Pages

27 February 2016

Mencari Dan Menakar (Bagaimana) Keselamatan Dari Tuhan:

Oleh: Martin Simamora

Kehendak Allah Versus Pikiran Para Manusia
(Refleksi)
kredit ilustrasi: bethinking.org
Apa yang paling menyolok terkait Yesus kala berinteraksi dengan keragaman pikiran atau pandangan atau nilai atau perspektif atau keyakinan manusia adalah, dia mengetahui segalanya secara sempurna dalam makna yang sangat definitif hingga  bertengger secara kokoh pada poin tak memerlukan verifikasi untuk pemastian akan apakah maksud sesungguhnya yang dimaksudkan para manusia itu; Ia tak memerlukan pandangan ke dua atau ketiga atau  analisa pakar apapun juga untuk menjadi pertimbangan-pertimbangan kritikal bagi dirinya. Ia menempatkan dirinya bukan sekedar tahu akan segala-galanya tanpa sebuah kemelesesatan dalam derajat terkecil sekalipun, tetapi sekaligus ia adalah ultimat atas semuanya, sehingga didalam berinteraksi dengan keberagaman atau kepluralan pandangan akan kebenaran mengenai dirinya dan keselamatan itu tak bersifat dialogis sehingga kebenaran dirinya sendiri beradaptasi dan bertoleransi dengan kebenaran dan nilai divinitas yang diusung manusia-manusia lainnya [memang pandangan publik terhadap Yesus itu sendiri dapat dikatakan sebagai sebuah kepluralan, namun kebenaran-Nya adalah ketunggalan absolut sekaligus ilahi: “Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga- Mat 16:13-17"].

Kemutlakan dirinya dan kebenaran dirinya di hadapan manusia juga disertai kemutlakan dirinya atas semua manusia yang menjamah segala pengetahuan pada semua diri manusia hingga di kedalaman yang begitu tersembunyi pada diri seorang manusia:

Yohanes 2:24-25 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.


Ia mengenal mereka semua, bukan dalam makna sebuah mengenal karena begitu akrab dan begitu terbuka satu sama lainnya; juga bukan sebuah mengenal sebagaimana manusia-manusia dapat saling mengenal, lazimnya yang sekalipun berkata mengenal, tak akan pernah benar-benar mengenal secara sempurna. “Tidak perlu seorangpun memberikan kesaksian kepada-Nya tentang manusia” adalah gambaran tajam sekenal apakah Yesus terhadap semua manusia. Pengetahuan Yesus atas semua manusia menjangkau hingga pada hal-hal yang begitu tersembunyi dan terbungkus rapi didalam kepribadian seorang manusia: “sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia” [jadi kala Yesus mengarahkan pandangannya pada semua manusia maka memang tak ada hal yang tersembunyi dan yang dapat dirahasiakan dihadapannya, sementara dapat dilakukan dihadapan manusia-manusia lainnya: “Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab-Ibrani 4:13”].


Sehingga memang Yesus sungguh mengetahui atau mengenal manusia begitu sempurnanya sehingga tak memerlukan seorang penasihat atau seorang interpreter atas berbagai perilaku manusia yang sedang dihadapinya kala ia sedang mendakwahkan kebenaran dirinya dan sabdanya mengenai keselamatan dari Allah pada dirinya [Yohanes 2:18-21]. Tak ada sedikit saja diperlukannya untuk menakar terlebih dahulu dalam sebuah proses panjang terkait kemurnian keberimanan para manusia itu, apakah selaras dengan kehendak Bapa-Nya ataukah keberimanan itu terlahir dari hal-hal yang selaras dengan konsepsi-konsepsi atau apa-apa yang dipikirkan manusia, sebab memang Yesus menempatkan dirinya sebagai ultimat tanpa komparasi yang bagaimanapun juga kala ia ada dan bergaul dan berinteraksi dengan dunia manusia yang begitu pluralistik di dalam pemikiran-pemikirannya. Dia begitu  akrab dengan kehidupan di dunia manusia namun tak sedikitpun terjadi semacam adaptasi yang bagaimanapun [“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”- Ibrani 4:15] antara dirinya dan manusia-manusia di dunia ini.

Cobalah perhatikan hal ini:
Yohanes 2:23  Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya.

Yesus berhadapan dengan banyak orang yang  dinyatakan sebagai percaya dalam namanya. Percaya karena telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya. Ini mengejutkan karena sekalipun dinyatakan bahwa Yesus sedang berhadapan dengan orang-orang percaya karena melihat, namun Yesus sama sekali tak mempercayai mereka:

Yohanes 2:24 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua

Mengapa? Apakah yang terjadi sesungguhnya dan keberimanan seperti apakah yang sedang terjadi pada orang banyak tersebut sehingga sekalipun beriman tak sama sekali menghasilkan sebuah relasi, karena dikatakan “tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka,” sungguh berbeda dengan apa yang seharusnya terjadi kala seseorang itu beriman kepadanya sebagaimana memang dikehendakinya: ”Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia-Yoh 6:56” atau “Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu- Yoh 17:6.


Apakah yang salah dengan orang-orang banyak tersebut sehingga Yesus sama sekali tak merajutkan sebuah relasi yang begitu berkesatuan, malah sebaliknya “tidak mempercayakan dirinya!”


Mereka percaya namun tidak ada sebuah kehidupan relasi antara Yesus dengan mereka oleh Yesus. Sebuah bahaya yang tak tertanggulangi kala begitu banyak orang berkehendak mempercayai Yesus sebagaimana maunya sendiri namun Yesus menolaknya sama sekali. Ini jenis kepercayaan atau keberimanan yang tak dikehendaki oleh Yesus, sekalipun mereka begitu percaya berdasarkan apa-apa yang telah dilakukan oleh Yesus. Ia tak sama sekali percaya kepada keberimanan mereka dan ini merupakan korespondensi atau sebuah keterhubungan yang begitu sukar untuk dipahami manusia secara kasat mata dan perspektif-perspektif humanis lainnya. Yesus melihat atau memandang keberimanan pada dirinya oleh manusia lain berdasarkan pada apa yang tak dapat dilihat manusia-manusia lainnya, dan Ia tahu lebih dahulu segala bentuk penentangan yang begitu tersembunyi sementara secara jiwa mereka sangat percaya.


Mengapa demikian? Sebab problem terbesar manusia-manusia kala itu dan juga sekarang ini atau era ini adalah rejeksi atau penolakan keras untuk percaya pada Yesus pada apa yang akan diperbuat-Nya ini:

Yohanes 2:19,21 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."… Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.

Pada perihal ini, mereka tak percaya:” Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"- Yoh 2:20


Ya…tak percaya pada  Yesus yang berkata dapat mendirikan kembali  Bait Allah [diri Yesus sendiri] dalam 3 hari, sementara percaya pada Yesus berdasarkan pada apa-apa yang telah diperbuat Yesus [mujizat-mujizat kesembuhan, pengusiran roh jahat dan tanda-tanda ajaib yang memberikan kesukaan bagi orang-orang Yahudi].


Ini situasi yang begitu keras dan tak terjembatani. Ini  jenis kesukaran beriman pada diri Yesus yang sama dengan peristiwa ini:

Yohanes 6:60-61,64 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata:"Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?...(64) Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.


Bukan sekedar Ia tak memerlukan penjelasan manusia lainnya mengenai manusia-manusia, tetapi pada hakikatnya ia didalam interaksi-interaksi interaktifnya tidak sama sekali memberikan ruang dialogis pada kebenaran-kebenaran yang dibawanya didalam dirinya. Ia mengetahui bahwa secara alamiah manusia akan mengalami gempa-gempa di dalam dirinya sebab tak kuasa untuk menghasilkan kedivinitasan yang diperlukan untuk menerima perkataan atau sabda Yesus itu sendiri. Hal ini bahkan dinyatakan atau disingkapkan oleh Yesus sendiri: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Perkataan apakah yang menggoncangkan iman para murid itu? Perkataan yang senilai dengan: “Rombak  Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”


Baik Yohanes 2:23 dan Yohanes 6:60-61 Yesus sedang membicarakan kebenaran ultimat pada dirinya:
Yohanes 2:13-21 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku." Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.


Sekarang mari kita melihat apa sesungguhnya yang terjadi sehingga “murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Atau dengan kata lain: “perkataan  Yesus yang menggoncangkan iman mereka.”

Yohanes 6:28-35,38,41- Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. … (38) Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. … (41) Maka bersungut-sungutlah orang Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: "Akulah roti yang telah turun dari sorga."(42) Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?"


Otoritas yang dipertanyakan oleh orang-orang Yahudi pada pokoknya  mengenai apa yang Yesus akan dan dapat lakukan dalam kuasa dan pemerintahan yang tak mungkin dilangsungkan oleh seorang anak Yusuf, yang ibu bapanya sangat dikenal oleh mereka. Otoritas Yesus  dengan demikian harus diteguhkan dengan sebuah pembuktian [ sebagaimana yang dituntut oleh mereka]:

Kasus pertama: pengobrak-abrikan perdagangan di dalam Bait Suci, orang-orang Yahudi mempertanyakan otoritasnya yang menuntut sebuah pengotentikan: Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?"


Kasus kedua: pernyataan Yesus bahwa dirinya adalah roti yang telah turun dari sorga sehingga barangsiapa datang kepadanya: tidak akan lapar lagi dan tidak akan haus lagi. Tidak sebagaimana pada roti yang diberikan Allah pada zaman Musa, ini mendatangkan tanda tanya begitu besar pada otoritasnya yang menuntut pengotentikan: “Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?


Malangnya bagi para manusia, kala Yesus membuktikan otoritasnya melalui apa yang hendak dilakukannya, tak ada satupun divinitas pada manusia yang sanggup atau berkuasa untuk menerima sehingga mempercayainya!


Dalam benak para  manusia, apa yang dikatakan Yesus itu lebih dari sekedar tafsir literal atas apa yang tertulis didalam kitab-kitab suci, sebab pada hakikatnya Yesus sedang menyatakan bahwa Ia adalah kegenapan dari apa yang telah diperlihatkan Bapa-Nya kepada nenek moyang mereka pada era Musa. Pertanyaan  raksasa yang mereka emban begitu berat menindih [pada kasus ke-2], adalah: “Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga.” Jangankan untuk menerima bahwa Ia adalah roti yang turun dari sorga dan barangsiapa yang memakannya tidak akan lapar lagi, pada poin “sebab Aku telah turun dari sorga,” telah merupakan keberatan yang bukan saja sukar namun menghancurkan kepercayaan dan penghormatan mereka kepada Yesus. Begitu identik dengan pembuktian yang diajukan Yesus untuk menjawab para penantangnya: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” adalah pembuktian yang begitu sukar dipahami sehingga berlabuh pada ketakpercayaan- pada mulanya percaya dan akhirnya kandas- terhadap keberkuasaan Yesus untuk:”Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?


Kebenaran perkataan-perkataan divinitas Yesus, memang memiliki nuansa yang akan begitu memaritkan sedemikian jurangnya sehingga tak tersentuh sekalipun begitu dekat untuk didengar dan dipandang, dan dibaca sehingga tak aneh jika kepercayaan mereka pada Yesus baru akan terjadi  sejauh kasih karunia-Nya  berkenan membawa mereka masuk kedalam kesatuan kehendak-Nya saja:


Yohanes 2:21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.


Bandingkanlah dengan:
Lukas24:25-27 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.


Ayat 44-46 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur." Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga,


Sehingga di Yerusalem [kasus pertama], kepercayaan  atau keberimanan mereka, bukan percaya  dengan perkataannya yang demikian: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali,”sebaliknya mereka percaya karena melihat tanda-tanda yang dibuat oleh Yesus, yang dapat mereka saksikan saat itu juga: “banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya- Yoh 2:23,” yaitu berbagai mujizat seperti kesembuhan. Namun, mereka tidak percaya kepada Yesus adalah Mesias yang datang untuk mengalami kematian sebagai kurban dari Allah yang memiliki kuasa kebangkitan mengatasi kematian [Rombaklah bait Allah ini, dan dalam 3 hari aku akan mendirikannya kembali]; hal yang tak pernah terjadi sebelumnya dan mustahil, sebagaimana juga mustahil ada orang yang dapat membangun hanya dalam waktu 3 hari pada apa yang  hanya dapat dibangun dalam waktu 46 tahun.


Tak ada satu ruang dialogis  bagi “3 hari” [ketetapan Allah] dengan “46 tahun”[nilai dan kebenaran manusia-manusia] untuk menghasilkan kebenaran kekal yang dapat diasup kepluralan manusia, sebab bukan sebuah perbandingan yang dapat diperbandingkan didalam rasio-rasio manusia dan kebenaran-kebenaran manusia. Tak terelakan karena mereka memahami kebenaran pada bangunan fisik atau berdasarkan indera-indera kebenaran pada kemanusian - kemanusiaan mereka yang begitu menekankan pada kapasitas dan kapabilitas manusia untuk membangun perjumpaan dengan Allah, sementara Yesus, Yesus sedang membicarakan tubuhnya sendiri adalah bait Allah atau tempat perjumpaan manusia dengan Allah. Dalam hal ini tak ada satu alternatif lain manapun sebagaimana Yesus telah tunjukan: “Ia tak mempercayakan dirinya pada mereka” atau dengan kata lain tak sama sekali keberimanan pada mereka membuat mereka untuk mengalami: “mereka di dalam Yesus dan Yesus di dalam mereka.” Pun demikian dengan pernyataan Yesus bahwa dirinya adalah “roti dari sorga” atau “Ia telah turun dari sorga” merupakan pikiran yang tak dapat disandingkan dengan pikiran-pikiran manusia kala membicarakan kebenaran akan kehidupan kekal, sehingga buahnya pasti, yaitu ketakpercayaan:

Yohanes 6:60,65-66 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?"… (65) Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.


Para pengikut Yesus yang percaya berdasarkan pada perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilihat [belaka mujizat atau tanda-tanda ajaib seperti penyembuhan, pemberian makan pada banyak orang namun bukan mengenai karya keselamatan yang akan dilakukannya] pada akhirnya mengundurkan diri kala berhadapan dengan perbuatan yang belum mereka lihat [bahkan tak kuasa untuk memberi  kesempatan bagi ruang dan waktu untuk terjadinya peristiwa itu] dan begitu sukar untuk diterima sebagai kebenaran yang divinitas: “Ia telah turun dari sorga”, sehingga mereka pada dasarnya bukan murid yang lahir dari kehendak Allah  atau yang keberimanannya tidak mengakibatkan kebersatuan kehendaknya dengan kehendak Allah di dalam Kristus, namun merupakan murid-murid yang lahir dari upaya keras mereka untuk memamahi setiap hal yang dikehendaki Allah pada apa yang disabdakan Yesus, yang berujung pada ketidakselarasan dengan kebenaran atau nilai mereka kala memandang atau memperlakukan Yesus dan sabdanya: “perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?


Begini,  orang-orang beriman yang dikehendaki Bapa adalah yang percaya bahwa pada Yesus saja ada kehidupan kekal yang datang dari Allah, dan inilah yang ditegaskan Yesus:
Yohanes 6:27-29 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."


Orang-orang beriman kepada Kristus bisa saja  tampil dengan ekspresi-ekspresi moralitas yang luar biasa, karekater-karekater unggulan dan teladan-teladan memberikan makanan kepada yang membutuhkan, sebagaimana Yesus sendiri. Namun, sebagaimana yang terjadi di era Yesus, belum tentu orang-orang yang memang tampil begitu penuh hasrat sebagai murid Kristus juga melakukan apa yang dikehendaki oleh Yesus sebagaimana dikatakannya sebagai pekerjaan yang harus dilakukan sebagai kehendak Bapa: “percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” sebagai  yang dikatakan bekerja untuk makanan yang bertahan hingga kepada hidup yang kekal.


Percayakan anda bahwa hanya pada Yesus saja ada kehidupan kekal  yang hanya dapat dialami kala beriman kepadanya?



Terlihat begitu mudah? Tidak sama sekali! Coba perhatikan ini:
Yohanes 6:30 Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?


Coba periksa diri anda dan diri kita masing-masing dengan sebuah alat uji, yaitu: sabda Yesus sendiri: Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." Percayakan anda? Atau malah anda memiliki pandangan bahwa di luar sabda Yesus ini ada kebenaran keselamatan lainnya? Percayakah anda? Atau malah anda menerima pengajaran dari pendeta yang mengajarkan tak perlu menginjili atau memberitakan kebenaran ini kepada mereka yang belum mengenal Yesus, sebab di luar Yesus sekalipun, ada keselamatan juga – di dunia yang begitu pluralistik? Jika memang demikian, maka itu  hanya membuktikan bahwa beriman kepada Yesus dalam keutuhan sabdanya dan dalam keutuhan penerimaan bahwa Ia adalah Allah Sang Firman yang menjadi manusia bukan perkara perspektif-perspektif atau keberagaman nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan di dalam masyarakat. Yesus adalah teladan bagi setiap orang Kristen yang setia bagaimana bulat didalam kebenaran diri Yesus dalam dunia yang plural, yaitu: “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian- Lukas 6:27-33. Oposisional adalah kealamian dalam memberitakan kebenaran divinitas Yesus dan dalam hal ini apakah yang harus dilakukan dan dipertunjukan? Kasih Allah itu sendiri! Jadi sebagaimana Yesus, kita menyadari dan menghargai eksistensi  masyarakat yang pluralistik dan dalam hal itu pun kebenaran Kristus adalah ultimat atas segala-galanya, dengan kata lain tak ada ruang  yang korektif dan adaptif pada Yesus dan sabdanya, namun jelas ada ruang kasih Allah [maksudnya tak dihadapi dengan pedang terhunus untuk dibunuh] terhadap segala bentuk oposisi terhadap Yesus.


Apakah anda sungguh percaya pada kebenaran Yesus semacam ini, atau malah menakar Yesus sebagai sosok yang begitu picik, arogan dan paling benar sendirian? Apakah anda, dengan kecerdasan otakmu yang luar biasa itu malah berkata: "apa jadinya jika hanya beriman kepada Yesus sebagai satu-satunya kebenaran ultimat?”Apakah lantas yang lain itu tak berharga? Kalau demikian, maka Yesus adalah sosok paling anti terhadap kepluralan dalam kehidupan di dunia ini? Tentu saja terhadap hal semacam ini, sudah jelas jawabnya: Yesus tidak anti terhadap kepluralan, sebab ia sendiri hidup dan berinteraksi dengan masyarakat yang begitu beragam memandang dirinya, bahkan ia tetap berdialog [dalam keultimatannya yang mengatasi segala bentuk kebenaran atau nilai yang pluralis] dan bahkan tidak melarikan diri ketika ia memiliki kesempatan untuk melakukannya di taman Getsemane itu, sekalipun dalam situasi opresif atas dirinya:
Matius 26:51-54 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. Maka kata Yesus kepadanya: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"


Yesus bukan saja berhadapan dengan masyarakat yang begitu pluralistik namun kebencian yang begitu berdarah, namun ia sama sekali memerintahkan para muridnya untuk menyarungkan pedangnya [ini bukan sekedar tak menghunuskan pedang tetapi prinsip kebenaran Kristus: “siapa yang menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang,’ bukan dihadapi dengan bilah-bilah pedang namun dengan tindakan-tindakan penuh kasih dan penundukan terhadap Allah: “kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari 12 pasukan malaikta membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?”]


Siapakah Yesus bagimu, pada akhirnya menjadi pertanyaan krusialnya, sedalam apa penerimaanmu akan sangat menentukan bagaimana anda mengapresiasi Yesus. Semakin anda menentukan Yesus sebagai begitu piciknya terhadap kepluralan maka memang Yesus bagi anda adalah belaka maskot agamamu bernama Kristen dalam kreasi dan dinamika kebenaran, nilai dan kepercayaan yang beragam di dalam dunia ini, sebab segala kehendak Allah yang dinyatakan Yesus, telah anda lucuti atas nama pluralisme. Ingat, pada saat Yesus tak menghargai kepluralan kebenaran akan keselamatan dengan cara tidak bersedia menyelaraskannya dengan nilai-nilai kebenaran manusia-manusia, ia sendiri menyajikan kasih Allah yang begitu besar pada manusia tanpa pedang dan tanpa memerintahkan malaikat-malaikatnya untuk membumihanguskan kepluralan pandangan yang melawan dirinya. Inilah penghargaan dan cara hidup Yesus dalam kepluralan masyarakat di mana ia hidup dan tinggal. Ini pun menjadi teladan bagi saya dan anda. [harus dicamkan mengapa ia melarang pedang dan tak memerintahkan pasukan malaikat, sebab ia sendiri terhadap kepluralan kebenaran akan keselamatan itu bersabda: “Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman”- Yoh 12:47-58. Oposisional pada kebenaran Yesus dalam masyarakat yang begitu plural tak akan pernah mengakibatkan pembumihangusan oleh Allah pada saat itu juga, namun pastilah pada akhir zaman, firman yang telah disabdakan Yesus dan digemakan kembali oleh para pemberita kabar baik akan menjadi hakim atas diri mereka.


Jadi, sebetulnya begitu sukar untuk percaya kepada Yesus sebagaimana Ia  pada mulanya adalah Firman dan bersama-sama dengan Allah. Firman itu adalah Allah dan telah menjadi manusia (Yohanes 1:1,14), dengan segala sabdanya yang begitu ultimat dihadapan segala kebenaran:
Yohanes 8:24 Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu."


Yohanes 16:8-9 Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku;

Memang benar di dalam dunia plural ini, kepercayaan semacam ini tak akan nyaman di telinga dan di otak ini, namun harus dikatakan, jika anda masih mengatakan dirimu Kristen, kala anda tak percaya pada apa yang belum terbukti atau menantikan pembuktiannya ini, maka memang Yesus sendiri berkata kepadamu:

Yohanes 6:61 Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?


Kalau sabda Yesus semacam ini membuat keberimananmu menjadi limbung dihadapan masyarakat pluralis ini, maka memang anda harus jujur sejujurnya untuk mundur ketimbang munafik  dan menipu begitu banyak orang dengan suara-suara kenabiannya (sendiri) yang sumbang melawan Yesus. Anda, jika demikian adanya anda, patutlah meneladani sikap murid-murid Yesus  yang ini:
Yohanes 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.


Ketimbang menjadi manusia-manusia munafik dan malah menakar Yesus dan menakar ulang perkataan-perkataannya seolah anda jauh lebih berotoritas atas diri Yesus dan sabdanya dan seolah anda lebih hebat daripada Yesus dan lebih tahu kebenaran-kebenaran pada perkataan-perkataan Yesus sendiri, adalah lebih baik berhenti menjadi pengikut Kristus dan menjadi penghujatnya saja tanpa lagi perlu melabelkan diri sebagai Kristen yang namun menjungkirbalikan kekuatan perkataan-perkataan Yesus yang memang dapat melukai nilai-nilai humanismemu.

Segala Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan



No comments:

Post a Comment