Pages

05 November 2016

Tinjauan:Pengajaran Pdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (9/40)

Martin Simamora

Problem Dunia: Siapakah Yesus Sesungguhnya?

(Lebih dulu di “Bible Alone”-Rabu,20 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)


Bacalah lebih dulu “bagian 8

Corpus delicti, oleh pendeta Erastus Sabodono, bukan saja telah me-redefinisi ketuhan-an tetapi juga kemanusiaan (perendahan) Anak Tunggal Allah  dalam cara yang begitu berlawanan dengan eksistensi dan pengajaran Yesus yang telah datang ke dalam dunia. Eksistensinya atau siapakah dia  tak perpisahkan dengan pengajarannya seperti nampak dalam ucapannya seperti ini:

Yohanes 10:27-28 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.


Yohanes 10:36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?


Lukas 5:24 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!"

Tak ada sama sekali relasi untuk tujuan menjadi corpus delicti bagi anak-anak Allah terhadap Yesus tetapi:”memberikan hidup yang  kekal” dan “memberikan kepastian tidak akan binasa sampai selama-lamanya.” Apakah yang Yesus kehendaki agar diketahui oleh manusia? Jawabnya adalah tentang siapakah dirinya dan apakah tujuannya yang berkaitan dengan kuasa dan otoritas untuk mewujudkan tujuannya, yaitu: “Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa.”

Bukan agar manusia tahu bahwa Allah memiliki problem, yaitu: bercela dihadapan iblis sehingga belum bisa membuktikan iblis bersalah sampai ada manusia-manusia yang memberikan pada Allah bukti-bukti yang akan menegakan keadilan Allah di hadapan iblis.


Corpus delicti  ala pendeta Erastus merupakan pengajaran yang menyusutkan secara tajam realitas ketuhanan dan mengapa atau apakah tujuan Sang Firman menjadi manusia; corpus delicti juga menempatkan manusia berkedudukan lebih mulia daripada Allah sendiri terkait manusia mampu menyediakan apa yang tak mampu disediakan Allah. Sebuah kontradiksi tajam dengan apa yang ditemukan dalam ucapan-ucapan Yesus bahwa manusia membutuhkan pertolongan Allah bukan sebaliknya. Tak ada seruan-seruan Yesus yang menunjukan Allah membutuhkan manusia betapa manusia menolong dirinya sendiri saja tak bisa:

Matius 11:28-30 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."

Bahkan  teks yang bernuansa korporasi ini begitu jelas bukan bertujuan untuk memiliki dan mempertahankan keselamatan sebagaimana pada  perintah pikullah kuk yang dipasangnya, sebab dalam melakukannya setiap yang mau menjadi pelaku perintah tersebut akan diajarinya dan setiap muridnya akan mengalami ketenangan jiwa. Kuk yang dipasangkan oleh Yesus pun dikatakannya sendiri sebagai enak: “kuk yang kupasang itu enak.” Dikatakan “enak” maksudnya anda tak sedang memperjuangkannya sendirian dan anda tak perlu berpikir bahwa dirimulah yang memegang kendali pemikulan kuk yang dipasangkan oleh Yesus, sebab instruksi itu  bukan instruksi untuk pergi sendirian tetapi untuk berjalan bersama Yesus sementara anda harus melakukan atau melaksanakan apa yang Yesus mau untuk dilakukan: “belajarlah pada-Ku.” Karena Ia adalah Guru yang lemah lembut dan rendah hati.


Tak ada tujuan terkait untuk menjadi corpus delicti, tak ada sebuah perjalanan sendiri menjadi apapun selain memikul apa yang Yesus pasangkan dan Ia mengajarmu dan dikatakan sebagai enak. Tentu saja kalau itu dikatakan enak atau anda tak perlu bersusah payah sendirian sebagai yang ditinggal tak berdaya maka jelas jiwa anak Allah itu tenang. Bukan cemas dan berjuang untuk menjadi barang bukti atau corpus delicti untuk mendakwa iblis sementara anda pun tak bisa memastikan untuk bangkit sendirian nantinya. Apa anda bisa menjamin saat anda mati, Allah masih berpeluang menang terhadap iblis? Bagaimana kalau bahkan anda tak bisa memastikan kebangkitanmu? Bukankah Allah tak berdaya terhadap maut, karena Yesus tak pernah datang untuk membebaskanmu dari kerajaan maut selain menjadi corpus delicti? Anda pikir iblis mau bermurah hati pada Allah sementara Ia sendiri bergantung pada manusia? Bukankah Allah sebetulnya mahkluk yang lebih malang daripada manusia itu sendiri, bercela di hadapan iblis!


Melalui konsepsi Corpus Delicti yang demikian, pendeta Erastus hendak menyatakan: “keberhasilan Allah untuk menegakan keadilan dalam penghakiman-Nya atas iblis sangat bergantung dari kesuksesan manusia menjadi corpus delicti atau  menjadi “menaati dan menghormati Bapa sebagaimana” Yesus,” yang mana di dalam gagasannya itu sendiri, sebetulnya, sama sekali tak pernah anak-anak Tuhan itu menjadi bukti yang dapat membantu Allah untuk menghakimi iblis, selain  hanya dapat  membuktikan bahwa manusia-manusia yang merupakan anak-anak Allah itu, terbukti dapat menjadi corpus delicti seperti Yesus.


Mengapa tak membantu sama sekali? Karena, mengacu pada pokok ajaran pendeta Erastus sendiri, ketika manusia-manusia berhasil menjadi corpus delicti maka itu sendiri tak menjadikan manusia-manusia itu merupakan bukti-bukti yang  dapat membuktikan kesalahan dan kejahatan iblis itu sendiri. Bagaimana bisa manusia-manusia yang berhasil menaati Allah sebagaimana Yesus, kemudian dikatakan sebagai bukti-bukti yang menunjukan perbuatan jahat si iblis, dalam pengadilan. Perlu ditegaskan, peneladanan anak-anak Tuhan disini terhadap Yesus, bukan dalam sebuah hidup yang diberikan oleh Yesus yang telah menebus manusia dan telah melucuti pemerintahan iblis, tetapi peneladanan dalam kepentingan untuk menjadi corpus delicti atau bukti kuat yang dapat membantu Allah untuk menghakimi iblis.


Peneladanan dengan tujuan semacam ini jelas menyesatkan, sebab bukan yang diajarkan dan dikehendaki Yesus untuk diteladani dalam ketaatan sebagai anak-anak tebusannya. Coba lihat peneladanan atau apa yang harus dilakukan para pengikut atau orang-orang yang percaya dalam pengajaran dan kepada Yesus:

Matius 7:21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.


Lukas 10:25-28 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
[…]
Lukas 10:36-37 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"


Yohanes 10:11 Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."


Matius 5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.


Yohanes 5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

Tidak satu bayangan gagasan pun terkandung dalam teks-teks di atas yang menunjukan keberadaan bangunan-bangunan  penjaran pendeta Erastus sebagai berpondasi di atas sabda-sabda atau instruksi-instruksi atau peneladanan-peneladanan oleh Yesus bagi manusia.


Kalau Yesus menginstruksikan atau menghendaki anda datang kepadanya, bukan agar anda dapat meneladani Yesus sehingga dapat menjadi corpus delicti, tetapi untuk memperoleh hidup.


Bahkan Yesus menyatakan kitab-kitab suci sama sekali tak ada mengajarkan hal lain terkait memperoleh hidup selain datang padanya. Yesus sendiri tak sedikitpun mengajarkan hal-hal yang menunjukan Allah bermasalah dengan corpus delicti untuk membungkam iblis. Tak heran jika ia berkata begini:” Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
 


Walau begitu, sangat penting untuk mengukur gagasan pokok yang terkandung didalam pemikiran pendeta Erastus terkait manusia-manusia yang telah diajarkannya sebagai memiliki nilai begitu tinggi bagi Allah untuk melawan iblis itu dalam pengadilan-Nya kelak.


Benarkah Yesus sendiri, pada kedatangannya ke dalam dunia ini, telah juga menunjukan bahwa manusia-manusia begitu penting bagi Allah untuk menghakimi iblis, dengan cara menjadi corpus delicti?




Umat Manusia Dalam Pandangan Allah Yang Mengutus Anak-Nya Yang Tunggal Ke Dalam Dunia

Saat Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal itu, bagaimanakah keadaan umat manusia dalam pandangan-Nya. Memahami ini maka memahami mengapa Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia. Apa perlunya dan pentingnya sehingga Allah harus melakukan cara yang demikian dan apakah yang dapat diberikan dan dilakukan Yesus pada manusia dan benarkah apa yang diberikan dan dilakukan oleh Yesus, tak dapat dicari atau dimiliki manusia. Benarkah manusia tak dapat melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus sehingga perlu bergantung padanya?  


Injil Yohanes dibuka dengan memberitakan siapakah Yesus sebelum Ia datang ke dalam dunia atau sebelum Ia menjadi manusia dalam peristiwa kelahirannya dari rahim seorang perempuan bernama Maria sekalipun tak disentuh pria (Lukas 1:26-34):

Yohanes 1:2-4 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.    

Pada teks ini jelas dinyatakan siapakah Yesus dan apakah yang dimilikinya, bukan sekedar informatif, tetapi Yohanes hendak melandaskan pondasi utama dan tunggal yang menjelaskan mengapa Yesus memiliki apa yang tidak dimiliki manusia dan mengapa Yesus dapat melakukan apa yang tak dapat dilakukan oleh manusia, dalam ia menjadi sama dengan manusia (bandingkan dengan Ibrani 4:15; 2:17-18).  


Yesus dalam kemanusiaannya,pertama-tama diperkenalkan sebagai ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah, tetapi tak cukup sekedar menyatakan Yesus pada mulanya bersama-sama dengan Allah, sebab malaikat-malaikat yang diutus Allah ke dalam dunia sebagaimana dapat kita temukan dalam perjanjian lama, pun bersama-sama dengan Allah. Lalu,jika demikian, siapakah ia,sesungguhnya, dalam pada mulanya bersama-sama dengan Allah? Menjelaskan ini, rasul Yohanes menuliskan begini: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia.” Tetapi, sekalipun, segala sesuatu dijadikan oleh Dia, apakah dengan demikian ia adalah satu-satunya atau tidak adakah yang lain lagi seperti dia, sebelum dia dan sesudah dia? Menjawab ini, Yohanes melanjutkannya dengan menuliskan pada introduksi injilnya, sebagai berikut: “tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Jadi ia satu-satunya  yang menjadi sumber segala sesuatunya. Ia yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah: bukan sekelas malaikat, bukan pada kelas yang lebih tinggi daripada malaikat namun sedikit lebih rendah daripada Allah pada kesejatian siapakah dirinya! Tak pernah ada yang lain seperti dia baik sebelumnya dan sesudahnya, tak akan pernah ada, karena dikatakan: “tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan,” yang  merupakan karakteristik ketunggalan yang absolut atau tak ada siapapun selain dirinya.


Eksistensi  pada setiap bentuk eksistensi dan eksistensi setiap wujud eksistensi kehidupan pada segala jenis alam tak akan pernah ada jika Dia tidak ada. Itu sebabnya mengenai Yesus dikatakan oleh Yohanes : tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Sehingga Ia yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah menunjukan diri Yesus sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber atau dari dirinyalah lahir segala peristiwa penciptaan oleh Allah itu sendiri. Ia pada mulanya: bukan malaikat, bukan lebih tinggi daripada malaikat namun sedikit lebih rendah dari Allah, dia keeksistensiannya tidak berawal dan tidak berakhir atau dalam pernyataan Yohanes: “Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah,” dalam Ia bereksistensi manusia yang kehidupannya bermula di dalam janin seorang perempuan, itu sebabnya terkait eksistensi tak berawalan waktu dan ruang itu Ia berkata: “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada-Yohanes 17:5”; “sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”- Yoh 17:24;” sama seperti Kita adalah satu- Yoh 17:22.” Eksistensi Yesus di dunia yang semacam ini telah digambarkan oleh rasul Paulus dalam cara sebagaimana Yesus telah nyatakan pada dunia:

Filipi 2:6,9-11 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,[…] Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!


Apa yang dimiliki oleh Yesus dalam Ia adalah manusia adalah apa yang disebut sebagai “kesetaraan dengan Allah.” Paulus menyatakan setara di sini bukan sebuah pencapaian atau dari tak memiliki dan kemudian menjadi memiliki. Itu sebabnya dalam Alkitab bahasa Indonesia dituliskan terkait itu sebagai; “tidak menganggap…..itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Dengan demikian kesetaraan itu sendiri pada  manusia Yesus merupakan eksistensi kekekalannya yang tak melemah atau meredup atau menyusut sehingga Ia kemudian tak lagi bersetara.


Tentu harus mengerti sebagaimana Paulus menyatakannya, mengapa disebutkan “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan?” Apakah yang terjadi pada Dia yang adalah Allah itu? Begini Paulus menjelaskannya:

Filipi2:7melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Yang terjadi pada Dia Yang adalah Allah adalah: menjadi sama dengan  manusia. Inilah yang dimaksud dengan mengosongkan diri-Nya. Mengosongkan disini tak dikurung oleh Paulus dalam makna semantik tetapi dibingkai dengan “Allah yang menjadi sama dengan manusia.” Allah yang tinggal diantara manusia dalam sebuah eksistensi Allah benar-benar memiliki kehadiran di antara manusia dalam ruang dan waktu ini, dekat dan menyatu sehingga dapat memberikan keselamatan-Nya.


Bukankah ini adalah berita natalnya Yesus yang sebangun dengan pemberitaan natal injil Yohanes:
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah…. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (1:1,14)


Ia tak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia setara dengan Allah; Ia tak lebih rendah daripada Bapa, namun sekalipun demikian  Ia mau mengalami perendahan yang demikian.


Tetapi dalam Filipi sebagaimana pada Yohanes, itu bukan sebuah perendahan menjadi sama dengan manusia sehingga ia adalah manusia yang berjuang untuk kembali menjadi Anak Allah.


Pada 1:8 menjadi jelas apakah yang dimaksud dengan mengosongkan dirinya dan menjadi sama dengan manusia, apakah tujuannya dan bagaimana ia mengalami pencapaian tujuan tersebut:

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.


Andaikata taatnya Yesus dalam keadaan manusia tak ditutp dengan sampai mati di kayu salib maka kematian Yesus sungguh merupakan kematian bagi diri sendiri dan nilai ketaatannya  juga ketaatan itu sendiri tak akan menghasilkan kuasa yang hanya ada pada Allah. Apakah maksudnya?


Perhatikan ini:
Ketaatan Yesus sebagai manusia memang menghasilkan sebuah pemuliaan dari Allah:” Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia”(1:9), namun peninggian di sini ternyata bukan untuk kepentingan Yesus, bukan sama sekali! Tetapi dalam peninggian itu Yesus dapat memproduksi dari dirinya dan untuk dirinya sendiri sebuah pengagungan yang berlaku di sepanjang abad di seluruh dunia sehubungan pengakuan manusia terhadapnya baik sebagai yang telah diperdamaikan dan yang berada dalam persetruan! Perhatikan ini:’ mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala namasupaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”(1:9-11)


Dia yang tak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahakan pada ujungnya menghasilkan kemuliaan Allah, Bapa! Jika ditanyakan apakah pemuliaan Bapa itu datang dari ketaatan Yesus atau datang dari kemuliaan Yesus. Kita harus tahu bahwa ketaatan Yesus tidak menghasilkan kemuliaan, tetapi menghasilkan kematian yaitu mati di kayu salib. Kalau anda ingin mengetahui apakah mengosongkan diri tersebut menyebabkan Yesus tak lagi memiliki kesetaraan dengan Allah, maka lihatlah Apa yang Allah berikan padanya sementara menjadi sama dengan manusia. Apakah apa-apa yang diberikan pada Yesus itu adalah properti yang hanya Allah yang bisa memilikinya? Kalau kita memperhatikan  pada siapa-siapa yang bertekuk lutut dalam nama Yesus, maka jelas spektrumnya bukan hanya spektrum dunia manusia tetapi alam semesta yang siapapun tak akan dapat menjelaskan secara orang yang pernah mengunjunginya: “yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.” SEMESTA. Ada kesemestaan yang hanya dapat dimiliki Allah dan diberikan Allah pada Yesus sebagai manusia. Apakah Yesus memilikinya berdasarkan pemberian itu sebagai yang bukan miliknya? Jawabnya ada  pada: “walaupun dalam rupa Allah tidak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah” yang dilakukan  dengan “mengosongkan dirinya” tidak menunjukan  kesurutan dirinya sehingga menjadi Allah yang lebih rendah daripada Bapa oleh sebab ketaatannya sampai mati adalah kematian untuk banyak manusia yang membuat manusia-manusia akan bertekuk lutut mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan.


Kita harus ingat bahwa Paulus tak pernah mengajarkan Yesus sebagai Allah yang lebih rendah daripada Bapa termasuk dalam makna corpus delicti seperti ajaran pendeta Eratus. Perhatikan Paulus dalam suratnya yang lain, bagaimana Ia menggambarkan Yesus itu:” karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia”-Kolose 1:16.


Tujuan kedatangan Yesus dalam cara perendahan semacam ini tidak boleh diajarkan melebihi apa yang  kitab suci ajarkan. Perendahan Yesus harus dikatakan tidak membuatnya lebih rendah dari Bapa pada keilahiannya sementara memang ya pada eksistensinya sebagai manusia jelas membuat dia lebih rendah daripada Bapa seperti dapat juga ditemukan dalam penjelasan Surat Ibrani yang menjelaskan apakah tujuan Yesus datang ke dunia ini dalam cara perendahan menjadi sama dengan manusia atau dalam bahasa Surat Ibrani: “menjadi sama dengan manusia-manusia” yang dikatakan sebagai tindakan Allah merendahkan-Nya berdasarkan tujuan yang definitif. Mari kita membacanya saja:


Ibrani 1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi-(Ibrani 2:7,9,14) Namun Engkau telah membuatnya untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat,.. Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;


Dalam Ia menjadi sama dengan manusia atau dalam bahasa Paulus dalam Surat Filipi:mengosongkan diri,ia dapat sebagai manusia taat sampai mati, mati di kayu salib, Ia telah memusnahkan Iblis, yang  berkuasa atas maut.


Apakah ada manusia yang mati dapat memusnahkan iblis selain dia yang tak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah sehingga bersedia masuk ke dalam kematian sebagai manusia yang takluk pada kematian untuk membinasakan kematian itu sendiri. Tidak ada selain Dia yang pada dasarnya tetap setara dengan Allah bahkan dalam kematiannya yang nyata pada kuasa yang bekerja dalamnya.



Pada saat Ia telah menjadi manusia:

Yohanes 1:14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita   

Rasul Yohanes tetap memperlihatkan bahwa dalam ia menjadi manusia maka ketuhanannya tidak lenyap sama sekali dan tidak mengalami perubahan bahwa Ia adalah Sang Firman itu sendiri, atau dengan kata lain, eksistensi segala eksistensi di dunia ini tetap berada di dalam genggaman tangannya sementara ia masuk ke dalam dunia ini. Begini rasul Yohanes menggambarkannya:

Yohanes 1:14 Kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.    


Terminologi Anak Tunggal Bapa bukanlah terminologi yang dikenal kala pada mulanya ia bersama-sama dengan Allah tetapi dikenal melalui pernyataan Allah sendiri:
Matius 3:16-17 Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."

Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.


Sekalipun demikian, Anak Tunggal Allah telah ada sejak kekekalan dan tetap kekal:

Yohanes 8:58 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."

Versi NIV “"Very truly I tell you," Jesus answered, "before Abraham was born, I am!"

Versi KJV Jesus said unto them, Verily, verily, I say unto you, Before Abraham was, I am.


Anak Tunggal Allah menunjukan bahwa pengutusan-Nya tak mengakibatkan diri-Nya kehilangan apapun juga terkait keilahiannya bersama-sama dengan Allah, sebaliknya kehidupan dan kematian segenap manusia terletak pada Anak sebagaimana pada Bapa. Coba perhatikan pernyataan Yesus berikut ini:

Yohanes 14:6-11 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.


Dalam ia telah menjadi manusia sepenuhnya, relasi dan kesatuannya dengan Bapa, tak terputuskan sekalipun telah direndahkan Bapa untuk sesaat waktu [Ibrani 2:7,9] yang ditunjukan dengan: “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa.” Perhatikan “kemuliaan” dan “Anak Tunggal Bapa.” Kemuliaan di sini bukanlah semacam properti yang baru kemudian diciptakan atau properti yang bermula dan memiliki keberakhirannya, sebab kemuliaan di sini terkait: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Kemuliaan yang diberikan Bapa adalah kemuliaan yang merupakan milik Ia yang pada mulanya bersama dengan Bapa, yang telah  berbalutkan tubuh daging  saat masuk ke dalam dunia ini sebagai wujud perendahan atau mengosongkan dirinya sekalipun pada dasarnya memiliki padanya sendiri kesetaraan dengan Allah. Itu sebabnya, sekalipun telah berada di dunia ini, Yesus tetap memiliki relasi yang sama kuatnya dan sama mulianya saat bersama dengan Bapa di sorga sekalipun telah menjadi manusia di bumi ini, sehingga ia disebut: “Anak Tunggal Bapa.” Anak, menunjukan Ia berasal dari pengutusan Bapa sebagai yang memiliki keilahian yang identik sebagaimana Bapa, tanpa sebuah gradasi dan pendegradasian yang bagaimanapun pada keilahiannya  (sehingga tetap setara dengan Allah) sekalipun telah turun ke bumi ini dalam rupa yang begitu hina yaitu manusia yang hidup diantara dan bersama dengan manusia berdosa, sekaligus menunjukan dalam perendahan yang demikian, kesatuan Yesus dengan Allah tak susut sedikitpun sebagaimana sebelum ia datang ke dalam dunia ini. “Tunggal,” bukan sekedar di dunia ini ,Ia adalah satu-satunya yang menggenapi segala sesuatu yang telah dituliskan para nabi perjanjian lama, Mesias yang dijanjikan dan akan datang, tetapi “tunggal” juga menunjukan, bahwa sebagaimana “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan,” maka demikian juga di dalam dunia ini, tanpa dia datang ke dalam dunia ini, maka tak akan ada kehidupan yang berkuasa memberikan manusia kelepasan dari tawanan kematian pemerintahan kuasa maut. Kemuliaan Yesus adalah kemuliaan sejak kekekalan, itulah yang sedang dibicarakan di sini dan sebagaimana Yesus sendiri menyatakan perihal tersebut: “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada- Yohanes 17:5, kemuliaannya sebagai pencipta segala ciptaan yang tanpanya tak akan pernah ada!    


Itulah sebabnya, Ia dalam datang kedalam dunia memiliki karakteristik ketunggalan yang absolut:

Yohanes 1:4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 

  
Dia memiliki hidup atau zoe, ini adalah jenis hidup yang hanya ada pada dirinya dan lahir dari dirinya atau yang diciptakan olehnya sebagai Allah, dia adalah pencipta hidup. Yesus adalah pemberi hidup sebagaimana Allah telah menciptakan manusia dan memberikan hidup yang diciptakan Allah atau yang berasal dari Allah. Camkan di sini, Yesus dalam kemanusiaannya tidak termasuk manusia yang rohnya diciptakan atau dimiliki karena Allah menghembuskan roh-Nya pada Yesus, selain kemanusiaannya saja. Mengapa? Karena ia pada dasarnya adalah: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan,” ia pencipta segala sesuatu termasuk pencipta kehidupan yang hanya ada dalam dari dirinya yang akan memberikan kehidupan kekal bagi manusia yang diberikan-Nya.


Itu sebabnya dikatakan:”Dalam Dia ada hidup,” dalam ketunggalan mutlak atau hanya ada di dalam dia. Ini keunikan Yesus: sama seperti kita tetapi sekaligus ia adalah Sang Pencipta kehidupan bagi manusia, dalam ia datang ke dunia ini berdasarkan pengutusan oleh Bapa. Sehingga dapat dikatakan secara tegas, bahwa zoe, di sini, bukan semata kehidupan dalam makna fisik yang diciptakan Allah bagi manusia. Mengapa demikian? Karena itu berkait erat dengan keadaan manusia dalam pandangan Allah Yang Mengutus Anak-Nya yang tunggal itu.   


Ini lebih tajam terlihat bahwa zoe yang dimaksudkan di sini lebih besar dari sekedar kehidupan fisik tetapi kehidupan yang berkuasa atau tak ditaklukan kegelapan yang harus dan hanya dapat ditanggulangi Yesus dalam kedatangannya ke dunia. Perhatikan bagaimana keadaan dunia, pertama-tama apa yang digambarkan adalah realitas: siapakah yang berkuasa atau sedang memerintah di dunia ini, saat ia masuk ke dalam dunia:    

Yohanes 1:5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan [skotia] itu tidak menguasainya.  


Skotia atau kegelapan digambarkan sebagai memiliki kuasa untuk menguasai manusia, tetapi pada manusia Yesus “skotia” tidak dapat menguasainya. Ini sendiri telah menegaskan bahwa dalam kemanusiaan Yesus yang sama seperti kita [Ibrani 10:5, Ibrani 1:6], namun kegelapan tak berkuasa untuk menaklukan Yesus sebagaimana telah dilakukanya terhadap semua manusia, itu sebabnya telah dikatakan, sekalipun tubuhnya dapat secara konstan mengalami cobaan-cobaan dan terror-teror dosa, namun ia sama sekali tak berdosa [Ibrani 4:15], yang dalam pernyataan rasul Yohanes dikatakan dalam penekanan bahwa Ia memang memiliki kehidupan yang tak dapat ditaklukan kegelapan yang menguasai manusia-manusia seluruhnya.


Skotia sendiri dengan demikian bukan sebuah kegelapan fisik belaka dimana matahari tak ada atau manusia-manusia tak dapat  atau tak memiliki kemampuan untuk membangun peradaban, membangun hikmat atau kebijaksanaannya atau menciptakan etika-etika kehidupan yang bermartabat, bukan ini sama sekali permasalahannya, sebab pada semua yang baik itu, realitas dunianya tak dapat dipungkiri, kesemua hal itu telah berada di dalam penguasaan kegelapan. Hanya ada satu yang satu-satunya yang mana kegelapan tak dapat menaklukannya, yaitu: Yesus Kristus.  


Jadi, pada saat Yesus masuk ke dalam dunia ini maka jelas sekali, realitas kehidupan semua manusia di bola bumi ini berada dalam kuasa skotia atau kegelapan, sebagai akibat tak adanya Sang Terang di dunia ini. Moralitas manusia, hikmat manusia, keluhuran-keluhuran spiritualitas manusia, tak satupun dapat melihat ini sebab buta. Kebutaan yang tak terelakan, bagaimanapun, sebab tak satupun di dunia, apapun juga dan bagaimanapun juga, yang terlepas dari cengkraman penguasaan kegelapan yang melingkupi dunia, selain Yesus Kristus.    

Buta, sungguh buta dan betapa mengerikannya realitas manusia-manusia dunia yang kaya dengan perbendaharaan moralitas dan etika mulia sebagai akibat berada dalam cengkraman pemerintahan kegelapan itu:

Yohanes 1:9-10 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.    


Saat ia datang ke dalam dunia ini, dunia tidak dapat mengenalnya. Jadi ketakmengenalan ini bukan semata karena Ia datang dalam rupa manusia, sebab sekalipun ia sudah membuktikan bahwa Dialah yang diutus dan Dialah yang menjadikan dunia ini, tetap tak ada yang percaya sampai kebutaan itu dicelikan oleh-Nya sehingga manusia dapat mendatanginya, memadangnya sebagai satu-satunya kebenaran dari Allah tanpa ada bayangan kebenaran yang seperti apapun selain diri Yesus sendiri. Buta sehingga tak dapat melihat terang yang menerangi, jadi ini bukan sebuah kebutaan pancaindera tetapi kebutaan spiritual pada setiap manusia. Tak ada satu bentuk spiritualisme yang bagaimanapun dapat membuat seorang manusia menjadi celik mata jiwanya sehingga sanggup memandang terang yang sedang menerangi setiap manusia. Sang Terang menerangi semua manusia tanpa kecuali, tetapi siapakah yang berdaya untuk melihatnya? Tak satupun:

Yohanes 1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.   


Sehingga sangat berbeda dengan keyakinan yang digali, dipelihara, dirangkai dan kemudian diajarkan oleh pendeta Erastus Sabdono. Manusia-Manusia sama sekali tak berdaya untuk membuktikan iblis bersalah atau menjadi bukti atau corpus delicti yang menunjukan substansi atau tubuh kejahatan iblis, sebab, bahkan dirinya sendiri tak berdaya untuk menjadi agen-agen terang Allah di dunia ini yang tak dapat dikuasai  pemerintahan iblis dan dengan demikian tak akan pernah dapat menjadi lawan iblis! Lihatlah, Ia datang dan tak satupun mengenalinya, tak berkuasa melawan cengkraman kegelapan atas jiwa-jiwa kita sendiri.


Allah tak membutuhkan pertolongan manusia-manusia terhadap iblis sebagaimana dipromosikan oleh pendeta Erastus, sebaliknya manusia-manusia membutuhkan pertolongan Allah untuk dapat memiliki kehidupan bersama Allah berdasarkan pembebasan dari perbudakan kerajaan maut yang diperintah iblis oleh Sang Kristus.




Bersambung ke bagian 10     

Segala Kemuliaan Hanya  Bagi Allah

No comments:

Post a Comment