Pages

30 March 2016

Ditinggikan Dari Bumi (2- Selesai):

Oleh: Martin Simamora

Ia Raja Israel? Turunlah Dari Salib Itu, Baru Kami Percaya, Lagian Mengapa “Eli Eli Lama Sabachtani?”

[Refleksi]

Sebelumnya: Bagian 1
Sementara ditinggikan dari bumi, menurut Sang Mesias dari sorga adalah pekerjaan Allah yang harus dilakukannya sebagaimana Musa meninggikan ular di padang gurun sebagai satu-satunya cara Allah agar maut yang datang dari murka Allah terhadap dosa, dapat ditanggulangi, namun  peninggian demikian justru menjadi pangkalan penolakan yang tak tersolusikan dan tak mungkin dikompromikan. Tak ada satupun modifikasi agar peristiwa kelam pada Yesus itu dapat memiliki bagian-bagian yang menenangkan gelombang badai penolakan yang begitu keras itu, sebagaimana serangkaian episode ini menyingkapkannya:

Matius 27:39-42 (39) Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala,(40) mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"(41) Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: (42) Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.


Bagi siapapun manusia baik dahulu kala, apalagi sekarang, penyaliban bukan sebuah kejadian yang membawa kemuliaan dan kemegahan (tetapi membawa penistaan dan penghujatan), itu sungguh sukar untuk diterima bahwa akan seperti inilah peninggian yang dikehendaki olehnya? Perhatikan, ini benar-benar kontradiksi-maksudnya siapakah yang mau percaya melihat Yesus sebagai sungguh Sang Mesias dari Allah dan sungguh Anak Allah, sementara ia bertakhta di atas kontradiksi yang begitu mustahil untuk dipahami- harus dihina, disiksa, dan dibunuh? Sebab memang orang-orang Yahudi menerima pengajaran yang menyatakan Mesias tidaklah seperti ini: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?- Yohanes 12:34." 


Hanya Yesus yang mengetahui bahwa pemahkotaan kemuliaannya terletak pada ketaatannya untuk mengerjakan pekerjaan Allah, yaitu meminum cawan penderitaan dan kematian yang lahir dari murka Allah terhadap dosa semua manusia. Ketika Yesus mengatakan ia harus meminum cawan itu, memang ia sedang membicarakan sebuah rangkaian peristiwa yang mendahului peninggiannya dari bumi hingga setiap perIstiwa yang harus terjadi selama peninggian dari bumi berlangsung hingga kesudahannya atau kegenapannya. Ini begitu jelas atau tak ada keburaman sama sekali dalam maksud kala ia sendiri menyampaikannya sebagai sebuah pengajaran:

Markus10:32-34 (32)Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya,(33) kata-Nya: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,(34) dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit."


Yesus menyatakan perihal yang begitu mencemaskan dan menakutkan para murid dan semua orang  yang mengikutinya dari belakang. Itu sudah terlampau menakutkan untuk diimajinasikan, tetapi Yesus bukan sedang memaparkan imajinasi tetapi dikatakannya sebagai “apa yang akan terjadi atas diri-Nya” dalam sebuah deskripsi plot yang menggambarkan apa yang akan dilakukan para manusia (dalam kehendak dirinya sendiri!)yang berada dalam pelukan kerajaan maut itu kepada dirinya:
▬diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat
▬dijatuhkan hukuman mati
▬diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tak  mengenal Allah
▬diolok-olokan
▬diludahi
▬disesahi
▬dibunuh
▬sesudah 3 hari bangkit dari kematian

Yesus menyebutkan rangkaian yang mencemaskan dan menakutkan ini sebagai cawan yang harus diminumnya: “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum”- Markus 10:38. Kita telah membaca pada bagian sebelumnya bahwa di taman Getsemani, Yesus  kepada Bapanya berkata "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!- Matius 26:42." Dalam hal ini Yesus tak memiliki takhta atas kehendak-Nya sendiri, sebab memang Ia datang dari sorga bukan membawa pewujudan kehendak-Nya tetapi kehendak Bapa [bacalah Yohanes 4:34, 6:38 ini bahkan tak boleh diartikan Yesus berjuang bagaikan pergumulan manusia yang  berdosa dan dikuasai godaan-godaan untuk mewujudkan dosa, ini begitu sukar untuk disengketakan karena Yesus melontarkan pernyataan yang menunjukan sebuah penundukan terhadap kehendak Bapa yang datang atau lahir dari kesekehendakan yang sempurna untuk mewujudkan kehendak Bapa di sorga di bumi ini: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak- Yoh 5:19”].

                                                                                                                 
Sekarang,dengan demikian, baik Bapa dan Yesus saling menghendaki hal-hal tersebut harus berlangsung, peninggian Anak Manusia dari bumi  sudah berjumpa dengan waktu-Nya Sang pemilik kehendak keselamatan di dunia ini. Dalam doanya di Getsemani ia menaklukan kemanusiaannya untuk dapat meminum cawan tersebut. Ia satu-satunya manusia yang memang telah ditentukan untuk melakukan itu dan kemanusiaannya taat kepada kehendak Allah. Dan itu adalah manusia Yesus dalam kehidupan doanya, bukan saja di Getsemani tetapi kala ia mengajarkan bagaimana berdoa kepada Bapanya:

Matius 6:9, 10 Karena itu berdoalah demikian: datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga


Kehambaan Kristus bukanlah sebuah pertarungan dalam sebuah kesengitan perlawanan yang begitu natural dalam diri manusia yang dibelenggu dosa tetapi sebuah pemerintahan Allah di dalam dirinya sebagaimana di sorga. Itu harus demikian sebagai satu-satunya yang melakukan kehendak Allah agar keselamatan dari Allah datang sebagaimana mau-Nya bukan mauku. Sang Anak datang ke hadapan Bapa-dalam doanya- untuk memastikan bahwa meminum cawan tersebut adalah kehendak-Nya bukan pemikiran Yesus saja, dan memastikan  bahwa kehendaknya tak membelokan maksud Bapa, sehingga lahirlah keputusan-keputusan dan perbuatan-perbuatan Anak Manusia itu yang memang berkuasa tanpa sedikitpun goncang dengan apa yang sedang dialaminya dan dijalaninya sehingga ia tak lagi seteguh saat mengajarkan apa yang harus terjadi pada dirinya, seperti hal-hal berikut ini:

Lukas 22:47-51 Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang murid-Nya yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di depan mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya. Maka kata Yesus kepadanya: "Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?" Ketika mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi, berkatalah mereka: "Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?" Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya. Tetapi Yesus berkata: "Sudahlah itu." Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya.


Lukas 22:52-53 Maka Yesus berkata kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia, kata-Nya: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung? Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu."


Lukas 22:63-65 Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya. Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" Dan banyak lagi hujat yang diucapkan mereka kepada-Nya.


Tak ada perlawanan sama sekali, tepat seperti dikatakannya sendiri bahwa Ia harus ke Yerusalem untuk mengalami semua itu; tak ada perlawanan yang bagaimanapun juga seperti telah ditegaskannya di hadapan para murid dan para lawan-lawannya dengan mencegah penghunusan pedang lebih lanjut bahkan memulihkan telinga yang diputus dengan pedang, dan tak sama sekali ia meminta 12 pasukan malaikat menjauhkannya dari kuasa kegelapan yang berusaha menangkapnya. Mengapa? Sebab itulah  cawan yang harus diminumnya dan itulah saat baginya. Dalam hal ini, Yesus memastikan bahwa peristiwa peninggian dirinya dari bumi bukanlah sebuah kesalahan Allah sama sekali dan bukanlah sebuah kegagalah Allah untuk meluputkan Anak-Nya dari yang jahat.


Tetapi puncak segala bukti bahwa perjalanannya ke Yerusalem merupakan perjalanan yang berlangsung dalam kehendak Allah sendiri terletak pada pernyataan ultimat pra penyaliban:

Lukas 22:69 Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah."

Sementara semua meragukan siapakah Yesus dalam peristiwa  yang mencekam itu, Yesus malah berkata bahwa mulai sekarang dirinya sudah duduk di sebelah kanan Allah . Ini adalah mahakontradiksi yang tak akan pernah terpahami oleh siapapun, sebagaimana Yesus sendiri mengemukakannya:

Lukas 22:66-68  Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, katanya: "Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami." Jawab Yesus: "Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab.


Penangkapannya di Getsemani dan perendahannya yang begitu nista dalam sebuah pertunjukan  penghempasan harga diri yang semacam ini: “Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya. Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" Dan banyak lagi hujat yang diucapkan mereka kepada-Nya”- ayat 63-65, sama sekali tak dapat memburamkan bahkan merusak kemilau terangnya yang sementara ia sedang dinista tetap menyorot kegelapan jiwa manusia itu secara tajam, bahwa mereka membutuhkan Juruselamat:

(1)"Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami." (ayat 67)
(2)“"Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?" (ayat 70)


Pertanyaan pertama telah mendatangkan jawaban yang menakjubkan namun semakin membingungkan pengertian kemanusiaan mereka: “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab. Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah "(ayat 67-69). Sementara itu untuk pertanyaan kedua telah memberikan jawaban, sebagai apakah ia meminum cawan itu atau ia akan ditinggikan dari bumi: “Jawab Yesus: "Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah."


Pada sisi sebaliknya, dengan demikian para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat telah mendapatkan sebuah pengakuan yang mahapenting untuk menjatuhkan hukuman mati atas Yesus, bahwa Yesus tak menolak bahwa Ia adalah Anak Allah. Sebuah bentuk penghujatan yang memang memiliki dasar hukum untuk dibunuh (bacalah: Menurut Hukum Itu Ia Memang Harus Mati).


Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, ini hendak menyatakan bahwa Ia akan menyelesaikan pekerjaan Allah, juga menyatakan bahwa peminuman cawan olehnya dan peninggian dirinya dari bumi akan menjadi sebuah penggenapan sempurna dan mulia olehnya atas segala sesuatu yang dituliskan oleh Taurat dan kitab para Nabi: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”- Matius 5:17-18. Yesus hendak menyatakan bahwa Ia sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa sebab inilah momentum terpuncak dari penggenapan keselamatan yang datang dari Allah itu. Ia akan ditinggikan dari bumi atau ia akan minum cawan yang telah ditetapkan Bapa sebagai Anak Manusia yang sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, Ia adalah Manusia Yesus yang akan ditinggikan dari bumi dalam kuasanya sebagai Anak Allah. Demikianlah caranya Ia menjadi satu-satunya penggenap segenap Taurat dan kitab para nabi sehingga darinya lahir keselamatan dari Allah, sebab tak ada satupun manusia yang dapat menggenapi apapun juga yang dituntut Allah dalam kitab-kitab nabi-Nya yang kudus itu.


Secara aklamasi beginilah pernyataan para tokoh Israel itu: “Kita ini telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri” (ayat 71).




Sebagai Anak Manusia yang sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, Yesus akan ditinggikan, pada peristiwa inilah ia akan mengakhiri atau menggenapi kehendak Allah yang harus dikerjakan dan diselesaikannya, tak pernah sebelumnya ia berkata dalam cara seperti ini terkait apa yang akan dilakukannya, sebagaimana juga tak pernah sebelumnya ia terlihat melakukan pekerjaan Allah namun pemandangan yang hadir adalah penistaan, penyiksaan dan pembunuhan. Tak pernah sebelumnya, namun demikian semua pemangku kepentingan Yahudi berkata bahwa demikianlah ia menyatakan dirinya atau “kita telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri.” Dan inilah yang harus dijalaninya:


▬Lukas23:13-25 (13) Lalu Pilatus mengumpulkan imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin serta rakyat,(14) dan berkata kepada mereka: "Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah memeriksa-Nya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepada-Nya tidak ada yang kudapati pada-Nya.(15) Dan Herodes juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati. (16)Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya."(17) (Sebab ia wajib melepaskan seorang bagi mereka pada hari raya itu.) (18) Tetapi mereka berteriak bersama-sama: "Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami!"(19) Barabas ini dimasukkan ke dalam penjara berhubung dengan suatu pemberontakan yang telah terjadi di dalam kota dan karena pembunuhan.(20) Sekali lagi Pilatus berbicara dengan suara keras kepada mereka, karena ia ingin melepaskan Yesus.(21) Tetapi mereka berteriak membalasnya, katanya: "Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!"(22) Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka: "Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya."(23) Tetapi dengan berteriak mereka mendesak dan menuntut, supaya Ia disalibkan, dan akhirnya mereka menang dengan teriak mereka.(24) Lalu Pilatus memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan.(25) Dan ia melepaskan orang yang dimasukkan ke dalam penjara karena pemberontakan dan pembunuhan itu sesuai dengan tuntutan mereka, tetapi Yesus diserahkannya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya.


Apapun juga yang diupayakan Pilatus tak akan berhasil, sekalipun ia tak bersalah sama sekali tetap harus mati. Mengapa? Sebab  Yesus harus meminum cawan dari Allah itu yang berisikan penghinaan, penyiksaan, penyaliban, kematian hingga bangkit  pada hari yang ketiga. Cawan itu harus diminum sehingga ia menjadi penggenap Taurat dan kitab para nabi.

▬Ayat 33-35 (33) Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya. (34) Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. (35) Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah."


Yesus tahu dan sudah menyatakan bahwa Mesias yang dipilih Allah itu harus ditinggikan, sebagaimana Musa meninggikan ular di gurun agar manusia-manusia berdosa yang sedang menuju kematian  dapat beroleh kehidupan yang menaklukan maut yang datang dari murka Allah akibat pemberontakan dosa para manusia.Sebagaimana Musa memancang ular pada tiang di tengah-tengah manusia yang sekarat menuju kepastian kematiannya, demikian juga Yesus harus dipancangkan pada kayu salib di dunia yang sedang dimurkai Allah karena dosa mereka, agar siapa yang percaya kepadanya menerima kehidupan  yang menaklukan maut. Sebuah kehidupan yang kudus sebab datang dari Allah, bukan dari Setan. Sebuah kehidupan yang mengatasi maut dan menuntun manusia untuk menuju kepada Bapa yang kasih dan kudus, yang menghendaki kasih, keadilan dan kekudusan atas manusia. Sebab Sang Mesias saat ditinggikan sedemikian menjadi momentum: sudah duduk disebelah kanan Yang Mahakuasa, menjadi dasar bagi Yesus untuk menyatakan dirinya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Sehingga pernyataan Yesus yang berbunyi “Anak Manusia sudah duduk disebelah kanan Allah  Yang Mahakuasa menjelang penyalibannya atau masih di tengah-tengah penistaan dan penyiksaan hendak menegaskan bahwa semua itu berlangsung atau dilangsungkan dalam Ia duduk di sebelah kanan Allah YangMahakuasa. Kontradiksi? Ya dan sangat. Tetapi tanpa spekulasi sebab kita mendengar dari mulut Yesus ia berkata bahwa dirinya sudah bertakhta disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.


Perihal ini begitu istimewa saya paparkan, sebagaimana Yesus sendiri menyatakan perihal itu dari mulutnya sendiri dalam sebuah momen yang istimewa baginya sebab ia sedang meminum cawan   yang disediakan Allah baginya atau saat ia sedang menyelesaikan pekerjaan Allah di bumi untuk kemudian pada akhirnya ia benar-benar secara sempurna menjadi  satu-satunya jalan menuju Allah, tidak ada yang lain sebagaimana tak ada yang lain datang dari sorga dengan misi meminum cawan penderitaan dan kematian atau dengan misi menggenapi seluruh maksud Kitab Suci.


Dan dalam terang inilah, saya mengajak para pembaca masuk kedalam peninggian Anak Manusia dari bumi di tengah-tengah orang berdosa sehingga menghasilkan kehidupan yang menaklukan maut. Sebuah peninggian dari bumi yang menunjukan betapa dosa adalah sebuah keterpisahan dari kehidupan yang dari Allah itu merupakan fakta yang sangat menakutkan untuk dialami. Allah yang tak akan pernah mengalami pengalaman-pengalaman emosional yang menhujam jiwa- sebagaimana pada semua manusia- kala terlepas dari Allah, tetapi oleh Yesus, itu dapat dikenali atau dialami sehingga Sang Mesias dari sorga bukan saja hanya Juruselamat tetapi sangat memahami dahsyatnya kuasa maut atau kematian yang membelenggu manusia itu, tanpa Allah yang menyelamatkan mustahil bagi setiap manusia dapat menanggulangi maut dengan kebaikan dan kemuliaan upaya dirinya. Mungkinkah bagi Allah untuk menjadi Sang Penyelamat sekaligus juga pihak yang benar-benar memahi bagaimana dahsyatnya kuasa dosa yang bekerja atas semua manusia? Mungkin, dan pada peristiwa peninggian Anak Manusia dari bumi sebagaimana Musa meninggikan ular di gurun, semua  telinga para saksi mendengarkan teriakan yang menggidikan ini:


Matius 27:45-  (45) Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?


Perhatikan, bagi kebanyakan orang, teriakan ini membingungkan. Ia yang  berkata Bapa didalamku dan Aku di dalam Bapa atau Aku dan Bapa satu, kini berkata Bapa meninggalkannya? Ayat 47 hingga 49 menjelaskan kebingungan yang begitu kental menjerat jiwa manusia. Tak kuasa memahaminya.





Jika siapapun berpikir Bapanya sedang meninggalkannya, maka itu salah sama sekali, sebab Yesus kemudian berkata:

Lukas 23:46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.


Hal tunggal yang terjadi: eli, eli  lama sabakhtani tidak sama sekali menunjukan sebuah peninggalan yang bermakna di salib itu dalam ia menyelesaikan pekerjaan Allah, Ia sendirian, sebab Yesus sudah sedari awal memberikan isyarat bahwa Anak tak dapat berbuat apa-apa dari dirinya sendiri: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” – Yoh 5:19-20.


Jika demikian, apakah penjelasan untuk: eli, eli lama sabachtani itu? Satu jawaban saja: Yesus sedang mengalami maut  akibat murka Allah karena dosa sebagaimana yang dialami oleh manusia. Kehidupan yang berada didalam  maut adalah kehidupan yang ditinggalkan Allah dan diserahkan ke dalam kuasa maut. Yesus mengalami atau sedang menderita puncak penderitaan yang begitu maut sebagaimana natur segala manusia menderita sebagai naturnya.  Tetapi itu bukanlah natur Yesus, sebab kematian Yesus bukanlah kematian didalam penguasaan maut tetapi di dalam ia mengendalikan kuasa maut dan menanggung murka Allah terhadap semua manusia sebagaimana digambarkan dalam peninggian ular di gurun oleh Musa. Ia sedang menanggung murka Allah  sebagaimana murka itu sedang dialami oleh segenap manusia. Pada salib, semua manusia dapat memadang betapa besarnya murka Allah terhadap pemberontakan manusia terhadap Allah dan nabinya-Anak-Nya itu, saat Yesus berteriak eli, eli lama sabachtani atau Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkanku. Kemurkaan Allah  atas manusia-manusia berdosa sedang dirasakan, dialami atau diderita oleh Yesus di salib itu, Allah yang murka atas dosa adalah Allah yang meninggalkan manusia tanpa kehidupan dari Allah selain maut yang memeluk semua manusia, tepat sebagaimana Allah mengirimkan ular-ular ketengah-tengah bangsa itu untuk memagut hingga banyak yang mati, pengecualian oleh Allah hanya bagi mereka yang memadang ular yang ditinggikan Musa di gurun sementara bangsa itu masih diburu oleh ular-ular yang memagut mereka. Kala Yesus berkata bahwa Anak Manusia harus ditinggikan sebagaimana Musa meninggikan ular di gurun untuk memberikan keselamatan di tengah-tengah Allah yang sedang murka dengan ular-ular-Nya yang membunuhi mereka, maka demikian juga yang sedang dialami oleh Yesus. Ia menyaksikan dan mengalami kemurkaan Allah terhadap segenap manusia, sebuah realita yang hanya dapat disaksikan oleh Yesus kala ia meminum cawan murka Allah bagi semua manusia dengan peninggiannya itu.  Yesus bukanlah manusia yang digigiti ular itu pada sebagaimana era Musa, tetapi ialah yang mengalami peninggian dari bumi - bagaikan ular tembaga yang ditinggikan di gurun, tetapi jauh lebih sempurna dan mulia, yang menyaksikan dan mengalami sendiri kemurkaan Allah itu, sebab pertama-tama dan satu-satunya ditimpakan kepada kemanusiaannya yang tak berbeda dengan kemanusiaan semua manusia dalam dosa, untuk menghasilkan penanggulangan murka Allah yang mendatangkan maut atas manusia-manusia yang semuanya berdosa di hadapan Allah. Dengan demikian, Yesus tak berdosa, sebab Yesus ditinggikan untuk menyelamatkan yang berdosa dan berada dalam penderitaan dan kematiannya yang abadi. Perhatikan penjelasan epistel Ibrani ini:


Ibrani 2:9-11 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan. Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara,


Hanya saja kemanusiaan Yesus yang benar-benar sama dengan kemanusiaan semua manusia yang sedang dimurkai Allah itu, bukanlah kemanusiaan yang berada dibawah pemerintahan maut, tetapi sebagai yang memerintah atas maut, sebab ia sebelum disalibkan berkata: Anak Manusia sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.


Sehingga saat Yesus ditinggikan dan mengalami murka Allah bagi segenap manusia sebagai upah dosa yang mendatangkan kematian, bukan merupakan jenis kematian yang menyanderanya dalam kerajaan Iblis tetapi dalam kematian akibat ia menanggung murka Allah  bagi semua manusia, Ia masuk kembali ke kerajaan Allah dengan cara menyerahkan nyawanya sendiri olehnya sendiri.


Dan apakah yang dilakukan oleh Yesus dalam kematian secara demikian? Epsitel Ibrani menjelaskan seperti ini bagi kita:

▬Ibrani 2:14-15 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.


Ia ditinggikan dari bumi seperti Musa meninggikan ular dari gurun yang memberikan kehidupan  yang menaklukan maut sebagai akibat murka Allah. Bagaimana Yesus bekerja sebagaimana ular yang ditinggikan Musa itu, pada peristiwa “eli eli lama sabachtani,” keselamatan Allah dikerjakan oleh Yesus saat ia telah menyerahkan nyawanya dan duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa. Jadi harus ditegaskan, Yesus tidak mengerjakan keselamatan dalam kematiannyaitu sebagai yang sedang sendirian atau Bapa pergi meninggalkannya sendirian.

Epistel Ibrani, sebagaimana  Yesus sendiri berkata dalam “perumpamaan kebun anggur” telah menyatakan bahwa Ia akan menjadi batu  penjuru yang menyelamatkan banyak orang dari berbagai bangsa, pun menunjukan penuntasan pekerjaan Allah di salib itu telah menjadikan Yesus Imam Besar yang akan menyelamatkan dan menguduskan banyak orang dari berbagai bangsa sehingga memiliki kehidupan dalam keselamatan  dan dalam pengudusan diri yang datang dari Allah:

Ibrani 2:17-18 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.


Itu sebabnya siapapun anda dan apapun suku anda atau kebangsaan anda, kini dapat menerima keselamatan dari Allah dalam Yesus Kristus sebab dengan berimannya anda kepada Yesus maka ia menjadi Imam Besar bagimu, mendamaikanmu yang penuh dosa kepada Allah yang murka terhadap dirimu yang penuh dengan dosa. Untuk hidup mengatasi dosa dan hidup dalam pengudusan yang datang dari pengudusan oleh Imam Besarmu.

-Selesai-



Sebaiknya dibaca:
-Yesus dan Inspirasi Kitab Suci - oleh: Prof.Dr. Gary R.Habermas




Segala Pujian Hanya Bagi Tuhan


No comments:

Post a Comment