Pages

28 March 2017

Pemberitaan Injil & Penghakiman Allah

Oleh: Martin Simamora

Jikalau Kamu Masuk Ke Dalam Sebuah Kota Dan Kamu Tidak Diterima


Rasul Paulus adalah salah satu rasul yang memiliki pengaruh dalam pemberitaan injil dan perkembangan jemaat perdana. Tetapi juga mengalami penentangan yang keras akibat pemberitaannya yang berbunyi Yesus adalah Sang Mesias yang begitu lugas di dalam rumah-rumah ibadat Yahudi sebagaimana yang dahulu telah dilakukan oleh Yesus Sang Mesias [Lukas 19:47, 20:1, 21:23, 21:37; Yoh 7:14,Yoh 7:28,Yoh 8:2, Yoh 8:20], mengalami penolakan halus hingga ancaman menyertainya:

Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani. Ketika Silas dan Timotius datang dari Makedonia, Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias. Tetapi ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari pakaiannya dan berkata kepada mereka: "Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain." Maka keluarlah ia dari situ, lalu datang ke rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis.”- Kisah Para Rasul 18:1-8

Di Korintus, ia dibenci dan ditolak oleh saudara sebangsanya sendiri karena “ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias.” Pemberitaan demikian mendatangkan kebencian mendalam dan penghujatan yang tak main-main, sehingga inilah hal yang dilakukan oleh Paulus: “ia mengebaskan debu dari pakaiannya.” Tindakan ini begitu keras, sangat keras, sebab diimbuhi dengan sederet kalimat doa penghakiman yang berbunyi “Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain.”


Namun demikian, sekeras-kerasnya Paulus dalam tindakan dan doanya itu, jelas sekali ia tidak berani lebih tinggi daripada Juruselamatnya yang menginstruksikan kepada 70 muridnya untuk bukan saja mengebaskan debu tetapi agar meninggalkan saja kota tersebut:

Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”- Lukas 10:1-3


“Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."- Lukas 10:8-12

Paulus bahkan tidak segera meninggalkan Korintus setelah ia mengebaskan debu dari dirinya: “Maka keluarlah ia dari situ, lalu datang ke rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis” (Kisah Para Rasul 18:7-8).


Bagaimanakah Paulus tidak melampaui Juruselamatnya pada tindakannya itu? Sebab, sekalipun Paulus melakukan  sebagaimana dalam ketentuan pengutusan pemberitaan injil beserta ketetapan-ketetapan spesifik bagi kota atau daerah yang menerima dan daerah yang menolak oleh Yesus Kristus, tetapi Paulus tidak meninggalkan kota itu dan Paulus tidak juga pergi ke jalan-jalan di Korintus dan menyerukan sebagaimana yang diinstruksikan Yesus bagi 70 pemberita Kerajaan Allah.


Kita harus memahami bahwa sejak semula, oleh Yesus, pemberitaan  Kerajaan Allah memiliki dimensi berkat bagi yang menerima dan dimensi kutuk atau penghakiman bagi yang menolak, bahkan pada penolakan yang sangat halus dan tak terlihat secara kasat mata, merupakan ketetapan yang dinyatakan Yesus Sang Mesias:

Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu”.-,Lukas 10:5-6

[sekaligus menunjukan bahwa tugas seorang utusan pemberita injil, pertama-tama, adalah memberikan  salam Damai Sejahtera, tak peduli apakah menurutmu orang tersebut layak untuk menerima atau tidak. Tugas pertama bagi pemberita injil adalah menyampaikan salam damai sejahtera Allah, dan Allah saja yang akan memastikan tidak ada salammu yang terbuang percuma sebab akan kembali kepadamu tanpa sepengetahuanmu.]


 Mari kita melihatnya sejenak keseluruhannya:
Pemberitaan Injil ►►
Jika ditolak Sebuah Kota
Jika diterima Sebuah Kota

Tinggalkanlah kota itu sambil mengebaskan debunya:

jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu
Tinggalah di daerah itu:

jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu

Nyatakan Kerajaan Allah sebelum pergi:

tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat
Nyatakanlah Kerajaan Allah:

sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu

Mengebaskan debu kota sebelum meninggalkan kota, tanda penghakiman atas daerah tersebut:

. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu



Kita harus benar-benar memahami dengan penuh kerendahan hati, bahwa sejak semula Sang Mesias telah menunjukan akibat yang begitu keras kepada siapapun yang menolak pemberitaan kabar baik atau injil-Nya pada derajat yang seperti apapun. Mari kita memperhatikan Injil Markus:

Markus 6:10-11 Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: "Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka."


Instruksi ini, tidak memerlukan sebuah peristiwa penghujatan dan peristiwa ancaman kekerasan yang bagaimanapun, baru kemudian mendatangkan penghakiman, tetapi penolakan yang paling lembut sekalipun telah mengakibatkan penghakiman Allah: “kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu”.


Para pemberita Kerajaan Allah pun diinstruksikan untuk memberikan peringatan bagi mereka yang tidak mau menerima dan tidak mau mendengarkan si pemberita injil Kerajaan Allah tersebut, berupa “kebaskanlah debu di kakimu.”


“Debu tanah” dalam perjanjian lama memang menunjukan   banyak hal, misal ular di taman dihukum berkaitan dengan merayap di tanah: “Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: "Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu (Kejadian 3:17).” “Debu tanah” juga berkaitan dengan  meratap dan bertobat: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel, sambil menaburkan debu di atas kepalanya” (Yos 7:6). Melalui Nabi Yesaya, Allah memanggil Israel untuk mengebaskan debu dan bangkit:” Kebaskanlah debu dari padamu, bangunlah, hai Yerusalem yang tertawan! Tanggalkanlah ikatan-ikatan dari lehermu, hai puteri Sion yang tertawan! (Yesaya 52:2).”


Tetapi yang jelas, “kebaskanlah debu” adalah sebuah wujud atau bentuk peringatan bagi mereka yang  menolak injil. Sebuah peringatan yang keras dan menusuk jiwa untuk siapapun menerima peringatan berwujud demikian. Sekaligus menunjukan bahwa Ia datang bukan sebuah spekulasi kebenaran dan bukan spekulasi moralitas manusia, tetapi hukum keselamatan Allah  yang hanya dapat digenapi oleh manusia jika ia dapat menerima dan mendengarkan Yesus Sang Mesias.


Seberapa kerasnya tindakan mengebaskan debu  bagi ketakmungkinan bagi keselamatan-keselamatan lainnya di dunia ini, digambarkan oleh Yesus dalam sebuah komparasi yang sangat janggal karena Yesus memperbandingkan satu kota yang secara moral lebih baik dibandingkan dengan yang lain, namun akan menanggung penghukuman yang jauh lebih berat. Perhatikan pernyataan Yesus berikut ini:

Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."- Lukas 10:11-12


Mari membaca ini sejenak:

In the Middle East travellers would often arrive with their feet caked in dust and hence foot washing was quite traditional. The Jews made this a theological and sacred issue though. Jewish customs and traditional teaching believed that any land outside of Israel was defiling, or at least its dirt was. This presumably caused some questions of conscience and consternation for those Diaspora Jews living outside of first century Palestine. Jews were to "shake off" any dust or dirt from outside lands when returning to Israel, or even off any imported fruit and food. The dust of a gentile land was equivalent to the defiling brought about by coming into contact with a corpse. [Mishnah, Tohoroth ('Cleannesses') 4.5; 5.1 and Oholoth ('Tents') 2.3; 17.5; Babylonian Talmud, Sanhedrin, 12a; Shabbath, 15b]



Di Timur Tengah orang-orang yang melakukan perjalanan kerap tiba dengan kaki mereka diselimuti debu tebal dan  karena itu pembasuhan  kaki adalah hal yang sangat tradisional. Orang-orang Yahudi membuat ini sebuah hal  bersifat teologi dan tetapi juga isu religius. Adat istiadat Yahudi dan pengajaran tradisioanal meyakini semua tanah di luar Israel adalah cemar atau najis, atau setidaknya debunya najis. Ini berangkali gagasan yang melatari sejumlah pertanyaan hati nurani dan kecemasan akan hal yang tak diharapkan karena orang-orang Yahudi Diaspora atau perantauan tinggal di luar  Palestina abad pertama. Orang-orang Yahudi harus “mengebaskan: debu atau kotoran apapun dari negeri-negeri luar Israel ketika pulang ke Israel, atau bahkan membuang buah atau makanan import apapun. Debu dari tanah bangsa-bangsa lain setara dengan kenajisan yang disebabkan oleh bersentuhan dengan sebuah jasad atau mayat. [Mishnah, Tohoroth ('Cleannesses') 4.5; 5.1 and Oholoth ('Tents') 2.3; 17.5; Babylonian Talmud, Sanhedrin, 12a; Shabbath, 15b]


Sekarang, ketika 70 murid dan juga Paulus mengebaskan debu dari dirinya, maka itu sedang menyatakan bahwa daerah tersebut tetap tinggal di dalam keadaan najis atau berada di bawah murka Allah. Itu hal yang begitu jelas kala Yesus menyatakan bahwa negeri bangsa bukan Yahudi itu, tanggungan hukumannya lebih ringan dibandingkan dengan negeri Yahudi dan debu tanah negeri itu telah dikebaskan [dari tubuh] oleh para utusan pemberita Kerajaan Allah. Padahal Sodom dibinasakan. Apakah yang lebih berat dibandingkan dengan kebinasaan? Tetapi begitulah Yesus menunjukan bahwa pemberitaan injil Kerajaan Allah adalah bagi dunia dan dasar penghakimannya kelak, atas segenap bangsa dan dunia. Ini bukan hal yang baru bagi bangsa ini untuk dihukum secara tak ada bedanya  dengan Sodom dan Gomorah, seperti pada era nabi Yesaya: “Seandainya TUHAN semesta alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi seperti Sodom, dan sama seperti Gomora. Dengarlah firman TUHAN, hai pemimpin-pemimpin, manusia Sodom! Perhatikanlah pengajaran Allah kita, hai rakyat, manusia Gomora! Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?” (Yesaya 1;9-11)


Mengapa Paulus tidak perlu sebagaimana Yesus, dalam penghakiman? Karena penghakiman Yesus tidak memerlukan sebuah pengesahan atau persetujuan yang datang dari manusia, termasuk dari Paulus.


Pada hakikatnya, sekalipun judul artikel ini  keras, tetapi ada satu hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Yesus tidak pernah mengutus  70 muridnya sebagai hakim

tetapi sebagai:
anak domba ke tengah-tengah serigala

Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.- Lukas 10:3

Tetapi jelas sekali, setiap anak domba utusan Kristus membawa serta pada dirinya penghakiman-Nya terhadap semua manusia.


Inilah hakikat yang harus dipahami, sehingga kita menyadari bahwa memang benar penghakiman adalah hak Tuhan, dan kita tunduk didalam-Nya termasuk dalam pemberitaan injil, kita taat pada sabda Kristus bahwa kala injil ditolak bahkan dalam cara tidak mau menerima kebenarannya secara terhormat, maka tak ada lagi pintu yang bagaimanapun cara dan bentuknya bagi  keselamatan. Tak ada sama sekali pertobatan tanpa Kristus yang diberitakan selain “Sodom.”



Orang yang jahat tidak mengerti keadilan, tetapi orang yang mencari TUHAN mengerti segala sesuatu- Amsal 28:5


Soli Deo Gloria


Rujukan:


No comments:

Post a Comment