Pages

15 November 2013

Semua Yang Surga Perbolehkan: Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)- 4

Oleh :Dr. Kenneth Boa



Semua Yang Surga
Perbolehkan: Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)



--Bacalah lebih dulu bagian 3


credit: archbishop cranmer

IMAMAT DAN KEKEJIAN-KEKEJIAN


Sejauh ini, nas-nas Alkitab paling sukar terkait dengan homoseksualitas, memberikan penjelasan larangan-larangan kategorial/telak pada  perbuatan-perbuatan homoseksual dalam Imamat 18:22 dan 20:13.


Imamat 18:22 Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.


Imamat 20:13 Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.



Sebagaimana dikemukakan J. Gordon Melton, ayat-ayat ini telah terbukti paling sukar untuk direinterpretasikan”[J. Gordon Melton, The Churches Speak On : Homosexuality; Official Statements from Religious Bodies and Ecumenical Organizations ( Detroit: Gale Research, 1991),xxii.]. Kedua   teks ini melarang orang laki-laki untuk  terlibat dalam aktivitas seksual dengan laki-laki , dan label untuk aktivitas seperti ini  adalah sebuah “kekejian.” Hampir semua penulis yang membela homoseksualitas mengakui bahwa teks-teks ini mengecam tindakan-tindakan seks sejenis, tetapi berupaya untuk memperlihatkan bahwa teks-teks ini  merefleksikan situasi kuno secara budaya  dan karenanya tidak lagi berlaku pada masa kini.



Kesukaran mendasar yang dihadapi dengan  penjelasan  teks-teks Imamat semacam ini adalah: bahwa deskripsi perbuatan homoseksual sebagai sebuah “kekejian” adalah dalam konteks  merujuk pada evaluasi atau penilaian Allah atas perbuatan-perbuatan homoseksual. Yaitu, Imamat menyatakan bahwa Allah sendiri menyatakan praktek-praktek semacam ini   dapat dikatakan kekejian, dan   menjadi dasar  perbuatan-perbuatan homoseksual secara kuat dilarang.


Dua strategi yang sama sekali berlawanan telah digunakan untuk mendiskreditkan larangan-larangan ini sebagai absolut-absolut  moral. Pada satu sisi, ini telah dinyatakan bahwa  Imamat sedang menggambarkan homoseksualitas sebagai tindakan pelanggaran bagi orang-orang Israel, dan tidak harus  bagi  Allah. Pada sisi lainnya, telah dinyatakan bahwa Imamat   menggambarkan homoseksualitas sebagai sebuah kekejian bagi Allah  hanya karena sejumlah asosiasi-asosiasi religious atau ritual dimana perbuatan-perbuatan seks sejenis  ada dalam masyarakat Israel kuno. Konteks ayat-ayat tersebut menyingkirkan kedua interpretasi tersebut. Segera setelah melarang para laki-laki untuk tidur dengan laki-laki lain dan mengatakan, “itu adalah sebuah kekejian” (Imamat 18:22), Allah memperingatkan orang-orang Israel bahwa mereka :
jangan melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu…karena segala kekejian itu telah dilakukan oleh penghuni negeri yang sebelum kamu, sehingga negeri itu sudah menjadi najis…Karena setiap orang yang melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, orang itu harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya.  Dengan demikian kamu harus tetap berpegang pada kewajibanmu terhadap Aku, dan jangan kamu melakukan sesuatu dari kebiasaan yang keji itu, yang dilakukan sebelum kamu, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya itu; Akulah TUHAN, Allahmu."  (Imamat 18:26-30).




Beberapa poin  harus diperhatikan disini:


Paling pertama, ini adalah Allah sedang berbicara. Sehingga nas ini  adalah sebuah ekspresi  penghukuman Allah atas homoseksual dan perbuatan-perbuatan lainnya, bukan penghukuman  orang-orang Israel atas  perbuatan-perbuatan homoseksual.




Kedua, apa yang Allah sebut perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kejijikan dikatakan menjadi kebiasaan di Kanaan. Implikasi jelas adalah  bahwa orang-orang Kanaan, setidaknya, tidak melihat perilaku-perilaku  homoseksual sebagai yang dapat dinilai kekejian. Jadi tes moralitas seksual bukan bagaimana itu memberikan impresi bagi kita, tetapi sebaliknya bagaimana  homoseksual  memberikan impresi bagi Allah.



Ketiga, dua kali dalam ayat ini  penggambaran tindakan homoseksual sebagai “ kekejian-kekejian” dikaitkan dengan  tanah/negeri dan  orang-orangnya menjadi  “najis.” Kenajisan  adalah sebuah konsep religius, bukan konsep yang bersifat sosioligis. Poinnya kembali adalah : bahwa perbuatan perbuatan ini adalah sebuah pelanggaran bagi Allah, tak  peduli apakah tindakan tersebut  merupakan pelanggaran  atau bukan bagi  manusia.




Keempat, rujukan  bagi kenajisan telah diambil untuk membuktikan teori homoseksualitas menjadi dikecam hanya dalam  konteks sejumlah ritual atau seremonial. Tetapi ini tidak akan bekerja. Karena satu hal, tidak ada dikatakan untuk mengindikasikan bahwa sebuah  asosiasi ritual pagan bahkan menjadi bagian rasionalisasi untuk pelarangan. Disamping itu, perbuatan-perbuatan seks antara para laki-laki dan para perempuan telah juga (memang benar, jauh lebih umum)  menjadi bagian dari ritual-ritual pagan. Ini tidak masuk akal bagi bahasa yang  menspesifikasikan tindakan-tindakan seks sejenis  digunakan jika problem yang benar-benar sedang dibidik tidak  dibatasi pada perbuatan-perbuatan semacam itu. Lebih jauh lagi,  para penganut pagan  telah mempraktekan homoseksualitas baik dalam acara-acara ritual dan diluar  ritual-ritual. Karena pembedaan semacam ini akan menjadi  biasa/tidak aneh  dalam budaya tersebut, tidak  ada dasar mengapa Imamat  mungkin tidak membolehkan homoseksual untuk  perbuatan-perbuatan  homoseksual yang  non ritual, jika perbuatan  homoseksualitas dianggap dibolehkan secara moral. Dalam kasus manapun, perbuatan-perbuatan homoseksual itu telah dikecam disini untuk alasan-alasan yang  tidak berkaitan dengan ritual-ritual pagan adalah jelas dalam konteks yang lebih besar dalam bab ini. Ini bukan sekedar homoseksualitas, tetapi semua perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam bab ini, yang dinilai kekejian ( seperti ayat 26-30 katakan);  semua perbuatan ini mencakup sebagai berikut (Imamat 18):






  • Incest (ayat 6-18). Secara khusus, Imamat 18 melarang hubungan seks dengan  orang tua  atau anak-anak, saudara kandung, dan hubungan kekerabatan dekat lainnya. ( Perhatikan bahwa “menyingkapkan ketelanjangan/aurat” kerabatnya tidak bermakna hanya melihat mereka telanjang, tetapi adalah eufemisme/pelembutan untuk  intimasi seksual.) Larangan-larangan  disini adalah secara umum dan kategorial/telak sebagaimana memang dapat diperlakukan demikian. Semua perbuatan seksual yang dilarang, terlepas bagaimana dua orang yang terlibat memiliki rasa suka satu sama lain, atau  seberapa tua atau muda mereka.  Dengan meluaskannya, larangan-larangan ini telah diluaskan untuk melarang pernikahan-pernikahan  antara kerabat dekat dalam cara-cara yang disebutkan. Secara nyata, larangan-larangan ini tidak berkaitan dengan  ritual tabu.



  • Meniduri  seorang perempuan saat masa haid/menstruasi (ayat 19). Ini  tidak mungkin bahwa ayat ini merujuk pada seks antara seorang suami dan isteri selama  masa menstruasinya, seperti Spong dan orang-orang lain asumsikan[Spong, Living in Sing,145-146]. Sejumlah bab terdahulu, perbuatan semacam ini dianggap sebagai membuat si laki-laki secara ritual najis selama 7 hari ( Imamat 15:24). Namun,  disini (membandingkan dengan Imamat 18 ayat 29), dan secara eksplisit dalam teks terkait ( Imamat 20:18), perbuatan semacam ini dapat dihukum dengan kematian. Jadi, perbuatan ini, disini, harus dipandang berbeda dari tindakan dalam  Imamat 15 dan harus dipandang sebagai sebuah jenis pelanggaran yang lebih serius. Karena itulah hampir tidak mungkin bahwa perbuatan terlarang  disini adalah  perbuatan yang terjadi antara  person-person yang tidak menikah, dan berangkali perbuatan  yang mana si laki-laki telah meniduri perempuan itu ( karena  si perempuan tidak  terlihat  tidak memungkinkan untuk melakukannya pada masa itu). Kita oleh karena itu , disini, tidak berurusan dengan sebuah soal ritual terkait kemurnian/kekudusan, tetapi moralitas.





  • Perzinahan (ayat 20). Perhatikan bahwa perbuatan ini juga dikatakan menajiskan. Tidak ada penyangkalan bahwa ini merujuk pada sebuah  kesepakatan tindakan seksual. Lebih lagi, deskripsi umum semua perbuatan-perbuatan ini sebagai menjijikan bagi Allah ( ayat 26-30) memperlihatkan bahwa Allah  memutuskan secara cermat perzinahan  heteroseksual  adalah menjijikan, juga, dan bukan semata perbuatan-perbuatan homoseksual. Para pezinah dalam gereja ( dan ada banyak pezinah dalam gereja) yang secara terbuka mengecam homoseksualitas sebagai sebuah kekejian tetapi menolak bertobat atas dosa-dosa  perzinahan mereka adalah para hipokrit atau orang-orang munafik. Walaupun, orang-orang munafik ini masih benar dalam pandangannya atas homoseksualitas,. Masalah dengan orang munafik ini secara umum bukan bahwa dia salah tentang hal-hal lain, tetapi dia bersalah  mengenai dirinya sendiri (bandingkan dengan Matius 23).



Child Sacrifice: photo by Marco Vernaschi
Credit: orijinculture

  • Mempersembahkan anak sebagai korban  (ayat21). Saya berpikir adalah aman untuk mengasumsikan kita semua tahu ini adalah sebuah pelanggaran  bagi Allah; jika kita memiliki keraguan sedikit saja, perbuatan semacam ini dikatakan disini “ Menghina/mencemarkan nama Allahmu.” Ini adalah satu dosa yang dikecam dalam Imamat 18 yang  secara gambling bukan bersifat seksual, walaupun nyatanya mempersembahkan anak sebagai korban kepada Molokh merupakan bagian dari ritual-ritual pagan yang meliputi amoralitas seksual juga ( bandingkan dengan Imamat 20:4-5).



    Ini juga satu larangan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan yang secara jelas telah berlangsung dalam sebuah konteks pagan—tetapi sangat mungkin tidak seorangpun siap untuk berkata bahwa mempersembahkan anak sebagai korban  telah dikecam hanya ketika anak-anak dikorbankan untuk tuhan yang salah! Pastilah perlakuan kejam yang menakutkan pada anak-anak itu sendiri menjadi dikecam. Mungkinkah diperbolehkan untuk membunuh anak-anak pada saat ini, selama itu bukan merupakan ritual pagan?( Ayo pikirkanlah hal itu, ini sedang  terjadi saat ini—itu disebut
    aborsi.)




  • Perbuatan-perbuatan Homoseksual (ayat22), Ini adalah perbuatan-perbuata yang sedang dipelajari.



  • Berhubungan seks dengan binatang (ayat23). Perbuatan ini digambarkan sebagai sebuah “perbuatan menyimpang,” sebuah istilah yang berkonotasi bahwa perbuatan ini  pada dasarnya tidak wajar.


Jelas  dari  penyelidikan semua perbuatan-perbuatan terlarang dalam Imamat 18, bahwa semuanya dikecam sebagai  amoral secara kategorial atau secara telak. Istilah “kekejian” dalam konteks ini secara jelas bermakna sesuatu  yang secara khusus melanggar didalam pandangan Allah. Inilah kebenaran pada kata “kekejian” secara umum.  Jika kita membuat daftar perbuatan-perbuatan melanggar  yang ada di  kitab  Ulangan, sebagai contoh, label-label “kekejian,” menjadi jelas bahwa adalah tidak mungkin untuk mengecualikan sebuah kekuatan moral pada istilah tersebut, entah dengan membatasinya menjadi sebuah deskripsi bagaimana orang-orang Israel menilai praktek-praktek ini atau memahaminya untuk menunjuk   hanya pada sebuah  ritual najis [Pendekatan yang belakangan diupayakan oleh John Boswell, Christianity, Social Tolerance, and Homosexuality: Gay People in Western Europe from the Beginning of the Christian Era to the Fourteenth Century ( Chicago:University of Chicago Press, 1980), 100.].
Pelanggaran-pelanggaran ini kadang secara spesifik disebut “sebuah kekejian terhadap Tuhan,” pada kesempatan lain hanya disebut “ sebuah kekejian” :



  1. Menyembah patung-patung berhala (pemberhalaan) ( Ulangan 7:25-26; 13:13-14; 17:4; 27:15; 32:16-17) 
  2. Mempersembahkan korban anak ( Ulangan 12:31) 
  3. Memberikan hewan persembahan yang cacat /bercela ( Ulangan 17:1) 
  4. Praktek-praktek Okultisme—ramalan, sihir, nekromansi (berbicara dengan roh orang mati) Ulangan 18:9-12 
  5. Laki-laki berpakaian perempuan dan sebaliknya ( Ulangan 22:5) 
  6. Mempersembahkan upah pelacuran ( Ulangan 23:17-18) 
  7. Bercerai dan menikahi kembali perempuan yang kembali ke suami pertama ( Ulangan 24:4) 
  8. Menggunakan timbangan-timbangan dan ukuran-ukuran berbeda,  yaitu menipu ( Ulangan 25:13-16)



Bersambung ke Bagian 5


All That Heaven Allows: Homosexuality and the Meaning of Love |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora





No comments:

Post a Comment