Pages

05 October 2013

MURKA ALLAH


Oleh : Arthur W. Pink


Ketika Gn. Vesuviues meletus secara teramat dahsyat dan mengakibatkan perubahan fundamental pada 79 Masehi, kota dekat Roma bernama Pompeii telah terkubur sedalam beberapa kaki  oleh abu dan batu. Sisa reruntuhan kota tetap terkubur selama itu sampai   kota terkubur ini ditemukan oleh  sebuah tim pengukur tanah pda 1748. Saat para Arkeolog menggali situs ini,mereka mendapatkan situs ini  memiliki  banyak kantong-kantong udara dimana para korban yang jasadnya telah terurai, telah diawetkan oleh rongga dalam  reruntuhan-reruntuhan vulkanik yang mengeras. Dengan mengisi rongga-rongga ini dengan semen, mereka dapat membuat cetakan-cetakan gips, seperti satu yang ditunjukan disini, yang menyingkapkan detail yang luar biasa akan penderitaan penduduk-penduduk Pompeii dalam saat-saat terakhir dalam hidup mereka.

Credit : Time & Life Pictures/Getty Images - National Geographic

Murka Allah


Teramat menyedihkan menemukan begitu banyak yang mengaku orang-orang Kristen yang terlihat menganggap murka Allah seperti sesuatu yang mana mereka harus membuat sebuah permintaan maaf, atau dia setidaknya  ingin  hal semacam itu tidak ada. Meskipun beberapa diantaranya tidak akan  bergerak terlampau jauh untuk secara terbuka mengakui bahwa mereka menganggap hal ini sebagai sebuah  cacat atau cela pada karakter Ilahi, namun demikian mereka jauh dari mempertimbangkan hal itu dengan senang; mereka tidak suka memikirkan hal itu, dan mereka  jarang mendengarkan hal itu disebutkan tanpa sebuah kebencian tersembunyi yang bangkit didalam hati mereka melawannya. Bahkan dengan mereka yang  lebih    berpikiran  jernih dalam penilaian mereka, tidak sedikit terlihat membayangkan bahwa ada sebuah kekejaman mengenai murka ilahi yang membuatnya sedemikian menakutkan untuk  membentuk sebuah tema yang berguna untuk perenungan. Sementara yang lainnya  berlabuh pada delusi bahwa murka Allah tidak konsisten dengan  kebaikan-Nya, dan karenanya berupaya membuangnya dari pemikiran-pemikiran mereka.


Ya, ada banyak yang  meninggalkan sebuah  visi tentang murka beranggapan bahwa mereka  diminta  untuk memandang pada semacam  noda kotor dalam karakter ilahi atau  semacam  cacat moral pada pemerintahan ilahi. Tetapi apa kata kitab suci? Selagi kita membuka mereka kita menemukan bahwa Tuhan  tidak melakukan upaya untuk menutupi fakta-fakta terkait murka-Nya. Dia tidak malu untuk membuat hal ini diketahui bahwa pembalasan dan  amarah adalah kepunyaan-Nya. Tantangan-Nya sendiri adalah :


  • Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku. (Ulangan  32:39-41)

BIS : Lihatlah, Aku Allah Yang Esa, tak ada Allah kecuali Aku. Aku membunuh danmenghidupkan, melukai dan menyembuhkan. Bila Aku bertindak, tak seorang pun dapat melawan.




Sebuah studi  konkordansi akan memperlihatkan bahwa ada  lebih banyak  referensi-referensi dalam  kitab suci untuk  marah, amuk dan murka Allah, daripada untuk kasih dan kelemahlembutannya. Karena Tuhan adalah kudus, Dia membenci semua dosa; dan karena Dia membenci semua dosa, murka-Nya  berkobar terhadap orang berdosa ( Maz 7:11).



Sekarang murka Allah  pada tingkat yang sama dengan  sebuah kesempurnaan ilahi seperti halnya dengan  kesetiaan-Nya, kuasa, atau belas kasih. Memang  harus  seperti itu, karena tidak ada cela atau cacat  apapun, tidak  ada cacat sekecilpun dalam karakter  Allah; namun  akan ada jika  “murka” absen dari diri-Nya!


Pengabaian terhadap dosa adalah sebuah cacat  moral, dan dia yang membenci dosa bukanlah sebuah  kusta moral.



  • Bagaimana bisa Dia yang adalah puncak semua kemuliaan  terlihat sama puasnya terhadap  kebajikan dan keburukan, hikmat dan kebodohan?

  • Bagaimana bisa Dia yang  secara tak terhingga kudus mengabaikan dosa dan  menolak untuk  memanifestasikan  “kekerasan”-Nya  (Roma 11:22) terhadap dosa?

  • Bagaimana bisa Dia, yang  senang hanya pada yang murni dan  indah, tidak muak dan  benci dengan yang   nazis dan keji?


Sifat Tuhan membuat neraka  sebagai hal  real yang  penting, tidak boleh tidak dan  secara  kekal dibutuhkan, seperti halnya surga. Bukan  hanya tidak ada ketidaksempurnaan Tuhan, tetapi tidak ada  kesempurnaan didalam Dia yang kurang sempurna dibandingkan dengan yang lainnya.



Murka Allah adalah kejijikan  kekal-Nya  atas semua yang tidak benar. Adalah ketidaksenangan dan  kemarahan dari  keadilan ilahi terhadap  kejahatan. Itu adalah kekudusan Tuhan yang   menyebabkan  aktivitas melawan dosa. Itu adalah pergerakan yang menyebabkan  penghukuman adil yang  Dia timpakan pada para pelaku kejahatan. Tuhan marah terhadap dosa karena itu adalah  sebuah pemberontakan melawan otoritas-Nya, sebuah tindakan salah terhadap kedaulatan-Nya  yang tidak dapat dilanggar. Pemberontak-pemberontak melawan pemerintahan Tuhan akan dibuat mengenal bahwa  Allah adalah Tuhan. Mereka akan dibuat  untuk merasakan betapa  besar keagungan yang mereka hina, dan betapa  amat mengerikan  murka  mengancam yang  mereka anggap sangat kecil. Murka Allah itu bukanlah pembalasan yang ganas dan  berbahaya, mengakibatkan  cidera untuk kepentingan hal tersebut, atau sebagai balasan untuk  yang mengalami cidera. Tidak, walaupun Tuhan akan  mempertahankan kekuasaan-Nya sebagai Pemerintah Alam Semesta, Dia tidak akan  menjadi pembalas dendam.



Murka Ilahi adalah salah satu dari kesempurnaan-kesempuranaan  Allah yang tidak hanya   terbukti dari pertimbangan-pertimbangan yang telah disajikan diatas, tetapi juga  dengan jelas ditegakan oleh pernyataan deklarasi-deklarasi Firman-Nya sendiri. “Karena murka Allah disingkapkan dari surge” (Roma 1:18).



  • Robert Haldane  memberikan ulasan pada ayat ini sebagai berikut :


    It was revealed when the sentence of death was first pronounced, the earth cursed, and man driven out of the earthly paradise, and afterwards by such examples of punishment as those of the Deluge, and the destruction of the Cities of the Plain by fire from heaven, but especially by the reign of death throughout the world. It was proclaimed in the curse of the law on every transgression, and was intimated in the institution of sacrifice, and in all the services of the Mosaic dispensation. In the eighth chapter of this epistle, the Apostle calls the attention of believers to the fact that the whole creation has become subject to vanity, and groaneth and travaileth together in pain. The same creation which declares that there is a God, and publishes His glory, also proves that He is the Enemy of sin and the Avenger of the crimes of men...But above all, the wrath of God was revealed from heaven when the Son of God came down to manifest the divine character, and when that wrath was displayed in His sufferings and death, in a manner more awful than by all the tokens God had before given of His displeasure against sin. Besides this, the future and eternal punishment of the wicked is now declared in terms more solemn and explicit than formerly. Under the new dispensation, there are two revelations given from heaven, one of wrath, the other of grace.




    [
    Ayat ini  telah menyingkapkan  ketika hukuman mati pertama kali dinyatakan, bumi telah dikutuk, dan manusia telah diusir keluar dari firdaus dunia, dan setelah itu oleh sejumlah  contoh-contoh penghukuman seperti mereka yang ditimpa bah, dan penghancuran Kota-Kota dataran  di Gurun  dengan api dari langit, tetapi secara khusus oleh berkuasanya pemerintahan kematian diseluruh dunia. Telah diproklamasikan dalam kutuk hukum  atas setiap pelanggaran, dan telah dinyatakan secara tersirat  dalam pelembagaan persembahan korban, dan didalam semua ibadah-ibadah pembebasan yang diperintah  sepesifik dalam Mosaik. Pada bab ke delapan dari epistel ini, Rasul Paulus meminta perhatian orang-orang percaya pada  fakta bahwa seluruh ciptaan telah  tunduk pada keangkuhan, dan  mengeluh  dan  menderita bersama-sama dalam  kesakitan. Ciptaan yang sama mendeklarasikan bahwa ada seorang Tuhan, dan mempublikasikan  kemuliaan-Nya, juga membutktikan bahwa Dia adalah  Musuh dosa dan Pembalas kejahatan-kejahatan manusiaTetapi diatas itu semua, murka Allah telah disingkapkan dari surga  ketika Anak Allah telah datang turun untuk memanifestasikan karakter ilahi-Nya, dan ketika murka itu dipertontonkan dalam penderitaan-penderitaan dan kematian-Nya, dalam sebuah cara yang lebih mengerikan daripada  bukti-bukti atau ekspresi-ekspresi Allah  yang telah diberikan sebelumnya atas ketidaksukaanNya   terhadap dosa. Disamping ini,  penghukuman masa mendatang dan kekal atas yang jahat sekarang ini telah dideklarasikan dalam  cara yang lebih serius dan eksplisit daripada sebelumnya. Dalam perintah Tuhan yang baru, ada dua penyingkapan yang telah diberikan dari surga, satu adalah murka dan yang lainnya adalah anugerah. ]




Kembali, bahwa murka Allah adalah sebuah kesempurnaan ilahi yang secara gamblang didemonstrasikan  oleh apa yang telah kita baca dalam:
  • Mazmur 95:11 :” Kepadanya Akau telah bersumpah dalam murka-Ku.”
  • Ada dua  keadaan  Tuhan “bersumpah” : dalam membuat janji-janji ( Kejadian 22:16), dan dalam  mengucapkan  penghakiman-penghakiman ( Ulangan 1:34  dan seterusnya). Dalam hal yang pertama,  Dia bersumpah dalam belas kasih kepada anak-anak-Nya, dalam hal yang kedua, Dia   bersumpah untuk melenyapkan  warisan  generasi  jahat oleh Karena bersungut dan ketidakpercayaan.
  • Sebuah sumpah adalah untuk  peneguhan  yang serius dan sakral (Ibrani 6:16). Dalam Kejadian 22:16 Tuhan berkata,”Demi diri-Ku sendiri  Aku bersumpah.” Dalam Mazmur 89:35 Dia mendeklarasikan,” Sekali Aku telah bersumpah demi  Kekudusan-Ku.”  Sementara itu dalam Mazmur 95:11 Dia menegaskan ,”Aku bersumpah dalam murka-Ku.” Jadi Jehovah yang akbar itu sendiri mendasarkan pada “murka”-Nya sebagai sebuah kesempurnaan yang setara dengan  “kekudusan”-Nya : Dia bersumpah demi yang satu  sama derajatnya demi yang lainnya!
  • Kembali, sebagaimana dalam Kristus “ berdiam seluruh kepenuhan Allah secara jasmani” (Kolose 2:9), dan sebagaimana semua kesempurnaan ilahi secara nyata dan luar biasa diperlihatkan oleh Dia ( Yohanes 1:18), oleh karena itu kita membaca , “Murka Anak Domba” (Wahyu 6:16).





Murka Allah
adalah sebuah kesempurnaan karakter ilahi yang terhadap  hal ini kita harus sering merenungkannya.
  • Pertama, bahwa hati dapat menjadi  dikesankan sebagaimana seharusnya oleh kebencian Tuhan  atas dosa. Kita selalu   cenderung untuk menganggap dosa secara  gampangan, mengabaikan kengeriannya,  untuk  berdalih atas hal itu. Tetapi semakin kita mempelajari dan  memikirkan dan merenungkan secara mendalam kebencian Tuhan atas dosa dan  pembalasan –Nya yang mengerikan terhadap dosa, seperti juga kita harus  menyadari kengerian dosa. 

  • Kedua, untuk memperanakan sebuah takut yang  benar dalam jiwa kita bagi Tuhan :” Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. “Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan” (Ibrani 12:28-29). Kita tidak dapat melayani dia “ secara berkenan” kecuali ada hormat yang seharusnya untuk keagungan-Nya yang  teramat dahsyat dan “takut yang ilahi” atas marah-Nya yang benar; dan hal-hal ini adalah  yang paling baik untuk diangkat dengan sering mengingat bahwa “Tuhan kita adalah api yang menghanguskan.”
  • Ketiga, untuk menarik  jiwa-jiwa kita dalam  pujian yang sepenuh jiwa  karena telah dibebaskan dari “murka yang akan datang” ( 1 Tesalonika 1:10).


Kesiapan kita atau keengganan kita untuk merenungkan murka Allah menjadi sebuah tes yang  pasti akan sikap hati kita yang sejati terhadap Tuhan. Jika  kita tidak sungguh-sungguh bersukacita dalam Tuhan, karena apa yang ada didalam diri-Nya sendiri, dan karena semua kesempurnaan yang secara  kekal tinggal diam dalam Diam, maka bagaimanakah kasih Allah berdiam dalam kita? Setiap dari kita harus menjadi  sungguh-sungguh  berjaga  dalam  doa yang sungguh-sungguh melawan  rekaan sebuah imajinasi Tuhan dalam pemikiran-pemikiran kita yang dipolakan menurut kecenderungan-kecenderungan jahat kita.



Dari Perjanjian Lama  Allah telah mengeluhkan,


“engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau” (Maz 50:21).


Jika kita tidak bersukacita “ pada mengingat kekudusannya”(Maz 97:12), jika kita tidak bersukacita  karena mengetahui bahwa  dalam sebuah Hari yang segera datang, Allah akan  membuat sebuah  tontonan paling mulia akan murka-Nya dengan  melakukan pembalasan atas semua yang sekarang ini melawan Dia, ini adalah bukti positif bahwa hati-hati kita tidak  dalam penundukan  terhadap  Dia, bahwa kita  masih hidup dalam dosa-dosa kita, dan kita sedang dalam  perjalanan menuju api  kekal.




Bersorak-sorailah, hai bangsa-bangsa karena umat-Nya, sebab Ia membalaskan darah hamba-hamba-Nya (Ulangan 32:43). Dan kembali kita membaca--


(1)Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya: "Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, (2) sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, karena Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (3) Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: "Haleluya! Ya, asapnya naik sampai selama-lamanya." (Wahyu 19:1-3)




Menjadi sukacita besar  orang-orang kudus pada hari itu ketika  Allah akan  membuktikan kemegahan-Nya, menjalankan kekuasaan-Nya yang dahsyat, membesarkan keadilan-Nya, dan melemparkan para pemberontak angkuh yang telah  berani menentang Dia.

  • Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? (Maz 130:3). 

Berangkali  setiap kita  menanyakan pertanyaan ini, karena ada tertulis,  

  • Orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman” (Maz 1:5).  

  • Betapa   terlukanya   jiwa  Kristus  dipenuhi pemikiran-pemikiran Tuhan  sedang  menandai kejahatan-kejahatan  umat-Nya ketika pelanggaran-pelanggaran itu ditimpakan atas-Nya! Dia  telah dicengangkan dan sangat  berat ( Markus 14:33).


  • Kesengsaraan-Nya yang mengerikan, keringat-Nya yang berdarah,  permohonan dengan ratap tangis  yang kuat dan permohonan-permohonan ( Ibrani 5:7),

  • doa-doa-Nya yang diulangi (“jika mungkin, biarlah cawan ini berlalu daripada-Ku), 

  • teriakan terakhir-Nya yang menakutkan (“Allahku, Allahku, mengapa Engkau telah meninggalkan-Ku?”)

semua memanifestasikan   hal  yang sangat menakutkan,  sedang dinantikan diri-Nya yang telah dia miliki  bagi Tuhan untuk “menandai  ketidakadilan.” Sehingga orang-orang berdosa yang malang berteriak,” Tuhan, siapakah yang tahan,” ketika Anak Allah sendiri begitu gemetar dibawah  beban  murka-Nya, Jika kamu, pembacaku, tidak  lari berlindung  kepada Kristus, satu-satunya Juru selamat, “Bagaimana kamu berbuat dalam gelombang besar Yordan? (Yeremia 12:5).



The Wrath of God| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora







No comments:

Post a Comment