Pages

23 May 2015

Justifikasi dan Dilahirkan Kembali (1)



Oleh: Henry Clarence Thiessen               


Bacalah lebih dulu : “Pertobatan  Beriman

Doktrin selanjutnya yang akan ditinjau adalah pembenaran/justifikasi dan dilahirkan kembali.


I.Doktrin Pembenaran/Justifikasi
Pertobatan beriman diikuti oleh pembenaran. Sementara kitab suci memberikan penekanan yang luar biasa pada doktrin pembenaran, namun dalam perjalanan sejarah, doktrin ini secara luar biasa telah dilencengkan dan dalam praktiknya telah diabaikan sama sekali. Pada kejayaan Reformasi Protestan, doktrin ini telah dipulihkan, diletakan kembali pada tempat dimana seharusnya berada. Kita sedikit banyak kecewa ketika kita mencari doktrin-doktrin dilahirkan kembali dan pengudusan pada para Reformer; doktrin ini tidak mendapatkan penekanan yang memadai hingga pada hari-hari  Kebangunan Rohani Wesleyan. Tetapi kita dapat bersuka cita bahwa Reformasi  telah benar-benar mengembalikan kepada gereja doktrin terdasar, pembenaran/justifikasi. Beberapa aspek dari doktrin ini harus ditinjau seksama.


A.Definisi Pembenaran atau Justifikasi
Secara natur, manusia tidak hanya seorang anak kejahatan, tetapi juga seorang pelanggar dan seorang kriminal (Roma 3:23; 5:6-10; Efesus 2:1-3; Kolose 1:21; Titus 3:3). Dalam dilahirkan kembali, manusia menerima sebuah hidup baru dan sebuah natur baru; dalam pembenaran/justifikasi, sebuah  manusia baru  tampil. Pembenaran dapat didefinisikan sebagai tindakan Allah dimana dalam tindakan-Nya itu Dia mendeklarasikan manusia yang percaya kepada Kristus itu benar. Ladd terkait ini berkata, ”Akar gagasan dalam pembenaran adalah deklarasi Tuhan, hakim yang benar, bahwa manusia yang percaya kepada Kristus, walau memang berdosa, dia menjadi benar, dia benar—dipandang sebagai mahluk benar, karena di dalam Kristus, dia telah masuk ke dalam sebuah hubungan benar dengan Allah.”[1].

Pembenaran atau justifikasi adalah sebuah tindakan yang bersifat deklarasi. Pembenaran bukan sebuah tindakan apapun yang ditempakan secara langsung pada diri manusia, tetapi sebuah tindakan Allah yang telah mendeklarasikan manusia tersebut. Tindakan justifikasi dengan demikian tidak serta merta meluruskan kebengkokan-kebengkokan yang masih  bekerja dalam diri manusia itu, tetapi dalam keadaan yang demikianlah manusia yang percaya kepada Kristus dideklarasikan benar. Beberapa hal yang terlibat dalam pembenaran atau justifikasi:


1.Penghapusan Hukuman. Hukuman bagi dosa adalah kematian: rohani, jasmani, dan kekal (Kejadian 2:17; Roma 5:12-14;6:23). Jika manusia itu harus diselamatkan, hukuman ini pertama-tama  harus disingkirkan. Hukuman mati telah disingkirkan oleh dan dalam kematian Kristus, yang telah menanggung penghukuman atas dosa-dosa kita di dalam  tubuhnya sendiri di atas kayu salib (Yesaya 53:5f; 1Petrus 2:24). Karena Kristus telah menanggung hukuman manusia akibat dosa, Allah sekarang membatalkan penghukuman tersebut dalam kasus orang yang percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul 13:38f; Roma 8:1,33f; 2Kor 5:21). Inilah yang dimaksud dengan pengampunan dosa-dosa itu (Roma 4:7; Efesus 1:7; 4:32; Kolose 2:13).

Kematian Kristus membuat pengampunan mungkin, tetapi bukan dalam makna itu adalah sebuah  keharusan atau kewajiban bagi Kristus, karena Kristus telah mati secara sukarela. Allah masih  harus menyatakan pada kondisi-kondisi apa orang dapat menerima pengampunan. Ini telah dia lakukan dalam mendeklarasikan bahwa dia mengampuni mereka yang bertobat dan percaya kepada Anak-Nya. Daud berkata,” Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!” (Mazmur 32:1f).

“Doktrin pembenaran bermakna bahwa Allah telah mengumumkan keputusan berkekuatan hukum pada sebuah sidang pengadilan bahwa seseorang yang  telah didakwa bersalah sebagai tidak bersalah secara eskatologi (berkaitan dengan pengadilan terakhir) pada manusia yang beriman saat ini juga, mendahului pengadilan terakhir.” (2


2.Pemulihan keberkenanan dihadapan Tuhan. Orang berdosa tidak sekedar layak ditimpakan hukuman sebagai akibat perbuatannya, tetapi juga dia kehilangan keberkenanan Tuhan (Yohanes 3:36; Roma 1:18;5:9; Galatia 2:16 dst). Justifikasi lebih dari sekedar seseorang  yang didakwa sebagai kriminal dalam pengadilan dinyatakan tak bersalah; penghapusan hukuman adalah satu hal lain, pemulihan keberkenanan terhadap  Allah adalah hal lainnya lagi. Orang yang telah dibenarkan menjadi seorang sahabat Allah ( 2 Tawarikh 20:7; Yakobus 2:23). Orang itu dijadikan seorang pewaris yang berkekuatan hukum dan seorang yang juga berhak turut serta mewarisi apa yang dimiliki Kristus (Roma 8:16 dst; Galatia 3:26; Ibrani 2:11).


3.Imputasi Kebenaran. Karena pembenaran adalah menjadikan seseorang benar tepat dihadapan hukum, orang berdosa itu tak hanya diampuni akan dosa-dosa masa lampaunya tetapi juga telah dipasok dengan sebuah kebenaran positif sebelum dia dapat memiliki persekutuan dengan Allah. Kebutuhan ini dipasok dalam sebuah proses yaitu penempatan kebenaran yang hanya didapatkan dan dimiliki pada diri Kristus secara utuh di dalam diri orang percaya, sehingga itu dimiliki dalam sebuah kesamaan yang mutlak. Ini disebut Imputasi. Mengimputasikan berarti memperhitungkan kebenaran yang dimiliki Kristus pada diri orang percaya. Paulus meminta Filemon untuk memperhitungkan hutang Onesimus pada dirinya (Filemon18-19). Daud mendeklarasikan bahwa manusia yang diberkati adalah “dia yang kepadanya Tuhan tidak memperhitungkan/mengimputasikan  kesalahannya” (Mazmur 32:2). Paulus berdasarkan  pernyataan mengemukakan bahwa Daud  berkata “berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya” (Roma 4:6). Bagaimana bisa Allah melakukannya?


Dengan mengimputasikan atau memperhitungkan pada diri orang percaya kebenaran yang hanya dimiliki Kristus, sehingga juga  kebenaran itu sama adanya dimiliki pada diri orang percaya itu. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21). Kristus “yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita”(1 Korintus 1:30). Kebenaran dari Allah ini disingkapkan dalam injil, dan ini dari iman  menuju iman (Roma 1:17). Kita harus  perhatikan saksama bahwa ini bukan Tuhan sedang menyatakan ada sebuah kebenaran yang muncul dari diri kita yang bersumber dari diri kita sendiri, karena iman kita tidak ada kaitannya sama sekali dengan itu, tetapi dengan kebenaran yang Allah telah sediakan bagi orang yang percaya kepada Kristus. Jadi Allah memulihkan kita  untuk berkenan baginya oleh memperhitungkan pada diri kita kebenaran yang dimiliki Kristus. Ini adalah adalah pakaian pernikahan yang siap sedia bagi setiap orang  yang menerima  undangan jamuan makan (Matius 22:11dst; bandingkan dengan Lukas 15:22-24).


Orang yang telah dibenarkan, karena itu, telah mengalami dosa-dosanya diampuni dan penghukuman atas dosa-dosanya telah dibatalkan sebagai karunia; dia juga telah dipulihkan pada keberkenanan Tuhan oleh imputasi atau memperhitungkan kebenaran Kristus pada dirinya. Dia walau demikian tidaklah benar pada dirinya sendiri, walau kata sifat dikaios kadang digunakan untuk perilaku benar, tetapi orang itu benar dalam makna yang bersifat forensik, dari sudut pandang Legal. Katolik Roma mendefinisikan  pembenaran sebagai penghapusan dosa dan  pemasukan kebiasaan-kebiasaan baru yang berasal dari kasih karunia. Jadi dalam hal ini, justifikasi diperlakukan sebagai sebuah pengalaman subyektif dan bukan sebagai hubungan obyektif. Pandangan ini melawan apa yang telah dikemukakan para Reformer. Para Reformer menyatakan bahwa pembenaran adalah sesuatu yang berbeda dari pengudusan,  yang pertama adalah sebuah tindakan yang bersifat deklarasi oleh Allah, menjadikan orang-orang berdosa sebagai yang memenuhi tuntutan dalam hubungannya dengan hukum dan keadilan Allah, dan yang kedua (pengudusan) adalah sebuah tindakan yang efisien, mengubah karakter bagian dalam diri orang berdosa. Inilah pandangan yang benar sebagaimana dinyatakan dari banyak nas kitab suci.



B.Metoda Pembenaran
Seperti permulaan pada era Ayub, kita menemukan  manusia bertanya,”Bagaimana kemudian seorang manusia dapat menjadi benar di hadapan Allah? Atau bagaimana bisa manusia menjadi suci, dia yang dilahirkan dari perempuan?” (Ayub 25:4). Pemazmur menunjukan sesuatu  agar  tak main-main dengan Allah dan berkata “Janganlah beperkara dengan hamba-Mu ini, sebab di antara yang hidup tidak seorangpun yang benar di hadapan-Mu” (Mazmur 143:2). Namun untunglah, para pencari Tuhan di era Perjanjian Lama tidak perlu menunggu hingga Paulus dilahirkan untuk menemukan sebuah jawaban untuk pertanyaan mereka. Paulus mengingatkan kita bahwa Abraham telah dibenarkan oleh Iman 14  tahun sebelum dia disunat (Roma 4:1-5, 9-12; bandingkan dengan Kejadian 15:6; 16:15 dst; 17:23-26) dan bahwa Daud telah bersukacita dalam fakta sebuah kebenaran yang telah diimputasikan atau telah diperhitungkan menjadi ada di dalam dirinya (Roma 4:6-8). Doktrin Perjanjian Baru, pembenaran bukanlah sebuah inovasi; doktrin ini adalah sebuah kebenaran yang memang sudah lebih dahulu dikenal dalam era Perjanjian Lama, dan kebenaran  telah didapatkan dalam cara  yang sama dalam hari-hari sebagaimana dalam  kovenan atau sistem Perjanjian Baru. 


Apakah metoda pembenaran?

1.Pembenaran tidak oleh melakukan hukum. Secara negatif, pembenaran atau justifikasi bukan oleh melakukan hukum. Memang benar adanya bahwa Yesus telah merujukan  seorang penguasa kaya yang muda pada  hukum atau taurat ketika dia telah ditanyakan bagaimana  caranya agar dia dapat mewarisi hidup kekal (Markus 10:17-22), tetapi nyata bahwa apa yang telah Yesus lakukan pada dasarnya mendemonstrasikan kepada anak muda tersebut bahwa keselamatan mustahil didapatkan berbasiskan hukum. Dia yang mau dibenarkan berdasarkan usaha-usaha menggenapi hukum harus melanjutkan dalam segala hal yang tertulis di dalam taurat (Galatia 3:10; Yakobus 2:10). Hal semacam ini tidak ada seorangpun pernah dan telah melakukannya. Paulus mendeklarasikan bahwa oleh perbuatan-perbuatan memenuhi tuntutan hukum semata berperan atau berfungsi untuk menyingkapkan keberadaan dosa itu untuk menjadi semakin nyata atau terlihat kuat (Roma 3:20; 7:7), dan  untuk menyebabkan seseorang memiliki hasrat pada jiwa yang berdosa untuk berlari menuju Kristus (Galatia 3:24). Yesus, pada kesempatan lainnya, telah mengajarkan bahwa “pekerjaan Allah” adalah agar menjadi “percaya kepada Dia  yang telah Dia utus” (Yohanes 6:29). Orang-orang tidak diselamatkan oleh melakukan upaya terbaik  yang dapat dilakukannya, selain dari  pekerjaan menjadi percaya pada Tuhan Yesus.


2.Pembenaran oleh kasih karunia Allah. Dua  nas kitab suci dapat dikutip: “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Roma 3:24) dan “supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal”(Titus 3:7). Nas-nas ini menunjukan sumber pembenaran atau justifikasi kita. Pembenaran bukan karena mengerjakan kebenaran-kebenaran yang telah kita lakukan, tetapi berdasarkan belas kasihnya sehingga dia telah menyelamatkan kita (Titus 3:5; bandingkan dengan Efesus 2:4dst,8). Pembenaran dengan demikian berasal dari atau mengalir dari  hati Allah. Menyadari bukan hanya ketakcukupan atau tak memadainya kebenaran kita, tetapi juga ketakmampuan kita  untuk menuntaskanya hingga pada kesudahannya, dia dalam kemurahannya telah menentukan untuk menyediakan sebuah kebenaran bagi kita. Itu adalah kasih karunianya sehingga membawa dia untuk menyediakannya; dia tidak dibawah kewajiban atau keharusan apapun untuk melakukannya. Dalam anugerahnya dia telah mempertimbangkannya terhadap kesalahan kita, dan dalam belas kasihnya,  terhadap kemalangan kita.


3.Pembenaran oleh darah Kristus. Tidak hanya orang percaya itu dibenarkan oleh anugerahnya, tetapi juga oleh darah Kristus. Paulus telah menuliskan, “karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Roma 5:9). Alkitab lebih lanjut berkata “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani 9:22). Ini meletakan dasar bagi pembenaran kita. Karena Kristus telah menjadi  penanggung  hukuman atas dosa-dosa kita di dalam tubuhnya sendiri, dosa-dosa tidak untuk dimaklumi namun telah dihukum dalam pribadi Kristus, sang substitusi/pengganti. Kebangkitan Kristus adalah salah satu bukti bahwa kematiannya di atas Salib telah memuaskan klaim-klaim Tuhan terhadap diri kita (Roma 4:25; 1 Yohanes 2:2). Karunia Roh Kudus adalah hal lain lagi. “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:16; bandingkan dengan Galatia 4:5 dst).


4.Pembenaran oleh Iman. Alkitab berkata, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1), dan “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”(Roma 10:10). Alkitab lebih lanjut menyatakan bahwa “Seorang manusia tidak  dibenarkan oleh mengerjakan Hukum tetapi melalui iman dalam Kristus Yesus” (Galatia 2:16; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 13:38 dst;  Roma 3:28; Galatia 3:8,24). Inilah ketentuan bagi pembenaran kita, bukan berdasarkan pada pencapaian kebaikan moralitas atau kelayakan yang dihasilkan oleh diri seorang manusia.”[3]. Sang rasul secara konstan menentang sebuah pembenaran atau justifikasi oleh usaha-usaha manusia (Roma 3:27 dst; Galatia 2:16). Itu bukan karena iman sehingga kita dibenarkan, tetapi oleh iman. Iman bukanlah harga justifikasi atau pembenaran, tetapi sarana untuk  layak menerimanya. Itu  nyata pada orang-orang kudus Perjanjian Lama yang telah dibenarkan sebagaimana juga orang-orang percaya Perjanjian Baru (Kisah Para Rasul 13:38f; Roma 4:5-12; Galatia 3:8).


C.Hasil-Hasil Pembenaran/Justifikasi
Hasil-hasilnya dapat dirangkumkan secara ringkas:
(1)Ada penghapusan hukuman (Roma 4:7 dst; 2 Korintus 5:19). Penghukuman lenyap (Roma 8:1, 33 dst), dan ada damai dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:14-17).


(2)Ada pemulihan terhadap keberkenanan Tuhan (Roma 4:6; 1 Korintus 1:30; 2 Korintus 5:21).


(3)Ada pengimputasian atau diperhitungkannya kebenaran milik Kristus ke dalam diri orang percaya (Roma 4:5). Orang percaya kini dibaluti dalam sebuah kebenaran yang bukan miliknya sendiri, tetapi telah disediakan baginya oleh Kristus, dan karena itu telah diterima dalam persekutuan dengan Tuhan.


(4)Ada keahliwarisan. Paulus berkata,” sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita” (Titus 3:7).


(5)Ada juga sebuah hasil langsung dalam kehidupan praktis. Pembenaran menuntun pada  hidup benar. Kitab suci berkata “penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah” (Filipi 1:11). Yohanes menulis “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar” (1 Yohanes 3:7). Hal inilah yang  Yakobus tekankan; dia memiliki fokus bahwa seorang yang memiliki iman sedemikian akan memberikan hasil dalam perbuatan-perbuatan, yang disebut, sebuah iman yang hidup (Yakobus 2:14-26).


(6)Orang yang telah dibenarkan dijamin bahwa dia akan diselamatkan dari murka Allah yang akan datang (Roma 5:9; 1 Tesalonika 1:10). Dan


(7)Orang yang dibenarkan juga  dijamin pada pemuliaan (Matius 13:43; Roma 8:30; Galatia 5:5).

Semua hasil-hasil di atas berhubungan secara langsung dengan pembenaran.


Bersambung ke “II.Doktrin Dilahirkan Kembali


Lectures In Systematic Theology, Chapter 30 p.275|diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora


Catatan Kaki
1Ladd, A Theology of the New Testament, p. 437.
2Ladd, A Theology of the New Testament, p. 446.
3Berkhof, Systematic Theology, p. 521.

No comments:

Post a Comment