Pages

08 November 2016

Belajar Di Kaki Yesus: “Sebuah Studi Untuk Pelatihan Seminari” (1)


O… Orang-Orang Bodoh, Dan Hati Yang Lamban Untuk Percaya


Alih bahasa dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia: Martin Simamora


Pada sejumlah momen dalam perjalanan mereka bersama Yesus, banyak orang Kristen bertanya seharusnyakah mereka masuk ke seminari-apakah untuk memperoleh gelar atau hanya mengambil sejumlah studi. Saya telah mengajar di seminari-seminari selama tiga puluh lima tahun, dan saya telah melakukan sejumlah pemikiran mengenai pertanyaan ini. Dalam pamphlet ini, saya akan mendorong anda untuk masuk ke seminari jika anda bias, dan saya akan berupaya untuk membantu mereka yang sedang mencari pedoman untuk keputusan penting ini.


Hal utama dari semuanya, apakah seminari itu? Sebuah seminari, tentu saja, sebuah institusi akademik yang mengajarkan pengetahuan dan keahlian-keahlian yang dibutuhkan untuk pelayanan Kristen. Mengatakan “pelayanan” di sini, saya maksudkan baik pelayanan-peyanan resmi/formal dari gereja dan pelayanan-pelayanan independen gereja: pelayanan-pelayanan kampus semi gereja atau  gerakan-gerakan komunitas semi gereja  atau ”parachurch,” misi-misi, pelayanan-pelayanan kasih, dan lain sebagainya. Tetapi seminari juga menawarkan peluang-peluang bagi siapapun yang ingin menggali firman Tuhan secara mendalam. Kebanyakan seminari menawarkan program-program master yang terbuka bagi orang yang tidak dipanggil untuk pelayanan yang bersifat sepenuh waktu, dan mereka menawarkan status “murid khusus” bagi orang yang hanya ingin mengambil  satu atau dua studi, untuk memperdalam pengetahuan akan Kitab suci.


Jadi sebuah seminari bukan hanya untuk para professional, bukan hanya bagi mereka yang sedang mencari kualifikasi berijazah untuk pentahbisan. Tujuannya lebih luas daripada itu: merupakan tempat bagi orang untuk mempelajari firman Tuhan bersama-sama. Dan,semenjak Yesus adalah Sang Firman yang telah menjadi manusia (Yoh 1:14), belajar di seminari adalah belajar di kaki Yesus.



Merupakan waktu yang luar biasa kala Yesus telah membagikan sabda-sabdanya dan isi hatinya  dengan murid-muridnya selama tiga tahun pelayanannya di bumi! Mereka telah melihat penyembuhan-penyembuhan yang berlangsung dari hatinya terdalam, telah dipesonakan pada kuasa ajaibnya, telah mendengarkan firmannya, telah melihat kemuliaannya (Matius 17:1-13),telah direndahkan hatinya oleh kepemimpinan menghambanya (Matius 20:25-28, Yohanes 13:1-20). Tetapi peristiwa-peristiwa hebat tersebut telah meninggalkan mereka dalam ketakmengertian pada pertanyaan-pertanyaan mendasar: siapakah Yesus? Mengapa dia telah datang?


Yesus  kerap berkata kepada mereka bahwa ia harus mati, sebagai korban bagi dosa-dosa (Matius 20:28, Yohanes 12:33,18:32), tetapi mereka tidak mengerti (Markus 9:31-32, Lukas 8:33-34). Akan tetapi, setelah ia dibangkitkan, ada sebuah perjumpaan misterius antara Yesus dan  dua muridnya pada perjalanan menuju Emaus. Murid-murid ini telah memperlakukan laporan-laporan kebangkitannya sebagai rumor-rumor yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi “mulai Musa dan semua Nabi-Nabi, [Yesus} telah menginterpretasikan bagi mereka dalam semua kitab suci hal-hal mengenai dirinya sendiri”(Lukas 24:27). Betapa itu merupakan momen yang luar biasa! Sekarang mereka melihat bahwa kebangkitan Yesus bukanlah sebuah rumor yang tak dapat dipertangungjawabkan,tetapi sebuah keharusan yang ilahi (ayat 26). Kebangkitan  bukan hanya sudah terjadi; tetapi harus terjadi, sehingga Allah dapat menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. Setelah itu, dua murid tersebut murid tersebut berkata satu sama lain,”Tidakkah hati didalam kita terbakar selagi ia berbicara kepada kita selama perjalanan, selagi ia telah membukakan bagi kita Kitab suci?” (ayat 32; kutipan-kutipanku berasal dari Alkitab versi ESV).


Lukas, yang mengisahkan kepada kita pertemuan misterius ini, memberitahukan juga bagi kita bahwa Yesus telah memperlihatkan diri kepada murid-muridnya “selama empat puluh hari….berbicara mengenai Kerajaan Allah” (Kisah Para Rasul 1:3). Selama masa tersebut, Yesus secara nyata telah mengajarkan semua tubuh para rasul, sebagaimana ia telah mengajarkan dua murid di jalan menuju Emaus, bagaimana kitab-kitab Perjanjian Lama telah menunjuk pada dirinya. Selanjutnya, ketika  Roh Kudus telah turun atas gereja dalam KPR 2, Petrus, dan kemudian murid-murid yang lain, mulai berkhotbah dan mengajar Perjanjian Lama dalam sebuah cara yang sangat berbeda dari para guru Yahudi: setiap hal menunjuk pada Kristus! Tentu saja para rasul telah belajar dari Yesus, selama empat puluh hari, bagaimana membaca dan mengajar Kitab suci (alkitab).


Seminari adalah sesuatu seperti mereka yang 3 tahun dan empat puluh hari itu. Dalam banyak hal, tentulah, memang berbeda. Yesus tidak perlu mengajar para murid bagaimana membaca Ibrani dan Yunani. Dia tidak perlu mengajarkan mereka sejarah gereja setelah era kanonik, karena kala itu tidak  ada sama sekali. Juga tidak ada sama sekali hal semacam membaca dan menulis tugas-tugas. Yesus mengenal hati mereka, sehingga ia tahu seberapa banyak mereka telah mempelajarinya. Dan walaupun ia tidak memberikan kertas ijasah kesarjanaan, ia secara teratur mengevaluasi kemajuan mereka, kerap hasilnya negatif. Kepada dua orang di jalan menuju Emaus, ia berkata,”O orang-orang bodoh, dan hati yang lamban untuk percaya semua yang nabi-nabi telah katakan!” (Lukas 24:25).


Juga tidak, tentu saja, Yesus menarik biaya kuliah  atau  biaya belajar dalam cara formal yang bagaimanapun. Tetapi para murid dan Yesus berbagi biaya-biaya dan kemurahan hati para pendukung dalam sebuah pendanaan umum (dikelola, sayangnya, oleh Yudas Iskariot, (Yohanes 12:6,13:29). Seminari-seminari juga harus memiliki uang untuk bertahan, dan mereka juga hidup dari kontribusi para siswanya dan kemurahan hati para pendukung, yang kebanyakan sumbernya dari para pendukung atau sponsor.


Tentu saja perbedaan utama antara pengajaran Yesus dan sebuah seminari modern adalah, kebanyakan seminari mensyaratkan gelar jenjang pendidikan tertentu untuk penerimaan. Seminari, karenanya, tidak untuk semua orang. Seminari adalah bagi mereka yang secara intelektual telah dipersiapkan untuk belajar dari Yesus pada sebuah level akademis. Apakah Yesus,kemudian, membatasi ajarannya untuk tipe-tipe akademik? Pastinya tidak. Yesus kini mengajar orang dari semua usia, kebangsaan, latar belakang pendidikan, jenjang-jenjang sosial ekonomi. Ia mengajar melalui  khotbah-khotbah, sekolah-sekolah minggu, para misionaris, para penginjil, pelayanan-pelayanan TV dan radio. Tetapi ia juga mengajar gerejanya melalui studi-studi disiplin akademik, dan seminari adalah satu tempat untuk mendapatkan pengajaran pada level itu.


Ini  tidak hendak mengatakan bahwa segala sesuatu dalam seminari adalah abstrak dan  bersifat teoritis. Seminari-seminari juga mengajarkan berkhotbah,konseling, penginjilan, penanaman gereja, subyek-subyek yang dapat kita sebut “teologi yang bersifat praktis.” Dan seminari-seminari biasanya mensyaratkan para siswa untuk melakukan “tugas lapangan,” mendapatkan pengalaman dalam pelayanan aktual, disertai evaluasi. Lebih jauh lagi, seminari-seminari berupaya sebaik mungkin untuk memelihar sebuah komunitas Kristen, dimana orang mencintai dan mendukung satu sama lain melalui doa, ibadah komunal, konseling, dan peneladanan Kristus. Seminari, tentu saja, bukan gereja. Para siswa, seperti semua orang Kristen, harus kembali ke gereja sebagai tempat utama mereka untuk beribadah dan dirawat untuk bertumbuh. Tetapi sebuah seminari yang baik akan memahami bahwa orang-orang Kristen seharusnya merawat satu sama lain untuk bertumbuh dimanapun mereka berada, sehingga bahkan dengan biaya seminari dan ujian-ujian dan makalah-makalah, esensi seminari adalah duduk di kaki Yesus. Kita belajar darinya selagi ia mengajar kita melalui saudara-saudara dan saudari-saudarinya.


Akan dilanjutkan pada bagian ke-2



Segala Kemuliaan Hanya bagi Allah

No comments:

Post a Comment