Pages

31 January 2017

"Engkaukah Yang Akan Datang Itu Atau Haruskah Kami Menantikan Orang Lain?"

Oleh: Martin Simamora

Sekarang Jiwa-Ku Terharu Dan Apakah Yang Akan Kukatakan?



Bacalah lebih dulu: "bagian 2"
Yesus memang benar sebagai manusia  mengalami pertumbuhan  sebagaimana manusia, tetapi bagaimanakah seharusnya setiap orang memahami  tumbuh kembang Yesus sejak dalam kandungan, bayi, kanak-kanak, hingga menjadi seorang pemuda? Maka tidak bisa tidak anda harus memperhatikan ketetapan Allah akan siapakah Ia yang telah menjadi manusia melalui peristiwa kelahiran manusia pada umumnya dan sekaligus sangat tak lazim  sebab  melalui konsepsi yang tak melibatkan seorang pria.  Tetapi apa yang lebih penting bagaimana turut terkandung dan dikahirkan ke dunia ini didalamn dirinya sendiri: pikiran dan kehendak Allah yang secara sempurna berdiam didalam Anak itu, yang secara megah telah dinyatakan malaikat kepada Maria: “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Lukas 1:31-33)." Dinyatakan oleh malaikat itu bahwa “Yesus akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi,” sebuah  pesan kuat dan tegas bagi Maria untuk memahami siapakah SESUNGGUHNYA IA yang sedang dikandungnya saat itu, akan dilahirkannya saat itu, akan digendongnya saat itu, akan dirawatnya saat itu, akan dikasihinya saat itu, yang akan tinggal di dalam kehidupannya di dalam rumah dan akan mewarnai kehidupan mereka. Siapakah dia sesungguhnya yang mungil, yang menggemaskan dan memberikan sukacita besar baginya sebagai seorang ibu kala menggendong, menyusui hingga mengasupkan makanan-makanan yang lebih keras kelak. Bahwa Maria dan Yusuf harus senantiasa menyadari bahwa kehadiran anak itu bukanlah untuk diri mereka, bukanlah tempat bagi mereka untuk boleh berharap dan mencita-citakan kelak semoga ia akan menjadi seseorang yang akan menjadi….. Sesuatu yang pasti secara alami tak akan terelakan pasti akan lahir dari diri Maria sang ibu dan Yusuf ayahnya, tapi tak akan pernah bisa terwujud. “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan,” merupakan pesan yang pasti tak akan bisa begitu saja dapat dikandung oleh kemanusiaan Maria sekalipun rahimnya dimampukan untuk mengandung dan melahirkan yang akan disebut:”Anak Allah Yang Mahatinggi,” sebuah gelar yang mustahil ditanggung dan apalagi untuk dikuasai oleh tubuh manusia- Maria bukanlah seorang manusia yang sanggup menerima eksistensi bakal bayi bernama Yesus bahkan sejak detik pertama pengandungan itu dilaksanakan Allah pada rahim Maria, itu sebabnya terkait ketakberdayaan tubuh Maria dan kemustahilan tubuh manusia Maria untuk mengandung Anak Allah, maka kita membaca hal yang begitu krusial ini: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”- Lukas 1:35, pernyataan malaikat yang semacam itu, lebih besar daripada pertanyaan ketakmengertian Maria yang berteriak dalam jiwanya:”Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”-1:34, sebuah tanya yang menunjukan  secara sempurna bahwa ketakmengertian manusia terhadap Yesus SESUNGGUHNYA telah dimulai dari ibunya sendiri. “Bagaimana mungkin tanpa suami aku hamil?” Jawab malaikat terhadap Maria, sekali lagi, hendak memberitahukannya, bahwa anak  yang dikandungnya bukanlah milik kepunyaannya sebab bukan ia ibunya yang memiliki maksud atau tujuan (harapan dan cita-cita kelak akan menjadi apa),tetapi Allah, yaitu: “anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Ia disebut Kudus karena Ia Allah pada hakikatnya, bukan karena Ia sukses menguduskan diri sehingga dapat menjadi Allah. Itulah juga sebabnya, ada 2 hal yang terjadi  atau lebih tepatnya, 2 hal yang harus dialami  Maria agar kemanusiaannya dapat mengandung dan melahirkan Anak Allah  yang bukan sekedar sebutan tetapi memang eksistensi Yesus memang Anak Allah bahkan sejak detik pertama pengandungan itu dimulaikan oleh Allah, yaitu: (1)Roh Kudus turun atas Maria, dan (2) Kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau.



Apa yang hendak ditunjukan dan dinyatakan malaikat kepada Maria, sesungguhnya tetaplah merupakan kesukaran yang begitu pelik untuk dapat dimengertinya secara jitu sehingga ia akan senantiasa siap, pada puncaknya, untuk menerima realitas  kesudahan Yesus tanpa sebuah linangan air mata dan ketakpercayaan yang memberatkan jiwa, bahwa kematiannya akan berujung pada kebangkitan dalam kematian yang sedemikian hina, yang terjadi  begitu dekat dengan dirinya untuk dipandangnya tanpa dapat berbuat apapun walau dekat:

Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah. Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: "Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi." Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani…. Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian--dan jubah-Nya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain: "Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya." … Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. (Yoh 19:17-25). Di momen ibu-Nya berdiri dekat dengan anaknya yang kini tersalib dalam kehinaan semacam itu, anaknya pada salib itu memberikan padanya tatapan terakhir seorang anak sebelum kematian sambil  berkata pada ibunya sekaligus amanat untuk para murid-murid-Nya: “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”- Yohanes 19:27-28.

Pada puncaknya, Yesus bukanlah milik ibunya sekalipun ia yang mengandung dan melahirkannya untuk kemudian menyusui dan merawatnya penuh kasih dan cinta yang luar biasa padanya… cintanya pada anaknya itu begitu kuat dan begitu tak terjelaskan dalam kesunyian dan dalam hiruk pikuk dan dalam riuh rendah kebencian dengan latar belakang pesta pora penistaan anaknya. Ia sebagai ibu begitu kuat untuk memandang realitas  yang begitu pahit untuk seorang ibu, sekuat kasihnya padanya, sehingga, sekalipun tak mungkin ia mengerti, namun masih juga: ia berdiri dekat salib anaknya, anaknya yang sedang melakukan dan menggenapi kehendak Bapa-Nya di sorga yang tak mungkin dipahami begitu saja oleh kemanusiaan setiap manusia, bahwa Ia harus lebih mencintai kehendak Bapa-Nya dan bahwa Ia memang telah datang ke dalam dunia ini sebagai satu-satunya yang memiliki tubuh kemanusiaan yang sanggup, sebab tubuh Sang Mesias itu sanggup menanggung  apa yang harus ditanggungnya pada salib itu untuk digenapinya karena sejak detik pertama pengandungan itu berlangsung tak pernah dimulai tanpa kehadiran Roh Kudus dan kuasa Allah Yang Mahatinggi pada Maria: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Dia yang tersalib itu adalah memang benar anak yang ayahnya Yusuf dan ibunya Maria (bandingkan misal Yohanes 6:42) yang dikenal secara baik oleh kebanyakan orang yang mengelu-elukannya untuk disalibkan, tetapi ia adalah manusia yang adalah Anak Allah Yang Mahatinggi.

Sejak sebelum detik pertama pengandungan Yesus dalam rahim seorang perempuan bernama Maria, Allahlah pemilik kehidupan manusia Yesus dan Allahlah pemilik maksud dan tujuan Yesus lahir ke dalam dunia ini , itu sebabnya  pemberitaan Yesus bagi  manusia hanya memiliki satu pondasi yang di atasnya menjulang pilar yang begitu tinggi, megah dan mulia, yaitu: dirinya sendiri dan perkataan serta perbuatannya sendiri (perhatikanlah ucapan-ucapan Yesus yang berikut ini: Yohanes 12:49; Yohanes 14:10,24,31; Yohanes 17:8) yang didalamnya berdiam dan bekerja secara sempurna apakah maksud Bapanya  dalam pengutusannya  ke dunia yang akan berpuncak pada penggenapan kitab suci olehnya sendiri (Yohanes 5:39-40,46-47; Yohanes 13:18;Matius 5:17-18;Lukas 24:44) sebagaimana pada pengajaran-pengajarannya yang bertumpu pada dirinya sendiri adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yohanes 14:6), yang diajarkannya baik kepada pihak-pihak ahli Taurat, orang Farisi, dan pada para murid-Nya sendiri:

Matius 12:39-40 Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: "Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu." Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.

Matius 16:21-23 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Yohanes 10:17-21 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku." Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka berkata: Ia kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia? Yang lain berkata: "Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan mata orang-orang buta?"

Problem Yesus bukan pada apakah ia berdaya atau tak berdaya menghadapi beratnya tugas Bapa atas dirinya sehingga ia, sebagai manusia sebagaimana pada semua manusia, memiliki potensi-potensi gagal yang melekat pada dirinya pada kemanusiaannya pada kedagingannya kala siapapun membaca semacam ini: “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki," doa semacam ini bukanlah doa permintaan seorang manusia yang tak tahu menahu apakah yang harus dilaluinya, sebab Ia tahu sekali apa yang akan segera dihadapinya:

Matius 26:20-23 Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.

Matius 26:24-25 Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan. Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya: "Engkau telah mengatakannya."


Matius 26:26-29 Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku."

Matius 26:30- Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun. Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea."

Mengapa, jika begitu, Ia masih berkata “jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku?” Sebab  apa yang harus dialaminya- dialami oleh tubuh insaninya yang dapat disakiti, dapat dilukai, dapat MENUMPAHKAN DARAH sehubungan dengan “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” yang berarti semua kesengsaraan panjang dan menguras stamina seorang manusia lebih dari kesakitan insani, bukan! Sebab jika darahnya ditumpahkan terkait dengan “darah perjanjian” dan itu sebuah perjanjian bagi banyak orang untuk pengampunan dosa maka kemanusiaannya sedang secara sempurna mulai memasuki penderitaan dan kengerian dosa yang membawa maut dan sedang melanda tubuhnya, itu sebabnya ia berkata “jika mungkin… jika mungkin berlalu.” Ini  memang hal yang telah diantisipasi dan telah dinantikan oleh Yesus Sang Mesias bahkan ketika tubuh kemanusiaannya belum mendekati perjalanan untuk mengalami maut dan menaklukannya sehingga melahirkan pengampunan dosa, ia telah menyiaratkan betapa itu akan menjadi sebuah pengalaman bagi tubuh kemanusiaannya. Tetapi didalam ia menyiaratkannya secara tajam, ia sendiri telah menutup segala kemungkinan akan sebuah pemikiran terkait “potensi-potensi gagal menggenapi kehendak Bapa oleh karena kelemahan daging.” Mari perhatikan ini:
Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.- Yohanes 12:27
selamatkanlah Aku dari saat ini” tepat senilai dengan “jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku?” yang menunjukan bahwa ini adalah momen yang sangat dikenali oleh kelemahan tubuh manusia terhadap sakit, penderitaan dan kematian sebagai sebuah kealamian tetapi pada saat yang sama bukan sama sekali kelemahan tubuh manusia yang berada di dalam perbudakan dosa atau perhambaan iblis, tetapi kelemahan tubuh manusia terhadap sakit, penderitaan dan kematian yang berada di dalam persekutuan kehendak dengan kehendak Bapa-Nya dan yang berada di dalam ketetapan: untuk apakah tubuhnya itu dihadirkan di dunia ini, sebagaimana katanya sendiri:

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (Yohanes 12:24)

dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. (Yohanes 12:32-33)
apa yang saya tebalkan dan garis bawahkan merupakan ketetapan bagi tubuh manusia Yesus bahwa ia harus mati dalam sebuah cara yang telah terlebih dahulu ditetapkan: “apabila Aku ditinggikan dari bumi.”

Jadi “jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku?” memang bukan hal yang remeh sebab memang begitu kritikal, tetapi bukan terkait :” Yesus nyaris gagal memenuhi kehendak Bapa kalau ia tak menang melawan pertarungan terhadap dagingnya yang bisa berdosa atau dibawah perbudakan dosa.” Tidak, tetapi  karena tubuhnya adalah tubuh yang dapat merasakan kelemahan-kelemahan dan berbagai ketakberdayaan kita termasuk terhadap penderitaan dan maut. Bahwa memang tubuhnya dalam dapat merasakan dan menunjukan ketakutan terhadap maut dan kematian jelas terlihat dalam pernyataan Yesus yang berbunyi: “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?”

Pernyataan di Getsemani itu, bukan berbicara dan menunjukan Yesus berpotensi untuk berdosa sehingga ia berada dalam taklukan dosa dan dengan demikian ucapan Yesus bahwa Ia datang untuk menggenapi hukum Taurat adalah dusta?? Tetapi menunjukan memang untuk itulah tubuhnya dipersembahkan kepada dunia: untuk menggenapi hukum Taurat dan memberikan keselamatan kepada manusia berdasarkan dirinya sendiri: “Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya. Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya. Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa. Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku--. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." Di atas Ia berkata: "Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya" --meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat—Ibrani 10:1-8.


Sehingga memang bukan sama sekali sebuah indikasi adanya potensi-potensi besar pada diri Yesus untuk gagal, sebab kemudia Yesus mengeluarkan pernyataan penting yang menunjukan kepada siapakah tubuh manusianya bertuan-dan itu menunjukan bahwa benar tubuhnya memiliki kelemahan pada penderitaan, kematian dan maut tetapi tidak menunjukan tubuhnya dalam perbudakan kehendak dunia dan kerajaan iblis, sebagaimana oleh pernyataan Yesus berikut ini: “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”  Inilah momen permulaan penggenapan:”Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar” (Yohanes 12:31) sekaligus poin terpenting yang menunjukan bahwa di dalam ia memasuki penderitaan dan kesengsaraan yang menggentarkan dagingnya, ia sedang menghakimi dunia dan melemparkan penguasa dunia!

Kalau saja eksekusi “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki” bergantung pada determinasi jiwa manusia semata, maka memang harus dikatikan, dalam poin tersebut, dengan dugaan potensi kegagalan yang begitu besar pada Yesus. Tetapi sebagaimana tadi Yesus sendiri telah menunjukan, ini bukan sama sekali masalah determinasi jiwa manusia Yesus, sebab ini bukanlah sekedar kematian yang martir atau sekedar Bapa menuntut dirinya mati dalam cara demikian, dan selesai pada mati itu sendiri, dan lalu menantikan ia bangkit jika saja sukses dan sempurna dalam mengeksekusi “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki,” sehingga kalau gagal maka tak bangkit. Tidak demikian sama sekali.

Kematian manusia Yesus bukan sama sekali kematian orang tak bersalah yang harus mati sebagai penjahat dan kemudian matilah ia sebagai martir. Juga bukan sekedar kematian yang  seperti kematian semua manusia lainnya. Tidak sama sekali!

Mengapa? Sebab Yesus telah terlebih dahulu telah menunjukan natur kematiannya yang melampaui kematian biasa dan apalagi sekedar kematian seorang martir, tetapi inilah kematiannya menurut Yesus sendiri:

-Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima

- Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia

- Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa

“Jika mungkin cawan itu berlalu” sebab yang akan diminumnya adalah melampaui cawan penderitaan jasmaniah dan melampaui cawan kematian daging yang semata nyawa merenggang dari tubuh, tetapi kematian dalam murka Allah terhadap manusia-manusia yang  berdosa dan kematian yang menghasilkan pembebasan dari perbudakan maut atas manusia (Ibrani 2:14-15). Jika tidak melampaui secara demikian, maka  pun jika BERHASIL dalam meminum cawan itu, tak pernah akan berdampak sama sekali bagi  pengampunan dosa manusia-manusia lain, atau sabda Yesus yang berbunyi: “inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” tak akan pernah terjadi atau tergenapi!

Kematiannya didahului dengan lagu pujian, kita tidak tahu apakah isi lagu itu tetapi jelas dikatakan demikian (Matius 26:30). 

Yesus telah meminum cawan itu sebagai ORANG YANG BERKUASA UNTUK MEMINUM CAWAN ITU. Mengapa harus dikatakan demikian, sebab Ia sebelumnya telah berkata bahwa Ia BERKUASA memberikannya dan BERKUASA  mengambilnya kembali yang merupakan PENUGASAN BAPA ATAS DIRINYA DI DUNIA INI SEBAGAI MANUSIA.

Sebagai manusia yang berdoa di taman getsemani dan berkata dalam doanya “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki,” Ia telah berucap sebagai manusia berdaging sehingga dapat merasakan kengerian kematian dan dahsyatnya murka Allah terhadap keberdosaan, bukan sebagai manusia berdaging dalam perbudakaan dosa sebagaimana semua manusia. Mengapa? Sebab ia adalah Sang Firman yang menjadi manusia YANG BERKUASA untuk melakukan tugas dari Bapa baginya untuk meminum cawan sebagaimana yang telah dituliskan oleh Kitab Suci tentang dia.

Kemanusiaan Yesus yang menunjukan momentum kengerian akibat penderitaan yang sudah begitu dekat dan mustahil untuk dilakukan oleh manusia sebagai ketetapan Allah jika ia bukan Anak Allah, haruslah dipahami sebagai memang aspek kemanusiaan Yesus sebagaimana Lukas telah menjelaskannya:

Lukas 2:40 Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.

Lukas 2:52  Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Ia pasti mengalami proses-proses kemanusiaan. Sebagaimana manusia gentar dengan penderitaan dan kematian, maka Yesus pun begitu. Satu-satunya yang membuat Yesus tak memiliki potensi untuk gagal menggenapi kehendak Bapa sekalipun ia dibaluti tubuh manusia sejati sehingga ia pun diliputi ekspresi-ekspresi jiwa manusia sealami manusia ketika memandang penderitaan dan kematian, adalah: padanya memerintah KASIH KARUNIA ALLAH, bukan maut yang memerintah, dan padanya ada  HIKMAT yang bertambah besar bukan perbudakan dosa yang makin besar. Kuasa Kasih Karunia Allah telah menjaga dirinya sebagai manusia untuk tidak melayani segala kealamian tubuh jasmani  sehingga mendikte jiwanya menuju jalan kehendak dirinya sehingga memberontak terhadap Bapanya sendiri.

Ia pasti mengalami proses-proses kemanusiaan, tetapi ia tak hidup berdasarkan kemanusian yang berproses pada dirinya, tetapi Ia hidup berdasarkan kuasa yang melekat pada dirinya untuk MENGAMPUNI DOSA BANYAK ORANG MELALUI PENUMPAHAN DARAHNYA PADA PENYALIBAN DAN KEMATIANNYA DI SALIB.


Jika manusia Yesus bergantung pada determinasi jiwanya, maka potensi gagalnya bisa 100 persen. Siapa yang mau mati konyol? Tetapi tidak begitu kenyataannya, bahkan mustahil berdasarkan determinasi manusia akan menghasilkan  PENGAMPUNAN DOSA BAGI BANYAK ORANG tepat pada kematiannya: SAAT DARAH ITU TERCURAH?? Manusia jenis apakah yang darahnya berkuasa mengampuni dosa banyak orang?

Bersambung ke bagian 5

Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah


No comments:

Post a Comment