Pages

30 May 2015

Sarana Anugerah



Oleh: Henry Clarence Thiessen




Allah menggunakan banyak sarana-sarana yang berbeda untuk membawa orang kepada dirinya sendiri untuk persekutuan dan keselamatan, dan semua ini dapat dinilai, dalam makna yang lebih luas, sarana-sarana anugerah.


I.Firman Allah
Oleh Firman Allah, kita di sini memaksudkan Alkitab, yang terdiri dari kitab-kitab kanonik Perjanjian Lama dan Baru. Kitab-kitab  yang yang telah diinspirasikan secara ilahi ini “memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16). Firman Tuhan ini  menggambarkan dirinya sendiri kepada kita sebagai sebuah sarana anugerah dalam beragam cara, dan penggambaran itu berlangsung di bawah sejumlah simbol. Alkitab adalah sebuah “palu yang menghancurkan bukit batu” (Yeremia 23:29), seorang hakim “ atas pikiran-pikiran dan maksud-maksud hati” (Ibrani 4:12), sebuah cermin untuk menyingkapkan kondisi sebenaranya manusia (Yakobus 1:25), sebuah bejana air untuk membersihkan yang  bernoda (Yohanes 15:3; Efesus 5:26), benih (Lukas 8:11; 1Pet 1:23), makanan bagi yang lapar (Ayub 23:12), sebuah terang bagi pejalan (Maz 119:105), dan sebuah pedang bagi  prajurit (Efesus 6:17; Ibra 4:12).


A.Itu Adalah Sebuah Sarana Keselamatan
Bagaimana Alkitab adalah sebuah sarana bagi keselamatan?Paulus berkata bahwa Injil itu adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya” (Roma 1:6) dan bahwa Tuhan telah berkenan “menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” (1Kor 1:21). Paulus memperjelas bahwa hal yang harus dikhotbahkan adalah “Kristus yang telah disalibkan” (1Kor 1:23). Kepada Timotius, dia berkata, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2Tim 3:15). Petrus berkata  mengenai orang percaya yang telah mengalami “dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal”(1Pet 1:23). Pemazmur berkata,” Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa” )Maz 19:7).

Injil adalah kematian, penguburan, dan kebangkitan  Kristus, berdasarkan Kitab suci (1Kor 15:3dst), dan pemberitaan para rasul telah  dipenuhi pada setiap bagiannya dengan  firman Tuhan (Kisah Para Rasul 2:16-21, 25-28,34dst; 3:12-16; 13:16-41; 17:2dst). Tentu, pengalaman mengonfirmasi atau mendukung  dengan bukti bahwa Alkitab/Kitab suci adalah sebuah sarana menarik orang kepada Kristus. Allah menghormati firmannya, dan melalui firmannya orang datang kepada sebuah pengetahuan Kristus yang menyelamatkan.



B.Itu Adalah Sebuah Sarana Pengudusan
Firman Tuhan, juga sebuah sarana pengudusan. Konsep ini diajukan dalam kitab suci dalam simbol-simbol seperti sebuah cermin, sebuah  bejana air pembersih, sebuah pelita, dan sebuah pedang. Alkitab menyingkapkan kondisi hati dan kebutuhannya akan pembersihan (2Kor 3:18; Yakobus 1:23-25); firman adalah air pemurnian (Maz 119:9,11 ; Yohanes 15:3; Efe 5:26); firman adalah pemandu kaki yang melangkah dalam jalan-jalan kebenaran (Maz 119:105; Amsal 6:23; 2Petrus 1:19); dan firman adalah pedang untuk menaklukan musuh (Efe 6:17; Ibra 1:12). Yesus telah berdoa kepada Bapa “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran” (Yohanes 17:17). Ada sebuah hubungan yang sangat langsung antara membaca dan belajar Firman dan bertumbuh dalam anugerah. Sebuah  studi  yang mendalam pada biografi Kristen menyingkapkan bahwa orang-orang besar Tuhan merupakan para pembaca konstan/setia firman. Firman Tuhan kepada Yosua memiliki nilai penting berkesinambungan, “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung” (Yosua 1:8; bandingkan dengan Ulangan 17:18-20).


Sebuah  kata dapat ditambahkan di sini dalam pejelasan kuasa Firman.

Walaupun Firman Tuhan dikatakan menjadi “hidup dan aktif” (Ibra 4:12), menjadi hikmat dan kuasa Tuhan, dan untuk meyakinkan, mempertobatkan, dan menguduskan jiwa, firman  memproduksi hasil-hasil rohani hanya ketika telah dihadiri oleh Roh Allah. Petrus telah mendeklarasikan bahwa nabi-nabi “telah memberitakan injil... oleh Roh Kudus yang telah dikirim dari surga”(1Pet 1:12). Paulus berdoa agar “Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar”(Efe 1:17). Terlihat jelas bahwa walau Firman memiliki kuasa  yang diperlukan untuk  melakukan kerjanya, jiwa tidak memiliki kemampuan untuk dipengaruhi yang dibutuhkan hingga dikuasai oleh Roh Kudus (1Kor 2:14-16).


II.Doa
Tidak seorangpun dapat membaca Alkitab tanpa jiwanya menjadi dikesimakan dengan diberikannya tempat yang besar bagi doa dalam halaman-halamannya. Dimulai dengan percakapan Allah dengan Adam, seluruh Perjanjian Lama dan Baru adalah contoh-contoh orang yang telah berdoa. Doa, akan tetapi,  dalam kitab suci bukan sekedar diselenggarakan sebagai sebuah keistimewaan, tetapi diletakan sebagai sebuah perintah (Kejadian 18:22dst; 1Sam 12:23; 2Raja 19:15; Maz 5:2; 32:6; Yer 29:7; Mat 5:44; 26:41; Lukas 18:1; 21:36; Efe 6:18; 1Tes 5:17,25; 1Tim 2:8; Yakobus 5:13-16). Ezra telah menilai doa sebagai lebih penting dari sepasukan prajurit dan pasukan berkuda (Ezra 8:21-23); Kristus telah dinilai sebagai lebih perlu daripda makanan dan tidur (Markus 1:35; Lukas 6:12); dan para rasul meletakan kita sebagai kepala pemberitaan (Kisah Para Rasul 6:4). Kita sekarang memeriksa kedalam natur, problem-problem, dan metoda-metoda berdoa.


A.Hakekat Doa
Doa dapat didefinisikan sebagai komunikasi individual dengan Allah. Komunikasi dapat dilakukan dalam banyak wujud. Doa sejati ditandai oleh pengakuan. Ada banyak contoh Perjanjian Lama mengenai hal ini (1Raja Raja 8:47; Ezra 9:5-10:1; Nehemia 1:2-11; 9:5-38; Daniel 9:3-19). Doa juga adalah pengagungan (Maz 45:1-8; Yesaya 6:1-4; Mat 14:33; 28:9; Wah 4:11). Ini adalah poin pertama yang yang disebut Doa  yang  diajarkan Tuhan (Matius 6:9). Serupa dengan pengagungan adalah persekutuan. Doa Abraham untuk Sodom dan Gomora adalah sebuah contoh (Kejadian 18:33). Allah telah menyetujui untuk berbicara dengan imam besar Lewi dari tahta belas kasih ditempat yang tinggi (Keluaran 25:22), dan Musa digambarkan sebagai  sedang bersekutu atau dalam sebuah kedekatan yang teramat dekat dengan Allah di  gunung Sinai (Keluaran 31:18). Bentuk doa lainnya adalah pengucapan syukur. Nyanyian Musa (Keluaran 15:1-18),  nyayian Deborah (Hakim Hakim 5), dan nyanyian Daud (2Sam 23:1-7) pada  intinya merupakan nyanyian-nyanyian pengucapan syukur. Kitab suci berlimpah dalam nasihat-nasihat untuk mengucap syukur (Maz 95:2; 100:4; Efe 5:20; Fil 4:6; Kol 4:2).


Hanya setelah memuliakan Allah dalam doa, kita siap untuk memikirkan diri kita sendiri. Pertama ada permohonan, atau mengajukan/menyampaikan permohonan-permohonan kita. Baik oleh  contoh dan pandua,n kita telah didorong untuk meminta hal-hal dari Tuhan (Daniel 2:17dst; 9:16-19; Matius 7:7-11; Yohanes 14:13 dst; 15:16; 16:23 dst; Kisah Para Rasul 4:29 dst; Filipi 4:6). Permintaan sepenuh hati didorong pada permohonan kita. Daniel telah berdoa dan mengajukan permintaan sepenuh hati kepada Allah (Daniel 6:11); Israel akan memiliki roh permohonan setulus hati yang dicurah kepadanya (Zakaria 12:10); perempuan Kanaan memohonkan sangat permintaannya dan telah didengar (Mat 15:22-28); dan orang pilihan yang berseru kepada Tuhan siang dan malam akan didengarkan segera (Lukas 18:1-8). Paulus menasihatkan bukan hanya untuk berdoa, tetapi untuk bertekun dalam doa (Efesus 6:18; 1 Tim 2:1). Akhirnya, doa adalah berdoa untuk kepentingan orang lain. Tuhan mencari orang yang mau berdoa atau membela di hadapannya bagi kepentingan pihak lain (Yesaya 59:16); Samuel telah menilai adalah sebuah dosa ketika berhenti berdoa bagi Israel yang memberontak (1Sam 12:23); Ayub telah diminta untuk berdoa bagi “penghiburan-penghiburan”-nya (Ayub 42:8); Paulus menasehatkan  untuk  memanjatkan doa bagi semua orang (1Tim 2:1); gereja mula-mula telah berkumpul bersama-sama untuk memanjatkan doa bagi orang lain secara definitif (Kisah Para Rasul 12:5). Kelompok-kelompok tertentu secara spesifik telah disebutkan dalam Kitab suci sebagai obyek-obyek doa bagi kepentingan pihak lain: para penguasa (1 Tim 2:2), Israel (Maz 122:6), orang yang   belum diselamatkan (Lukas 23:34; Kisah Para Rasul 7:60), orang-orang beriman yang baru (2 Tes 1:11), semua orang kudus (Efe 6:18; 1 Tim 2:1; Yakobus 5:16), orang-orang yang sedang terjatuh dalam dosa (1Yoh 5:16), para  pekerja Kristen (Efe 6:19dst; 1Tes 5:25(, dan musuh-musuh kita (Matius 5:44).


B.Hubungan Doa Dengan Providensia
Kita mengatakan bahwa doa mengubah hal-hal, tetapi bagaimana pernyataan tersebut  harmonis dengan rencana dan maksud  berdaulat Tuhan? Apakah doa  mempengaruhi sebuah perubahan dalam benak Allah, dan jika demikian, tidakkah kemudian Allah membuat rencananya bergantung pada kondisi  manusia? Bagaimana bisa, Allah menjawab doa secara konsisten dengan kepastian hukum alam? Mempertimbangkan ini dari sudut pandang negatif, beberapa hal harus dicatat. (1)Pengaruh spontan atau yang tidak direncanakan atau dikehendaki  pada manusia yang berdoa bukan satu-satunya  yang mempengaruhi doa. Beberapa berpendapat bahwa doa hanya memiliki sebuah nilai subyektif; seorang manusia memiliki beban dalam hatinya, dan ketika dia menyatakannya dalam kata-kata, mengungkapkannya kepada Tuhan, dia merasa telah  lega.  Tetapi doa  memiliki nilai ini hanya ketika orang yang berdoa itu percaya bahwa Allah mendengarkan doanya dan akan menjawabnya. (2)Juga tidak harus kita menyangka bahwa doa melibatkan penghentian-penghentian hukum-hukum alam. Alah tidak lagi menghentikan hukum-hukum alam ketika dia menjawab doa, dibandingkan dengan sebuah pesawat terbang melakukan penghentian  hukum alam ketika lepas landas mendaki tinggi ke angkasa. Dan selanjutnya, (3)kita tidak boleh berpikir bahwa  tindakan-tindakan doa berkaitan secara langsung  terhadap alam, seolah doa merupakan sebuah kekuatan fisik. Doa mempengaruhi Allah untuk bertindak terhadap alam; jika tidak demikian maka tidak akan ada pembedaan dalam jawaban-jawaban terhadap doa. Tak satupun pandangan negatif ini menyingkapkan konsepsi benar pada relasi doa terhadap jawabannya.


Jawaban positif terhadap pertanyaan ini melibatkan sebuah pandangan yang benar pada pengetahuan sebelumnya (foreknowledge) dan penentuan sebelumnya (foreordination) yang dimiliki Allah. Mari kita diingatkan  kembali bahwa Allah memiliki serangkaian ikatan-ikatan umum yang pasti yang mana didalam ikatan-ikatan tersebut, alam semesta harus beroperasi. Di dalam ikatan-ikatan ini, Allah telah memberikan manusia kemerdekaan untuk bertindak. Sebagai contoh, orang percaya memiliki kuasa dari  Roh dalam hidupnya dan mungkin bekerjasama secara besar atau hanya dalam derajat kecil dengan Roh dalam penyelesaian pekerjaan Tuhan.


Allah memiliki pengetahuan sebelumnya pada setiap hal yang manusia mungkin mohonkan atau mintakan  dalam hal doa dan telah mengabulkannya dalam penentuan sebelumnya. Jadi, ketika seorang berdoa, Allah hanya melakukan apa yang Allah telah ketahui sebelumnya, kelak diminta dalam doanya dan menjawab apa yang telah Allah siapkan atau tetapkan sebelumnya baginya untuk terjadi. Dimana manusia gagal untuk bekerjasama dengan Allah didalam ikatan-ikatan  kehendaknya yang telah lebih dahulu ditetapkan, di sana Allah bekerja berdasarkan kedaulatannya terlepas dari doa manusia itu. Namun demikian, dalam melakukannya, Allah tidak menyingkirkan hukum alam apapun, namun sebaliknya melawan kerja hukum alam tersebut   melalui hukum yang lebih tinggi dan lebih kuat. Kehendak-Nya adalah hukum alam, dan ketika kehendak-Nya mengubah dalam hukum-hukum alam tertentu yang manapun,  keterlibatan hukum alam ditaklukan oleh hukum-Nya.


C.Metoda dan Cara  Berdoa
Jelas bahwa tidak semua manusia yang memanjatkan doa, adalah doa yang benar. Bahkan murid-murid telah menyadari ketidakefisiensiannya dalam  berdoa dan sehingga telah meminta Yesus untuk mengajarkan mereka untuk berdoa (Lukas 11:1). Pemenuhan permintaan para murid oleh Tuhan kita, membenarkan keinsafan para murid akan ketakbenaran  dalam mereka berdoa. Paulus telah mengungkapkan perasaan yang sama ketika dia telah mendeklarasikan bahwa “kita tidak tahu bagaimana harus berdoa sebagaimana seharusnya,” dan kemudian dia menambahkan “tetapi Roh sendiri berdoa bagi kepentingan kita dengan  keluhan-keluhan yang terlampau dalam untuk dapat diungkapkan dengan kata-kata” (Roma 8:26). Apakah metoda dan cara berdoa yang berlandaskan alkitab?

1.Ditujukan kepada siapa dalam berdoa. Kitab suci mengajarkan bahwa kita  harus berdoa kepada Bapa (Nehemia 4:9; Yohanes 16:23; Kisah Para Rasul 12:5; 1Tes 5:23), dan kepada Anak (Kisah Para Rasul 7:59; 1Kor 1:2; 2Kor 12:8dst; 2Tim 2:22), tetapi tidak ada petunjuk jelas dalam kitab suci mengenai berdoa kepada Roh Kudus. Walaupun tidak ada perintah untuk berdoa kepada Roh Kudus, namun juga tidak ada larangan untuk berdoa kepada Roh Kudus. Karena Roh adalah Ilahi, pastilah ia dapat disembah sebagai ilahi/Tuhan, dan doa adalah sebuah wujud menyembah. Alkitab berbicara mengenai “persekutuan Roh Kudus” (2Kor 13:14); ini bisa menyiratkan berdoa di dalam kita (Roma 8:26; Yudas 20), ketimbang sebagai yang menerima doa-doa kita. Cara normal berdoa, kelihatannya harus berdoa kepada Bapa, pada kelayakan-kelayakan akan pujian yang dimiliki Anak, di dalam atau melalui Roh Kudus.


2.Sikap  Tubuh dalam berdoa. Kitab suci menggambarkan tidak ada sikap tubuh yang terutama, tetapi digambarkan dan diajarkan banyak sikap tubuh. Ada yang berdiri (Markus 11:25; Lukas 18:13; Yohanes 17:1), berlutut (1Raja 8:54; Lukas 22:41; Kisah Para Rasul 20:36; Efe 3:14), tubuh  direbahkan  hingga muka menghadap ke tanah (Matius 26:39), berbaring di  tempat tidur (Maz 63:6), berjalan di atas air (Mat 14:30), duduk (1Raja Raja 18:42), dan tergantung di salib (Lukas 23:43). Semua ini menunjukan bahwa bukan sikap tubuh yang bernilai tinggi, tetapi sikap hati. Akan tetapi, ada lebih banyak lagi indikasi bahwa orang-orang  juga berdiri dan berlutut ketika mereka berdoa daripda sikap tubuh lainnya dalam mereka mendatangi Tuhan.


3.Waktu Doa. Kitab suci mengajarkan bahwa kita harus  selalu berdoa (Lukas 18:1; Efe 6:18), tetapi  kita juga telah diberitahukan waktu-waktu untuk berdoa (Maz 55:17; Dan 6:10; Kisah Para Rasul 3:1). Walaupun ini adalah contoh-contoh praktik dari orang-orang lain dan bukan panduan-panduan prinsip, mereka setidak-tidaknya menunjukan kemampuan berhasrat dan berketeraturan doa. Disamping itu, mereka mengajarkan kita untuk berdoa sebelum menyantap makanan (Matius 14:19; Kisah Para Rasul 27:35; 1Tim 4:4dst), dan mereka mengajarkan bahwa kesempatan khusus haruslah mendorong kita untuk menyampaikan doa khusus (Lukas 6:12f; 22:39-46; Yohanes 6:15). Kitab suci tegas menasehatkan kita “marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:16). Jadi, Tuhan dapat diakses kapanpun  baik siang atau malam untuk menerima doa anak-anaknya.


4.Tempat Berdoa. Sangat dekat dengan waktu berdoa adalah tempat berdoa. Kitab suci mendorong doa yang tidak diketahui  atau tidak dilihat siapapun, dalam ruang tertutup, jauh dari semua  elemen-elemen sekeliling  kita yang mengganggu (Daniel 6:10; Matius 6:6). Yesus, melalui contohnya, mengajarkan kita untuk memilih sebuah tempat yang sunyi, sebuah tempat yang terpencil, gurun (Markus 1:35) atau puncak gunung (Matius 14:23). Kitab suci juga mendorong doa bersama; doa bersekutu dengan mereka yang bersetuju dengan kita (Matius 18:19 dst; Kisah Para Rasul 1:14; 12:5; 20:36). Ada juga contoh-contoh doa bagi mereka yang belum selamat, Paulus dan Barnabas telah berdoa bagi mereka yang menjadi tawanan penjara (Kisah Para Rasul 16:25), dan Paulus  telah berdoa bagi para penumpang  kapal yang telah dipastikan akan diamuk malapetaka dalam perjalanannya ke Roma (Kisah Para Rasul 27:35).  Tidak Ada, dalam fakta, tempat yang tak mungkin dijadikan tempat  untuk berdoa, karena Paulus menasehatkan kita untuk berdoa di setiap tempat (1 Tim 2:8).


5.Decorum (Kepatutan sikap atau perilaku) Dalam Doa. Subyek decorum dalam doa kerap diremehkan, tetapi Yesus menyebutkan hal ini. Dia telah mengajarkan bahwa orang-orang tidak boleh menunjukan atau mempertontonkan  muka sedih atau tertekan bahkan ketika mereka berpuasa, tetapi meminyaki kepala mereka dan membasuh muka mereka (Matius 6:16-18). Bahwa, Yesus tidak menyukai terhadap semua  tampilan  yang dibuat-buat tanpa kenyataan. Juga, dia meminta kita “janganlah bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya”(Matius 6:7dst). Decorum membutuhkan juga  tatanan dalam jemaat umum. Paulus menasehatkan, “segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (1Kor 14:40). Ini diberlakukan pada karunia bahasa lidah (1Kor 14:27), dan  tanpa keraguan untuk berdoa juga. Keteraturan dalam saat-saat berdoa telah dicatat dalam Kisah Para Rasul sebagaimana disiratkan (Kisah Para Rasul 1:24-26; 4:24-31; 12:5, 12; 13:1-3).


6. Kondisi Hati. Pertanyaan paling penting terkait sikap doa adalah kondisi hati orang yang sedang berdoa. “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu” (Yohanes 15:7),  merupakan kondisi  menyeluruh yang harus untuk doa yang dijawab. Apakah makna hal ini? Tinggal di dalam Dia menyiratkan kemerdekaan dari dosa yang diketahui (Maz 66:18; Amsal 28:9; Yesaya 59:1 dst), lepas dari keegoisan dalam permohonan-permohonan kita (Yakobus 4:2dst), meminta sesuai dengan kehendaknya (1Yohanes 5:14), pengampunan bagi mereka yang berbuat salah kepada kita (Mat 6:12; Mark 11:25), meminta dalam nama Kristus (Yoh 14:13dst;15:16; 16:23 dst), berdoa dalam Roh (Efe 6:18; Yudas 20), meminta dalam iman (Mat 21:22; Yakobus 1:6dst), dan ketulusan hati dan ketekunan dalam permohonan-permohonan kita (Lukas 18:1-8; Kol 4:12; Yakobus 5:16).


Bab ini selesai.

Lectures In Systematic Theology, Chapter 34 p.300-305|diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora


Dalam jadwal artikel berseri: “Tinjauan Pengajaran Pdt. Erastus Sabdono  “Keselamatan Diluar Kristen

No comments:

Post a Comment