Pages

30 January 2016

Hidup Di Dalam Dunia Yang Dijejali Ketakadilan

Oleh: Martin Simamora


 Ketika Allah  Mempertontonkannya
(Refleksi)

Habakuk adalah nabi yang harus menghadapi dan menatapi secara amat lekat akan setiap hal yang tak dikehendaki setiap manusia:

Habakuk 1:2-4 Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu:"Penindasan!" tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.


Takkah ini begitu dekat dengan realita kehidupan kita sehari-hari? Dalam pemberitaan tv, koran dan media elektronik/internet begitu mudah untuk menonton: kekerasan, pertikaian, hukum kehilangan kekuatannya, orang fasik mengepung orang benar, sehingga keadilan muncul terbalik?


Itulah dunia Habakuk yang pada hakikatnya menceritakan juga dunia kita saat ini, bahkan di negeri kita sendiri. Frustasi adalah kealamian yang akan menimpa setiap orang yang percaya bahwa TUHAN adalah mahakuasa dan berdaulat penuh, tak kecuali Habakuk: “berapa lama lagi TUHAN, aku berteriak tetapi tidak Kaudengar?

Berapa lamakah engkau memperjuangkan keadilan bagi dirimu atau keluargamu, atau komunitas yang kauwakili namun tak jua sukses, sekalipun sudah bertahun-tahun…tapi tak jua membuahkan….  atau apapun juga hal lainnya? Tak jua Tuhan menjawab??


Tak hanya di situ, Habakuk si nabi ini  kemudian berkata: ”Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Bagi Habakuk, Allah berkuasa penuh untuk meniadakan   segala kejahatan dan mengubah sejarah; dalam hal ini, ia tak meragukan sedikit saja kedaulatan kemahakuasaan Allah di dalam dunia yang jahat, namun jelas ia mempertanyakan Allah yang tak mendengarkan  ratapannya, tak berbuat apa-apa sebagaimana kehendaknya, namun malah  mempertontonkan kejahatan kepada dirinya. Allahnya mempertontonkan itu baginya. Untuk apakah?


Ada hal yang luar biasa dalam episode Habakuk yang penuh kedukaan dan ketakmengertiannya atas realit pahitnya. Pertama: sekalipun demikian adanya, Ia tahu Allahnya berdaulat dan mahakuasa atas dunia jahat, Kedua: Allahnya adalah sumber damai dan keadilan, bahkan dalam tindakan-Nya yang mempertontonkan kejahatan, maksud Allah pada Habakuk agar ia: "memandang kelaliman” manusia-manusia itu hingga pada kegenapannya. Menunjukan bagaimanakah hakikat manusia itu pada dasarnya.

Allah dapat menjawabnya dan juga dapat tak menjawabnya sesuai dengan kehendak-Nya; Allah berkuasa untuk menghentikan kejahatan di dunia dan berkuasa untuk mempertontonkan realita manusia yang dijejali kelaliman di hadapan anak-anak-Nya. Untuk menyingkapkan betapa hal itu atau hakikat manusia itu adalah begitu mustahil untuk diharapkan sembuh pada dirinya sendiri

Perhatikan pernyataan Habakuk ini:
Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.”


Terhadap dunia seperti inilah, Habakuk meratapinya yang mana baginya Allahnya itu begitu lambat menjawab: “Aku berseru kepadamu “Penindasan!” Tetapi tidak Kautolong?


Habakuk tidak sedang menuding Allah tidak berkuasa atau kemahakuasaannya terbatas, namun jelas ia sedang mempertanyakan Allah, mengapa tak menolong, sebaliknya malah mempertontonkan kejahatan dihadapannya?


Apakah Allah hanya hendak memperlihatkan ketakadilan yang dilahirkan oleh hakikat moral manusia adalah lalim?

Tidak, Allah pun bermaksud hendak memperlihatkan kepadanya bagaimanakah keadilan-Nya berlangsung menurut kehendak-Nya.



Bangsa Garang Di Tangan Allah Menjadi Cambuk Keadilan-Nya
Jika pertanyaannya, bagaimanakah kekuasaan Allah itu didalam dunia yang pada hakikat moralnya adalah para penyinta ketakadilan itu, maka yang akan dijumpai adalah, pewujudan kehendak Allah untuk mewujudkan keadilan-Nya taklah mudah untuk dicerna. Perhatikan jawaban Allah kepada Habakuk:

Habakuk 1:5- Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.


Setiap orang berkehendak Allah adil dan Allah menegakkannya, dan dalam hal ini tak akan ada keberatan, namun apakah manusia-manusia akan senantiasa menyetujui pada bagaimana Allah akan mewujudkannya? Ini sebuah problem, karena sebetulnya kala berbicara kedaulatan Allah itu bukan belaka bahwa Ia satu-satunya yang disebut Sang Pencipta Langit Bumi berserta isinya, tetapi bahwa Ia sendiri memiliki maksud  di dalam dirinya sebagai satu-satunya Ia Sang Pencipta yang berkehendak atas apapun dan segala sesuatunya.


Kalau memang begitu adanya, maka ini menjadi terlampau keras dan sukar sebab pewujudan oleh Allah tak sinkron dengan kehendak para manusia. Bahkan dalam kasus nabi Habakuk, Allah begitu gamblang menyatakannya: “Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.”


Apakah yang dilakukan Allah dalam mewujudkan keadilan sehingga tidak akan mempercayainya jika diceriterakan? Lihatlah ini:

Habakuk 1:6 Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka.


Allah menjawab permintaan atau seruan yang telah sekian lama diserukan Habakuk kepada Allahnya, namun apa yang dilakukan Allah itu, tidak akan kamu percayai jika diceriterakan, sebab Allah mewujudkan keadilan atas ketakadilan atau Allah menjawab seruan Habakuk dengan cara: membangkitkan orang Kasdim, “Akulah yang membangkitkan orang Kasdim.” Allah menggunakan orang Kasdim menjadi alat keadilan ditangan-Nya.


Bangsa yang bagaimanakah, orang Kasdim ini? Menariknya, inilah yang ditekankan pada bangsa ini: “bangsa yang garang dan tangkas itu yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka.” Ini adalah  bangsa penginvasi yang ganas dan menjelajahi bumi!


Bangsa ini, orang Kasdim ini sungguh sangat menggentarkan untuk sekedar mendengarkan namanya:

Habakuk 1:7-11“Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya sendiri. Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir. Raja-raja dicemoohkannya dan penguasa-penguasa menjadi tertawaannya. Ditertawakannya tiap tempat berkubu, ditimbunkannya tanah dan direbutnya tempat itu. Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya.


Saya tak perlu menegaskan lebih dalam kegentaran-kegentaran apakah yang dibawa orang-orang Kasdim kala mereka melintasi lintang bujur bumi. Apa yang jelas di sini, siapakah yang bisa melihat Tuhan ada sedikit saja dalam cara seperti ini? Siapakah? Ingat, bahkan  Habakuk mengetahuinya, dikarenakan Allah menyatakannya; Ia hadir menegakkan keadilan melalui bangsa yang kebuasannya menjelajahi bumi!


Bahkan Habakuk sekalipun akan begitu penuh dengan kesukaran untuk memahami cara Tuhan ditengah-tengah pengakuan bahwa itulah jalan pilihan Allahnya, lihat ini:

Habakuk 1:12-13 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa. Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?
Jika ada yang berkata “ Allah terlampu besar untuk dimasukan ke dalam sebuah agama tertentu saja,” maka sebetulnya di sini, Alllah hendak berkata “ Anda terlampau kecil untuk dapat mendefinisikan   kehendak-Ku dan bagaimanakah Aku mewujudkan-Nya.”


Habakuk begitu susah untuk memahami bagaimana Allah mewujudkan kehendak-Nya untuk mewujudkan keadilan dengan cara dan kehendak-Nya, menggunakan bangsa yang begitu garang dan begitu  biadab: “ Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir.”  Namun dalam kesusahannya itu, Habakuk  menyatakan realitas “bagaimana Allah mewujudkan kehendak keadilan-Nya” [manusia secara umum akan bersetuju dengan Allah yang melawan ketakdilan, namun jika caranya dengan menggunakan orang Kasdim??] dalam sebuah cara yang penuh penundukan dan menghempaskan haknya untuk mempertanyakan lebih lanjut dengan berkata:

▓Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan
▓Ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa


Apa yang dapat menjadi teladan dari Habakuk bagi saya dan bagi segenap pembaca adalah sikap Habakuk dalam memandang realita kehadiran Tuhan dalam menegakkan keadilan yang mana mustahil untuk mengatakan dihadapan manusia, Tuhan hadir menjawab doaku, ia tetap menyebut-Nya: “Ya TUHAN” dan “Ya Gunung Batu.”  Menunjukan penundukan luar biasa dalam kegelisahan imannya, bersujud kepada kehendak Allah yang sedang mewujudkan seruannya/doanya dalam cara yang tak dikehendakinya.


Adalah kebenaran universal dan kokoh bagaikan formulasi matematika bagi segenap manusia bahwa:

▓Allah  Mahakudus sehingga matanya terlalu suci untuk melihat kejahatan, sehingga
▓Allah tak dapat memandang kelalilman


Tetapi kenyataannya Ia bukan formula matematikamu! Sebagaimana Habakuk nyatakan. Ini tak hendak menyatakan bahwa Allah mencintai dan melahirkan kelaliman, sebagaimana dinyatakan oleh Habakuk, tadi. Susah dipahami bagaimana bisa Allah terlihat di matanya tak berbuat apa-apa, lebih lagi kala orang Kasdim telah merangsek dan menghantam secara ganas bangsa yang sedang dinubuatkannya (Habakuk 1:1); bagi Habakuk bahkan bangsa yang sedang menjadi lawan Allah dalam nubuatnya itu, jauh lebih baik daripada  orang Kasdim, sebagaimana tutur nubuatnya: “Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia.” Bagi Habakuk, bangsa yang sedang dinubuatkannya jauh lebih baik dari Orang Kasdim yang ditetapkan Sang Gunung Batu, namun mengapa wujud keadilan atau jawaban serunya begitu sumbang dan begitu jahat dalam mata manusia?


Habakuk semakin sukar untuk memahaminya, sebab Allah tak menjawabnya. Apa yang dapat diungkapkannya adalah sebuah kegelisahan dan ketakberdayaan untuk memahami Allahnya yang disebutnya Gunung Batu itu:

Habakuk 1:14-17 Engkau menjadikan manusia itu seperti ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak ada pemerintahnya? Semuanya mereka ditariknya ke atas dengan kail, ditangkap dengan pukatnya dan dikumpulkan dengan payangnya; itulah sebabnya ia bersukaria dan bersorak-sorai. Itulah sebabnya dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan dibakarnya korban untuk payangnya; sebab oleh karena alat-alat itu pendapatannya mewah dan rezekinya berlimpah-limpah. Sebab itukah ia selalu menghunus pedangnya dan membunuh bangsa-bangsa dengan tidak kenal belas kasihan?

Manusia-manusia itu  bagaikan binatang-binatang dihadapan Allah!


Sekali lagi, tak akan ada satu saja yang sanggup berkata seperti Habakuk dari mulutnya: telah Kautetapkan dan Kautentukan Orang Kasdim untuk menghukumkan dan menyiksa. Habakuk pasti disebut gila, sesat, sinting sebab menjadikan Allah begitu busuknya dan begitu setannya. Allah menggunakan bangsa biadab sebagai alat keadilannya? Ini tak akan pernah terjawabkan, sekalipun Habakuk tahu namun masih begitu samudera ketaktahuannya itu.


Apakah Habakuk menjadi begitu  frustrasi dan kemudian menjadi murtad?


Lihat hal selanjutnya:
Habakuk 2:1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.


Habakuk tidak menjadi layu dan mati terhadap Allah, sekalipun begitu banyak  yang tak dapat dipahaminya, sekalipun ia mengetahuinya dalam ketakmengertian yang begitu dalam dan begitu tajam. Ia  tak mau mendefiniskan Allah berdasarkan pada apa yang dilihatnya, pada apa yang menurutnya Tuhan tak menjawab atau mendiamkan kejahatan di dunia ini. Ia tak menjadi hakim atas perilaku Allah yang demikian. Habakuk tetap menempatkan Tuhan sebagai pendefinisi bagi dirinya sendiri, dan apa yang  harus dilakukannya adalah menerima sebagaimana dikehendaki-Nya:
Habakuk 1:2 Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.


Inilah relasi alami antara Allah dan hamba-Nya, bahwa ia sebagai pelayan-Nya atau abdinya yang bisa begitu  sukar memahami Allah-Nya tetap menantikan apakah titah-Nya-sabda-Nya-jawab-Nya. Dan Allah menjawabnya. Ini hal yang begitu indah didalam kemencekaman Habakuk menjadi bagian penting dalam tindakan penghakiman dan eksekusi penghukuman yang sedemikian. TUHAN menjawab aku.

Ya….Ia menjawabnya berdasarkan kehendak-Nya bukan sama sekali yang menjawab kegelisahannya:

Habakuk 1:3-4 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.

Begitu kerasnya Allah terhadap dunia berdosa ini dan begitu sukarnya memahami Allah berurusan dengan dunia yang berdosa ini, apalagi memahami Allah hadir didalam fenomena ketakadilan untuk menghabisi keadilan (dalam mata manusia akan terlihat seperti itu kala bangsa yang buas menghantam bangsa yang jahat namun tak sebuas bangsa penindasnya).


Kitapun, saya dan anda akan lebih suka dan mudah untuk mengatakan bahwa Orang Kasdim melumat bangsa yang dinubuatkan Habakuk itu sebagai tindakan yang berasal dari iblis. Masakan Allah menggunakan bangsa biadab dan kebengisan untuk menghukum sebuah bangsa yang lainnya?



Dimanakah keadilan?



Apakah dengan demikian, Habakuk  tak lagi percaya bahwa Allah adalah kasih, atau sama seperti kebanyakan orang akan mengatakan, kalau demikian mana bisa lagi, Ia adalah Allah yang kasih. Mari kita melihat doa Habakuk ini:

Habakuk 3:2 TUHAN, telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaan-Mu, ya TUHAN, kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan tahun; dalam murka ingatlah akan kasih sayang!

Allah senatiasa ada didalam sepanjang sejarah dunia, bekerja dalam lintasan tahun-sejarah dunia, sejarah setiap bangsa, sejarah setiap manusia. Sejarah Habakuk yang harus menyaksikan setiap realita pewujudan kehendak Allah yang berseberangan dengan pengharapannya, juga saya dan anda!


Allah adalah Allah yang penuh kasih sayang, kemurkaannya bukanlah sebuah peristiwa menguapnya kasih sayangnya,namun karena Ia datang dari tempat yang mahakudus dan keagungannya menutupi segenap langit (Habakuk 3:3 Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. Sela. Keagungan-Nya menutupi segenap langit, dan bumipun penuh dengan pujian kepada-Nya.). Segenap langit! Tak ada tempat pengagungan yang pantas untuk selain Allah dan tak ada sumber kegentaran bagimu dan saya selain Allah, dan tentu saja tak ada sumber jawaban  bagimu dan saya selain Allah saja.


Jika anda mempertanyakan keadilan, perlindungan dan keandalan keselamatan atau proteksi Allah, maka perhatikan ini:
Habakuk 1:12 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami.


Bukankah Yesus sendiri pun memberikan sebuah jaminan keselamatan yang begitu menjagaimu sehingga tak perlu kuatir dan dicemaskan dengan ketakadilan dan kejahatan serta kebengisan dunia ini? Sebagaimana dikatakan Yesus:


Matius 10:28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.


Apakah ketakadilan, kebengisan yang merangsek bebas di dunia ini, persengkokolan gelap yang menari  riang di dunia ini membuatmu begitu menyembah kegelapan dan segala bentuknya sehingga anda berkata Allah tak mahakuasa dan tak perlu benar-benar mahatahu karena Ia tak bisa hadir di dalam dunia kejahatan? Maka perhatikanlah Yesus, Ia berkata bahwa apapun yang anda dan saya takuti, tak berkuasa untuk membunuh jiwamu! Kalau berbicara kemahakuasaan maka Yesus berbicara pada tatar yang bahkan saya dan anda tak bisa pahami: “takutlah kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” Sebutkan satu orang dihadapan-Nya yang tak dapat dibinasakannya!


Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah

Referensi penunjang:
-Pulpit Commentary: "Habakuk 1"

-The Dead Sea Habakuk Scroll -  oleh Prof F.F. Bruce, M.A., D.D.
-Habakuk -  oleh bible.org




No comments:

Post a Comment