Pages

26 October 2016

Tinjauan:Pengajaran Pdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (6/40)

Martin Simamora

Yesus Tidak Diutus Untuk Menjadi Corpus Delicti, Sebagaimana Ajaran Pendeta Erastus

(Lebih dulu di “Bible Alone”-Sabtu,16 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)



Bacalah lebih dulu: “bagian 5

Sangat krusial bagi setiap pembaca Alkitab, apalagi yang mengaku sebagai murid-murid Kristus yang keberimanannya berakar dari semenjak serangkaian janji kedatangan Mesias kepada para nabi-nabi kudus Allah, untuk tak saja mengenal Dia adalah kegenapan apa yang telah dituliskan lebih dahulu oleh para nabi di dalam waktu-Nya di dunia ini dan pada tempat yang dikehendaki-Nya dalam cara yang telah ditetapkan-Nya  terlebih dahulu dalam kekekalan tetapi sekaligus mengenal Ialah satu-satunya yang dapat secara sempurna mewujudkan segala maksud Allah secara  jitu sebagaimana Allah bermaksud dan telah merancangkan-Nya dalam sebuah perwujudan yang tak bergeser sedikitpun sebagaiman hati dan pikiran Allah menghendakinya, dikarenakan pada Yesus bekerja kuasa dan otoritas yang tak sedikitpun berbeda dari Bapa.


Sebelum masuk ke dalam aspek kedua, saya ingin menunjukan bagian dari perjanjian baru yang menunjukan bahwa penggenapan oleh Sang Kristus bukan keimanan historikal belaka atau bagaikan sebuah iman yang ditegakan di atas prasasti purba, sehingga dengan demikian merupakan iman yang dibangun  berdasarkan kenangan untuk pengenangan atau perenungan bagi umat Kristen masa kini, bahwa Sang Firman yang menjadi manusia, dahulu kala sudah berhasil menggenapi kitab suci.


Jika kenangan dan pengenangan  Kristus semacam ini adalah dasar iman, memang benar pengimanan saya dan anda itu, pada saat ini, tak lebih tak bukan sekedar ziarah iman ke era lampau, sebab tak memiliki kekiniannya yang terus hidup, sebab hidupnya Kristus atau pentingnya Kristus bagi umat Kristen masa kini telah berakhir bersamaan dengan genapnya kitab purba itu oleh-Nya, tepat sebagaimana “lenyapnya” Yesus Kristus dari muka bumi ini.


Tetapi Alkitab tidak menyatakan demikian, sebaliknya Kristus memiliki kekinian yang terus hidup untuk menjadi dasar beriman dan sumber kehidupan beriman, tepat pada diri Sang Kristus itu sendiri.


Mari membaca ini: 

●Ibrani 1:1-4 ”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka.”  


Yesus pada zaman dahulu dikandung dalam janji-janji Allah sebagaimana telah dituliskan oleh para nabi dan kala Ia yang dijanjikan itu telah dating, maka Allah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya. Apa yang harus di catat di sini, sebagai injil Yohanes menyatakan: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan”- Yohanes 1:3 yang menunjukan bahwa Ia adalah Sang Pencipta  bersama dengan Sang Bapa, maka pada Surat Ibrani hal ini dikemukakan juga:”Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta” dengan penegasan bahwa antara Anak dan Bapa tak ada sebuah keterpisahan sehingga menampilkan kemulti-theis-an Bapa dan Anak, tetapi ketakterpisahan Bapa dan Anak pada  kesehakikatan Bapa dengan Anak yang ditampilkan dengan ungkapan: “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” yang tak hanya menunjukan bahwa Yesus adalah semacam reflektor atau Tuhan yang lebih rendah, dengan demikian, tetapi Ia satu-satunya yang menyatakan Dia yang tak pernah dapat dilihat secara jitu dan tanpa penyimpangan sedikitpun, atau dalam bahasa injil Yohanes: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya”- Yohanes 1:18.


Tak akan pernah ada satu benda atau mahkluk yang dapat menyatakan atau mempresentasikan “Ia yang seorangpun tak pernah melihat Allah” jika Ia yang mempresentasikan Allah itu  bukan Ia yang satu dengan Bapa, sebagaimana Yesus berkata mengenai dirinya sendiri:

Yohanes 10:30 Aku dan Bapa adalah satu  


Harus dicamkan bahwa satu di sini bukan  menunjukan Yesus adalah Bapa dan Bapa adalah Yesus . Yesus tak pernah membicarakan satu yang semacam itu. Perhatikan  pernyataan Yesus yang ini:

Yohanes 5:31-32 Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar.


Siapakah yang dimaksud oleh Yesus dengan yang disebutnya sebagai “yang lain yang bersaksi tentang Aku?” Dia Yang Lain di sini adalah:

Yohanes 5:37 Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku


Bagaimana bisa Bapa  bukan Yesus dan Yesus bukan Bapa tidak berarti 2 yang terpisah dalam kebedaan yang bukan dua yang tak satu sama lainnya hal ini hanya dapat dijelaskan oleh penjelasan Yesus terhadap Filipus yang memiliki pertanyaan berlatar belakang semacam ini:


Yohanes 14:6-11 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.


Satu di sini, bukan hendak menyatakan Bapa adalah Yesus dan Yesus adalah Bapa tetapi : Yesus DI DALAM BAPA dan BAPA DI DALAM  Yesus. Itu  sebabnya dikatakan Yesus tak terpisahkan dari Bapa dalam Ia datang ke dalam dunia ini disebut sebagai utusan Bapa, atau dalam bahasa injil Yohanes: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”-Yohanes 1:1,14


Jadi tidak ada sebuah kebedaan derajat kealahan antara Yesus dan Bapa sehingga menghasilkan  2 theisme: tuhan yang lebih tinggi yaitu Bapa dan tuhan yang lebih rendah  yaitu Anak.



Pada teks epistel Ibrani tadi, jelas ditunjukan: 

▬Yesus memiliki eksistensi pra-sejarahnya yang berbunyi: “setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi [dalam epistel Ibrani, Yesus telah dinyatakan dalam eksistensi pra sejarahnya atau sebelum ia masuk ke dalam waktu dan ruang dunia ini, seperti Ibrani 1:6, 10:5]


▬Yesus memiliki eksistensi kekontempreran masa kini atau kekinian-Nya yang senantiasa hadir disepanjang waktu dan sekaligus dalam kekekalan: “Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya”; “setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi”

“Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi” adalah eksistensi Yesus yang menyebabkan apa yang disebut sebagai kepurbaan peristiwa manusia Yesus tak menunjukan kesudahan eksistensi kebenarannya sebagaimana pernah begitu aktual dalam ruang dan waktu.


▬Yesus  dikatakan: “jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat” (Yohanes 1:4) tidak boleh diartikan  bahwa Ia ketuhanan yang lebih rendah daripada Allah berdasarkan “jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat.” Ingatlah teks ini tak sama sekali hendak mengatakan bahwa Yesus atau Anak adalah Allah yang lebih rendah daripada Bapa, ini bukan tentang multi atau poli-theisme. Hal ini sejak semula telah dijaga oleh “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan”- Yohanes 1:3, atau dengan kata lain, di sini Dia yang disebut sebagai “cahaya kemuliaan Allah” dan “gambar wujud Allah” bukan menunjukan semacam pancaran cahaya dan sketsa gambaran, bukan. Tetapi memang Ia adalah sumber cahaya itu sendiri dan memang rupa dari Dia yang tak pernah dapat dilihat dalam makna “Ia duduk disebalah kanan Allah Yang Mahabesar, ditempat yang tinggi.


Jika ditanyakan setinggi apakah Anak terhadap Allah dalam “jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat?” Maka jawabnya adalah “duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar.” Mengatakan “duduk di sebelah kanan” telah menunjukan bahwa Ia sejak semula telah memiliki posisi semulia Allah, atau dengan kata lain:”di sebelah kanan Yang Mahabesar” bukanlah kedudukan yang didapatkan dalam sebuah pengejaran atau bukan sebuah kekejian semacam ini:

Yesaya 14:13-14 Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!


Yesus  bukanlah Dia yang tak memiliki takhta disebelah kanan Yang Mahatinggi sehingga perlu “hendak mendirikan takhta” di sana. Yesus memang pada dasarnya bukanlah Allah yang lebih kecil dari pada Bapa sebab pada hakikatnya Ia memang setara dengan Allah atau bersama-sama dengan Allah dalam kemuliaan yang sama memegang pemerintahan-Nya.


Mengapa demikian? Karena:

Yesus adalah Anak Allah, karena Ia dan Allah tak terpisahkan- [sekalipun dapat dibedakan satu sama lain sebab telah menyatakan dirinya dalam rupa manusia]- dalam menciptakan dunia ini. Bahwa Yesus bukan semata lebih tinggi daripada malaikat-malaikat tetapi adalah Allah, dapat dijelaskan dari kebenaran yang berbunyi: “tanpanya maka tak ada yang dapat diciptakan” (injil Yohanes): “Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta” (Ibrani 1:20



Itulah sebabnya dalam Ia berinkarnasi menjadi manusia [Yohanes 1:1,14], pada keilahian dalam kemanusiaannya, ia telah disebut sebagai: “cahaya kemuliaan Allah” dan “gambar wujud Allah,” atau dengan kata lain, ia tak dapat dikatakan sebagai sebuah mahkluk yang hirarkinya lebih tinggi daripada malaikat-malaikat namun lebih rendah dari pada Allah dalam derajat yang bagaimanapun. Ia memang benar-benar manusia yang di dalam kemanusiaannya merupakan “cahaya kemuliaan Allah” dan “gambar wujud Allah.” Ia tampil dalam deskripsi demikian sebagaimana pada realitas eksistensinya yang semacam ini sebagai akibat: untuk sementara waktu telah direndahkan demi genapnya maksud Allah sendiri di dunia ini: 


●Ibrani 2:7 Namun Engkau telah membuatnya untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat,  


●Ibrani 2:9 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus  


Jika anda ditanyakan serendah apakah Ia telah direndahkan?
Maka inilah jawabnya:

●Ibrani 2:14 maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; 

Sebuah kerendahan sedemikian rendahnya hingga turut mengambil bagian kemanusiaan yaitu mengalami kematian, hanya saja dalam kematian Ia tak ditaklukan oleh kematian, sebaliknya dalam kematian Ia telah berhasil memusnahkan kematian yang berkuasa atas manusia. Ia telah memusnahkannya dalam kemanusiaan sebagaimana manusia.



Baiklah, sekarang setelah secara ringkas mengetahui Yesus yang demikian, maka memahami aspek kedua ini, kita akan mengerti bahwa antara aspek pertama dan aspek kedua ini,sama sekali, tak terpisahkan:




B.Bukan Diutus Untuk Menjadi Corpus Delicti  demi kepentingan Allah, Sebab Yesus Sendiri Berkuasa Untuk Menghakimi Kuasa dan Melucuti Pemerintahan Iblis yang berkuasa atas maut berdasarkan Sabdanya atas Manusia-Manusia Yang Ditebusnya:  


Ketika Yesus menjelaskan siapakah dirinya, maka  Yesus telah menunjukan bahwa Ia dan Bapa satu atau Ia sendiri adalah “gambar wujud Allah” yang tak dapat dilihat itu dalam sabda Yesus berikut ini: “Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak- Yoh 5:22.” “Seluruhnya kepada Anak” tidak boleh menjadi sebuah kebingungan dalam mehami relasi Bapa terhadap Anak, apakah ini dua pihak yang terpisah sama sekali  yang mana satunya memiliki kuasa penghakiman berdasarkan pemberian atau pelimpahan atau pendelegasian: Bapa mendelegasikan pada Anak, yang karena itu Anak adalah Allah yang lebih rendah daripada Bapa? Tidak demikian, sebab dalam kaca mata Surat Ibrani jelas bahwa realitas tersebut lahir dari relasi Bapa terhadap Anak dalam cara  Anak adalah gambar wujud Allah, yang mana dalam Anak adalah gambar wujud Allah pada hakikatnya memiliki kursi atau kedudukan disebelah kanan Allah Yang Mahatinggi.


Sehingga kita tak bias hanya mengukur kemuliaan dan kekuasaan Yesus di muka bumi ini berdasarkan sabda-Nya yang ditafsirkan semata dalam semantik “Ia menjadi manusia” begitu saja dan lalu mengabaikan apa yang sebetulnya tak bisa dijelaskan dalam harmoni secara semantik “Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku,” kala Yesus menjelaskan dirinya di dunia ini.


Jika Anak bukan gambar wujud Allah yang demikian, maka memang  tidak mungkin Yesus dalam kematiannya berkuasa untuk membinasakan maut sehingga:

dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.- Ibrani 2:15

Yesus tak pernah memiliki relasi dengan anak-anak Allah hanya  untuk menjadi corpus delicti atau menjadi bukti bahwa seharusnya anak-anak Allah juga dapat taat dan hormat kepada Allah sebagaimana Anak (yang mana  dalam anak-anak Allah juga menjadi taat dan hormat pada Bapa sebagaimana Yesus bukan sama sekali bukti yang menunjukan kejahatan iblis!!) dan tak berkuasa terhadap pemerintahan Allah. Dalam Ia adalah gambar wujud Allah bukan untuk menjadi corpus delicti tetapi untuk membebaskan manusia  yang beriman pada-Nya dari perhambaan maut seumur hidupnya!


Ia sendiri menyatakan dirinya memiliki kuasa untuk membebaskan manusia dari pemerintahan kuasa maut atau kegelapan atau thanatos, berdasarkan sabdanya:  

●Yohanes 5:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. 



Jika pendeta Erastus Sabdono, terkhusus pada bagian ini:


“Sekaligus oleh ketaatan-Nya ia bisa menjadi CORPUS DELICTI yang mebuktikan bahwa seharusnya anak-anak Allah dapat taat dan menghormati-Nya dengan benar. Iblispun terbukti dan pantas dihukum [halaman 37- “Aturan Main”]” jauh lebih benar daripada pernyataan Yesus ini [ini adalah bagian dari serangkaian penjelasan Yesus sendiri mengenai siapa dirinya dan kuasa yang dimilikinya, Yohanes 5:19], maka jelas, dalam hal ini, pendeta Erastus hendak menyatakan bahwa Yesus berdusta atau setidak-tidaknya hendak menyatakan bahwa Yesus tak setinggi dirinya yang sedang diberitakan 
Sang Mesias itu sendiri.  





Bukan Kebenaran Yang Dapat Diwayangkan Manusia

Saat pendeta Erastus menyatakan relasi antara Yesus Kristus dengan anak-anak Allah hanya sebatas menanggung penghukuman dan bagi anak-anak Allah hanya menjadi “corpus delicti,” yang jika berhasil maka akan membuktikan iblis pantas dihukum, Yesus secara keras telah membantah pendeta Erastus memalui sabda-Nya yang menyatakan relasi antara dirinya dengan anak-anak Allah atau orang-orang beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat dari pemerintahan maut. Bahkan, sementara pendeta Erastus Sabdono secara luar biasa telah mengisolasi kuasa Yesus Kristus atas kerajaan iblis di dalam kuasa menyelamatkan manusia olehnya, Yesus sebaliknya menyatakan ketakterpisahan pada keduanya: bahwa penyelamatan manusia olehnya secara integeral merupakan penaklukan olehnya atas kuasa pemerintahan iblis atas manusia-manusia



Perhatikan perbandingan pengajaran pendeta Erastus Sabdono dengan pengajaran dan karya Yesus Kristus:
Yesus “Corpus Delicti” Ala Pendeta Erastus versus Yesus “Sang Juruselamat” Berdasarkan Kitab suci
Yesus Sang Kristus
Pendeta Erastus Sabdono
berdasarkan pengimanan pada sabdanya  dan pada Bapa yang mengutusnya, maka manusia-manusia akan memiliki kehidupan kekal yaitu pindah dari maut ke dalam hidup yang telah diwujudkan-Nya dalam penderitaan kayu salib, kematian dan kebangkitan sehingga di dalam peristiwa itu Ia telah mengalami maut bagi banyak manusia -Ibrani 2:9,14:15 (Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia…. Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.
menyatakan bahwa karya Yesus atas manusia-manusia adalah menanggung penghukuman secara substitusional yang dalam hal itu sama sekali tak berkuasa untuk menghakimi dan apalagi menaklukan pemerintahan iblis yang memperbudak manusia dalam maut,sebab ada problem corpus delicti yang menyebabkan Allah tak berdaulat hingga kini terkait penghukuman kejahatan iblis melalui pengajarannya semacam ini:   “Sekaligus oleh ketaatan-Nya ia bisa menjadi CORPUS DELICTI yang mebuktikan bahwa seharusnya anak-anak Allah dapat taat dan menghormati-Nya dengan benar. Iblispun terbukti dan pantas dihukum[halaman 37- “Aturan Main”]”  




Betapa berbedanya dan begitu sukar dipercaya, kuasa Yesus Kristus atas keselamatan manusia dan kuasa Yesus Kristus yang menaklukan dan melucuti pemerintahan iblis atas manusia-manusia, diragukan begitu saja hanya berdasarkan realitas: ”iblis tak langsung dihukum segera atau tak langsung dibinasakan saja?!



Bagaimanakah mungkin, seorang mencari jawaban dengan membuang kesaksian-kesaksian yang begitu terang benderang demi mencari bukti-bukti pada dimensi yang tak mungkin bagi manusia dapat menjumpainya. Bagaimana mungkin, kemudian, seorang pendeta, karena melihat “iblis tak langsung dihukum,” maka begitu saja ia mengabaikan kesaksian Alkitab pada Yesus dan kemudian merekonstruksikan sebuah penjelasan yang bahkan tak dapat menjelaskan mengapa Allah harus sampai perlu mengadopsi sebuah prinsip peradilan yang kelahirannya berasal dari pengadilan Inggris-dari dunia ini, yang dikenal sebagai corpus delicti?   


Yesus membungkam pengajaran pendeta Erastus yang secara tak langsung sedang membangun sebuah boneka Yesus dalam pewayangannya yang bahkan telah mewayangkan Allah sebagai berkebutuhan mutlak pada kesetiaan manusia pada-Nya agar bisa membungkam iblis dalam pengadilan yang kewibawaan dan kekuasaannya, saat ini, sedang diremehkan iblis sampai manusia-manusia sukses menyediakan bagi Allah serangkaian bukti-bukti yang dapat membungkam iblis, dalam pengadilannya. 


Barangsiapa mendengar perkataanku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku.” Ini adalah jenis pernyataan yang menunjukan ketakterpisahan Yesus untuk maksud kedatangannya, bahwa kedatangannya ke dalam dunia ini membawa dua kebenaran yang tak dapat diiris sebagai irisan-irisan kebenaran yang dapat berjalan sendiri-sendiri, sebab jika demikian maka mustahil akan terjadi kehidupan kekal pada manusia berdasarkan penaklukan dan pelucutan iblis beserta kekuasaannya untuk membebaskan manusia-manusia dari pemerintahan maut. Senantiasa memang, Yesus akan menautkan dirinya dengan Bapa sebagai dua yang tak terpisahkan, melampaui sepasang kekasih sebab ini adalah dua yang bersekutu dalam ketakmungkinan untuk dipisahkan satu sama lain, itu sebabnya percaya kepada Bapa, akan diperkenalkannya sebagai : “Bapa yang mengutus Aku,” atau artinya: satu-satunya Bapa yang benar adalah Bapa yang telah mengutus Anak ke dalam dunia ini, dan dialah satu-satunya yang dapat menyatakan Bapa yang benar itu. “Barangsiapa yang mendengarkan perkataanku,” inilah “moment of truth”-nya atau “momen kebenaran”-nya: adakah sedikit saja kebenaran dalam “Allah telah mengutus Yesus untuk menjadi corpus delicti?”  Tidak ada sama sekali sebab tujuan Yesus begitu tinggi untuk dapat didekati konsepsi pendeta Erastus yang bernama corpus delicti.


Tak pernah seperti ini: seharusnya anak-anak Allah dapat sebagaimana Yesus dapat taat dan menghormati Allah, agar Allah,dengan demikian, dengan bantuan manusia-manusia yang mau dan berjuang menjadi corpus delicti, sukses membungkam iblis.  Lalu kewibawaan pengadilan Allah,dengan demikian, dikokohkan oleh perjuangan-perjuangan manusia.


Dapat taat dan menghormati Allah sebagaimana Yesus,” pada bangunnya yang tersendiri, memang hal baik dan memang harus dimiliki oleh setiap anak-anak Allah yang telah memiliki keselamatannya, tetapi jelas tak pernah hal itu dilakukan oleh setiap orang beriman dalam sebuah tujuan untuk memperkokoh pengadilan Allah.


Ketika “menjadi taat dan menghormati Allah sebagaimana Yesus” telah diajarkan oleh pendeta Eratus Sabdono, maka baginya inilah mata air yang melahirkan “taat dan menghormati Allah sebagaimana Yesus atau meneladani Yesus dalam kehidupan saat ini,” tetapi tanpa sebuah kuasa kehidupan yang dibebaskan dari perbudakan maut. Maka inilah pewayangan yang sedang dilakukan oleh seorang manusia terhadap Allah. Ia telah menjadi dalang yang menuliskan ulang bagaimanakah keselamatan manusia itu harus terjadi? Harus terlebih dahulu Allah menegakan keadilan bagi iblis, sebuah posisi yang membuat Yesus tak berkuasa untuk menebus manusia dari pemerintahan maut. Sebuah pewayangan yang memang pas untuk menunjukan bahwa Yesus adalah Allah yang lebih rendah daripada Bapa yang didemonstrasikan oleh dalang dalam cerita Allah  bercela dihadapan iblis, nama cela itu: tak memiliki corpus delicti.  



ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum.” Bapa mengutus Yesus,dengan demikian, bukan agar setiap orang percaya menjadi corpus delicti atau bukan agar setiap anak Allah mengejar dan memperjuangkan sebuah hidup taat dan menghormati Allah sebagaimana Yesus! Sebagaimana Yesus. Jikalau sukses maka  anak-anak Allah dapat menjadi bukti kuat bagi Allah untuk menghakimi iblis, kelak di pengadilan. Sebaliknya agar setiap orang percaya memiliki hidupan yang kekal dan tidak turut dihukum. Bagian ini sangat gamblang dan lugas menunjukan: tidak ada sama sekali isu ke-corpus delicti-an manusia, sebab satu-satunya perkara legalistik, hanya: apakah turut dihuku atau tidak turut dihukum berdasarkan percaya dan melakukan apa yang disabdakan Yesus dan percaya bahwa Bapa yang mengutus Yesus. Dalam manusia-manusia beriman kepada Yesus dan Bapa maka mereka tidak turut dihukum, itu tak ada menyisakan satupun masalah sebagaimana dirisaukan oleh pendeta Erastus, sebaliknya Yesus segera membawa mereka kedalam tujuan hidup dan kehidupan yang telah dihasilkan Bapa dalam pembebasan dari hukuman, yaitu: memiliki kehidupan dari Bapa di dalam Yesus Kristus sementara masih di dunia ini. Bahwa kehidupannya tidak lagi menghamba pada pemerintah iblis.



Sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.”Pembebasan dari hukum itu berbicara pada apakah yang menjadi natur kehidupan semua manusia, yaitu semuanya tanpa kecuali memiliki kehidupan yang dikuasai  kuasa pemerintahan  maut.  Dalam Maut di sini adalah sebuah realitas yang berlawanan dengan dalam hidup, sementara manusia-manusia itu masih hidup. Perhatikanlah satu hal ini: saat Ia berkata: “sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup,” itu dikatakan kepada manusia-manusia hidup yang belum mati dan belum masuk ke liang lahat! Ya..benar sekali! “Sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” hanya terjadi kalau saya dan anda masih bisa bernafas dan dimampukan untuk dapat merespon terhadap apa yang Tuhan minta untuk kita taati selama masih di dunia saat ini, di mana matahari masih terbit di timur dan terbenam di barat.  Pernyataan ini dimulai dengan sebuah respon positif terhadap Yesus, yaitu: “barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku,” dan dengan demikian hanya yang masih hidup atau bernyawa yang bisa mendengarkan pembacaan Alkitab atau mendengarkan pemberitaan injil oleh pengkhotbah atau penginjil atau seorang beriman pada Kristus memberitakan-Nya kepada manusia-manusia lain, dapat menanggap positif: MENDENGAR kebenaran yang diucapkan Yesus dan PERCAYA pada pemberitaan mengenai diri Yesus yang bersabda bahwa dirinya DIUTUS Bapa.


Kedatangan Yesus berdasarkan tindakan Bapa yang mengutusnya, bukan sama sekali, agar Yesus menjadi corpus delicti bagi manusia-manusia lainnya untuk kepentingan pengadilan Allah atas iblis, sebab pada realitasnya Bapa dan Anak akan memberikan kehidupan kekal bagi siapapun yang mendengarkan dan tunduk pada apa yang disabdakan Yesus. Bukan untuk menjadi corpus delicti sama sekali, karena dalam hal ini, baik Bapa dan Anak, tak sama sekali menunjukan problem terkait memberikan kehidupan kekal dan tidak turut di hukum. Faktanya baik Bapa dan Anak begitu berkuasa atas dunia iblis karena: pindah dari dalam maut ke dalam hidup adalah pindah dari dalam pemerintahan maut oleh iblis atau thanatos ke dalam hidup atau kerajaan Allah.  


Yesus dan Bapa, sama sekali tidak seperti yang diwayangkan dalam pengajaran pendeta Erastus Sabdono, tak ada yang namanya sebuah posisi legal dan apalagi politis yang mengharuskan Allah dan Anak membutuhkan pertolongan manusia demi keberhasilan pewujudan kehendak Allah atas anak-anak-Nya di hadapan iblis. Allah tak bergantung sama sekali terhadap manusia untuk menghakimi iblis sebab bahkan perkataan Yesus tak dapat dilawan oleh oleh kuasa pemerintahan iblis yang telah memenjara manusia dalam maut [thanatos], yang menghendaki membebaskan manusia itu dari dalam maut dan membawa manusia itu ke dalam hidup.  


Bersambung ke bagian 7 


Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah

No comments:

Post a Comment