Pages

24 October 2014

Pikiran-Ku Bukan Pikiranmu (4) : Selamat Di Tangan Yesus. Dahsyatkah Atau... ?



Oleh : Martin Simamora

Pikiran-Ku Bukan Pikiranmu (4) : Selamat Di  Tangan Yesus. Dahsyatkah Atau... ?

credit: telegraph.co.uk

Yohanes 6:39 inilah kehendak Dia (Bapa) yang telah mengutus Aku... dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang

Yohanes 10:29 “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku... dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.”

Bacalah lebih dulu bagian3

Selamat  Di Tangan Yesus.” Judul ini saya ambil dari sebuah himne Kristen berjudul asli Safe in the Arms of Jesus, sebuah lagu tua yang diciptakan oleh Fanny J. Crosby pada 1870. Lagu ini juga dapat ditemukan dalam Kidung Jemaat, lagu nomor 388: Slamat Di Tangan Yesus. Saya akan  mengajukan sebuah pertanyaan krusial berdasarkan lagu ini, yaitu :Apakah kehebatan TANGAN Yesus? Dengan kata lain anda dapat mempertanyakan sehebat apakah TANGAN Yesus itu?


Pertanyaan ini akan semakin krusial dan otentik jika melihat latar belakang mengapa Fanny J. Crosby yang  lahirpada  24 Maret 1820  mengalami kebutaan sejak masih bayi berusia beberapa minggu saja. Mari kita simak sedikit kesaksian Fanny Crossby :


 "When I was six weeks old a slight cold caused inflammation of the eyes. Our usual doctor was away from home, so a stranger was called in. He recommended the use of hot poultices, which practically destroyed my sight. When this sad calamity became known, the unfortunate man thought it best to leave the neighbourhood, and we never heard of him again."

Ketika  aku baru saja berusia 6 minggu, sebuah  flu ringan telah mengakibatkan pembengkakan pada kedua matanya. Dokter  langganan kami sedang tidak berada di tempatnya, sehingga seorang dokter lain dihubungi. Dia merekomendasikan penggunaan semacam kompres dengan menggunakan tanaman dan atau tepung yang dihangatkan, biasa digunakan untuk meredakan pembengkakan dan nyeri. Ternyata tindakan itu justru mengakibatkan kerusakan penglihatannya. Ketika kemalangan menyedihkan ini  tersebar, orang yang tak beruntung itu berpikir adalah hal yang sangat baik baginya untuk pergi meninggalkan perkampungan itu, dan kami tidak pernah mendengar kabar mengenainya lagi.”


Kembali kita akan melihat   bagaimana  pikiran-Ku bukan pikiranmu, namun kali ini saya akan mengajak anda untuk memandang-Nya melalui kesaksian-kesaksin lagu-lagu rohani yang telah membahana di gereja-gereja dan bergema dari abad ke abad, bahkan hingga kini!


Sebagian besar lagu-lagu yang saya sajikan di sini dapat anda temukan di dalam Kidung Jemaat, sebuah buku lagu yang biasanya digunakan di gereja-gereja Protestan seperti Gereja Kristen Protestan Indonesia. Saya berharap ini dapat menjadi sebuah bahasan yang rileks  namun tetap memiliki  nilai yang penting.



Dapatkah  Malapetaka dan Kelemahanku  Membuat Keselamatanku Hilang  dan  Imanku Gugur Selamanya?

Saya dan anda akan melihat sebuah realita yang akan membantu kita memahami apakah jawabannya.


Kisah Fanny J.Crosby
Fanny meneruskan kisahnya:

"But," she added, "I have not, for a moment, in more than eighty-five years, felt a spark of resentment against him; for I have always believed that the good Lord, in His infinite mercy, by this means consecrated me to the work that I am still permitted to do. When I remember how I have been blessed, how can I repine?"

“Tetapi,”dia menambahkan,”Saya tidak, untuk sesaat saja, dalam lebih dari 85 tahun, merasakan sebuah percikan kepahitan atau perasaan diperlakukan tidak adil terhadap  atau olehnya; karena  saya selalu percaya bahwa Tuhan yang baik itu, dalam belas kasih-Nya yang tak terhingga, melalui sarana-sarana ini telah mempersiapkanku untuk sebuah tujuan yang kudus, untuk mengerjakan perkerjaan yang mana saya masih diperbolehkan untuk melakukakannya. Ketika aku mengingat bagaimana saya telah begitu diberkati, bagaimana bisa saya menyatakan kekecewaan?”


Fanny Crosby telah  membuat  keputusan yang  kokoh ketika dia  masih kanak-kanak bahwa kebutaannya tidaklah seharusnya membuat dirinya tidak berbahagia, atau mencegahnya  untuk berguna bagi dunia ini; dia tidak pernah mengizinkan hal-hal itu mengitarinya untuk membuatnya mengasihi diri sendiri karena dia buta.


Dia tidak membiarkan bayang-bayang gelap yang menghalangi penglihatan jasmaniahnya untuk juga menahan sinar matahari pengharapan dari sebuah jiwa yang dipenuhi dengan kepercayaan.


Pada usia 9 tahun, si pencipta sekitar 8000an himne-himne Kristen, untuk kali pertama menuliskan bait-baitnya, walau kaku tetapi sangat ekspresif :


"Oh what a happy soul I am,
   Although I cannot see;
I am resolved that in this world
   Contented I will be.

How many blessings I enjoy,
   That other people don't;
To weep and sigh because I'm blind,
   I cannot, and I won't."



Fanny  kecil adalah seorang anak yang tetap memiliki keinginan kuat untuk bersekolah walau keadaannya yang demikian. Begini dia menuturkannya :
"I used to sigh and wonder," she says, "if I should ever be able to gain anything of the great store of human knowledge. As time went on, my longing for knowledge became a passion, from which there was seldom any rest."


Nyonya Hawley, seorang Kristen yang  rumahnya menjadi kediaman  keluarga Fanny, memiliki perhatian yang besar terhadap anak yang buta, dan dibawah pengajarannya, Fanny telah mendapatkan sebuah pengetahuan  Alkitab yang sangat baik. Fanny kecil belajar sepenuh hati empat atau lima bab  seminggu, sehingga di akhir  tahun dia dapat mengulang empat Injil, dan  sebagian besar dari empat kitab pertama Perjanjian Lama.


Ketika dia berusia sebelas tahun, Fanny  mengajukan sebuah pertanyaan serius kepada Tuhan pada sebuah malam yang indah, ketika dia berlutut dekat dengan kursi goyang neneknya, agar Tuhan membukakan baginya jalan baginya untuk mendapatkan pendidikan;dan, empat tahun kemudian, jawaban itu datang. “Itu adalah akhir dari penantian,” ujarnya,” dan nenek denganku duduk bercakap-cakap dalam pangkuan kursi goyang. Kemudian kami berlutut dan berdoa bersama-sama. Hari itu  adalah November 1834 “Saya sedang di luar dan dalam perjalanan pulang, ibu menjumpaiku di  pintu gerbang. Saya mendengar sebuah kertas dibuka-buka di tangannya. Ini adalah sebuah iklan (semacam leaflet)  dari New York Institution for The Blind, yang dikirimkan oleh teman ibu Fanny.


Fanny bertepuk tangan dan berteriak,”Oh, terimakasih  Tuhan! Dia memiliki jawaban bagi doaku, sebagaimana aku telah mengetahui bahwa dia memang akan menjawab.” Itu adalah  hari terbahagia seumur  hidupku. Kegelapan intelektual memagariku dalam kehidupan meredupkan pengharapan, dan janji akan terang kelihatan mulai terbenam, Saya tidak mengejar penglihatan jasmaniah, jiwa yang dicerahkan, itulah yang saya cari.


All The Way My Saviour Leads me, Fanny Crosby – Di Jalanku ‘Ku Diiring, Kidung Jemaat no.408


Di New York Institution for The Blind, Fanny Crosby menghabiskan  waktu di sana 23 tahun lamanya, sejak dia pergi  ke sana meninggalkan ibunda  terkasih sebelum menginjak usia 15 tahun, pada 3 Maret 1835. Dan ini yang istimewa pada dirinya : 8 tahun dia sebagai murid dan 15  tahun sebagai guru.

Di institusi tersebut  dia  belajar membaca Alkitab, belajar Pilgrim’s Progress (Pertumbuhan Orang Percaya sebagai seorang Musafir), dan literatur-literatur umum mengenai prosa dan menulis bait-bait  puisi, dan pengembangan karakter-karakter diri. Studi-studi favoritnya adalah sejarah Inggris, filsafat dan ilmu pengetahuan. Kelas menyanyi adalah kelas yang paling mendatangkan kesukaan besar baginya. Fanny juga, di Institusi itu, belajar bermain organ, gitar dan piano. Dua buku puisinya telah dipublikasikan, selagi dia masih berada di  Institusi tersebut, volume 3 terbit segera setelah dia meninggalkan institusi tersebut pada 2 Maret 1858.


Fanny kemudian menikah dengan Alexander Van Alstyne juga seorang murid dan guru selama 15 tahun di institusi yang sama. Mengenai suaminya, beginilah Fanny menuturkan:

He was a firm trustful Christian, a man of kindly deeds and cheering words. Our tastes were congenial, and he composed the music to several of my hymns. At different times he was organist in two of the New York Churches; he also taught private classes in both vocal and instrumental music. We were happy together for many years."

“Dia adalah seorang Kristen yang sungguh-sungguh dapat dipercaya, seorang pria dengan tindak-tanduk yang lembut dan kata-kata yang menyukakan. Cita rasa kami sangat padu, dan dia mengkomposisi musik untuk beberapa himne-himne karyaku. Pada kesempatan-kesempatan lain, dia  menjadi organis di dua gereja New York; dia juga mengajar kelas-kelas privat baik vokal dan musik instrumental. Kami berdua berbahagia untuk  tahun-tahun yang banyak.”


Suaminya meninggal pada 18 Juli 1902.


Selama di institusi, Fanny belum satu pun menciptakan himne.  Tetapi pada  1863 dia diperkenalkan dengan W.B. Bradbury, yang sudah sejak bertahun-tahun lamanya mendambakan untuk bisa bertemu dengan seseorang yang dapat menuliskan kata-kata bagi melodi-melodinya.  Fanny kemudian memulai kerjanya sebagai seorang penulis himne-himne Gospel. Himne pertama yang ditulis oleh Fanny bagi Bradbury adalah sebuah himne misionaris  berjudul “There’s a cry from Macedonia.” Fanny bekerja baginya hingga Bradbury wafat pada Januari 1868. 


Fanny juga menulis bagi Philip Philips, Hubert P Main, D Lowry, Dr.W.H. Doane, Ira D.Sankey, Philip P. Bliss, W.F. Sherwin, dan banyak lagi lainnya.


Dalam bukunya Memories of  Eighty Years, dia bertutur begini :“Berapa  banyak Himne yang telah kamu tulis? Adalah sebuah pertanyaan yang kerap  ditanyakan pada dirinya. Jumlah persisnya tidak pernah tercatat, tetapi berangkali saya telah menulis sekitar delapan ribu himne.



Berbagai peristiwa dalam menuliskan himne-himne adalah yang paling menarik;  saya  hanya dapat memberitahu kepada anda, kisah beberapa diantaranya sebagaimana yang dituliskan oleh Fanny sendiri:
 

"Hold Thou my Hand." She says, "Hubert P. Main wrote the music for this hymn. For days before I wrote it, all had seemed dark to me. This was an unusual experience, for I have always been most cheerful; and so, in my human weakness, I cried in prayer. 'Dear Lord, hold Thou my hand!' Almost at once sweet peace returned to my heart, and my gratitude for answered prayer sang itself in the lines of my hymn":

    "Hold Thou my hand, so weak I am and helpless
       I dare not take one step without Thy aid;
    Hold Thou my hand, for then, O loving Saviour,
       No dread of ill shall make my soul afraid."


“Hold Thou my Hand- Peganglah Tanganku Tuhan.” Dia  berkata,”Hubert P.Main telah menuliskan musik bagi himne ini. Berhari-hari sebelum aku menuliskannya, semuanya terlihat gelap bagiku. Ini adalah pengalaman yang tak biasa. Karena saya hampir selalu ceria;dan sehingga, dalam kelemahan manusiaku, aku berteriak dalam doa. “Tuhan kekasih, peganglah tanganku ini Tuhan!” Hampir seketika damai yang manis kembali ke hatiku,dan pengucapan syukurku untuk doa yang telah dijawab menyanyikannya sendiri dalam baris-baris himneku.”

"Hold Thou my hand, so weak I am and helpless
       I dare not take one step without Thy aid;
    Hold Thou my hand, for then, O loving Saviour,
       No dread of ill shall make my soul afraid."


Setelah kematian C.H. Spurgeon,” Fanny menambahkan,”isterinya telah menuliskan sebuah salinan puisinya,dan dia berkata bahwa dia  telah menerima sebuah damai yang besar dengan mendengarkan puisi itu dinyanyikan.”


Safe in Arms of Jesus” (lagu yang dapat dijumpai dalam Kidung Jemaat pada lagu nomor 388 berjudul S’lamat Di Tangan Yesus, dan menjadi judul artikel ini),  Fanny menuturkan,” pada 30 April 1886, Dr.W.H.Doane telah  berkunjung ke rumahku dan berkata:”Saya memiliki waktu tepat 40 menit sebelum keretaku  berangkat ke Cincinnati. Ini adalah sebuah melodi. Dapatkah anda menuliskan kata-kata bagi melodi  tersebut?”

Kredit: Kidung Jemaat- Empat Suara, YAMUGER

Safe in Arms of Jesus



Dan dalam rentang waktu 20 menit kemudian, kurun waktu dimana aku tidak  menyadari apa sebetulnya yang sedang terjadi  kecuali pekerjaan yang sedang saya lakukan. Pada penghujung waktu saya berujar kuat dari memoriku kata-kata “Safe in  the arms of Jesus” kepada Doane. Lantas dia mencatatnya,dan memiliki  cukup waktu untuk mengejar keretanya.”



Saved by Grace.” Himne ini,” ujar Fanny Crosby,” diwujudkan menjadi lagu oleh sebuah pemikiran yang diekspresikan dalam sebuah khotbah yang disampaikan oleh Dr. Howard Crosby, yang memiliki kekerabatan jauh denganku. Howard  berkata, “Tidak ada orang Kristen yang boleh takut dengan kematian; karena anugerah yang sama yang mengajarkan kita bagaimana untuk hiudp juga akan mengajar kita bagaimana untuk mati.” Tidak berjam-jam setelah mendengarkan   pernyataan itu,”Fanny meneruskan,”Saya mulai menuliskan himne ini.”


Dua tahun setelah Fanny menuliskannya, dia hadir dalam sebuah Evangelistic Meeting yang diselenggarakan oleh Dr AJ Gordon dan Sankey. Saat itu Sankey meminta Fanny menyampaikan sambutannya, sebab ada peserta yang ingin mendengarkannya untuk berbicara.


Selama Fanny Crosby menyampaikan  perkataan-perkataannya untuk pertama kali di hadapan publik, “Saved  by Grace- Diselamatkan oleh Anugerah.” Dimanakah kamu sembunyikan keping itu?” tanya  Sankey, selagi saya kembali ke tempatku. Beberapa minggu kemudian George C. Stebbins mengkomposisikan musik untuk Saved by Grace. Lagu ini kemudian menjadi  yang sangat disukai Sankey. Dia menyanyikan dan menggunakannya secara konstan selama pelayanan-pelayanannya”


    "Some day the silver cord will break
       And I no more, as now shall sing!
    But oh, the joy when I shall wake
       Within the palace of the King!

    And I shall see Him face to face,
    And tell the story, saved by grace."




Kehendak Bapa-Ku  Agar Dari SEMUA  Yang  Telah Diberikan-Nya JANGAN ADA Yang HILANG


Jika anda seorang ibu dan ayah memiliki bayi seusia Fanny Crosby dan mengalami tragedi seperti itu, akankah anda  sebagai orang tua tetap akan kuat dalam hidup dan iman? Apakah anda sebagai orang tua juga akan melihat anakmu bersikap sama seperti Fanny? Jawabannya bisa beragam, tetapi jawaban yang paling rasional adalah kemungkinan untuk sama seperti Fanny adalah kecil sebab aku dan dia berbeda. Apalagi jika berbicara tentang anak yang masih bayi.


Memang, demikianlah manusia dalam memandang daya tahan iman dan masa depan imannya, ketika hidup dan prospek imannya disandarkan pada kekuatan jiwa dan pikirannya untuk fokus pada Tuhan. Tak bisa disalahkan jika pandangan semacam ini hadir.

Kisah  Fanny Crosby memang unik. Anda dan saya dapat berkata bahwa dia dan aku berbeda! Padanya dapat melalui sementara padaku, saya tidak bisa memastikan bagaimana saya akan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa kelam di masa yang akan datang, untuk peristiwa  kelam yang belum saya alami. Bahkan untuk membayangkannya saja merupakan sebuah kebodohan. Berharaplah yang positif dan berimanlah yang baik, tak mungkin Tuhan punya “hobi” seburuk itu.


Walau demikian, tetap tak terelakan di dunia ini kita tidak bisa senantiasa mengantisipasi hal-hal baik, sebab realita dunia penuh dengan resiko. Siapa yang tidak memilih untuk membeli atau memiliki asuransi mobil yang ”all risk” lengkap dengan semua perluasan-perluasannya seperti   banjir, kerusuhan dan lain-lain. Siapa juga yang tidak akan melengkapi asuransi mobilnya dengan Third Party Liability dengan  nilai yang paling baik? Itu sendiri sudah menggambarkan sekeping dari miliaran keping realita buruk yang sangat sigap diantisipasi oleh manusia dan menjadi salah satu titik perputaran kapital yang bernilai mega, ya...bisnis resiko yang dapat semanis madu walau kadang sepahit empedu.


Sekarang, saya dan anda mengakui demikianlah manusia memandang, manusia yang penuh dengan kecemasan; manusia yang  menikmati kehidupan yang serba tak pasti. Manusia adalah makhluk yang sejak kecil mengenal dunia dalam sebuah kebenaran absolut, yaitu KETIDAKPASTIAN. Semakin diperparah bahwa manusia itu TIDAK BERDAULAT atas masa depan dan dirinya sendiri; bahwa manusia kadang  mau tak mau harus mempercayakan mati-hidup dan masa depan dirinya kepada pihak ketiga, misal asuransi jiwa, asuransi rumah, asuransi pendidikan, asuransi kematian dan lain sebagainya. Bahkan perusahaan asuransi sebagai penjamin masa depannya, pun perlu menjamin masa depan hidupnya yang sejatinya bermain dengan resiko ribuan, puluhan ribu dan mungkin jutaan orang; Asuransipun perlu menjaminkan dirinya pada Re-Insurance Company untuk melindungi dirinya dari sebuah kerugian fatal atas resiko-resiko berkapitalisasi besar.


Day by Day- Kekuatan Serta Penghiburan, Kidung Jemaat nomor 332

Manusia moderen bukanlah manusia yang dapat menghargai sebuah kepastian yang “take it for granted.” Yang diterima dengan begitu saja. Sebab manusia sukar untuk percaya ada sebuah PENJAMIN yang MAHA segala-galanya, apalagi PENJAMIN TUNGGAL?  Saya tidak ingin berkata bahwa berasuransi adalah keliru, sebab bagaimanapun saya banyak menganjurkan banyak orang berasuransi dan juga telah mengecap bonus manis dari perusahaan asuransi dimana dahulu saya bekerja. Berasuransi dapat dikatakan adalah sebuah perencanaan yang bagus sebagai manusia yang hidup dan mencanangkan  masa depan yang baik bagi keluarga.


Apa yang saya sedang bicarakan adalah bahwa manusia tanpa disadarinya telah dijiwai oleh dunia ini sebagai tuan atas gagasan dan cara pandang kala memandang Tuhan.



Tuhan Penjamin  Andal Atas Dirimu; Penjamin Tunggal Yang Berdaulat  Atas  Keselamatanmu dan Segala Sesuatunya

Maka tak mengherankan jika dikatakan bahwa Yesus menjamin keselamatanmu tidak dapat hilang akan dinilai sebagai BUKAN AJARAN ALKITAB. Tak  heran juga jika saya mengatakan bahwa Bapa sendiri berkehendak agar dirimu tak hilang dari tangan Bapa hingga kesudahannya, walau apapun  lika-liku hidupmu sebagai manusia. Bahwa turun-naikmu dalam hidupmu, jika dirimu sungguh-sungguh milik Yesus, bagaimanapun tidak akan membuatmu terlepas dari tangan Bapa.


Bapa menghendaki itu dalam kedaulatannya; Bapa menghendaki dirimu tak akan  hilang dalam perjalanan hidupmu; Bapa merencanakan atau mendisain agar dirimu tak akan hilang dalam realita hidupmu. Asalkan dirimu memang benar-benar ranting yang hidup dari pokok anggur itu, maka dirimu tidak akan mengalami apapun juga!

Benarkah?


God Will Take Care of You, Apapun Juga Menimpamu , Kidung Jemaat no.438

Saya akan memaparkan 2 ayat yang menunjukan pernyataan Yesus dan penyingkapan kehendak Bapa bahwa barangsiapa yang diserahkan Bapa kepada Yesus, PASTI tidak akan hilang,tidak akan gugur iman, tidak akan undur dari Tuhan walau melapetaka seberat dan sesakit apapun itu yang mungkin sampai menghancurkan dan meremukan hatimu. Anda boleh saja terpukul, tetapi itu sesaat bukan permanen; anda boleh saja melakukan dosa tetapi bukan berkubangan sehingga menjadi sebuah kepermanenan yang mematikan. Bapa melakukan segala sesuatu yang diperlukan oleh anda dan saya sehingga kelemahan-kelemahan manusia pada diri kita tidak menjadi santapan kegelapan yang pada akhirnya akan menghancurkan pengharapanmu dalam keselamatanmu dan keselamatan itu sendiri.


Inilah Bapa dan Yesus  yang menyatakan bahwa keselamatan setiap orang-orang tebusannya-sungguh-sungguh milik Bapa- TIDAK AKAN PERNAH DAPAT HILANG, sebagaimana dapat kita pelajari dua diantara banyak ayat yang  menyatakan hal ini:


(1)Yohanes 6:39  Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.
NIV John 6:39 And this is the will of him who sent me, that I shall lose none of all those he has given me, but raise them up at the last day.
KJ And this is the Father's will which hath sent me, that of all which he hath given me I should lose nothing, but should raise it up again at the last day
The will atau θέλημα thelēma  bermakna kehendak atau keinginan atau hasrat, Asal kata ini adalah  θέλω theló  yang bermakna Aku ingin, Aku berkemauan, Aku merancang. Biasanya digunakan  pada Tuhan yang menyampaikan ”tawaran terbaik” kepada orang percaya- menginginkan(berhasrat) untuk melahirkan iman-Nya di dalam mereka –orang-orang percaya yang juga memberi kekuatan pada mereka-empower, memanifestasikan  kehadiran-Nya.

Lose atau ἀπολέσω apolesō bermakna menghancurkan, hilang atau binasa. Sebuah kehancuran permanen atau menyebabkan menjadi hilang atau terhilang (pada dasarnya binasa) melalui mengalami pengalaman  yang sangat memilukan atau menghancurkan atau  menghancurkan hati = apóllymi

.
none of  atau μὴ mē bermakna tidak, berkehendak untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, menyingkirkan segala kemungkinan yang dapat terjadi
Last atau ἐσχάτῃ eschatē bermakna hingga akhir, pada akhirnya atau kesudahannya.
Day atau ἡμέρᾳ ēmera bermakna satu hari, periode, periode matahari terbit hingga matahari terbenam.


(2) Yohanes 10:29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
NIVJohn  10:29 My Father, who has given them to me, is greater than all; no one can snatch them out of my Father's hand.
KJ My Father, which gave them me, is greater than all; and no man is able to pluck them out of my Father's hand.
Has given atau  δέδωκεν  dedōken  bermakna dipersembahkan atau diberikan atau ditempatkan
Snatch  atau pluck out atau ἁρπάζειν arpazein bermakna mengambil dengan cara mencuri , merampas secara tiba dan dalam sebuah cara yang sangat pasti.
Hand atau χειρὸς cheiros bermakna  tangan atau juga bermakna secara figuratif:  instrumen untuk mewujudkan rencana

We Rest On Thee


Pikiran-Ku bukan Pikiranmu. Begitulah kehendak Bapa dan demikian juga hasrat Yesus. Bapa berdaulat untuk mewujudkan rencananya ini. Sementara diri kita akan kesulitan menerima maksud Bapa ini, jika pikiranmu masih menjadi tuan atas dirimu. Ingat, dirimu bukanlah kebenaran itu sendiri, tetapi Yesus adalah kebenaran itu! Apakah  anda berpikir bahwa ini adalah kehidupan Kristen yang murahan tanpa sebuah tanggungjawab? Kisah Crosby telah menjadi sebuah bukti  besar yang terus hidup walau dia mati; lagu-lagunya masih terus dikumandangkan di gereja-gereja, dalam kebaktian-kebaktian keluarga dan dalam kebaktian-kebaktian rumah tangga. Rumah tangga Kristen yang meluhurkan Tuhan dan imannya dalam kehidupan nyata yang tak mudah.


Sekali selamat tetap selamat, adalah sebuah terminologi yang mewakili  kehendak Bapa untuk terjadi dalam kedaulatan-Nya kokoh dan sempurna. Tidak bisa dan selalu gagal dipahami jika diteropong dari sudut pandang yang bersandar pada kapabilitas manusia sebagai penanggungjawab keamanan keselamatan yang merupakan karya  Yesus oleh kehendak Bapa!



Renungkanlah dan berdoalah kepada Bapa agar anda mengenal apa sejatinya kehendak Bapa.

Yohanes 17:6 Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.

Amin

Bersambung ke bagian 5



Rujukan:

Safe in  the Arms of Jesus, Christian Biography Resources

No comments:

Post a Comment