah anda berada dalam maut atau berada dalam kemerdekaan sebagai manusia benar yang benar-benar benar dan merdeka. Jangan sampai merasa benar dan kudus namun tidak benar-benar benar dan malah benar-benar terkejut sebab berada dalam maut juga. Saya pikir tidak ada manusia yang berani beradu kebenaran dengan melempar dadu untuk buktikan siapakah yang benar: DIAKAH atau SAYAKAH? Bahwa saya terbukti benar bahwa Allah salah karena saya bisa benar berdasarkan perjuanganku sendiri untuk membangun kebenaran yaitu berjuang untuk serupa seperti Yesus dan menjadi sempurna sesempurna seperti Bapa. Jangan salah, Yesus dan nabi Yesaya tidak sedang melarangmu untuk mencapai optimalisasi diri dan potensi untuk hidup kudus, bukan itu. Apa yang benar adalah: sekalipun demikian kamu melakukannya, itu sama sekali tak berkuasa untuk membebaskan dirimu dari kuasa iblis yang membelenggunya. Mengapa? Karena moralitas dan kekudusan jiwa yang masih takluk pada kematian, sama sekali  bukan sebuah kuasa yang dapat menghempaskan pencengkraman maut untuk saat ini dan apalagi saat anda masuk ke liang lahat. Awasilah ajaran yang anda terima dan awasilah apa yang anda imani dengan tunduk pada kitab suci.  Tetapi lebih daripada itu, anda membutuhkan kasih karunia Allah agar anda celik dan tidak buta sehingga tidak terkurung dalam kebutaan rohani semacam ini:

Yohanes 5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

Moralitasmu dan keluhuran budimu memang sangat bernilai dalam kehidupan dan peradaban manusia. Itupun Tuhan yang mengadakan pada hati nuranimu. Tetapi yang harus anda sadari juga, Iblis bukan pencinta moralitas dan pembangunan karekater kudusmu, bahkan dalam hal anda semakin tinggi mencapainya, tidak membuat Iblis sedikit saja kehilangan kuasa untuk berkuasa atas jiwamu untuk mendatangkan kematian dalam perbelengguannya atas dirimu. Iblis tidak akan beriba dan mengeluarkan kebijakan yang akan membuat terbebaskan karena anda terbukti baik dan tak layak untuk berada di neraka atau setikdak-tidaknya menjalani penghukuman. Tidak pernah demikian. Andaikata saja moralitas dan keluhuran budi memang sangat berkuasa untuk membuat Iblis tidak berhak atas dirimu, maka memang anda tanpa Tuhan pun bisa mengalami kehidupan kekal tanpa penghukuman. Tetapi itu jika kematian telah berada di tangan anda-bahwa kapankah anda menyerahkan nyawa anda ke dalam kematian berdasarkan otoritas anda, bukan sebuah kejadian yang sekonyong-konyong mengejutkan tubuhmu.


Tentang Kematian, Yesus pernah bersabda begini:

Yohanes 14:1-6 Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ."


dalam kematian, apakah moralitas dan kekudusanmu dapat memandumu pergi ke tempat di mana Yesus telah pergi? Itu sebabnya saya berulang kali menegaskan, jangan salah memahami ini sebagai sebuah pengajaran yang merendahkan derajat kemanusiaan dan potensi-potensi manusia untuk dapat melahirkan nilai dan kebenaran yang sangat luhur dan mulia. Bukan itu sama sekali! Dalam Yesus anda akan memiliki hati dan kehidupan persekutuan dengan Anak, Bapa dan Roh Kudus, bukan dengan setan dan segala keinginannya. Apapun kekudusan dan kemuliaan serta keakbaran dirimu itu, itu semua sama sekali tidak membuat anda berkuasa atas maut dan mematahkan kuasa maut. 


Ini juga bukan soal obsesif pada selamat atau tidak selamat, sehingga pengikutan Yesus menjadi begitu gampangnya dan murahannya. Jika anda pikir Iblis adalah imajiner dan moralitas dan kekudusanmu otentik, maka pertanyaan saya kepada anda, seotentik apakah moralitas dan kekudusanmu untuk berkuasa atas pemerintahan maut sementara tubuhmu terbenam menantikan  peristiwa ini tergenapi:

Yohanes 6:25 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup.

Apakah anda akan mendengarnya karena anda memiliki modal kekudusan yang memadai? Perlu dicamkan Yesus Sang Mesias sedang membawa agar semua makhluk hanya akan membesarkan dirinya saja dan mengagungkan Bapa-Nya, di sini tidak ada keakbaran dirimu-keakbaran moralitas diri. Pada akhirnya segala pujian dan kemuliaan hanya bagi Bapa dan Anak, tidak ada sama sekali bagimu dan bagi saya! Perhatikan perkataan Yesus ini:

Yohanes 6:23 supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.

Bapa tidak menjadi terhormat dengan pengimanan bahwa Yesus adalah manusia berdosa dan dapat berdosa karena ia manusia, sehingga anda perlu membangun kehidupan kudus dan sempurna sesempurna Bapa, sebagaimana Yesus yang berdosa melakukannya. Yesus bukan datang untuk teladan demikian, tetapi untuk tujuan ini:

Yesaya 53:10 Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya.


Jika anda hidup dalam pengimanan yang menempatkan diri anda sebagai jalan keselamatan bagi diri anda sendiri via berjuang untuk sempurna sesempurna Bapa dan serupa dengan Yesus, maka anda sedang berada dalam pengajaran yang dijungkirbalikan dengan dasar: Yesus dapat berdosa dan manusia berdosa, bukan sebagaimana Yesaya 53 menyatakan ia dalam penderitaan maut dan dalam ia menyerahkan nyawanya kedalam maut.

Kiranya Roh Kudus menerangi hati dan pikiran anda setiap kali anda mempelajari Alkitab, menghidupinya dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdoa, minta pada Bapa agar dalam persekutuan Anak, anda memperoleh kebenaran dan kekuatan untuk hidup sebagai anak-anak terang atau anak-anak yang dibebaskan dari pemerintahan maut oleh kematian Yesus Sang Mesias.

Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment