Pages

11 September 2014

KRISTOLOGI X : KESUCIAN KRISTUS




Rabu, tgl 20 Agustus 2014, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Luke 22:44
And being in anguish, he prayed more earnestly, and his sweat
was like drops of blood falling to the ground.
Photo : Travis Silva

KESUCIAN KRISTUS

kristologi (10)

Bacalah lebih dulu bagian9
III) Ketidak-bisa-berdosaan Kristus.

Semua orang yang Injili dan Alkitabiah setuju bahwa dalam faktanya Kristus tidak pernah berbuat dosa.

Tetapi yang dibicarakan sekarang, adalah: secara teoritis, adakah kemungkinan bagi Yesus untuk jatuh ke dalam dosa pada waktu Ia hidup sebagai manusia dalam dunia ini?

Dalam hal ini tidak ada kesatuan pendapat, bahkan dalam kalangan Reformedpun tidak ada keseragaman pendapat.

Sekarang mari kita menyoroti macam-macam pandangan yang ada:


A) Kristus tidak bisa berdosa (non posse peccare / not possible to sin).

Ini merupakan pandangan Calvin dan orang-orang Reformed pada umumnya.
Catatan: sepanjang yang saya tahu, dari para ahli theologia Reformed, hanya Charles Hodge yang tidak setuju dengan pandangan ini.

Hal-hal yang dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa:

1)  Ibr 13:8 berkata bahwa Kristus tidak berubah.
Ibr 13:8 - “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”.

William G. T. Shedd: “The immutability of Christ taught in Heb. 13:8 pertains to all the characteristics of his person. His holiness is one of the most important of these. If the God-man, like Adam, had had a holiness that was mutable and might be lost, it would be improper to speak of him in terms that are applicable only to the unchangeable holiness of God.” [= Ketidak-bisa-berubahan tentang Kristus yang diajarkan dalam Ibr 13:8 berkenaan dengan semua sifat yang khas dari PribadiNya. Kekudusan / kesucianNya adalah salah satu yang terpenting dari hal-hal ini. Seandainya Sang Manusia-Allah, seperti Adam, mempunyai suatu kekudusan / kesucian yang bisa berubah dan bisa hilang, adalah tidak tepat untuk berbicara tentang Dia dengan istilah-istilah yang hanya sesuai dengan kekudusan / kesucian yang tidak bisa berubah dari dari Allah.] - ‘Dogmatic Theology’, vol II, hal 331.

Kalau Ia bisa berdosa, maka itu berarti Ia bisa berubah (dari suci menjadi berdosa).



2)  Ibr 10:7,9 mengatakan bahwa Kristus datang ke dunia untuk melakukan kehendak Allah. Tujuan ini tidak mungkin tidak tercapai!

Ibr 10:7,9 - “(7) Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu.’ ... (9) Dan kemudian kataNya: ‘Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendakMu.’ Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.”.


 
3) Kata-kata Kristus dalam Yoh 14:30 dimana Ia berkata bahwa Penguasa dunia ini (yaitu setan) tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya, menunjukkan ketidak-mungkinanNya untuk berbuat dosa.

Yoh 14:30 - “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diriKu..



4)  Penebusan oleh Kristus sudah ada sejak semula dalam Rencana Allah, dan Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal.

a)   Bahwa Rencana Allah sudah ada sejak semula terlihat dari ayat-ayat seperti:

2Raja 19:25 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu.”.

Maz 139:16 - “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”.

Fetus- Economist

Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu,”.

Yes 46:10 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan,”.


Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk pergu­ruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan.

Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak semula!


b) Penebusan dosa umat manusia oleh Kristus sudah termasuk dalam Rencana Allah (Kis 2:23  Kis 4:27-28  1Pet 1:20).

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir.”.



c)   Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal.

Ayub 42:2 - “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.”.

Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun.”.

Yes 14:24,26,27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?.

Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya..


Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah RencanaNya, dan percaya bahwa Rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini suatu penghinaan bagi Allah karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!
Ada banyak hal yang tidak memungkinkan Allah mengubah rencanaNya / gagal dalam mencapai rencanaNya:

1.  Ayat-ayat dalam point c di atas secara jelas menun­jukkan bahwa Rencana Allah tak mungkin berubah atau gagal!

2.   Kemahatahuan Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia sudah tahu bahwa RencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?

3.   Kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!

4.   Kemahakuasaan Allah.
Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya!

5. Kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana berarti Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).

Kalau Kristus berdosa, maka Ia harus mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak bisa menebus dosa umat manusia. Jadi kalau ada kemungkinan bagi Kristus untuk berdosa, maka itu berarti ada kemungkinan bagi Rencana Allah (tentang Penebusan) untuk gagal.


5)  Dilihat dari hakekat-hakekat yang ada dalam diri Kristus:
a)   Hakekat manusia mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ (posse peccare / possible to sin).
b)  Hakekat ilahi mempunyai sifat ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare / not possible to sin).

Berdasarkan Communicatio Idiomatum, maka semua sifat dari hakekat manusia maupun hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus / sama-sama dimiliki oleh pribadi Kristus.
Jadi seharusnya pribadi Kristus mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ dan ‘tidak bisa berdosa’.

Tetapi kesimpulan ini ditolak oleh orang-orang Reformed pada umumnya.

1.      Pandangan Louis Berkhof.
Adanya Communicatio Charismatum dimana hakekat manusia dari Kristus ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain melalui pemberian karunia-karunia Roh dalam hal intelek, kehendak dan kuasa, terutama dalam hal ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa.
Jadi, Louis Berkhof beranggapan bahwa hakekat manusia Kristus itu sendiri sudah tidak bisa berbuat dosa. Dan ini menyebabkan pribadi Kristus tidak bisa berdosa.

2.      Pandangan W. G. T. Shedd
Shedd beranggapan bahwa hakekat manusia dari Kristus bisa berdosa (posse peccare), tetapi dalam persatuan antara hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam satu pribadi, hakekat ilahilah yang menguasai dan mengontrol hakekat manusia, dan bukan sebaliknya. Jadi kekuatan pribadi Kristus untuk melawan godaan / serangan setan setara dengan kekuatan dari hakekat ilahi untuk melawan godaan / serangan setan.
Dengan demikian, apa yang bisa dilakukan oleh hakekat manusia Kristus kalau hakekat manusia itu terpisah dari hakekat ilahi (yaitu bisa berbuat dosa), tidak bisa dilakukan oleh persatuan dari hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam pribadi Kris­tus.
Jadi doktrin Shedd tentang Communicatio Idiomatum adalah bahwa semua sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus, tetapi untuk hakekat manusia, ada 1 sifat yang tidak bisa diberikan kepada pribadi Kristus, yaitu sifat ‘bisa berdosa’.
Alasan Shedd adalah: dalam persoalan dosa, hakekat ilahi tidak bisa membiarkan hakekat manusia pada keterbatasannya. Kalau hakekat ilahi melakukan hal itu, hakekat ilahi sendiri sudah berdosa.

“In this latter instance, the divine nature cannot innocently and righteously leave the human nature to its own finiteness without any support from the divine, as it can in other instances” (= Dalam hal yang terakhir ini, hakekat ilahi tidak bisa secara tak berdosa dan secara benar, meninggalkan hakekat manusia pada keterbatasannya tanpa pertolongan dari hakekat ilahi, seperti yang bisa dilakukan oleh hakekat ilahi dalam hal-hal lain) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 333-334.

3.Pandangan R. L.Dabney.

a.  Persatuan 2 hakekat itu adalah suatu perisai bagi hakekat manusia terhadap kesalahan.

R. L. Dabney: “It is impossible that the person constituted in union with the eternal and immutable Word, can sin; for this union is an absolute shield to the lower nature, against error” (= Adalah tidak mungkin bahwa pribadi yang terbentuk / terdapat dalam persatuan dengan Firman yang kekal dan yang tak berubah, bisa berdosa; karena persatuan ini adalah suatu perisai yang mutlak bagi hakekat yang lebih rendah, terhadap kesalahan) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.

Pandangan ini sama dengan pandangan dari William G. T. Shedd. Tetapi Dabney menambahkan lagi hal berikut ini.

b.   Dalam persatuan hakekat manusia dengan LOGOS, hakekat manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus.

R. L. Dabney: “This lower nature, upon its union with the Word, was imbued with the full influence of the Holy Ghost” (= Hakekat yang lebih rendah ini, dalam persatuannya dengan Firman, dikaruniai dengan pengaruh penuh dari Roh Kudus) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.

Dabney juga memberikan dasar-dasar Kitab Suci yang menunjukkan peranan Roh Kudus dalam diri Kristus, yaitu:


Maz 45:8 - “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu.”.

Yes 11:2,3 - “(2) Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; (3)  ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang.”.

 
Yes 42:1 - “Lihat, itu hambaKu yang Kupegang, orang pilihanKu, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh RohKu ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.”.

 
Yes 61:1 - Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,”.
Bdk. Luk 4:17-21 - “(17) KepadaNya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibukaNya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: (18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’ (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepadaNya. (21) Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’.

Luk 4:1 - Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.”.

Yoh 1:32 - “Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: ‘Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atasNya..

Yoh 3:34 - “Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas..


Ini kelihatannya sesuai dengan pandangan Calvin, karena dalam komentarnya tentang Mat 4:1 (dimana Kristus dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum Ia dicobai oleh setan) ia berkata sebagai berikut:

“Christ was fortified by the Spirit with such power that the darts of Satan could not pierce him” (= Kristus dibentengi oleh Roh dengan kuasa sedemikian rupa sehingga panah-panah Setan tidak bisa menusuk­Nya).


4.   G. C. Berkouwer mengutip seseorang yang berkata:
“The inner incapacity for sin results from the fact that the ‘I’ of the human nature is the Logos” (= Ketidak-mampuan untuk berbuat dosa merupakan akibat dari fakta bahwa ‘Aku’ dari hakekat manusia itu adalah Logos) - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 258.

Perlu ditambahkan kata-kata Herman Hoeksema sebagai berikut: “My person is that which I know to be the subject of all my actions, ... It is not my nature, my body or my soul, my brain, my eye, my ear, my mouth, my feet, that acts, thinks, sees, hears, speaks, runs; but it is my person. I act, I think, I see, and I hear and speak and run, in and through my nature. ... Now in Christ this person is the Son of God, the Second Person of the Holy Trinity” (= Pribadiku adalah apa yang aku ketahui merupakan subyek dari semua tindakanku, ... Bukanlah hakekatku, tubuhku atau jiwaku, otakku, mataku, telingaku, mulutku, kakiku, yang bertindak, berpikir, melihat, mendengar, berbicara, lari; tetapi pribadikulah yang melakukannya. Aku bertindak, aku berpikir, aku melihat, dan aku mendengar dan berbicara dan berlari, di dalam dan melalui hakekatku. ... Dalam hal Kristus, pribadiNya adalah Anak Allah, pribadi yang kedua dari Tritunggal yang Kudus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 359-360.

Karena pribadi merupakan subyek dari semua tindakan, maka jelaslah bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa, karena pribadiNya adalah Allah Anak / LOGOS sendiri!

5.  G. C. Berkouwer juga memberikan pandangan Abraham Kuyper (yang kelihatannya merupakan gabungan dari pandangan 3. dan 4.). Berkouwer berkata sebagai berikut:
“Kuyper says that owing to the human nature of Christ there was in him the possibility of sin (as it existed in Adam before the Fall). But since Jesus did not assume a human person, a ‘homo’, but human nature, and since there was in him no human ego (to realize this possibilitas) but, on the contrary, the human nature remained eternally united to the second person of the Trinity, therefore the control of this divine person makes it absolutely impossible for the possibilitas to become reality” [= Kuyper mengatakan bahwa hakekat manusia Kristus menyebabkan dalam Dia ada kemungkinan untuk berbuat dosa (seperti yang ada dalam Adam sebelum Kejatuhan dalam dosa). Tetapi karena Yesus tidak mengambil seorang pribadi manusia, ‘seorang manusia’, tetapi hakekat manusia, dan karena dalam Dia tidak ada ego manusia (untuk mewujudkan kemungkinan ini) tetapi, sebaliknya, hakekat manusia itu tetap bersatu secara kekal dengan pribadi kedua dari Trinitas, karena itu kontrol dari pribadi ilahi ini menyebabkan ketidak-mung­kinan mutlak untuk terwujudnya kemungkinan tersebut] - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 259.

Sekalipun pandangan-pandangan tersebut di atas (1-5) berbeda satu sama lain, tetapi kesimpulannya adalah sama, yaitu: pribadi Kristus tidak bisa berdosa (non posse peccare / not possible to sin).


B) Kristus bisa berdosa (posse peccare / possible to sin).

1)  Charles Hodge berkata:
“The sinlessness of our Lord, however, does not amount to absolute impeccability. ... If He was a true man He must have been capable of sinning. ... Temptation implies the possibility of sin. If from the constitution of his person it was impossible for Christ to sin, then his temptation was unreal and without effect, and He cannot sympathize with his people” (= Tetapi, ketidak-berdosaan Tuhan kita, tidak berarti ketidak-bisa-berdosaan yang mutlak. ... Jika Ia adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh Ia pasti bisa berdosa. ... Pencobaan secara tak langsung menunjukkan kemungkinan untuk berbuat dosa. Jika pembentukan pribadiNya menyebabkan Kristus tidak mungkin berbuat dosa, maka pencobaanNya tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 457.

Jadi, alasan yang diberikan oleh Charles Hodge untuk mendukung pandangan ini adalah:

a)  Kalau Kristus menjadi manusia yang sama seperti kita (Ibr 2:14-17), maka Ia juga harus bisa berbuat dosa, sama seperti kita.
Jawab:

Ini bisa dijawab dengan point A no 5 di atas.


b)  Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, Ia tidak bisa dicobai. Dengan kata lain, fakta bahwa Kristus dicobai, menunjukkan bahwa Ia bisa berbuat dosa.
Jawab:

Pandangan ini tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak berarti bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa Kristus tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.


c)  Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, maka pencobaan yang Ia alami tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya.
Jawab:

1.   Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini tidak berarti bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah  sepele /  ringan  (bdk.  Mat 26:36-46  Ibr 2:18  Ibr 4:15  Ibr 5:7-8).
Tentang hal ini Berkouwer berkata:
“Christ’s sinlessness does not nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the teeth of temptation” (= Ketidak-berdosaan Kristus tidak meniada­kan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperiorannya dalam gigitan pencobaan) - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.

2.  Pada waktu membahas tentang pencobaan di padang gurun dalam Injil Lukas, Norval Geldenhuis (NICNT) mengutip Westcott yang mengomentari Ibr 2:18 dengan kata-kata sebagai berikut: “Sympathy with the sinner in his trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of the strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its full intensity. He who falls yields before the last strain” (= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaannya tidak tergantung pada pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang kekuatan pencobaan kepada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa mengetahuinya dalam intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh, menyerah sebelum tekanan terakhir) - hal 157.

Geldenhuis juga mengutip Plummer yang berkata: “... a righteous man, whose will never falters for a moment, may feel the attractiveness of the advantage more keenly than the weak man who succumbs; for the latter probably gave way before he recognised the whole of the attractiveness” (= ... orang yang benar, yang tidak pernah goyah sesaatpun, bisa merasakan daya tarik dari keuntungan dengan lebih hebat / keras dari pada orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang terakhir ini mungkin menyerah sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu) - hal 157.

Dari 2 kutipan di atas ini Geldenhuis menyimpulkan: “If we bear these considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced the violence of the attacks of temptation as no other human being ever did, because all others are sinful and therefore not able to remain standing until the temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them” (= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan menyadari bahwa sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan pencobaan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang berdosa dan karena itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu menghabiskan seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka) - hal 157.

Illustrasi dan contoh:
a.  Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan pukul menghadapi Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena pukulan Mike Tyson ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh kekuatan Mike Tyson. Tetapi petinju lain yang betul-betul tahan pukulan, tidak jatuh sekalipun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia betul-betul merasakan seluruh kekuatan Tyson.

b.   Orang yang mengalami godaan sex. Kalau begitu ada godaan ia langsung menyerah, maka jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia bertahan, maka orang yang menggodanya itu akan menggunakan bermacam-macam cara dan taktik untuk menjatuhkannya, sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan godaan itu.

2)  Ada juga yang membuktikan bahwa Kristus bisa berbuat dosa dengan menggunakan Mat 26:53 dimana Yesus berkata: “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”.
Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa saat itu Yesus ada di persimpangan jalan. Ia bisa memilih untuk tunduk pada kehendak Allah, dengan membiarkan diriNya ditangkap dan dibunuh. Tetapi Ia bisa juga memilih untuk tidak tunduk pada kehendak Allah, dengan berdoa kepada BapaNya supaya BapaNya mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat membantu Dia. Sekalipun akhirnya / dalam fakta­nya Ia memilih untuk taat pada kehendak Allah, tetapi ayat ini dianggap sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa sebetulnya Ia bisa saja tidak tunduk pada kehendak Allah.

Jawab:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a) Yesus mengucapkan Mat 26:53 ini hanya untuk meluruskan pemikiran / tindakan dari Petrus yang berusaha ‘meno­long Yesus’ dengan membacok telinga hamba Imam Besar.

b)  Calvin beranggapan bahwa dalam Mat 26:53 ini Yesus hanya mengandaikan.
Jadi maksudNya adalah sebagai berikut: Andaikata saja hal itu tidak bertentangan dengan kehendak Allah, maka dari pada dibantu oleh Petrus menggunakan pedangnya, Yesus mempunyai cara yang lebih baik, yaitu berdoa kepada Bapa untuk mengirim lebih dari 12 pasukan malai­kat.

c)  Mat 26:53 tidak boleh dipisahkan dari Mat 26:54 yang berbunyi: “Jika begitu, bagaimanakah mungkin akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi demikian?.
Kata ‘harus’ menunjukkan bahwa penangkapan terhadap Kristus dan kematianNya, tidak bisa tidak terjadi!

d)  Kita juga harus mengingat doa Yesus dalam taman Getsemani dimana Ia berdoa: “Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan itu lalu dari padaKu” (Mat 26:39a). Tetapi karena kesucianNya, yang tidak memungkinkan Dia untuk menentang kehendak Allah, Ia lalu menambahkan: “Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39b).

Karena itu, andaikatapun Yesus di sini berdoa meminta Bapa mengirim pasukan malaikat, tidakkah Ia juga akan menambahkan kata-kata dalam Mat 26:39 itu?


C) Kristus bisa tidak berdosa (posse non peccare / possible not to sin).

Pandangan ini berkata bahwa Kristus bukannya ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare / not possible to sin), juga bukannya ‘bisa berdosa’ (posse peccare / possible to sin), tetapi ‘bisa tidak berdosa’ (posse non peccare / possible not to sin).

Jawab: Pandangan ini juga tidak logis, karena memiliki sifat ‘bisa tidak berdosa’ tanpa memiliki sifat ‘bisa berdosa’ adalah sama dengan memiliki sifat ‘tidak bisa berdosa’.


Keterangan gambar:

PP   = posse peccare = possible to sin = bisa berdosa.
PNP  = posse non peccare = possible not to sin = bisa tidak berdosa.
NPNP = non posse non peccare = not possible not to sin = tidak bisa tidak berdosa.
NPP  = non posse peccare = not possible to sin = tidak bisa berdosa.

A = Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
B = orang dalam dosa yang masih di luar Kristus. Mereka ‘tidak bisa tidak berdosa’.
C = orang yang ada dalam Kristus. Mereka dikembalikan kepada kondisi Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa, yaitu ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
D = orang kristen di surga. Mereka ‘tidak bisa berdosa’.

Sekarang perhatikan hanya bagian C dan D saja. Pada waktu ada di C, manusia ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’. Pada waktu masuk ke D, ‘bisa berdosa’ hilang, tetapi yang tertinggal bukanlah ‘bisa tidak berdosa’, melainkan berubah menjadi ‘tidak bisa berdosa’.

Dari sini jelas bahwa ‘bisa tidak berdosa’ tanpa disertai ‘bisa berdosa’, menjadi ‘tidak bisa berdosa’.





-o0o-




No comments:

Post a Comment